Pada dasarnya ketika seseorang menggunakan merek yang memiliki unsur public domain maka pastilah produk ataupun jasa yang ditawarkannya adalah sama
dengan merek yang menggambarkan produk tersebut. Maksudnya biasanya merek yang menggunakan unsur public domain merupakan deskripsi dari produk atau
jasa yang ditawarkan, misalnya merek kopi untuk produk kopi, merek kopitiam untuk jasa kopitiam dsb. Manakala suatu merek yang menggunakan unsur public
domain menggunakan frasa asing sebagai mereknya, juga tidak dapat digunakan sebagai merek karena ketika frasa asing tersebut diartikan ke dalam frasa lokal
bahasa sehari-hari maka artinya adalah sama dan tetap saja merupakan public domain. Hal ini merupakan ketentuan yang telah diatur di dalam Article 6 bis
Paris Convention.
D. Public Domain Dalam Konvensi Internasional
Seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa suatu merek haruslah memiliki daya pembeda yang mana hal ini tidak dimiliki oleh
merek yang berasal dari public domain karena suatu merek yang berasal dari kata umum maupun yang telah menjadi milik umum dianggap telah kehilangan daya
pembeda. Jika suatu merek tidak memiliki daya pembeda maka merek tersebut tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu merek dagang karena daya pembeda
merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh sebuah merek. Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan
ketentuan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.”
Ketentuan ini hampir sama sebagaimana diatur dalam Article 15 TRIPs mengenai tanda sebagai elemen dasar merek harus memiliki daya pembeda yang
berbunyi:
66
Yang berarti bahwa Setiap tanda atau kombinasi dari tanda kemampuan pembedaan untuk barang dan jasa dari satu perusahaan dari
perusahaan lainnya harus dinyatakan sebagai merek. Tanda seperti itu dalam
kata khusus termasuk nama-nama, huruf-huruf, angka-angka dan elemen figuratif lainnya dan kombinasi dari warna-warna sebagaimana kombinasi dari tanda-tanda
dapat dinyatakan layak secara hukum untuk pendaftarannya sebagai merek. Di mana tanda tersebut tidak secara inheren memiliki kemampuan untuk pembedaan
Article 15 1 TRIPs “Any sign, or any combination of signs, capable of distinguishing the
goods or services of one undertaking from those of undertakings, shall capable of constituting of mark. Such signs, in particular words including
names, letters, numerals, figuratif elements and combinations of colours as well as any combination of such signs shall be eligible for registration of
trademarks. Where signs are not inherently capable of distinguishing the
relevant goods or services, member may make registerably depend on
distinctiveness acquired through use. Member may require as a condition of registration thatsigns be visually perceptible.”
66
Ibid, hal. 59
Universitas Sumatera Utara
barang danatau jasa secara terkait, maka negara anggota boleh meminta
pendaftaran didasarkan pada daya pembeda yang diperoleh dari penggunaan.
Negara anggota boleh mensyaratkan suatu persyaratan dan kondisi pendaftaran
bahwa tanda harus dapat tampak secara indrawi.
Selain dari pengaturan yang ada dalam TRIPs, ketentuan merek untuk memiliki daya pembeda juga terdapat dalam Article 6 quinquies Paris Convention
berikut ini:
67
1. When they are of such a nature as to infringe rights acquired by third
parties in the country where protection is claimed;
Article 6quinquies Paris Convention
“Trademarks covered by this Article may be neither denied registration nor invalidated except in the following cases:
2. When they are devoid of any distinctive character, or consist exclusively
of signs or indications which may serve, in trade, to designate the kind, quality, quantity, intended purpose, value, place of origin, of the goods, or
the time of production, of have become customary in the current language or in the bona fide and established practices of the trade of the country
where protection is claimed; 3.
When they are contrary to morality or public order and, in particular, of such a nature as to deceive the public. It is understood that a mark may
not be considered contrary to public order for the sole reason that it does not conform to a provision of the legislation on marks, except if such
provision itself relates to public order. This provision is subject, however, to the application of Article 10 bis.”
67
Ibid, hal. 92
Universitas Sumatera Utara
Yang bermakna Merek yang diatur dalam pasal ini dapat baik ditolak pendaftarannya ataupun dibatalkan kecuali dalam kasus berikut ini: 1 manakala
merek-merek tersebut secara alamiah melanggar hak-hak yang diperoleh pihak
ketiga dalam Negara di mana perlindungan merek diminta; 2 manakala merek tidak berisi suatu karakter pembeda atau berisi secara eksklusif tanda atau
indikasi yang melayani dalam perdagangan untuk menunjukkan jenis, kualitas, kuantitas, tujuan penggunaan, nilai, tempat asal dari barang, atau waktu produksi,
atau menjadi kebiasaan dalam bahasa kekinian atau dalam bonafiditas dan praktik
perdagangan dari Negara di mana perlindungan diminta; 3 manakala merek- merek tersebut bertentangan dengan moralitas, ketertiban umum dan secara
alamiah meyesatkan konsumen. Hal ini dapat dipahami suatu merek tidak
dianggap bertentangan dengan ketertiban umum hanya semata-mata alasan merek tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tentang merek,
kecuali jika peraturan perundang-undangan itu sendiri yang terkait denga ketertiban umum.
Namun demikian, berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa ketentuan ini tunduk pada penerapan Article 10 Paris Convention.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Negara anggota dapat menentukan alasan untuk tidak mengabulkan pendaftaran merek. Alasan absolut tidak
dikabulkannya pendaftaran merek karena menyangkut tandanya merek yang bersangkutan bertentangan dengan hakikat merek sebagai “any signs that capable
of distinguishing tanda yang memiliki daya pembeda”.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENGGUNAAN PUBLIC DOMAIN SEBAGAI SUATU MEREK DAGANG