BAB 5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian di Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU selama bulan Oktober 2014 diperoleh 50 responden yang mengisi kuesioner tentang pengetahuan
terhadap syok anaflaktik akibat anestesi lokal dan penatalaksanaannya. Dari 50 responden tersebut, sebanyak 98 berpendapat bahwa pertanyaan yang harus
ditanyakan pada saat anamnesa adalah data diri, riwayat penyakit, riwayat sakit gigi, riwayat alergi, sebanyak 2 yang berpendapat bahwa pertanyaan yang harus
ditanyakan pada saat anamnesa adalah data diri dan riwayat sakit gigi dan tidak ada yang berpendapat bahwa pertanyaan yang harus ditanyakan pada saat anamnesa
adalah hanya riwayat sakit gigi Tabel 3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden sangat mengetahui definisi yang benar mengenai pertanyaan yang
seharusnya ditanyakan pada saat melakukan anamnesa. Dari Bahan Ajar Praktis Bedah Mulut 2012 menyatakan bahwa jalan terbaik
untuk mencegah terjadinya suatu alergi adalah menghindari obat yang sama dengan obat yang menimbulkan alergi pada dulunya.
17
Oleh karena itu, hal terpenting adalah mengetahui apa penyebab alergi seseorang. Pengetahuan responden terhadap apa
yang harus ditanyakan pada pasien yang memiliki riwayat alergi adalah sebanyak 72 responden menjawab apa penyebab alergi tersebut, sebesar 28 gambaran
terperinci gejala alergi tersebut dan tidak ada yang menjawab keparahan alergi Tabel 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap
pertanyaan apa yang harus ditanyakan pada pasien yang memiliki riwayat alergi adalah cukup.
Hasil penelitian Nahid Eskandari dkk di Iran 2014 menyatakan 67,4 dokter gigi merujuk pasien yang dicurigai memiliki alergi ke dokter spesialis untuk
dilakukan tes alergi, sebesar 5,6 langsung melakukan skin test, sebesar 2,8 tidak
melanjutkan tindakan dan juga sebesar 2,8 melanjutkan tindakan tanpa menggunakan anestesi lokal.
8
Hasil penelitian ini sedikit berbeda dari persentase yang di dapat oleh peneliti dimana sebanyak 84 responden menjawab melakukan skin
test pada obat yang dicurigai, 14 tidak melanjutkan tindakan dan sebanyak 2 melanjutkan tindakan tanpa menggunakan anestesi lokal Tabel 5. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa umumnya responden mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan jika ditemui pasien dengan riwayat alergi obat.
Hasil penelitian Cetinkaya dkk di Turki 2010 menyatakan 58,3 tindakan yang dilakukan oleh dokter gigi jika ditemukan pasien tanpa alergi obat tetapi
memiliki alergi lainnya sepeti asma adalah menganggap alergi lainnya sebagai faktor risiko dan merujuk pasien ke spesialis dan sebanyak 41,7 dokter gigi melanjutkan
tindakan tanpa memikirkan alergi lain.
7
Hasil penelitian yang didapat oleh peneliti adalah sebanyak 90 responden menjawab menunda tindakan dan merujuk pasien
pada dokter spesialis, sebanyak 8 yang menjawab melanjutkan tindakan tanpa memikirkan alergi lain yang diderita pasien dan sebanyak 2 menjawab tidak
melanjutkan tindakan Tabel 6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap tindakan yang harus dilakukan jika menemui pasien
dengan alergi lain adalah baik. Menurut Wistiani dkk 2011, alergi merupakan suatu reaksi hipersensitivitas
yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan dengan sel mast.
9
Pada hasil penelitian ini, didapatkan sebesar 68 yang menjawab alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
yang diakibatkan induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan dengan sel mast, sebesar 10 yang menjawab alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas dan sebesar 22 yang menjawab alergi merupakan reaksi hipersensitivitas yang diakibatkan oleh mediasi sel T yang spesifik terhadap alergen
tertentu, yang berikatan dengan sel mast Tabel 7. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden terhadap definisi alergi adalah cukup.
Berdasarkan klasifikasi reaksi hipersensitivitas dari Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi menjadi 4 jenis.
19
Hasil penelitian didapatkan bahwa