29
Tugas-tugas perkembangan ini mengarahkan individu untuk menyesuaikan
diri menuju
masa tua.
Penguasaan tugas-tugas
perkembangan pada masa ini penting untuk kesejahteraan di masa tua successful aging hingga pada tahun-tahun terakhir kehidupan.
E. 4 Midlife Crisis Krisis pada masa Dewasa Madya
Pada masa ini terjadi berbagai perubahan dalam kepribadian dan gaya hidup. Masa yang konon penuh stres ini dipicu oleh pengkajian dan
evaluasi kembali kehidupan seseorang Papalia dkk, 2009. Krisis dewasa madya dikonseptualisasikan sebagai sebuah krisis identitas, bahkan
disebut masa remaja kedua. Beberapa orang bisa mengalami krisis dewasa madya, namun
beberapa yang lain justru berada di puncak kekuatan. Sebagian yang lain berada diantara keduanya. Masa dewasa madya adalah satu titik balik
kehidupan, yang berupa transisi psikologis yang melibatkan perubahan yang signifikan dalam makna, tujuan, arah kehidupan.
F. Dinamika Kecemasan
Menghadapi Masa
Pensiun dengan
Keharmonisan Pernikahan pada Karyawan Badan Usaha Milik Negara BUMN
Kerja adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah KBBI, 2015. Bekerja merupakan cara yang bisa dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia sandangpakaian, paganmakanan, papantempat tinggal, dsb, pertemanan, kesehatan, dan keuangan
Universitas Sumatera Utara
30
Hurlock, 1991. Selain itu, menurut Sarwono 2002 bekerja juga mampu membuat seseorang memenuhi kebutuhan harga diri, yaitu pertama;
kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri, kemandirian, dan kedua; kebutuhan akan penghargaan dari orang lain,
status, kepopuleran, dominasi, kebanggaan, perasaan dianggap penting, dan diapresiai orang lain.
Jika seseorang bekerja pada sebuah perusahaan formal maka akan dikenai peraturan mengenai batas usia masa kerja yang disebut dengan
istilah pensiun Kimmel, 1991. Pensiun membawa banyak perubahan diantaranya perubahan atau penghilangan sumber keuangan, hilangnya
status sosial, terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan dan rekan kerja, serta munculnya banyak waktu luang, Banyaknya perubahan
yang terjadi pada masa ini membuat pensiun sering dianggap sebagai masa krisis penelitian Rachmad, dkk, 1991.
Menurut Unger dan Crawford dalam Foster, 2008, sikap mengenai pensiun terdiri dari dua, yaitu sikap positif dan sikap negatif.
Seseorang dianggap memiliki sikap positif terhadap pensiun jika ia menganggap pensiun sebagai suatu kebebasan dari sekian tahun bekerja,
kesempatan yang baik untuk berpergian dan berlibur, melakukan hobi, dan memanfaatkan waktu luang. Sebaliknya, seseorang yang memiliki sikap
negatif terhadap pensiun memaknai pensiun sebagai situasi yang membosankan, melakukan penarikan diri dan muncul perasaan tidak
berguna. Sayangnya, sikap negatif terhadap pensiun diindikasikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
31
faktor terkuat munculnya kecemasan menghadapi masa pensiun dalam diri seseorang Foster, 2008.
Kecemasan mengenai pensiun salah satunya disebabkan oleh perihal keuanganSantrock, 2009. Perubahan yang signifikan menurun
pada keuangan membuat calon pensiunan merasakan kecemasan tentang kehidupannya dan keluarga setelah pensiun nanti Gallo, Bradley, Siegel,
Kasl, 2000. Dari populasi calon pensiunan dunia, seperempatnya lagi gagal mengumpulkan tabungan yang signifikan memadai untuk masa tua
Papalia dkk, 2009. Masalah keuangan besar kemungkinan akan dialami oleh karyawan BUMN yang hanya memperoleh pesangon yang diberikan
satu kali saat ia pensiun Fendisidy, 2015, dan juga akan lebih besar dialami oleh suami sebagai orang yang wajib melindungi istrinya dan
memberikan segala keperluan ekonomi dan rumah tangga sesuai dengan kemampuannya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Hak dan Kewajiban
suami-istri. Selain itu, status sosial yang baik dan perasaan menjadi superior
merupakan salah satu aspek terbentuknya kesejahteraan individu yang sebagian besar dipengaruhi oleh tempatnya bekerja. Keadaan pensiun akan
membuat seseorang kehilangan statusnya, semakin baik status seseorang di lingkungan kerja dan masyarakat maka semakin besar pula
kemungkinan individu tersebut mengalami kecemasan jika kehilangan statusnya Solinge dan Henkens, 2005. Saat ini perusahaan-perusahaan
BUMN tumbuh dengan baik dan memuaskan, karena kualitas yang baik
Universitas Sumatera Utara
32
pada SDM, dan karyanya yang tidak kalah dengan perusahaan-perusahaan internasional Bamboe Doea Team, 2014.
