Etnik Tionghoa Golongan Peranakan

Fie juga senang terhadap kesenian serta seni Melayu Deli. Dia juga membangun mesjid di daerah Petisah [31

3.4.3. Etnik Tionghoa Golongan Peranakan

] . Sebagian ahli bahasa di Indonesia, misalnya Mely G. Tan, menyebut orang Tionghoa Indonesia ini dengan nama golongan etnik Tionghoa. Sebagian lain, misalnya George Yunus Aditjondro, menyebutnya dengan istilah masyarakat Tionghoa atau tenglang. Slamet Martosudiro menyebutnya Tionghoa perantauan atau hoakiau, juga umum disebut non Pribumi, atau golongan etnik Tionghoa, atau ethnic Chinese, atau kelompok keturunan Tionghoa, atau Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, atau bahkan ada yang menyebut dengan istilah WNI, atau turunan, atau Orang Tionghoa saja. Penggolongan mereka ke dalam kelompok etnik Tionghoa dalam kenyataannya dilakukan oleh mereka sendiri atas kesadaran sendiri berdasarkan persamaan ciri-ciri sosio kultural tertentu, atau oleh orang lain yang melihat mereka sebagai orang-orang yang memiliki ciri-ciri sosio-kultural yang sama. Dalam hal ini mengikuti konsep umum sosiologi dan menyebut orang Tionghoa Indonesia ini sebagai kelompok etnik Tionghoa. Istilah ini hampir sama artinya dengan istilah yang digunakan oleh ahli sosiologi Mely G. Tan, yaitu golongan etnik Tionghoa. Mereka adalah orang Indonesia keturunan Tionghoa, atau Chinese descendants. [31] . Tengku Luckman Sinar. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia.1991. Universitas Sumatera Utara Satu ciri umum yang melekat pada kelompok ini, dan sekaligus juga merupakan pengikat mereka, adalah perasaan sebagai satu kelompok etnik yang khas, yang berbeda dari kelompok-kelompok etnik lain di mana mereka tinggal. Apakah yang mengikat mereka sebagai satu kelompok etnik?. Ringkasnya definisi di atas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kelompok etnik Tionghoa di Indonesia adalah mereka yang memandang dirinya sebagai orang keturunan Tionghoa, karena mereka sama-sama merasa memiliki seperangkat ciri-ciri sosio-kultural yang khas. Ciri-ciri sosio-kultural tersebut antara lain adalah : a. Memiliki sistem kepercayaan khas yang sama b. Sama-sama berbicara dalam bahasa atau dialek suku-bangsa yang sama. c. Mempunyai persamaan pengalaman sejarah yang sama. d. Berasal dari keturunan yang sama, yaitu keturunan Orang Tionghoa. e. Berasal dari suatu tempat yang sama, yaitu daratan Tionghoa. Pada masa kini orang tidak dapat bicara tentang Kelompok Etnik Tionghoa dengan cara seperti itu, khususnya setelah peristiwa pergantian Orde Lama ke Orde Baru tahun 1967. Suryadinata misalnya, menganjurkan agar membedakan “Cina totok” dari “Cina peranakan“. Penggolongan tersebut menurut Vasanty Puspa bukan hanya berdasarkan kelahiran saja, yang artinya : orang peranakan itu, bukan hanya orang Tionghoa yang lahir di Indonesia, atau hasil perkawinan campuran antara orang Tionghoa dan orang Indonesia, sedangkan orang Totok bukan hanya orang Tionghoa yang lahir di Negara Tionghoa. Sedangkan pendapat yang lain, almarhum Junus Jahja, membedakan orang Tionghoa muslim dari Tionghoa non-muslim . Universitas Sumatera Utara Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka didapati pula sebuah kesimpulan bahwasanya penggolongan dalam etnik Tionghoa antara yang peranakan dengan totok di Indonesia merupakan suatu hal yang penting. Hal ini disebabkan banyaknya perbedaan berdasarkan aspek nilai kebudayaan dari kedua golongan tersebut, kondisi ini yang kemudian disebut sebagai suatu bentuk Heterogenitas dari kelompok etnik ini. Hal ini pula yang akan memunculkan gesekan baik antar sesama etnik mereka atau dengan etnik diluar etnik mereka jika semua etnik Tioanghoa itu dipandang sama, atau dengan kata lain meniadakan penggolongan yang ada pada kelompok etnik ini. Hal inilah yang dapat memicu konflik baik antar sesama kelompok etnik tersebut atau dengan etnik diluarnya. Bentuk aktual dari heterogenitas pada etnik Tionghoa terlihat jelas dengan adanya penyebutan istilah Huaren dan Huana dikalangan etnik Tionghoa, yang memiliki makna Huaren istilah yang diperuntukan bagi mereka, etnik Tionghoa yang totok sedangkan Huana untuk etnik Tionghoa yang peranakan. Penggunaan istilah ini juga menentukan starata sosial dikalangan etnik Tionghoa, sebab Huaren memiliki strata sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan huana, meskipun secara tingkatan pemahaman mengenai kultur Tionghoa huaren berada dibawah huana. Perbedaan strata sosial antara huaren dan huana akan terlihat dalam setiap proses interaksi, semisal huaren hanya menginginkan keturunannya menikah dengan orang dari garis keturunan huaren juga, menikah dengan orang dari kalangan huana dianggap sebagai sebuah hal yang harus dihindari karena akan merendahkan martabat keluarga. Kondisi sosial yang seperti ini kemudian memunculkan permasalahan Universitas Sumatera Utara dikalangan mereka. Khususnya bagi para huana karena secara sosial mereka akan mengalami banyak diskriminasi dari para huaren. Permasalahan tersebut terlihat dari keengganan mereka untuk mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari etnik Tionghoa. Hal ini pula yang kemudian menyebabkan degradasi pemahaman akan kultur Tionghoa yang dimilikinya terkhusus bagi anak dan pemudanya karena mereka yang harusnya meneruskan dan menjaga kultur Tionghoa tidak diberikan pemahaman mengenai kultur Tionghoanya. Adanya permasalahan identitas dikalangan etnik Tionghoa golongan peranakan ini kemudian muncul pertanyaan apa yang menjadi acuan bagi para huaren dalam mengidentifikasi diri mereka? Serta kebudayaan seperti apa yang menjadi batas budaya antara para huaren dan huana?. Budaya merupakan suatu hal yang secara umum digunakan dalam melihat dan menilai identitas seseorang. Sehingga mempermudah mengkategorikan seorang individu tergolong dalam kelompok mana individu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fredrick barth, yakni etnik bukanlah suatu hal yang hanya mengacu pada sifat demografi melainkan sifat-sifat budaya yang ada di dalamnya. Samovar 2006: 12-14 dalam teorinya mengatakan bahwa ada tiga elemen utama yang membentuk persepsi budaya dan berpengaruh besar atau langsung terhadap individu. Yang pertama adalah pandangan dunia sistem kepercayaan atauagama, nilai-nilai budaya dan perilaku, kedua sistem simbol verbal dan tidak verbal dan ketiga organisasi sosial keluarga dan institusi. Sedangkan pengertian kebudayaan sendiri menurut Koentjaranigrat keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan Universitas Sumatera Utara masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar [32] .Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, Kebudayaan berarti hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai [33 1. Bahasa ] . Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur unsur yang bersifat universal. Unsur unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa bangsa di dunia. Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu: Bahasa adalah suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus menjadi alat perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau mengadaptasi kan kebudayaan. Bentuk bahasa ada dua yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. 2. Sistem Pengetahuan Sistem pengetahuan itu berkisar pada pegetahuan tentang kondisi alam sekelilingnya dan sifat sifat peralatan yang dipakainya. Sistem pengetahuan meliputi ruang pengatahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, [32] . Samovar, Larry.A., Richard E.Porter Edwin R.McDaniel.Intercultural Communication A Reader, 11th ed.Belmont California. Thomson and Wadsworth Publishing Company. 2006. [33] .http:zahratyas.blogspot.co.id201304pendidikan-sebagai-proses-pembudayaan.html Universitas Sumatera Utara ruang dan bilangan, sifat sifat dan tingkah laku sesama manusia, tubuh manusia. 3. Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial Organisasi sosial adalah sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan sesamanya. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan. 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh para nggota suatu masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam hubungannya degnan pengumpulan bahan bahan menta, pemrosesan bahan bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat trasportasi dan kebutuhan lain yang berupa benda meterial. Unsur teknologi yang paling menonjol adalah kebudayaan fisik yang meliputi, alat alat produksi, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan serta alat alat transportasi. 5. Sistem Mata Pencaharian Hidup Sistem mata pencaharian hidup merupakan segala usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi, berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan, perdagangan. Universitas Sumatera Utara 6. Sistem Religi Sistem religi dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang terpadu antara keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal hal suci dan tidak terjangkau oleh akal. Sistem religi yang meliputi, sistem kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, upacara keagamaan. 7. Kesenian Secara sederhana ksenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindahan. bentuk kendahan yang beraneka tagam itu timul dari permainan imajinasi kreatif yang dapat memberikan kepuasan batin bagi manusia. Secara garis besar, kita dapat memetakan bentuk kesenian dalam tiga garis besar, yaitu seni rupa, seni suara dan seni tari. Unsur unsur kebudayaan di atas tidak dapat berdiri sendiri tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Kecenderungan semua unsur kebudayaan untuk saling berhubungan disebut integrasi. Bila dikatakan bahwa suatu kebudayaan merupakan suatu integrasi, maka yang dimaksud adalah unsur unsur terpadu menjadi suatu kebudayaan bukanlah sekumpulan kebiasaan kebiasaan yang terkumpul secara acak acakan saja. Oleh karena itu maka kecenderungan yang disebut sebagai suatu integrasi memberikan sebuah kemudahan dalam melihat perspektif sebuah kebudayaan. Hal ini disebabkan unsur – unsur yang saling berkaitan pada akhirnya akan membentuk suatu kesatuan yang disebut sebagai kebudayaan. Universitas Sumatera Utara Lantas berdasarkan pendapat mengenai kebudayaan diatas para huana memiliki unsur kebudayaan sendiri yang membedakan budaya mereka dengan para huaren meskipun secara umum masih terdapat banyak kesamaan, karena pada dasarnya huana sendiri merupakan wujud dari interaksi sosial para huaren itu sendiri. Oleh karena itu jika seorang Huana merupakan perwujudan dari interaksi maka keluarga sebagai tempat awal belajar menyatakan diri serta tempat bagi seorang individu untuk memulai interaksinya secara sosial pertama kali memiliki peran yang penting. Karena dalam hal ini keluarga merupakan faktor utama yang membentuk identitas seorang individu. Seperti yang diketahui etnik Tionghoa pada dasarnya mengadopsi Sistem kekerabatan patrilineal atau hubungan kekerabatan yang didasari garis keturunan ayah. Artinya bila 2 orang etnik Tionghoa menikah, maka nama sang anak akan mengikuti marga nama keluarga dari sang ayah. Hal ini tetap berlaku jika lelaki etnik Tionghoa menikah dengan etnik diluar Tionghoa. Anak dari pernikahan inilah yang nantinya disebut dengan istilah huana atau peranakan. Namun jika yang menikah wanita etnik Tionghoa dengan yang diluar etniknya, maka secara otomatis si anak tidak tergolong kedalam etnik Tionghoa. Namun di beberapa kejadian terdapat pengecualian akan hal ini, misalnya etnik Tionghoa di daerah cirebon yang menganut sistem kekerabatan matrilineal berbeda dengan etnik Tionghoa pada umumnya. Marga dalam etnik Tionghoa ini yang kemudian menunjukkan asal-usul nenek moyang etnik Tionghoa itu sendiri. Setiap marga umumnya berasal dari suku yang berbeda-beda. Orang yang memiliki marga yang sama, bila ditelusuri garis keturunannya, maka nenek moyang orang-orang yang memiliki marga yang sama tersebut berasal dari suku atau keturunan yang sama. Hal ini sama seperti Universitas Sumatera Utara marga dalam suku Batak. Orang-orang dari suku Batak yang memiliki marga yang sama, maka orang tersebut berasal dari keturunan yang sama. Berkaitan dengan kesamaan marga tersebut, kemudian etnik Tionghoa banyak mendirikan organisasi kekerabatan yang mewakili marga-marga yang sama. Pendirian berbagai organisasi kekerabatan ini bertujuan untuk menjalin hubungan kekeluargaan dengan sesama etnik Tionghoa yang memiliki marga yang sama, karena pada dasarnya mereka memang berasal dari keluarga yang sama. Para etnik Tionghoa dapat bertemu dengan orang-orang yang pada awalnya tidak mereka kenal yang ternyata memiliki hubungan kekeluargaan berdasarkan marga. Selain itu, lewat organisasi kekerabatan ini, etnik Tionghoa dapat memperluas jaringan sosial mereka sehingga dapat memudahkan pengembangan terhadap usaha mereka. Pada fase inilah kemudian perbedaan strata sosial antara totok dengan peranakan akan terlihat jelas. Sebab dalam organisasi kekerabatan yang ada serta jaringan sosial yang tercipta anak peranakan akan mendapat identitas sebagai seorang huana. Dimana dalam hal peran dan fungsi sebagai bagian dari organisasi kekerabatan itu sendiri seorang huana akan selalu berada dibawah huaren, meskipun huana dan huaren memiliki marga yang sama. Universitas Sumatera Utara

