Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik umum. Oleh karena itu, tanda itu tidak dapat digunakan sebagai merek.
55
B. Sejarah Perlindungan Public Domain
Public domain adalah suatu tanda ataupun simbol yang sifatnya telah menjadi milik umum disebabkan karena tanda-tanda ataupun simbol-simbol ini
telah menjadi identitas ataupun tanda pengenal tertentu terhadap suatu barang yang mana masyarakat telah mengakuinya.
Perlindungan public domaintidak secara khusus diatur di dalam suatu konvensi maupun peraturan-peraturan lain tentang merek. Perlindungan terhadap
public domaindiberlakukan karena dirasakan semakin pentingnya perlindungan terhadap merek mengingat semakin pesatnya perdagangan dunia. Karenanya
semakin sulit untuk membedakan satu produk dengan produk yang lain untuk diberikan perlindungan merek dengan perlindungan desain produk.
Perlindungan terhadap merek dibutuhkan karena semakin banyaknya orang yang melakukan peniruan. Karena semakin pesatnya perdagangan dunia
serta perkembangan teknologi yang semakin maju, maka semakin menambah pentingnya keberadaan merek, yaitu untuk membedakan asal-usul barang dan
kualitasnya, juga menghindarkan peniruan.
56
Untuk melawan masalah peniruan ini negara Inggris membuat Merchandise Marks Act pada tahun 1862 yang berbasis hukum pidana.
55
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara No. 4131, Penjelasan Undang- Undang No. 15 Tahun 2001, Tentang Merek, Jakarta, 1 Agustus 2001, Pasal 5 huruf c.
56
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 159
Universitas Sumatera Utara
Sebelumnya Inggris pada tahun 1857 telah mengadopsi sistem pendaftaran merek dari hukum Perancis.
Kemudian pada tahun 1883 berlaku Konvensi Paris mengenai hak milik industri paten dan merek yang banyak diratifikasi negara maju dan negara
berkembang. Pada Konvensi Paris inilah pertama kali diatur tentang merek harus memiliki unsur pembeda. Pengaturan ini dimuat pada Article 6 bis Paris
Convention. Pada pasal ini negara anggota secara ex-officio jika diizinkan oleh peraturan perundang-undangan atau berdasarkan permintaan pihak yang
berkepentingan menolak atau membatalkan pendaftaran dan untuk melarang penggunaan suatu merek yang merupakan suatu perbanyakan, suatu tiruan,
atausuatu terjemahan yang bertanggung gugat menimbulkan kebingungan dari suatu merek yang dipertimbangkan oleh pihak yang berwenang dari
Negara dimana pendaftaran tersebut dilakukan atau penggunaan yang dikenal
dalam Negara tersebut sebagai suatu merek yang dimiliki oleh pihak yang berhak untuk memperoleh manfaat konvensi ini dan digunakan untuk barang yang identic
dan mirip.
57
57
Rahmi Jened, Hukum Merek Dalam Era Global Integrasi Ekonomi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015, hal. 49
Selain Konvensi Paris atau Paris Convention, pengaturan terhadap daya pembeda juga dimuat dalam Article 15 TRIPs yang menentukan bahwa merek
yang dilindungi adalah setiap tanda atau kombinasi dari tanda kemampuan pembedaan untuk barang dan jasa dari suatu perusahaan dan perusahaan lainnya
harus dinyatakan sebagai merek.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan terhadap public domain dalam hukum merek Indonesia telah diatur sejak Undang-Undang Merek tahun 1961 hingga tahun 2001. Walaupun
Undang-Undang Merek mengalami amandemen, namun pengaturan mengenai public domain tetap dicantumkan agar tetap sejalan dengan hasil yang telah
disepakati di dalam konvensi internasional tentang merek. Dewasa ini pengaturan mengenai public domain dimuat di dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 15 Tahun
2001 tentang Merek. Pasal ini menjelaskan bahwa merek yang berasal dari kata umum ataupun yang telah menjadi milik publik tidak dapat didaftarkan sebagai
merek. Manakala terdapat merek yang mengandung unsur public domain maka Dirjen HAKI wajib menolak pendaftaran merek tersebut.
C. Public Domain dan Unsur Tanda Pembeda