Kinerja karyawan BUMN pun sangat dipengaruhi oleh hubungan sosial dengan rekan kerja, karena pola kerja BUMN bersifat kolektif dan
mengerjakan tugas bersama-sama Susilawati dan Widyasari, 2012. Individu yang memiliki hubungan yang kuat dengan pekerjaan dan rekan
kerjanya akan mengalami kesulitan saat menghadapi pensiun Taylor dan Shore, 1995. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya bahwa hilangnya
kontak dengan rekan kerja adalah salah satu faktor yang bisa mendatangkan kecemasan menghadapi masa pensiun.
Kondisi yang stressful dan mencemaskan berakibat buruk pada kesehatan Santrock, 2009. Demikian halnya dengan pensiun yang berada
di peringkat ke-10 untuk kejadian-kejadian yang menimbulkan stress berdasarkan penelitian oleh Holmes Rahe, dalam Foster, 2008. Stress
akan berakibat pada penurunan kesehatan fisik dan mental Suardiman, 2011. Kecemasan dan kondisi mental yang buruk akan berdampak negatif
pada pernikahan dan sebaliknya Papalia, dkk, 2009. Penelitian The Cornell Retirement and Well Being Studydalam
Foster 2008 menemukan bahwa keadaan sebelum dan sesudah pensiun mengubah pola interaksi keluarga, membuat pasangan dan anggota
keluarga lain harus beradaptasi kembali untuk keselarasan kehidupan mereka sehari-hari dalam Newman Newman, dalam Foster, 2008.
Penelitian oleh Henkens dan Solinge 2002 menunjukkan bahwa banyak
Universitas Sumatera Utara
33
pasangan menganggap keadaan pensiun akan meningkatkan kemungkinan konflik diantara mereka karena munculnya terlalu banyak waktu
kebersamaan diantara pasangan, penurunan waktu untuk kebebasan pribadi dan privasi, pembagian tugas rumah tangga yang baru bisa saja
tidak cocok bagi salah satu atau keduanya, penurunan finansial juga akan berdampak negatif pada pasangan. Penelitian tersebut juga menunjukkan
bahwa pasangan dari individu yang akan pensiun mengalami kesulitan yang lebih besar untuk beradaptasi dengan keadaan baru pasangannnya
kelak. Hal diatas cukup mengkhawatikan karena berdasarkan penelitian
Psikologi Kesehatan pasangan merupakan sumber penting agar pasangannya terhindar dari gangguan psikologis. Dukungan dari pasangan
sangat dibutuhkan untuk terhindar dari depresi dan perasaan kesepian setelah terlepas dari lingkungan pekerjaan Osborne, 2012. Hal ini tidak
didapatkan kecuali dari keadaan dan kualitas pernikahan yang baik. Kualitas pernikahan dianggap berkontribusi bagi kemampuan
seseorang menghadapi masa pensiun Solinge dan Henkens, 2005. Kualitas pernikahan yang berkembang sebelum masa pensiun sangat
mempengaruhi terciptanya pernikahan yang memuaskan setelah masa pensiun Hurlock, 1991. Jika kualitas pernikahan yang dibangun sebelum
pensiun memuaskan maka keadaan pernikahan akan tetap memuaskan setelah pensiun Cavanaugh dan Fields, 2006.
Universitas Sumatera Utara
34
Penelitian oleh Fatima dan Ajmal pada tahun 2012 menemukan bahwa kepuasan pernikahan merupakan salah satu faktor pembentuk
pernikahan yang harmonis. Menurut David H. Olson dan Amy K. Olson dalam Lestari, 2012 pernikahan yang harmonis ditandai dengan adanya
aspek-aspek berikut; komunikasi, fleksibilitas, kedekatan, kecocokan kepribadian, resolusi konflik, relasi seksual, kegiatan di waktu luang,
keluarga dan teman, pengelolaan keuangan, dan keyakinan spiritual. Dengan demikian pernikahan yang harmonis akan dibutuhkan untuk
menghadapi masa pensiun agar individu mendapatkan kesejahteraan di masa tua.
G. Hipotesis Penelitian