Analisis kebisingan pesawat terbang di kawasan sekitar bandara (studi kasus: bandara Pekan Baru dan Surabaya)

(1)

ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG

DI KAWASAN SEKITAR BANDARA

(STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

ANA EKAWATI MAHBUBIYAH

107097002520

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG

DI KAWASAN SEKITAR BANDARA

(STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA)

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

ANA EKAWATI MAHBUBIYAH

107097002520

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL

KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU

KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, November 2011

Ana Ekawati Mahbubiyah 107097002520


(6)

November 2011

مظعلا ّيعلا ها ا ةّوق او لوحاو ركا هو ه ا ها او ه دماو ه ناحب س

. .

.

.

Syukur ku haturkan pada Sang Pencipta...

Sholawat ku senandungkan pada Tauladan Terbaik...

Terima kasih ku ungkapkan pada Ayah, Bunda, Guru, Saudara dan Sahabat-Sahabat ku...

Ku persembahkan karya ini untuk kalian,,,

                        .

(

كما

:

)

Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan

dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al-Mulk: 23).

Karya terindah ini dipersembahkan oleh:

Ana Ekawati Mahbubiyah


(7)

ABSTRAK

Analisis kebisingan pesawat terbang di kawasan sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya untuk mengetahui nilai EPNL(Effective Perceived Noise Level), korelasi Lmax dan EPNL, perbandingan EPNL Penghitungan dan EPNL Prediksi, nilai Leq serta nilai Lsm. Sebagai informasi serta database bagi pemerintah di bidang lingkungan hidup. Dengan menggunakan metode pengukuran dan perhitungan yang telah diadopsi dari FAA(Federal Aviation Administration) atau ICAO(International Civil Aviation Organization). Sehingga dapat diketahui nilai EPNL dari tiap (type) pesawat itu berbeda-beda. Di bandara Pekanbaru nilai EPNL terendah yaitu 91.10 EPNdB(72-212A) dan tertinggi yaitu 109.32 EPNdB(737-200), sedangkan di bandara Surabaya nilai EPNL terendah yaitu 86.15 EPNdB(72-212A) dan tertinggi yaitu 111.11 EPNdB (737-200). Korelasi nilai Lmax dengan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) yang sangat signifikan. Perbandingan antara nilai EPNL Pengukuran dan nilai EPNL Prediksi dengan selisih rata-rata sebesar 0. 013 EPNdB (Pekanbaru) dan 0.036 EPNdB(Surabaya). Nilai Leq pada range antara 39.87 – 86.11 dB(A)(Pekanbaru) dan 42.23 – 75.5 dB(A)(Surabaya). Nilai Lsm(Level Siang Malam) rata-rata yang diperoleh di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru untuk TU1 sebesar 63.23 dB(A), TU2 sebesar 76.47 dB(A), TU3 sebesar 60.57 dB(A). Sedangkan di kawasan pemukiman sekitar bandara Surabaya untuk TU1 sebesar 69.93 dB(A), TU2 sebesar 67.13 dB(A), TU3 sebesar 65.77 dB(A), sehingga nilai rata-rata Lsm di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya 100% telah melebihi baku mutu yang diatur dalam Kep.Men.LH No.48 Tahun1996 yaitu 55 dB(A).

Kata kunci: Kebisingan pesawat terbang, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, Leq, Lsm, korelasi, Kep. Men. LH no.48/1996


(8)

ABSTRACT

Analysis of aircraft noise in areas around airports Pekanbaru and Surabaya to know the value of EPNL (Effective Perceived Noise Level), Lmax and EPNL correlation, comparison EPNL calculation and EPNL Predictions, LEQ value and the value of DNL. As the information and database for the government in the environmental field. By using the methods of measurement and calculation which has been adopted from the FAA (Federal Aviation Administration) or ICAO (International Civil Aviation Organization). So that it can be seen EPNL value of each (type) aircraft is different. In Pekanbaru airport EPNL value which is 91.10 EPNdB lowest (72-212A) and the highest is 109.32 EPNdB (737-200), while at the airport in Surabaya EPNL value low of 86.15 EPNdB (72-212A) and the high of 111.11 EPNdB (737-200) . The correlation value of Lmax with a value of EPNL (Effective Perceived Noise Level) which is very significant. Comparison between the values of EPNL Measurement and Prediction EPNL values with an average difference of 0. 013 EPNdB (Pekanbaru) and 0036 EPNdB (Surabaya). LEQ value in the range between 39.87 - 86.11 dB (A) (Pekanbaru) and 42.23 - 75.5 dB (A) (Surabaya). Value DNL (Day Night Level) the average obtained in the residential areas around airports Pekanbaru to TU1 of 63.23 dB (A), TU2 amounting to 76.47 dB (A), TU3 of 60.57 dB (A). While in residential areas around the airport Surabaya for TU1 of 69.93 dB (A), TU2 amounting to 67.13 dB (A), TU3 of 65.77 dB (A), so that the average value of DNL in residential areas around airports Pekanbaru and Surabaya has exceeded 100% quality standards set forth in 48 Kep.Men.LH 1996 is 55 dB (A).

