KOPITIAM milik Abdul Alek Soelistiyo, dalam hal ini adalah Paimin Halim sebagai pemilik Kok Tong Kopitiam.
Selain tidak memiliki daya pembeda merek KOPITIAM milik Abdul Alek Soelistiyo merupakan keterangan jasa yang berarti warung kopi, Abdul Alek
Soelistiyo menggunakan merek KOPITIAM untuk usahanya sebagai penyedia jasa penjualan kopi.
Berdasarkan Pasal 5 huruf b, huruf c dan huruf d Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, maka kata Kopitiam yang dimiliki oleh Abdul Alek Soelistyo tidak
dapat didaftarkan sebagai merek karena kata Kopitiam jika diterjemahkan menjadi warung kopi yang merupakan kata yang lazim dan dapat digunakan setiap orang,
sehingga tidak ada unsur pembedaan di dalam kata Kopitiam tersebut dan jika dikaitkan dengan Pasal 5 huruf c, kata Kopitiam tidak dapat didaftarkan sebagai
merek karena merupakan kata yang telah menjadi milik umum. Berkaitan dengan Pasal 5 huruf d penggunaan kata Kopitiam tidak dapat didaftarkan sebagai merek
karena Kopitiam yang jika diterjemahkan berarti warung kopi, sedangkan jasa yang didaftarkan terdapat dalam kelas jasa warung kopi. Berdasarkan Pasal 68
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, maka terhadap merek KOPITIAM dapat diajukan gugatan pembatalan merek oleh Paimin Halim karena alasan pembatalan
merek yang terdapat dalam Pasal 5. Gugatan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Niaga.
C. Alasan Dibenarkannya Penggunaan Public Domain Pada Kasus Kopitiam
Kopitiam yang seharusnya merupakan kata umum ternyata pada akhirnya berhasil dimiliki oleh Abdul Alek Soelistiyo. Hal ini dikarenakan Mahkamah
Universitas Sumatera Utara
Agung memutuskan bahwa merek KOPITIAM yang dimiliki oleh Abdul Alek Soelistyo merupakan hak eksklusif yang hanya dapat dimiliki oleh Abdul Alek
Soelistyo dan karenanya Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan Paimin Halim sebagai pemilik Kok Tong Kopitiam.
Berdasarkan putusan dengan register nomor 179 PKPDT.SUS2012 memutuskan memenangkan merek KOPITIAM yang dimiliki oleh Abdul Alek
Soelistyo dengan alasan: 1.
Kata Kopitiam yang digunakan oleh Abdul Alek Soelistyo bukan merupakan kata umum. Hal ini disebabkan karena kata Kopitiam tidak
digunakan dalam percakapan sehari-hari sehingga kata Kopitiam tidak dapat dianggap sebagai milik umum. Karena kata Kopitiam bukan
milik umum, maka kata Kopitiam tidak memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 5 huruf c jo. Pasal 5 huruf d Undang-Undang No. 15
tahun 2001. 2.
Hal ini juga dipertegas dengan keterangan ahli Drs. Ahmat Hasan, SH., yang menjelaskan bahwa kata umum adalah semua kata yang umum
dipakai dalam percakapan sehari-hari. 3.
Berdasarkan fakta-fakta merek KOPITIAM masih terdaftar di dalam Daftar Umum Merek pada Dirjen HAKI.
4. Merek Kok Tong Kopitiam dinilai memiliki persamaan pokok dengan
merek KOPITIAM. 5.
Merek Kok Tong Kopitiam dinilai memiliki itikad tidak baik dengan maksud hendak membonceng ketenaran merek KOPITIAM.
Universitas Sumatera Utara
Menanggapi alasan pertama dimana dikatakan bahwa kata Kopitiam dianggap bukan merupakan kata umum dinilai merupakan keputusan yang keliru.
