PEMBAHASAN Distribusi Maloklusi Skeletal Klas I, II dan III Berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need Pada Pasien Periode Gigi Permanen Yang Dirawat di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

Bab 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa maloklusi skeletal Klas I mempunyai prevalensi tertinggi di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU yaitu sebanyak 50 orang 42,74 diikuti dengan maloklusi skeletal Klas II sebanyak 48 orang 41,02, dan maloklusi skeletal Klas III sebanyak 19 orang 16,24. Penelitian yang dilakukan oleh Nanjannawar dkk., diperoleh hasil penelitian distribusi maloklusi skeletal yang hampir mirip dengan penelitian penulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 67 orang 53,6 memiliki maloklusi Klas I, diikuti maloklusi skeletal Klas II sebanyak 46 orang 36,8, dan maloklusi skeletal Klas III sebanyak 12 orang 9,6. Gul-e-Erum dkk., melakukan penelitian terhadap 156 sampel untuk melihat distribusi maloklusi skeletal. Penelitian ini menunjukkan bahwa 76 orang 48,7 memiliki maloklusi skeletal Klas I, diikuti maloklusi skeletal Klas II sebanyak 75 orang 48,1, dan maloklusi skeletal Klas III sebanyak 5 orang 3,2. 8,44 Data-data yang terpapar menunjukkan bahwa maloklusi skeletal Klas I mempunyai prevalensi tertinggi diikuti dengan maloklusi skeletal Klas II dan maloklusi skeletal Klas III. Pada penelitian ini terlihat bahwa dari 117 sampel yang diteliti 85 orang 72,65 paling membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 4-5, 16 orang 13,68 kasus borderline IOTN 3, dan 16 orang 13,68 tidak membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 1-2. Ucuncu dkk., melakukan penelitian menggunakan IOTN pada dua populasi yaitu anak-anak sekolah dan anak-anak yang dirujuk ke departemen ortodonti untuk perawatan. Hasil penelitian terlihat bahwa pada populasi anak-anak sekolah sejumlah 38,8 paling membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 4-5, 24,0 kasus borderline IOTN 3, dan 37,2 tidak membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 1-2. Sementara itu pada populasi anak-anak yang dirujuk ke departemen ortodonti untuk perawatan terlihat bahwa 83,2 paling membutuhkan Universitas Sumatera Utara perawatan ortodonti IOTN 4-5, 12,0 kasus borderline IOTN 3, dan 4,8 tidak membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 1-2. 7 Penelitian Nanjannawar dkk., memperlihatkan bahwa distribusi komponen DHC IOTN yang hampir mirip dengan penelitian ini yaitu sebanyak 89,6 paling membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 4-5, 8,8 kasus borderline IOTN 3, dan 1,6 tidak membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 1-2. Hasil penelitian Sharma di Nepal pada sejumlah sampel sebanyak 700 orang terlihat bahwa 62,0 paling membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 4-5, 28,1 kasus borderline IOTN 3, dan 9,9 tidak membutuhkan perawatan ortodonti IOTN 1-2. 8,45 Penelitian-penelitian tentang distribusi komponen DHC IOTN mendapatkan hasil yang berbeda oleh karena terdapat perbedaan pada besar sampel dan teknik pengukuran pada model gigi. 9 Batas umur sampel yang diteliti dalam penelitian ini berada pada batas umur 11 tahun hingga 40 tahun. Penelitian Sharma di negara Nepal juga memiliki batas umur sampel hampir mirip dengan penelitian ini yaitu dari umur 7 tahun hingga 48 tahun. Kelompok umur 12-24 tahun terlihat memiliki motivasi untuk memperbaiki estetis diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain. Motivasi dari orang tua dan faktor sosial dapat mempengaruhi keputusan pasien untuk mendapatkan perawatan ortodonti di klinik PPDGS ortodonti. 