Key Word: Aircraft Noise, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, LEQ, DNL, correlation, Kep. Men. LH no.48/1996


(9)

KATA PENGANTAR





Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW selaku suri tauladan terbaik serta kepada para sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dengan rampungnya penulisan tugas akhir ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ayah-ibunda tercinta yang telah memberikan segenap dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis, serta adik – adiku tersayang yang selalu membuat penulis semangat.

2. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

3. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas dukungan,

ilmu, dan nasehat yang diberikan serta bimbingannya yang penuh dengan kesabaran kepada penulis.

5. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku Dosen Pembimbing Kedua, atas ilmu yang diberikan, motivasi, nasehat serta bimbingannya yang penuh dengan kesabaran kepada penulis.


(10)

6. Bapak Ir. Wisnu Eka Yulyanto, selaku Dosen Pembimbing Lapangan yang selalu memberi ilmu, motivasi dan arahan tentang apa yang penulis perlukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Bapak Pramana, Bapak Budi, Bapak Zulfachmi, Bapak Taufik dan Bapak Agus yang telah menemani dan membantu penulis selama melaksanakan tugas akhir.

8. Dewi Utami Rakhmawati, sebagai rekan kerja dan diskusi selama melaksanakan tugas akhir.

9. Seluruh sahabat Fisika angkatan 2007 yang telah bersama-sama melewatkan masa kuliah penuh kenangan.

10. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini dapat menjadi referensi dari buku bacaan yang telah ada, serta bermanfaat bagi yang membacanya. Tak lupa pula penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang terdapat pada tugas akhir ini.

Jakarta, November 2011


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ………..…….…….… 1

1.2 Permasalahan ……….…. 4

1.3 Batasan Masalah . ……… 5

1.4 Tujuan Penelitian ……… 6

1.5 Manfaat Penelitian ………..… 6

1.6 Sistematika Penulisan ………. 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Bunyi ………...……… 9

2.2 Akustika ………..…… 10

2.3 Kebisingan (Noise) ……….…… 11

2.4 Skala Decibel (dB) ………. 11

2.5 Frekuensi ……… 12

2.6 Skala Pembobotan A ..……….…… 13

2.7 Penilaian Kebisingan Pesawat Udara …………..……… 14

2.8 PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Corrected Perceived Noise Level) ……… 15

2.9 EPNL (Effective Perceived Noise Level) ……… 16

2.10 Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) ………. 17

2.11 Paparan Tingkat Bising (Le) dan Tingkata Kebisingan Maksimum (Lmax) ………. 19

2.12 Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996 ……… 20

2.13 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 … 22 BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Waktu dan Tempat ... 23


(12)

3.3 Peralatan Penelitian ... 24

3.4 Tahapan Penelitian ... 24

3.5 Pengolahan Data ... 25

3.5.1 Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis (Penghitungan Nilai PNLT dan EPNL) ... 25

3.5.2 Analisis Data ... 28

3.5.3 Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Hasil penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level) . 33 4.1.1 Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ... 33

4.1.2 Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara Juanda Surabaya ... 37

4.2 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Dari Tingkat Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan Efektif yang Dirasakan (EPNL) ... 43

4.2.1 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ... 43

4.2.2 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk Bandara Juanda Surabaya ... 49

4.3 Hasil penghitungan tingkat kebisingan sinambung setara (Leq) ... 56

4.3.1 Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ... 57

4.3.2 Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Juanda Surabaya ... 60

4.4 Hasil Penghitungan Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara Sesuai Kep-/MENLH/11/1996 ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skala Tingkat Tekanan Suara ... 12

Gambar 2.2 Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat ... 13

Gambar 2.3 Paparan Bising Pesawat – Waktu ... 15

Gambar 2.4 Tingkat tekanan suara berbobot A sinambung setara ... 18

Gambar 2.5 Tingkat Paparan Bising ... 19

Gambar 3.1 Tahapan Penelitian ... 24

Gambar 3.2 Data Hasil Pencuplikan ... 26

Gambar 3.3 Tampilan Entry Nama File Data Awal pada Software ... 26

Gambar 3.4 Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software ... 27

Gambar 3.5 Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL ... 27

Gambar 3.6 Output Hasil Penghitungan Korelasi ... 30

Gambar 3.7 Output Hasil Uji Koefisein Regresi ... 30

Gambar 4.1 Nilai EPNL per pesawat di bandara Pekanbaru (3 hari) ... 34

Gambar 4.2 Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya ... 40

Gambar 4.3 Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi ... 47

Gambar 4.4 Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi ... 55

Gambar 4.5 Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ... 57

Gambar 4.6 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor BPMP .. 59

Gambar 4.7 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Musholla ... 59

Gambar 4.8 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Rumah Warga .. 60

