4. Derajat IV: Syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah Misnadiarly, 2014.
2.1.5 Penyebab Demam Berdarah Dengue
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil 50 nm ini memiliki single
standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein. Genome rangkaian kromosom virus
Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core C, membrane-associated protein
M dan suatu protein envelope E serta gen protein non struktural NS. Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ke empat
serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD
berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue- 2, Dengue-1 dan Dengue-4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe
tersebut diatas, akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai
daya antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka
Kemenkes, 2011.
2.1.6 Mekanisme Penularan Demam Berdarah Dengue
Penularan virus dengue dapat terjadi apabila ada sumber penular orang sakit, ada vektor dan ada orang sehat. Seseorang yang terinfeksi virus dengue di
Universitas Sumatera Utara
dalam darahnya mengandung virus. Bila digigit nyamuk vektor DBD, virus terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus memperbanyak diri
dan tersebar keseluruh jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya 8-12 hari Kemenkes, 2012.
Penderita DBD bila digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus yang ada di dalam darahnya akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk, kemudian
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk pada kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu setelah mengisap darah
penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue tetap berada pada tubuh nyamuk dan merupakan penular infektif
sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit dan belum mengisap darah nyamuk mengeluarkan kelenjar liur melalui probosis,
agar darah yang diisap tidak membeku. Kemudian bersama air liur ini virus dengue dipindahkan dari nyamuk keorang lain.
2.1.7 Ekologi Vektor Nyamuk Aedes aegypti
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dengan lingkungan. Eksistensi nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh
lingkungan fisik maupun lingkungan biologik. Lingkungan fisik mempengaruhi eksistensi nyamuk antara lain ketinggian tempat, curah hujan, temperatur, dan
lingkungan biologik Suroso, 2003.
Universitas Sumatera Utara
1. Lingkungan fisik
a. Ketinggian tempat Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk.
Wilayah dengan ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti karena ketinggian tersebut suhu
terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk.
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100
meter. b. Curah hujan
Hujan akan menambah genangan air yang dipakai sebagai tempat perindukan dan menambah kelembaban udara. Udara yang lembab
merupakan tempat yang baik sebagai tempat siklus hidup nyamuk. c. Temperatur
Virus dengue hanya endemik di daerah tropis dimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum
pertumbuhan nyamuk adalah 25 C-27
C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kering dari 10
C atau lebih dari 40 C.
2. Lingkungan Bilogi
Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi
pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah. Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi oleh
nyamuk untuk istirahat Sugijanto, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8 Bionomik Vektor