pertengahan Februari 2012 silam. Tak kurang, sebanyak 19 pengusaha kopitiam bergabung dalam persatuan tersebut. Mereka menggugat pembatalan merek
kopitiam yang dimiliki Abdul Alek Soelystio. Tak hanya Alex, mereka juga menggugat Dirjen HAKI selaku pemberi hak eksklusif atas merek kopitiam
tersebut. Pada tanggal 04 Oktober 2012, Majelis Hakim pengadilan Niaga Jakarta memutuskan untuk tidak menerima gugatan PPKTI dan Abdul Alek Soelistiyo
masih menjadi pemegang sah hak merek KOPITIAM.
2. Analisa Kasus
Kopi Tiam berasal dari kata Kopi dan Tiam, dimana Tiam memiliki arti kata Kedai, sehingga bila digabungkan memiliki makna Kedai Kopi. Kata Kopi
Tiam berasal dari para perantau Hainan dan Kanton yang sampai di wilayah Semenanjung Malaya. Sebagai perantau yang belum paham betul seluk-beluk
daerah yang dihuninya tersebut, mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Akhirnya, mereka pun menemukan jalan dengan cara bisnis kuliner yang sarat
dengan kultur di daerah asal mereka, mendirikan kedai-kedai atau warung yang dalam bahasa Hokkiannya disebut Thien atau Tiam. Kelak, kedai atau Tiam inilah
dikenal sebagai kopitiam alias Kopi dan Tiam. Kopitiam sendiri sangatlah kental dengan kultur Melayu, mengingat orang Cina tidak begitu populer dengan kopi
melainkan teh.
68
68
“Kopitiam” sebagaimana dimuat dalam
Kopitiam pada mulanya merupakan kedai-kedai kecil yang menyajikan minuman, makanan, dan camilan murah, serta menjadi tempat
berkumpulnya para pekerja hingga buruh. Usaha dagang kopitiam yang
https:id.m.wikipedia.orgwikiKopi_tiam ,yang
diakses pada tanggal 19 Januari 2016 pukul 13:36 wib
Universitas Sumatera Utara
berkembang saat ini tidak hanya menjadi tempat makan dan minum, tetapi juga menjadi tempat pertemuan untuk berdiskusi atau bertemu dengan klien, atau
tempat berkumpulnya para remaja dan orang tua.
69
1. Bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Kopi Tiam merupakan kata milik umum
yang seharusnya tidak bisa dimiliki atau dimonopoli haknya secara sepihak. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Merek dijelaskan bahwa suatu merek tidak dapat
didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur dibawah ini:
2. Tidak memiliki daya pembeda.
3. Telah menjadi milik umum.
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya. Pada dasarnya Pasal 5 Undang-Undang Merek bersifat absolute ground
for refusal yang berarti apabila suatu merek yang didaftarkan telah memenuhi ketentuan pasal ini maka otomatis permohonan pendaftaran merek akan ditolak.
Pasal 5 telah secara tegas menyebutkan bahwa kata yang telah menjadi milik umum, dalam hal ini telah menjadi bahasa sehari-hari, tidak dapat lagi didaftarkan
sebagai suatu merek. Selain itu, Pasal 5 Undang-Undang Merek juga menyatakan bahwa descriptive mark tidak dapat didaftarkan sebagai merek karena merupakan
keterangan dari jenis barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam hal ini KOPITIAM merupakan deskripsi atau keterangan yang menjelaskan jenis usaha yang
69
“What Is Kopitiam?” sebagaimana dimuat dalam http:www.wisegeek.comwhat-is-
kopi-tiam.htm , yang diakses pada tanggal 24 Januari 2016, pukul 21:00 wib
Universitas Sumatera Utara
dijalankan. KOPITIAM juga mengandung unsur kata-kata yang telah menjadi milik umum dan tidak mempunyai daya pembeda yang bisa membedakan suatu
merek dengan merek lainnya, yang seharusnya permohonan pendaftaran merek KOPITIAM oleh Alek ditolak oleh Dirjen HAKI pada saat pemeriksaan
substantif. Namun, Dirjen HAKItelah lalai sehingga merek KOPITIAM yang diajukan oleh Alek tetap mendapat pengesahan dan sertifikat hak Merek. Dapat
disimpulkan bahwa permohonan pendaftaran merek oleh Alek pun terdapat unsur pelanggaran merek didalamnya
Namun, meninjau putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengenai penolakan pembatalan pendaftaran merek juga telah sesuai dengan pertimbangan
yuridisnya, karena menurut pasal 68 ayat 1 Undang-Undang Merek gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan, dalam penjelasan tersebut dijelaskan bahwa pihak berkepentingan yang dimaksud adalah adalah jaksa, yayasan, lembaga perlindungan konsumen,
dan lembaga atau majelis keagamaan. Sedangkan PPKTI belum dapat dikatakan sebagai suatu perhimpunan, yayasan, lembaga perlindungan konsumen, ataupun
lembaga keagamaan. Pasalnya, PPKTI tidak dapat membuktikan keabsahannya sebagai badan hukum. PPKTI hanya dapat menunjukkan akta pendiriannya yang
didirikan pada 3 Mei 2011. Namun, akta ini belum mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM
70
70
“Kantongi Hak Cipta Alex Belum Terpikir Penjarakan Pemilik Kopitiam”
sebagaimana yang diharuskan oleh Pasal 1653- 1665 KUH Perdata. Sehingga, PPKTI tidak memiliki legal standing. Sehingga
https:m.detik.comnewsberita2054931kantongi-hak-cipta-alex-belum-terpikir-penjarakan- pemilik-kopi-tiam
,yang diakses pada tanggal 27 Januari 2016 pukul 22:00 wib
Universitas Sumatera Utara
seharusnya PPKTI dalam melakukan permohonan pembatalan pendaftaran merek harus mengesahkan terlebih pengukuhan badannya sebagai suatu badan hukum.
B. Pengaturan Penggunaan Public Domain Pada UU No.15 Tahun 2001