Gambar 4.9 Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Juanda Surabaya ... 60

Gambar 4.10 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Griya Karya ... 63

Gambar 4.11 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor Desa ... 63

Gambar 4.12 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di RM Depot ... 64

Gambar 4.13 Grafik Ls, Lm, dan Lsm di kawasan pemukiman sekitar 2 bandara ... 65


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Tingkat Kebisingan ... 22 Tabel 4.1 Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II

Pekanbaru selama 3 hari ... 33 Tabel 4.2 Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari .... 37 Tabel 4.3 Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax

di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ... 43 Tabel 4.4 Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax

di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ... 44 Tabel 4.5 Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL

Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ... 46 Tabel 4.6 Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax

di Bandara Juanda Surabaya ... 49 Tabel 4.7 Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax

di Bandara Juanda Surabaya ... 50 Tabel 4.8 Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL

Prediksi di Bandara Juanda Surabaya ... 52 Tabel 4.9 Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Sultan Syarif

Kasim II Pekanbaru ... 58 Tabel 4.10 Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Juanda

Surabaya ... 61 Tabel 4.11 Data Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara ... 65


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin berkembangnya sebuah negara, semakin berkembang pula alat transportasi yang ada di negara tersebut, khususnya pesawat terbang. Jenis transportasi ini semakin hari dirasa semakin dibutuhkan. Puluhan bahkan ratusan pesawat terbang komersial lalu-lalang beterbangan dari beratus-ratus bandar udara di seluruh dunia setiap hari dan membuat permasalahan yang serius yaitu bertambahnya emisi suara (kebisingan). Memang kebisingan tidak membunuh manusia, tapi dapat membuat hidup manusia tidak nyaman.

Adakalanya beberapa jenis pesawat menghasilkan suara yang cukup mengganggu bagi penumpang, awak pesawat, masyarakat di luar pesawat maupun lingkungan. Bila terjadi secara terus-menerus hal ini bisa berdampak pada kesehatan orang-orang di sekitar bandara. Karena secara medis bila seseorang terpapar oleh kebisingan secara terus-menerus akan menyebabkan beberapa masalah seperti gangguan emosional atau psikologis, peningkatan stres, peningkatan tekanan darah, tidur tidak nyenyak, dapat mengurangi tingkat intelektualitas, kelahiran prematur dan mengganggu perkembangan janin serta tentu saja masalah pendengaran hingga ketulian permanen, dan lain sebagainya. Bahkan manusia bukan satu-satunya makhluk hidup yang terpengaruh oleh kebisingan karena bila kebisingan terjadi di kawasan peternakan dapat


(16)

menyebabkan turunnya produksi telur dan produksi susu dari hewan-hewan ternak dan ini merugikan para peternak.

Ketika memperhitungkan efek kebisingan terhadap kesehatan dan kualitas hidup, harus diperhitungkan intensitas dari suara itu sendiri yang dihitung dengan skala desibel (dB). Untuk kenaikan sebesar 10 dB maka sumber suara tersebut terdengar dua kali lebih keras. Sebagaimana digambarkan dalam contoh berikut:

1. Batas pendengaran manusia (0 dB)

2. Suara daun bergerak tertiup angin (20 dB) 3. Bisikan lembut sejauh 3 feet (30 dB) 4. Percakapan normal (55-60 dB) 5. Suara mobil sejauh 15 feet (70 dB) 6. Suara vakum cleaner (80 dB) 7. Mesin pemotong rumput (90 dB)

8. Suara mesin mobil pembersih salju (100 dB) 9. Gergaji mesin (110 dB)

10. Konser musik rock (120 dB)

11. Pesawat terbang take off (130-150 dB) 12. Petasan (150 dB)

13. Shotgun ditembakan (170 dB)

Seperti yang tercantum diatas, bandar udara dapat dikatakan sebagai sumber kebisingan paling besar. Bila rumah seseorang berada di jalur penerbangan maka suara take off dapat mencapai maksimum 150 dB. Dapat dibayangkan pada bandara yang super sibuk seperti O'Hare di Chicago dimana tiap 15-20 detik ada


(17)

pesawat melakukan take off maupun landing, efek kebisingannya bahkan masih dapat dirasakan 15 mil jauhnya. Padahal menurut penelitian di Amerika yang dilakukan The National Institute for Occupational Safety and Health hanya membolehkan maksimum 85 dB dan dibatasi jangka waktu maksimum 8 jam per hari, itupun harus dengan pelindung telinga untuk mencegah kerusakan pendengaran lebih lanjut1

