10 antivirus, juga menawarkan potensi yang cukup besar dalam mengelola berbagai
penyakit Francis, dkk., 2002.
b. SteroidTriterpenoid
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi
makin banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan fitosterol. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada hampir setiap
tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol, stigmasterol dan kampesterol Harborne, 1987. Beberapa senyawa steroid barangkali mempunyai peran dalam struktur
membrane, sebagai hormon kelamin dan feromon, pada tumbuhan steroid berperan sebagai pelindung dari serangga Robinson, 1995.
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik
yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpena atau steroid yang
terutama terdapat sebagai glikosida. Triterpenoid merupakan senyawa yang berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif, yang umumnya sukar
dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia. Sebagian besar senyawa ini memberikan warna hijau-biru dengan pereaksi Liebermann-Burchard asam asetat
anhidrida-asam sulfat pekat Harborne, 1987. Berbagai macam aktivitas fisiologis yang menarik ditunjukkan oleh
beberapa triterpenoid, dan senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan yang telah digunakan untuk penyakit tertentu termasuk diabetes,
gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati, malaria, antifungi, antibakteri dan antivirus Robinson, 1995.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-
bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu Harborne, 1987.
Menurut Depkes RI 2000, beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
a. Cara Dingin 1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi. 2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara dan tahap perkolasi sebenarnya penetesan penampungan
ekstrak. b. Cara Panas
1. Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan pemanasan menggunakan
alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Universitas Sumatera Utara
12 2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pda temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50ºC. 3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian berulang-ulang dengan pelarut tertentu yang mudah menguap, dilakukan dengan menggunakan soklet sehingga menjadi
ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian dengan pemanasan menggunakan pelarut air
pada temperatur 90ºC selama 15 menit. 5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan pemanasan menggunakan pelarut air pada temperatur 90ºC selama 30 menit.
2.2.1 Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik yang mana suatu larutan biasanya dalam air dibuat bersentuhan dengan pelarut kedua biasanya pelarut
organik, yang pada hakikatnya tidak tercampurkan, pada proses ini terjadi pemindahan satu atau lebih zat terlarut solute kedalam pelarut yang kedua.
Pemisahan yang dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat, dan mudah, yang dapat dilakukan dengan cara mengocok-ngocok dalam sebuah corong pisah
selama beberapa menit Bassett, dkk., 1994. Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah
molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituent yang
Universitas Sumatera Utara
13 mudah mengalami ionisasi dan senyawa polar lainnya akan tertahan dalam fase air
Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut ialah pelarut yang mempunyai kelarutan yang rendah dalam air 10, dapat menguap sehingga memudahkan
penghilangan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel
Rohman, 2007
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat
tinggi, hal ini ditunjukkan dengan sifatnya yang segera menarik electron yang disekelilingnya Kosasih, dkk., 2004.
Senyawa ini sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang cross-link pada DNA, protein, lipida
atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul.. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit
degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak dan penyakit degenerasi saraf seperti parkinson Silalahi, 2006.
Golongan senyawa oksigen reaktif antara lain adalah hidroksil OH
-
, superoksida O
2 -
, peroksidal RO
2 -
, asam hipoklorit HOCl dan hidrogen peroksida H
2
O
2
Ionita, 2005. Menurut Kumalaningsih 2006, pembentukan radikal bebas melalui 3
tahapan reaksi, yaitu: a.
tahap inisiasi: tahap awal terbentuknya radikal bebas. b.
tahap propagasi: tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru.
Universitas Sumatera Utara
14 c.
tahap terminasi: terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan radikal bebas yang lain sehingga membentuk senyawa non-radikal yang biasanya
kurang reaktif dari radikal induknya.
2.4 Antioksidan