Pasal 4 TRIPs menetapkan adanya prinsip Non-Discriminatory. Prinsip ini merupakan konsep GATT yang dimasukkan kedalam Persetujuan TRIPs. Prinsip
ini berarti memberlakukan prinsip non-diskriminasi di antara sesama warga Negara dari Negara-negara asing. Walaupun prinsip ini dibebankan pada Negara
anggota bukan individu.
46
b. The Paris Convention For The Protection of Industrial Property Rights
1967
Pasal 6 TRIPs mengatur tentang masalah penyelesaian sengketa. Pasal ini menjelaskan bahwa terhadap penyelesaian sengketa tidak ditujukan bagi isu
HAKI yang lengkap exhaustion of rights, kecuali yang diatur dalam pasal 3 dan 4 mensyaratkan Nasional Treatment dan MFN.
Pasal 7 dan 8 TRIPS memberikan arah dan pedoman mengenai penerapan TRIPs dimasa depan. Pasal 7 TRIPs berfungsi menjembatani kepentingan
produsen teknologi dengan pengguna teknologi dalam cakupan yang lebih luas yang mana akan menciptakan harmonisasi antara Negara maju, Negara
berkembang, dan Negara belum maju. Sedangkan Pasal 8 TRIPs mengaharapkan bahwa TRIPs dapat menjadi dokumen yang bersifat dinamis.
The Paris Convention For The Protection of Industrial Property Rights atau yang biasa dikenal sebagai Paris Convention merupakan rujukan
terbentuknya TRIPs yang dibentuk pada tahun 1883 dan terakir direvisi tahun
46
Ibid, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
1967. Paris Convention disahkan Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden No. 151997.
Konvensi ini merupakan pembentukan Union untuk perlindungan Hak Kekayaan Industri. Kekayaan Industri memiliki objek mencakup paten, paten
sederhana, desain industry, merek, merek jasa, nama dagang, indikasi asal, dan pencegahan persaingan curang. Istilah kekayaan industri harus diartikan secara
luas, tidak hanya untuk industri dan perdagangan tetapi juga untuk pertanian, industry ekstrasi dan produk alam.
47
c. Trademark Law Treaty
Trademark Law Treaty TLT merupakan traktat yang dihasilkan dalam sidang World Intellectual Property Organization WIPO yang dibuat di Jenewa-
Swiss pada tanggal 24 Oktober 1994. TLT disahkan Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 171997. TLT dilengkapi dengan sejumlah aturan yang menjadi
petunjuk teknis dan pendeskripsian serta permohonan merek.
48
d. The Madrid Agreement Concerning The International Registration of
Marks
Madrid Agreement pertama kali diadakan pada tahun 1891 yang mencerminkan persetujuan internasional yang bertujuan memberikan sistem
perlindungan secara global. Perlindungan diberikan secara sederhana bahwa
47
Ibid, hal. 47
48
Abdul Bari Azed, Kompilasi Konvensi Internasional HKI yang Diratifikasi Indonesia Ditjen HKI-FHUI, Jakarta, 2006, hal. 341.
Universitas Sumatera Utara
pemilik merek terdaftar di suatu Negara anggota dapat mengajukan pendaftaran secara internasional melalui Persatuan Internasional Biro HAKI The United
International Bureaux for the Protection of Intellectual PropertyBIRPI berdasarkan satu biaya dan tidak adanya penolakan dari setiap kantor HAKI
nasional dalam waktu yang telah ditentuan. Pendaftaran ini memiliki akibat hukum yang sama di seluruh Negara anggota, seperti pendaftaran yang dilakukan
secara langsung ke masing-masing Negara. Sistem ini merupakan sistem yang menarik karena tidak adanya pemeriksaan substantif merek.
e. The Madrid Agreement Concerning The Reputation of False Indication