.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan belum mengatur baku mutu untuk kawasan sekitar bandara, metode yang digunakannya pun tidak sesuai untuk diterapkan di kawasan sekitar bandara. Selain itu, regulasi dibidang keselamatan penerbangan dan akibatnya terhadap lingkungan saat ini banyak yang telah berubah, serta tidak memenuhi syarat keselamatan terbang Internasional2. Termasuk terhadap gangguan kebisingan yang ditimbulkannya. Begitu juga data tentang kebisingan yang ditimbulkan oleh pesawat udara di kawasan sekitar bandara sangatlah kurang. Sehingga sangat diperlukan berbagai macam penelitian dalam masalah ini yang kemudian akan menjadi informasi bagi pemerintah terkait untuk sesegara mungkin melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangannya.

Pada tahun 1969 FAA (Federal Aviation Administration) mulai mengimplementasikan peraturan mengenai noise limit terhadap pesawat komersial yang beroperasi di wilayah Amerika Serikat. Tahun 1971 ICAO (International Civil Aviation Organization) mengadopsi standarisasi noise limit pada Chapter 2, Annnex-16 (Environmental Protection) Volume I pada Konverensi Internasional

1

Sudiro Sumbodo. 2003. Isi Lingkungan: Kebisingan Pesawat Terbang (Bagian I). www.sudirodesign.com diakses pada Kamis 27 Oktober 2011 Jam 19.58 WIB


(18)

Penerbangan Sipil. Akhir 1970-an standar ini mulai diaplikasi terhadap desain pesawat baru untuk menekan kebisingan. Peraturan baru ICAO yang tertuang dalam Chapter 3 Annex-16 dimana terintegrasi dengan peraturan FAA Part 36

yang mengenalkan konsep kategori stage suara. Annex-16 ini merupakan hasil studi dan seminar yang dilakukan sejak September 1968. Oleh karena itu, sebagai pembanding dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran dan penghitungan sesuai dengan Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16.

1.2. Permasalahan

Sebagaimana telah diketahui bahwa banyak sekali akibat yang disebabkan oleh kebisingan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Berapakah nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat yang melintas di kawasan sekitar bandara.

b. Bagaimana korelasi antara nilai Lmax dan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level).

c. Berapakah perbandingan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA) dengan nilai EPNL Prediksi.

d. Berapakah nilai Leq dan apa saja penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara.

e. Berapakah nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman sekitar bandara dan apakah sesuai dengan baku mutu yang diatur dalam Kep. Men. LH No. 48 Tahun 1996.


(19)

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh:

a. Penelitian ini menggunakan data studi kasus dari dua bandara, yaitu: Bandara Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru) dan Bandara Juanda (Surabaya).

b. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari hasil pengukuran lapangan oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH.

c. Mengabaikan jarak antara Sumber Suara (Pesawat) dengan Penerima (Alat), dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16.

d. Mengabaikan jarak antara Landasan Pacu (Runway) dengan Lokasi Titik Ukur dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16 yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

e. Penghitungan nilai EPNL menggunakan software berbasis turbo pascal yang telah disesuaikan dengan metode penghitungan dari FAA (Federal Aviation Administration) atau ICAO (International Civil Aviation Organization dan telah diverifikasi oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH.


(20)

f. Penghitungan nilai Leq dan Lsm dilakukan oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH.

g. Menggunakan software SPSS 19 untuk menganalisis data nilai EPNL dan Leq.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat yang melintas di kawasan sekitar bandara.

b. Mengetahui korelasi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level).

c. Membandingkan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA) dengan nilai EPNL Prediksi.

d. Mengetahui nilai Leq dan penyumbang bising terbesar di kawasan sekitar bandara.

e. Mengetahui nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman sekitar bandara serta kesesuaiannya dengan Kep. Men. LH No.48 Tahun 1996.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dalam bidang lingkungan hidup. Khususnya bidang akustik. Pada penelitian ini akan diperoleh nilai EPNL, Lsm, Leq, pendistribusian bising di kawasan sekitar bandara serta korelasi antara EPNL


(21)

dengan Lmax. Selain itu juga sebagai database kebisingan di bidang lingkungan hidup, serta sebagai informasi kepada pemerintah mengenai masalah kebisingan di kawasan sekitar bandara sehingga pemerintah dapat segera (mulai) merumuskan tindakan penanganan terhadap masalah tersebut.

1.6. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian yang dilakukan untuk tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas secara singkat mengenai latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab kedua ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan tugas akhir ini seperti bunyi, akustika, kebisingan (Noise), skala desibel (dB), frekuensi, skala pembobotan A, penilaian kebisingan pesawat udara, PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Correction Perceived Noise Level), EPNL (Effective Perceived Noise Level), Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (LAeq), Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat Kebisingan Maksimum (LAmax), Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996, Baku Tingkat Kebisingan, dan sebagainya.