Pasalnya kata Kopitiam yang berarti kedai kopi atau warung kopi, sebenarnya berasal dari perpaduan kata Kopi dan kata Tiam dimana kata Tiam sendiri berasal
dari bahasa Hokkien dan Kopi berasal dari Bahasa Indonesia dan kata Kopitiam sendiri juga merupakan kata yang akrab digunakan oleh masyarakat Melayu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Melayu dalam kesehariannya akan menggunakan kata Kopitiam disamping menggunakan kata kedai kopi
maupun warung kopi untuk menyebutkan ataupun bermaksud mengatakan kedai kopi. Masyarakat Tionghoa ataupun masyarakat keturunan Tionghoa juga akan
lebih cenderung menggunakan kata Kopitiam dibandingkan kata warung kopi ataupun kedai kopi manakala mereka hendak menyebutkan kata kedai kopi.
Dalam hal ini maka kata Kopitiam jelas merupakan kata umum yang telah menjadi milik publik.
Menanggapi alasan kedua, seperti yang telah disebutkan diatas bahwa kata Kopitiam akan lebih cenderung digunakan sebagai pengganti kata Kedai kopi oleh
masyarakat Melayu dan masyarakat Tionghoa maupun masyarakat keturunan Tionghoa. Dalam hal ini seharusnya pendaftaran merek KOPITIAM yang
dilakukan oleh Abdul Alek Soelistyo dapat dibatalkan. Pasalnya Abdul Alek Soelistyo menggunakan kata Kopitiam yang merupakan kata umum. Walaupun
jika kata Kopitiam dianggap bukan merupakan kata yang digunakan sehari-hari dan dianggap merupakan kata asing namun tetap saja kata Kopitiam seharusnya
tidak dapat didaftarkan. Hal ini disebabkan walaupun kata Kopitiam merupakan
Universitas Sumatera Utara
kata asing, namun tetap saja kata Kopitiam memiliki arti kedai kopi. Penggunaan merek dengan frasa asing yang memiliki arti yang serupa dengan frasa yang
digunakan dalam bahasa sehari-sehari tidak dapat dianggap sebagai merek karena dinilai tetap tidak memiliki daya pembeda. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya jika merek yang hendak didaftarkan tidak memiliki daya pembeda maka merek tersebut dapat ditolak pendaftarannya. Jika merek tersebut telah
terdaftar dan dianggap tidak memiliki daya pembeda maka merek tersebut dapat dibatalkan dengan alasan tidak dipenuhinya unsur merek seperti yang terdapat
pada Pasal 5 huruf c Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Menanggapi alasan ketiga dan keempat yang menyatakan bahwa Kok
Tong Kopitiam dinilai memiliki persamaan pokok dengan merek KOPITIAM dan juga memiliki itikad tidak baik juga dinilai keliru. Hal ini dikarenakan
penggunaan merek KOPITIAM sebenarnya telah salah dari awal dan seharusnya tidak dapat didaftarkan karena berasal dari public domain. Penggunaan merek
Kok Tong Kopitiam juga tidak menyalahi aturan penggunaan merek karena merek milik Paimin Halim tersebut walaupun mencantumkan kata kopitiam namun dia
menambahkan kata Kok Tong di depannya sehingga menjadi tanda pembeda terhadap merek kopitiam yang lain. Mengenai dugaan adanya itikad tidak baik
yang dilakukan oleh Paimin Halim juga dinilai keliru, pasalnya penggunaan merek Kok Tong Kopitiam tidak melanggar peraturan perundang-undangan
karena didalam mereknya tidak terdapat unsur yang dapat berakibat ditolaknya pendaftaran suatu merek. Tetapi sebaliknya merek KOPITIAM yang dimiliki oleh
Abdul Alek Soelistyo yang dapat diduga memiliki itikad tidak baik karena di
Universitas Sumatera Utara
dalam mereknya terdapat unsur yang dapat berakibat ditolaknya pendaftaran suatu merek yakni adanya unsur kata yang telah menjadi milik umum dan merek
bersifat deskriptif. Dalam menangani kasus ini terdapat dissenting opinion yang dinyatakan
oleh 2 dua hakim agung yakni Nurul Elmiyah dan Syamsul Maarif.