BAB IV REFLEKSI DIRI DILEMATIS TIONGHOA PERANAKAN

4.1. Faktor Munculnya Masalah Identitas Tionghoa Peranakan

Proses panjang etnik Tionghoa dalam memperoleh statusnya sebagai warga negara memunculkan sebuah dilema yang memberikan warna tersendiri bagi kehidupan bangsa, khususnya aspek kependudukan dimana munculnya diversitas yang tercipta melalui proses tersebut. Terlepas dari kemunculan fenomena Tionghoa peranakan ternyata dibalik semua perjalanan panjang tersebut terdapat banyak permasalahan khususnya bagi mereka yang menjadi bagian dari fenomena tersebut. . Sebagai bagian dari fenomena tersebut penulis juga merasakan sulitnya mengidentifikasi diri sebagai bagian dari etnik Tionghoa dalam berbagai bentuk interaksi yang dilakukan. Meskipun jika ditelaah berdasarkan aspek dan sudut pandang budaya Tionghoa yang menganut sistem kekerabatan yang patrilineal, maka secara otomatis penulis masuk dalam kategori etnik Tionghoa karena memiliki ayah Tionghoa, meskipun ibu berasal dari etnik diluar Tionghoa. Berikut kutipan wawancara penulis dengan salah seorang teman etnik Tionghoa yang juga menyatakan bahwa etnik Tionghoa memiliki sistem kekerabatan yang patrilineal. Buat orang Tionghoa, laki – laki memiliki hak istimewa karena laki – laki nantinya yang akan meneruskan silsilah keluarga misalnya marga, relasi yang dimiliki keluarga, usaha keluarga serta semua yang berkaitan dengan keluarga besarnya. Tapi semua silsilah yang Universitas Sumatera Utara