(22)

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini akan dibahas mengenai waktu dan tempat penelitian, tahapan penelitian, serta mengenai proses pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab empat merupakan hasil dan pembahasan dari pengolahan data dan analisisnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab lima merupakan kesimpulan yang diambil dari hasil analisis dan juga saran-saran yang diharapkan dapat mengembangkan tugas akhir ini.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Bunyi

Bunyi adalah gelombang mekanis elastik longitudinal yang berjalan. Berarti untuk perambatannya dibutuhkan medium3. Adapun dari sumber lain, bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium4. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas.

Perlu diketahui bahwa bunyi serupa dengan suara. Dalam bahasa Inggris bunyi disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Dari sudut bahasa, bunyi tidak sama dengan suara oleh karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati sedangkan suara merupakan getaran (bunyi) yang keluar dari mulut atau yang dihasilkan oleh makhluk hidup. Namun dari sudut fisika, bunyi maupun suara keduanya sama, karena keduanya sama-sama merupakan getaran.

Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar maju-mundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia. Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal.

3

Ganijanti Aby Sarojo. 2011. Gelombang dan Optika. Salemba Teknika . Jakarta. 4


(24)

Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 1.224 km/jam. Bunyi merambat lebih lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km, kecepatan bunyi 1.000 km/jam. Di air, kecepatannya 5.400 km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara. Rumus mencari cepat rambat bunyi adalah:

�= � ……….……… (2.1)

dengan λ adalah panjang gelombang bunyi dan t adalah waktu.

2.2. Akustika

Akustika adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bunyi, berkenaan dengan indera pendengaran serta keadaan ruangan yang mempengaruhi bunyi5. Kata akustik berasal dari bahasa Yunani ”akuostikos” yang

berarti, segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Akustik mempunyai tujuan untuk mencapai kondisi pendengaran suara yang sempurna yaitu murni, merata, jelas dan tidak berdengung sehingga sama seperti aslinya, bebas dari cacat dan kebisingan6.

Akustik mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan menyentuh ke hampir semua segi kehidupan manusia. Akustik lingkungan adalah menciptakan suatu lingkungan, dimana kondisi ideal disediakan, baik dalam ruang tertutup maupun di udara terbuka.

5

J. F. Gabriel. 2001. Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta. 6


(25)

2.3. Kebisingan (Noise)

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan7.

Menurut definisi kebisingan diatas, apabila suatu suara mengganggu orang yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orang-orang lain mungkin tidak terganggu oleh suara tersebut. Walaupun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada beberapa kasus dimana pengaruh serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap kebisingan tersebut.

2.4. Skala Decibel (dB)

Satuan desibel (dB) digunakan sebagai satuan pengukuran tekanan suara. Dengan mengambil tekanan suara paling rendah yang dapat didengar oleh telinga manusia sebagai tekanan referensi (20 Pa) maka suatu skala yang menunjukkan pengukuran besaran suara bisa didapat yaitu berdasarkan tingkat suara relatif

7

Kep. Men. LH no. 48 Tahun1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan.Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta


(26)

terhadap tingkat suara yang rendah, yang masih dapat diterima oleh pendengaran. Dengan demikian dikatakan bahwa 0 dB sama dengan tidak ada bunyi (secara teoritis).

Daya suara sama dengan berbanding lurus dengan kuadrat tekanan suara. Oleh karena itu, diperlukan rasio kuadrat tingkat suara yang terukur dengan kuadrat suara terendah (0.000022). Skala dimulai dari 0 dB – 140 dB.

Gambar 2.1. Skala Tingkat Tekanan Suara

2.5. Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah getaran gelombang suara per detik8. Frekuensi merupakan nilai variasi tekanan suara per detik yang dinyatakan dalam Hertz.

Suara yang dapat didengar oleh manusia terdiri dari beberapa frekuensi yang berlainan, rentang nilai frekuensi yang terjadi sangat besar dan lebar. Umumnya

8


(27)

spektrum frekuensi suara diklasifikasikan secara besar dalam 3 pita frekuensi berdasarkan pada kriteria pendengaran manusia, yaitu:

a. Frekuensi infrasonik (< 20 Hz) b. Frekuensi sonik (20 Hz – 20 KHz) c. Frekuensi ultrasonik (> 20 KHz)

2.6. Skala Pembobotan A

Unit satuan yang paling umum dipakai untuk kekerasan suara adalah dB(A) atau pembobotan A. Dalam pembobotan A ini komponen bising pada frekuensi yang rendah hanya sedikit diperhitungkan dibandingkan komponen bising pada frekuensi tengah sehingga hal ini sangat berkaitan dengan reaksi frekuensi pada telinga manusia. Nilai dari suatu pembobotan A memiliki hubungan baik antara resiko kebisingan yang mengakibatkan ketulian dan tingkat gangguan suara.

