BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi oklusi yang abnormal sering ditemukan oleh dokter gigi di klinik. Kondisi yang abnormal dikenal sebagai maloklusi. Maloklusi harus dikoreksi karena
kelainan ini dapat membawa beberapa masalah kepada pasien seperti masalah estetis psikologis dan sebagainya. Perawatan ortodonti bertujuan untuk mengembalikan
fungsi pengunyahan, neuromuskular dan estetis agar lebih baik.
2.1 Oklusi
Oklusi merupakan kondisi gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi rahang bawah berkontak antara satu sama lain pada semua posisi. Pengertian tentang oklusi
merupakan ilmu dasar dalam bidang kedokteran gigi. Perawatan ortodonti dapat merubah oklusi seorang pasien. Oleh karena itu, seorang dokter gigi harus mengerti
mengenai oklusi agar dapat mengidentifikasi oklusi yang abnormal atau maloklusi.
1,2,10
Istilah oklusi itu terdiri dari 2 aspek yaitu statis dan dinamis. Aspek statis merupakan bentuk, artikulasi serta susunan gigi-gigi antara lengkung rahang serta
relasi gigi terhadap struktur pendukung. Aspek dinamis merupakan fungsi sistem stomatognasi yang terdiri dari gigi-gigi, struktur pendukung, sendi temporomandibula
dan sistem neuromuskular serta sistem nutrisi. Status oklusi seorang individu dapat digambarkan oleh dua karakteristik utama yaitu relasi intra lengkung rahang dan
relasi inter lengkung rahang.
2
Status oklusi ini akan dicatat sewaktu pemeriksaan klinis dilakukan. Pemeriksaan relasi intra lengkung rahang, relasi setiap gigi pada
setiap satu lengkung rahang perlu diobservasi, begitu juga untuk pemeriksaan relasi inter lengkung rahang antara gigi-gigi rahang atas dan gigi-gigi rahang bawah.
1
Menurut Angle, gigi molar satu permanen merupakan kunci oklusi. Beliau menganggap bahwa gigi tersebut merupakan titik anatomis yang stabil pada rahang.
Angle mendefinisikan oklusi sebagai relasi normal dataran miring oklusal gigi ketika
Universitas Sumatera Utara
kedua rahang tertutup. Namun demikian, definisi ini tidak menggambarkan situasi yang nyata karena oklusi itu merupakan fenomena yang kompleks, melibatkan gigi,
ligamen periodontal, sendi temporomandibula, otot, sistem syaraf dan rahang.
1,2
Menurut WHO, definisi maloklusi merupakan kelainan yang dapat mengakibatkan kecacatan serta menganggu fungsi dan memerlukan perawatan.
Maloklusi dapat diklasifikasi menjadi dua yaitu skeletal dan dental.
1
2.2 Maloklusi Skeletal
Maloklusi skeletal terjadi karena ketidak-seimbangan antara tulang mandibula dan tulang maksila. Kelainan-kelainan yang dapat terlihat pada maloklusi yaitu
ukuran, posisi, dan relasi rahang. Kelainan maloklusi skeletal dapat mempengaruhi 3 bidang yaitu transversal, sagital dan vertikal.
2
Ortodontis biasanya menggunakan analisa sefalometri untuk melihat bentuk kranio fasial pasien dan klasifikasi skeletal pasien tersebut. Pada bentuk skeletal
Klas I nilai sudut SNA, SNB dan ANB berada dalam batas normal. Bentuk skeletal Klas II dan skeletal Klas III mempunyai deviasi yang jelas terlihat. Nilai normal
sudut SNA adalah 82 ⁰, sudut SNA 82⁰ adalah prognasi maksila dan 82⁰ adalah
retrognasi maksila. Nilai normal sudut SNB adalah 80 ⁰, 80⁰ adalah retrognasi
mandibula dan 80 ⁰ adalah prognasi mandibula. Nilai normal sudut ANB adalah
2 ⁰- 4⁰ untuk Klas I, sudut ANB 4⁰ adalah Klas II dan 2⁰ adalah Klas III.
2,8,11-17,19,20
Penelitian yang dilakukan Wolfe dkk., menggunakan foto sefalometri pada sampel anak TK, SD dan SMP yang memiliki bentuk skeletal Klas I dan bentuk
skeletal Klas III. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel dengan skeletal Klas III mempunyai sudut dataran mandibula yang tinggi, korpus mandibula tinggi,
ramus mandibula tinggi, dan sudut SNB yang besar serta sudut ANB yang lebih kecil dari subyek dengan maloklusi Klas I. Selain itu, panjang wajah bawah dan panjang
mandibula akan bertambah seiring bertambahnya umur individu.
21
Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Kim dkk., menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara proklinasi gigi insisivus atas dengan mandibula yang maju
dan retroklinasi gigi insisivus atas dengan mandibula yang mundur. Variasi pada
Universitas Sumatera Utara
sudut orientasi oklusal juga harus diperhatikan. Klas II mempunyai sudut bidang oklusal yang curam sedangkan Klas III mempunyai sudut bidang oklusal yang datar.
Selain itu, prevalensi Klas III lebih besar pada orang keturunan Asia.
18
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ishii dkk., yang menunjukkan bahwa ras
Jepang cenderung memiliki bentuk skeletal Klas III dibandingkan dengan ras Kaukasoid. Oklusi normal amat susah diperoleh karena retrognasi maksila dan
prognasi mandibula.
22
2.3 Maloklusi Dental