7. Stabil dalam larutan dan dapat disterilkan
8. Harga murah.
2.2.2 Penggolongan Anestesi Lokal
Bahan anestesi lokal terbagi atas dua golongan yaitu ester dan amida.
13
Obat anestesi lokal yang biasa dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah prokain,
sedangkan golongan amida adalah lidokain dan bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai berikut:
14
Tabel 1. Jenis Anestesi Lokal Prokain
Lidokain Bupivakain
Golongan Ester
Amida Amida
Mula Kerja 2 menit
5 menit 15 menit
Lama Kerja 30-45 menit
45-90 menit 2-4 jam
Metabolisme Plasma
Hepar Hepar
Dosis Maksimal mmkgBB
12 6
2
Potensi 1
3 15
Toksisitas 1
2 10
2.2.3 Mekanisme Anestesi Lokal
Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membran saraf.
Gerbang natrium sendiri adalah reseptor spesifik molekul obat anestesi lokal. Penyumbatan gerbang ion yang terbuka dengan molekul obat anestesi lokal
berkontribusi sedikit sampai hampir keseluruhan dalam inhibisi permeabilitas natrium. Kegagalan permeabilitas gerbang ion natrium untuk meningkatkan
perlambatan kecepatan depolarisasi seperti ambang batas potensial tidak tercapai sehingga potensial aksi tidak disebarkan. Obat anestesi lokal tidak mengubah
potensial istirahat transmembran atau ambang batas potensial. Lokal anestesi juga memblok kanal kalsium dan potasium dan reseptor Nmethyl-D-aspartat NMDA
dengan derajat yang berbeda-beda. Beberapa golongan obat lain, seperti antidepresan trisiklik amytriptiline, meperidine, anestesi inhalasi dan ketamin juga memiliki efek
memblok kanal sodium. Tidak semua serat saraf dipengaruhi sama oleh obat anestesi lokal. Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal, derajat
mielinisasi dan berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain. Diameter yang kecil dan banyaknya mielin meningkatkan sensitivitas terhadap anestesi lokal.
14
2.2.4 Komplikasi Anestesi Lokal
Menurut Baart dan Brand, terdapat beberapa komplikasi anastesi lokal pada saat pencabutan, yaitu:
15
1. Kerusakan Jarum
Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga pada pasien saat jarum memasuki otot atau kontak periosteum. Penyebab utamanya
adalah kelemahan jarum dengan membengkokkannya sebelum di insersi ke dalam mulut pasien
2. Parestesi
Pasien merasa kebas selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari setelah anestesi lokal. Penyebabnya karena trauma pada beberapa saraf, injeksi anestesi lokal
yang terkontaminasi alkohol atau cairan sterilisasi yang menyebabkan iritasi sehingga dapat mengakibatkan edema dan sampai menjadi parastesi.
3. Trismus
Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang dengan pembukaan mulut menjadi terbatas rahang terkunci. Etiologinya karena trauma pada
otot atau pembuluh darah pada fossa infra temporal. Kontaminasi alkohol dan larutan sterlisasi dapat menyebabkan iritasi jaringan kemudian menjadi trismus.
4. Luka Jaringan Lunak
Disebabkan karena pasien secara tidak sadar menggigit bibir atau lidah pada saat masa obat anestesi masih berlangsung.
5. Hematoma
Hematoma dapat terjadi karena kebocoran arteri atau vena setelah blok nervus alveolar superior posterior atau nervus inferior.
6. Nyeri
Rasa nyeri saat melakukan anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum yang tumpul, pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai
teknik anestesi lokal. 7.
Rasa Terbakar Rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat pada daerah
palatal, kontaminasi dengan alkohol dan larutan sterilisasi juga menyebabkan rasa terbakar.
8. Infeksi
Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi anastesi. Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa. Ketidakahlian
operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang tidak tepat dapat menyebabkan infeksi.
9. Edema
Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan, dan penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol.
10. Pengelupasan Jaringan
Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab deskuamasi
epitel, antara lain aplikasi topikal anestesi pada gusi yang terlalu lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan, adanya reaksi pada area topikal anestesi.
11. Paralisis Nervus Fasialis
Paralisis nervus fasialis adalah suatu kelumpuhan pada nervus fasialis yang dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada akson, sel-sel schwan dan selubung
mielin yang dapat mengakibatkan kerusakan saraf otak.
Komplikasi lain yang terjadi adalah komplikasi sistemik. Komplikasi sistemik yang dapat muncul yaitu reaksi toksisitas atau yang biasa disebut juga dengan alergi.
Alergi yang sering ditimbulkan pada bidang kedokteran gigi salah satunya disebabkan oleh anestesi lokal. Anestesi lokal yang sering menyebabkan terjadinya
alergi adalah golongan ester. Ester memiliki derivat ester yaitu asam paminobenzoic yang dapat menginduksi reaksi alergi. Tanda-tanda reaksi alergi adalah terjadi
gangguan pernafasan yang dapat menyebabkan syok.