Gambar 2.2. Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat

Pada dewasa ini pembobotan telah menjadi standar internasional yang digunakan sebagai cara untuk mengukur bahaya kebisingan terhadap telinga manusia. Respon maksimum pada frekuensi 2500 Hz dan menurun pada frekuensi 1000 Hz. Pembobotan A ini digunakan untuk pengukuran level suara.


(28)

Sedangkan pembobotan C responnya berkisar antara frekuensi 30 Hz sampai 8000 Hz. Pembobotan ini biasanya digunakan untuk pengukuran level tekanan suara, aplikasinya kebanyakan digunakan untuk pengukuran kebisingan pesawat terbang. Begitu juga untuk pembobotan flat.

2.7. Penilaian Kebisingan Pesawat Udara

Skala Penilaian hanya “menggambarkan” exposure kebisingan itu sendiri,

salah satu contoh sederhananya adalah pembacaan tingkat suara bobot-A maksimum dari suatu rentang waktu kejadian bising transien, sedangkan contoh yang lebih rumit misalnya menyangkut tentang kebisingan yang berubah terhadap waktu dianalisa ke dalam pita-pita frekuensi, yang mungkin berkenan dengan distribusi statistik dari tingkat suara instantaneous yang dapat dianggap sebagai deret waktu. Pada beberapa kasus, skala mencoba hanya untuk menggambarkan beberapa aspek dari stimulus bising itu sendiri. Skala penilaian yang berkenaan dengan kebisingan pesawat udara yang akan dibahas pada bagian ini adalah

Perceived Noise Level (PNL), termasuk Tone-corrected Perceived Noise Level

(PNLT) dan Effective Perceived Noise Level (EPNL). Penilaian kebisingan pesawat udara dibagi menjadi dua macam:

ـ Penilaian kebisingan untuk operasi tunggal suatu jenis pesawat.

ـ Penilaian terhadap bising yang ditimbulkan oleh keseluruhan operasi pesawat pada suatu daerah disekitar bandara.


(29)

2.8. PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-corrected Perceived Noise Level)

PNL (Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan yang dirasakan, merupakan penilaian terhadap kebisingan yang telah digunakan (hampir secara eksklusif) dalam penilaian kebisingan pesawat. Memiliki satuan PNdB. PNL dihitung dari tingkat tekanan suara yang diukur dalam pita frekuensi 1 oktaf atau 1/3 oktaf. Saat ini digunakan oleh Federal Aviation Administration (FAA) dan lembaga pemerintahan negara lain dalam proses sertifikasi kebisingan untuk semua jenis pesawat.

Gambar 2.3. Paparan Bising Pesawat – Waktu

PNLT (Tone-corrected Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan yang dirasakan dengan koreksi nada pada dasarnya adalah tingkat kebisingan yang dirasakan dan disesuaikan untuk memperhitungkan keberadaan komponen frekuensi diskrit. PNLT dikembangkan untuk membantu dalam memprediksi kebisingan yang dirasakan untuk pesawat terbang dan kendaraan yang mengandung nada murni atau memiliki penyimpangan berat dalam spektrum. Metode untuk menghitung PNLT diadopsi dari FAA dengan melibatkan perhitungan PNL dari bunyi dan penambahan koreksi nada berdasarkan total


(30)

frekuensi dan jumlah yang melebihi nada kebisingan yang berdekatan di 1/3 oktaf band9. Sebuah faktor koreksi nada, C, dihitung dari setiap spektrum untuk menjelaskan respon subjektif adanya penyimpangan spektral. Faktor koreksi nada ditambahkan ke PNL untuk mendapatkan PNLT pada setiap kenaikan satu setengah detik waktu:

PNLT = PNL + C ……….………. (2.2)

dimana C adalah faktor koreksi nada.

2.9. EPNL (Effective Perceived Noise Level)

EPNL (Effective Perceived Noise Level) adalah ukuran tunggal tingkat kebisingan yang efektif dirasakan dari bising pesawat udara yang melintas10. Pemikiran dasar dari satuan EPNL ini adalah bahwa gangguan kebisingan oleh pesawat terbang tidak hanya tergantung pada besarnya tingkat tekanan suara, tetapi juga lamanya (durasi) kebisingannya. Oleh karena itu, dalam satuan EPNL telah melibatkan pengaruh dari tingkat tekanan suara, spektrum frekuensi, durasi dan distribusi spatial dari sumber suara. EPNL merupakan turunan dari besaran PNL (Perceived Noise Level). Tetapi EPNL melibatkan syarat-syarat koreksi sehubungan dengan lamanya/durasi pesawat udara melintas, dan kehadiran nada-nada murni yang dapat didengar atau frekuensi diskrit (seperti deru dalam pesawat jet) pada sinyal bising7.

