Tidak ada bukti yang cukup kuat yang menyatakan usia, jenis kelamin, pekerjaan atau lingkungan tempat tinggal merupakan faktor predisposisi reaksi
anafilaksis kecuali melalui paparan immunogen. Penyebab anafilaksis sangat
beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa venom, produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-
lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-
rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular. Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan anafilaksis
misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain.
19-20,30,32
2.5.3 Gambaran Klinis
Secara klinis anafilaksis berlangsung cepat dan ditandai dengan gejala yang tiba-tiba yaitu gatal-gatal, memerah pada wajah, sianosis, urtikaria diikuti dengan
turunnya tekanan darah dengan cepat lalu dapat juga terdapat edema dengan peningkatan permeabilitas vaskular, berkembang menjadi obstruksi trakea yang
menyebabkan gangguan pernapasan dilanjutkan dengan hilangnya kesadaran hingga kematian.
16,18,21
2.5.4 Patofisiologi
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa,
sistem pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat
pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang
menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi
merilis histamin, komponen dari komplemen, sitokin dan zat vasoaktif lain yang menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kapiler dan bronkokonstriksi dan ikatan ini juga memicu
sintesis SRS-A Slow reacting substance of Anaphylaxis dan degradasi dari asam arachidonik pada membran sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin.
Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine SRS-A dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus
menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.
22-23
2.5.5 Penatalaksanaan
Tindakan awal yang harus dilakukan adalah memposisikan pasien dalam keadaan supin. Dan harus diperhatikan tingkat kesadaran pasien yang mengalami
syok anafilaktik ini.