72
Jika dilihat secara seksama maka putusan Mahkamah Agung tersebut akan memberikan Abdul Alek Soelistyo hak penuh terhadap kata Kopitiam sehingga
dapat dirasakan kelak akan terjadi monopoli penuh terhadap pasar Kopitiam dan membuat pihak lain harus meminta izin terlebih dahulu kepada Abdul Alek
Hakim agung Nurul Elmiyah menyatakan bahwa:
“seharusnya merek generik KOPITIAM tidak dapat didaftar berdasarkan Pasal 5 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,” ujar Nurul.
Begitu pula dengan hakim agung Syamsul Maarif. Beliau menyatakan KOPITIAM tidak berhak memiliki hak eksklusif atas kata KOPITIAM.
“KOPITIAM adalah kata yang secara umum digunakan oleh masyarakat Melayu untuk sebuah kedai yang menjual kopi sehingga semua kedai yang
menjual kopi pada dasarnya berhak menggunakan kata tersebut untuk melengkapi merek dagangnya sehingga dalam perkara a quo dominan dalam
menentukan ada atau tidak adanya persamaan pada pokoknya pada merek Kok Tong Kopitiam milik pemohon PK adalah bukan pada kata KOPITIAM tetapi
pada kata KOK TONG. Oleh karena itu merek Kok Tong Kopitiam tidak memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek KOPITIAM,” kata Syamsyul.
72
“Dekonstruksi Hukum Antara Kok Tong Kopitiam Luas Kopitiam Dan Kopitiam” sebagaimana dimuat dalam
https:m.detik.comnewsberita2890066dekonstruksi-hukum-antara- kok-tong-kopitiam-laus-kopitiam-dan-kopitiam
, yang diakses pada tanggal 27 Januari 2016 pukul 22:07 wib
Universitas Sumatera Utara
Soelistyo untuk dapat menggunakan kata Kopitiam tersebut sebagai selaku pemegang hak dari kata Kopitiam.
Putusan Mahkamah Agung ini menuai kritik dari para pengusaha kopitiam di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Bahkan jabatan Penerangan Malaysia
lembaga kementrian yang memiliki fungsi seperti Menteri Komunikasi dan informatika di Indonesia, menyatakan pada halaman jejaring sosialnya bahwa:
“pengakuan di Indonesia tidak berlaku untuk kopitiam yang ada di Malaysia, merek ini hanya berkuat kuasa di Indonesia sahaja”.
73
“ini pekerjaan rumah untuk semua pihak, para pemeriksa merek dituntut untuk belajar dan memperluas wawasannya. Para pemilik merek
dan pelaku bisnis juga dituntut untuk responsif apabila terjadi hal-hal seperti kasus KOPITIAM dan melakukan upaya-upaya yang maksimal
untuk melindungi mereknya atau usahanya”. Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang diwakili oleh Justisiari
Perdana Kusumah selaku ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual juga menanggapi putusan tersebut:
74
Asosiasi pengusaha kopitiam di Indonesia juga mengecam Putusan Kopitiam, Praminta dalam kapasitasnya selaku Ketua Persatuan Pengusaha
Kopitiam Indonesia KPPI mengatakan bahwa merek dagang kopitiam tidak dapat dimonopoli atau dikuasai oleh orang perorangan atau badan hukum, karena
73
“Indonesia Patenkan Kopitiam, Malaysia Mengejek”, sebagaimana dimuat dalam http:www.kabar24.comindex.phpindonesia-patenkan-kopitiam-malaysia-mengejek
, yang
diakses pada tanggal 1 Februari 2016, pukul 20:00 wib
74
“Belajar Dari Kasus Kopi Tiam Kemenkum HAM Harus Berwawasan Luas” sebagaimana dimuat dalam
http:news.detik.comread2012100514521220447310belajar- dari-kasus-kopi-tiam-kemenkum-ham-harus-berwawasan-luas
, yang diakses pada tanggal 5 Februari 2016, pukul 17:00 wib.
Universitas Sumatera Utara
kata kopitiam sendiri merupakan milik umum dan bersifat deskriptif sehingga siapapun boleh menggunakannya.
75
D. Dampak Penggunaan Public Domain Sebagai Suatu Merek Pada Kasus Kopitiam