EPNL dapat diperoleh dari deret waktu PNLTi, didasari pada spektra

bising pita 1/3 oktaf. Kemudian EPNL ditentukan dengan somasi (pada basis

9

Department of the air force. 1987. Environmental Impact Analysis Process. USA 10


(31)

“energi”) semua harga-harga PNLTi yang dicacah setiap interval waktu ½ detik,

yang terdapat diantara 10 dB dibawah harga PNLT maksimum: ���= 10 log � 100.1 �����

=0 −13 ………..…. (2.3)

Ket: Pengaruh angka 13 untuk menormalisasi EPNL pada durasi 10 detik.

Penjelasan mengapa hanya harga-harga PNLTi yang terletak dibawah 10

dB dari PNL atau 10 PNdB dari penghitungan PNL setara dengan penggandaan harga noys (satuan dari kebisingan yang dirasakan), berarti penurunan lebih besar 10 dB dari harga maksimum PNL akan mengurangi lebih dari ½ skala maksimum kebisingan yang dirasakan.

Selain dengan persamaan di atas, EPNL juga dapat ditentukan oleh jumlah dari PNLT maksimum dan faktor koreksi durasi:

EPNL = PNLT maksimum + D ………..………. (2.4) Dimana D adalah faktor koreksi durasi. Sebuah faktor koreksi durasi, D, dihitung dengan integrasi di bawah kurva PNLT terhadap waktu.

= 10 � � 1

� � � � ����

10 � 2

1 − ���� ………..…………. (2.5)

Dimana T untuk menormalisasi waktu konstan dan PNLTM adalah nilai PNLT maksimum. Jadi koreksi durasi bising yang berbeda pada gangguan seperti pesawat udara yang melintas pada jarak dan kecepatan berbeda.

2.10. Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (LAeq)

Tingkat kebisingan sinambung setara (equivalent continuous level) adalah tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama selang waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB(A). Tujuan dari LAeq adalah untuk


(32)

menyediakan ukuran angka tunggal dari kebisingan rata-rata selama periode waktu tertentu yang harus selalu ditentukan7

. Persamaan LAeq adalah sebagai berikut: � � = 10 log1

0

2

� �

0 ……….. (2.5)

Dimana PO adalah tekanan suara referensi (20 Pa). PA adalah tekanan suara

berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan target (Pa) atau tekanan suara sesaat (Pa). T adalah Periode selang waktu pengukuran.

Persamaan dapat disederhanakan menjadi:

� � = 10 log 1 �� . 100.1�� ��( ) ……… (2.6) Dimana T adalah waktu referensi total, Ti adalah jangka waktu pada level Li, Li adalah tingkat tekanan suara ke-1.

Karena integral tersebut mengukur total energi suara selama selang waktu

(T), persamaan tersebut sering disebut “energi rata-rata”. Dengan demikian

persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai total noise dose. Tingkat kebisingan sinambung setara telah digunakan secara luas untuk mengukur pemaparan yang lama. Metode ini merupakan dasar perhitungan untuk menentukan kriteria tingkat kebisingan lingkungan.


(33)

2.11. Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat Kebisingan Maksimum (LAmax)

Tingkat paparan bising digunakan untuk menyatakan kebisingan satu kali atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan sinambung. Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat tekanan suara berbobot-A dari kebisingan tetap 1 detik yang kontinyu dari energi setara.

Gambar 2.5. Tingkat Paparan Bising

Nilai dari tingkat paparan bising (LAe) ditetapkan dengan tingkat, dalam

decibel (dB). Dari integral kuadrat waktu bobot-A tekanan bising (PA) lebih dari

waktu yang diberikan atau sama, dengan referensi untuk kuadrat dari standar referensi tekanan bising (Po) atau (20 Pa) dan referensi durasi 1 detik. Unit ini

dapat ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut: � � = 10 log1

0

2

2

1 � ……….……… (2.7)

Dimana T0 referensi integral waktu dari 1 detik dan (t2-t1) adalah integrasi dari

interval waktu.

LAmax adalah tingkat maksimum, dalam decibel (dB). Dengan skala

bobot-A tekanan bising (respon lambat) dengan referensi untuk kuadrat dari standar referensi tekanan bising P0.