45 Christopherson dkk., melakukan sebuah penelitian terhadap 1566 sampel dari batas umur 8 tahun hingga 11 tahun. Hasil penelitian terlihat bahwa distribusi sampel pada tahap IOTN 4-5 adalah sebanyak 17,1, tahap IOTN 3 adalah sebanyak 33,6, dan tahap IOTN 1-2 adalah sebanyak 49,2. Perbedaan dari hasil penelitian ini dengan penelitian penulis adalah karena perbedaan dalam pemilihan batas umur sampel. 46 Populasi penelitian ini adalah sebanyak 282 orang pasien yang sudah pernah menerima perawatan ortodonti di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU sejak tahun 2006 hingga tahun 2012. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dari 282 populasi sampel dan diperoleh 117 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jika besar sampel dapat ditambah, hasil penelitian dapat merepresentasi populasi masyarakat Medan dan sekitarnya. Para Universitas Sumatera Utara PPDGS ortodonti dapat menentukan rencana perawatan serta kebutuhan profesi ortodontis sesuai dengan kebutuhan perawatan. 8 Sebuah penelitian tentang hubungan sikap dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti DHC IOTN pernah dilakukan di SMA N 3 Medan. Hasil penelitian Masri menunjukkan bahwa distribusi sampel yang berada dalam tahap IOTN 1 adalah sebanyak 6 orang 12, tahap IOTN 2 sebanyak 15 orang 30, tahap IOTN 3 sebanyak 9 orang 30, tahap IOTN 4 sebanyak 18 orang 36, dan tahap IOTN 5 sebanyak 2 orang 4. Hasil penelitian ini terlihat juga bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dan tingkat kebutuhan perawatan, dengan Pearson Chi Square p-value =0.000 0.05. Pada penelitian ini penulis tidak meneliti hubungan antara sikap dengan tingkat kebutuhan perawatan tetapi meneliti tentang distribusi maloklusi skeletal berdasarkan IOTN. 47 Hasil penelitian Mugonzibwa dkk., memperlihatkan bahwa distribusi tahap IOTN 1 adalah sebanyak 30, tahap IOTN 2 sebanyak 14 , tahap IOTN 3 sebanyak 34, tahap IOTN 4 sebanyak 18, dan tahap IOTN 5 sebanyak 4. Penelitian ini juga menggunakan AC IOTN dalam menentukan kebutuhan perawatan. 48 Pada penelitian Kerosuo dkk., komponen DHC IOTN dan AC IOTN digunakan dalam menentukan kebutuhan perawatan pada sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi komponen DHC tahap IOTN 1-2 adalah sebanyak 41, tahap IOTN 3 sebanyak 31, dan tahap IOTN 4-5 adalah sebanyak 28. 49 Pada penelitian ini, penulis tidak menggunakan AC IOTN dalam menentukan kebutuhan perawatan pada sampel. Berdasarkan penelitian Soh dkk., dan penelitian Hassan telah menunjukkan bahwa kurang terdapat korelasi antara komponen DHC IOTN dengan komponen AC IOTN. Komponen DHC IOTN dibagi kepada 3 tahap yaitu tahap IOTN 1-2 tidak membutuhkan perawatan, tahap IOTN 3 kasus borderline, dan tahap IOTN 4-5 paling membutuhkan perawatan ortodonti. Modifikasi pengelompokan ini membantu dalam menentukan kebutuhan perawatan pada suatu populasi sehingga hasil penelitian menjadi lebih valid. 34 Universitas Sumatera Utara

Bab 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

1 91 53

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 2

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 4

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

1 7 19

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 3

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 1

Perubahan Kecembungan Jaringan Lunak Wajah pada Maloklusi Skeletal Klas II dan Klas III Sebelum dan Sesudah Perawatan pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 12

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 1 18

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 1 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Distribusi Maloklusi Skeletal Klas I, II dan III Berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need Pada Pasien Periode Gigi Permanen Yang Dirawat di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 19