12,14,29
2.3 Syok 2.3.1 Definisi Syok
Syok adalah gangguan hemodinamik dan metabolik karena ketidakadekuatan aliran darah dan pengiriman oksigen pada kapiler dan jaringan tubuh. Keadaan ini
dimanifestasikan oleh hipotensi, takikardia, oliguria, kulit lembab, gelisah dan perubahan tingkat kesadaran. Syok biasanya diakibatkan oleh suatu kondisi, gagal
jantung dan kerusakan neurologis.
37
2.3.2 Klasifikasi Syok
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok :
38-39
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan syok yang diakibatkan oleh syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40
miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital
dan kolaps kardiovaskular
2. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang diakibatkan oleh penurunan volume
cairan intravaskular.
3. Syok distributif
Syok distributif merupakan syok yang terjadi akibat gangguan distribusi aliran darah pada seseorang yang sehat mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum
memburuk setelah dilakukan tindakan instrumentasi atau prosedur invasif.
4. Syok obstruktif
Syok obstruktif merupakan syok yang terjadi akibat adanya gangguan anatomis dari aliran darah berupa hambatan aliran darah.
2.4 Reaksi Hipersensitivitas
Sistem kekebalan tubuh merupakan bagian integral dari perlindungan manusia terhadap penyakit, tetapi mekanisme perlindungan imun terkadang dapat
menyebabkan reaksi merugikan pada host. Reaksi tersebut dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas.
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
16-17
Klasifikasi tradisional untuk reaksi hipersensitivitas dari Gell dan Coombs yang saat ini
merupakan sistem klasifikasi yang paling umum digunakan yang membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 jenis yaitu:
17
1. Reaksi Tipe I reaksi hipersensitivitas cepat melibatkan imunoglobulin E
IgE merilis histamin dan mediator lain dari sel mast dan basofil. 2.
Reaksi Tipe II reaksi hipersensitivitas sitotoksik melibatkan imunoglobulin G atau immunoglobulin antibodi M terikat pada permukaan sel
antigen dengan memfiksasi komplemen berikutnya. 3.
Reaksi Tipe III reaksi kompleks imun melibatkan sirkulasi kompleks imun antigen-antibodi yang tersimpan dalam venula postcapillary dengan memfiksasi
komplemen berikutnya. 4.
Reaksi Tipe IV reaksi hipersensitivitas lambat dimediasi oleh sel T.
Gambar 2. Reaksi Hipersensitivitas
35
2.5 Anafilaksis 2.5.1 Definisi Anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas Tipe I yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas Gell dan
Coombs tipe I atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Anafilaksis umumnya merupakan akibat dari lepasnya mediator-mediator
vasoaktif seperti histamin, yang mengakibatkan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan kontraksi otot polos. Reaksi dapat dipicu berbagai alergen
seperti makanan, obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan diagnostik lainnya. Pada 23 pasien dengan anafilaksis, pemicu spesifiknya
tidak dapat diidentifikasi.
16,18,32
Manifestasi anafilaksis yaitu kesulitan bernafas, edema laring, dan atau bronkospasme, sering diikuti dengan turunnya tekanan darah atau syok. Manifestasi
pada kulit adanya rasa gatal dan urtikaria dengan atau tanpa pembengkakan merupakan reaksi anafilaktik sistemik. Manifestasi pada pencernaan termasuk mual,
muntah, kram perut dan diare.
19
2.5.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Tidak ada bukti yang cukup kuat yang menyatakan usia, jenis kelamin, pekerjaan atau lingkungan tempat tinggal merupakan faktor predisposisi reaksi
anafilaksis kecuali melalui paparan immunogen. Penyebab anafilaksis sangat
beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa venom, produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-
lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-
rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular. Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan anafilaksis
misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain.
19-20,30,32
2.5.3 Gambaran Klinis
Secara klinis anafilaksis berlangsung cepat dan ditandai dengan gejala yang tiba-tiba yaitu gatal-gatal, memerah pada wajah, sianosis, urtikaria diikuti dengan
turunnya tekanan darah dengan cepat lalu dapat juga terdapat edema dengan peningkatan permeabilitas vaskular, berkembang menjadi obstruksi trakea yang
menyebabkan gangguan pernapasan dilanjutkan dengan hilangnya kesadaran hingga kematian.
16,18,21
2.5.4 Patofisiologi
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa,
sistem pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat
pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang
menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi
merilis histamin, komponen dari komplemen, sitokin dan zat vasoaktif lain yang menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kapiler dan bronkokonstriksi dan ikatan ini juga memicu