(34)

2.12. Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996

Lsm (Level Siang Malam) merupakan rata-rata energi tingkat kebisingan yang diukur selama periode 24 jam. Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan sesuai dengan Kep-48/MENLH/11/1996 dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Cara Sederhana

Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama 10 menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik, jumlah nilai ukur adalah sebanyak 120. Data pada rentang waktu tertentu dinyatakan sebagai Lij yang dihitung dari ke 120 sampel

yang dibaca. Jumlah data selama 24 jam minimal sebanyak 7 data, yaitu 4 data pengukuran siang hari dan 3 data pada pengukuran malam hari.

L1 diambil pada jam 07.00, mewakili jam 06.00 - 09.00

L2 diambil pada jam 10.00, mewakili jam 09.00 - 11.00

L3 diambil pada jam 15.00, mewakili jam 14.00 - 17.00

L4 diambil pada jam 20.00, mewakili jam 17.00 - 22.00

L5 diambil pada jam 23.00, mewakili jam 22.00 - 24.00

L6 diambil pada jam 01.00, mewakili jam 24.00 - 03.00

L7 diambil pada jam 04.00, mewakili jam 03.00 - 06.00

Dilanjutkan menghitung harga Lij dengan cara mengelompokkan

ke-120 nilai ukur dalam interval 5 dB. Nilai Lij dapat menggunakan

persamaan:

�� = 10 log 1

120 � 10

0.1 � �� ... (2.8)

atau �� = 10 log 1

120 10


(35)

Dimana Lij adalah Leq pada interval antara jam i dan j. nk adalah jumlah

data yang mempunyai Lk. Dan Li adalah level pada data ke-i.

Selanjutnya ulangi untuk harga Lij pada rentang waktu yang lain.

Setelah seluruh harga Lijdihitung maka dapat ditentukan harga Ls dan Lm

dengan menggunakan rumus: � = 10 log 1

16 �110

0.1 �1+ +

4100.1 �4 �� ……… (2.10)

� = 10 log1

8 �510

0.1 �5+ +

7100.1 �7 �� ……… (2.11)

Dimana Ls adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam). Lm adalah nilai

LAeq pada malam hari (8 jam). Tn adalah jumlah kisaran waktu yang

diwakili. Li adalah level pada rentang waktu i.

b. Cara Langsung

Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan

pengukuran selama 10 menit. Set interval waktu 1 jam. Lakukan pengukuran selama 24 jam dengan 24 data, yaitu 16 data pengukuran siang hari dan 8 data. Dilanjutkan menghitung harga Ls dan Lm dengan

menggunakan persamaan: � = 10 log 1

16 10

0.1 �1+ + 100.1 �16 �� ……….…… (2.12)

� = 10 log1

8 10

0.1 �17 + + 100.1 �24 �� ……… (2.13)

Dimana Ls adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam) dari jam 06.00 s/d

22.00. Lm adalah nilai LAeq pada malam hari (8jam) dari jam 23.00 s/d


(36)

Selanjutnya dari 2 (dua) metode pengukuran tingkat kebisingan di atas maka harga Lsm dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

� = 10 log 1

24 16 . 10

0.1 � + 8 . 100.1 (� +5) �� ………….. (2.14)

Dimana Lsm adalah nilai LAeq selama 24 jam. Ls adalah nilai LAeq pada siang

hari (16 jam). Lm adalah nilai LAeq pada malam hari (8 jam).

Catatan: (Lm + 5) menyatakan bahwa hasil pengukuran dimalam hari harus ditambah 5 dB sebagai

pembebanan atau koreksi khusus.

2.13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 tanggal 25 Nopember 1996 tentang baku tingkat kebisingan yang diperuntukan dibeberapa kawasan atau lingkungan kesehatan, yaitu:

Tabel 2.1. Baku Tingkat Kebisingan

Keterangan:

disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk kawasan khusus seperti di Bandar Udara dan Cagar Budaya belum ada ketentuan atau ketetapan mengenai baku tingkat kebisingan yang diperbolehkan.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d September 2011. Adapun tempat penelitian adalah di Laboratorium Kebisingan dan Getaran – PUSARPEDAL Jl. Raya PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, Banten, 15310.

3.2. Data Penelitian

Data pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil pengukuran lapangan oleh pihak Laboratorium Kebisingan dan Getaran, Pusarpedal, Puspiptek. Data tersebut dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu:

a. Data Hasil Pengukuran Dinamis

Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran yang dilakukan sepanjang hari dalam kondisi cuaca tidak hujan atau cerah. Data berupa spektrum frekuensi pesawat yang melintas dengan cuplikan data setiap 0.5 detik pada SLM (Sound Level Meter) VI-410.

b. Data Hasil Pengukuran Statis

Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran secara kontinyu dengan sampling perioda setiap 10 menit selama 24 jam dengan menggunakan peralatan Integrating SLM (Sound Level Meter) 3 unit yaitu (Onosokki) LA1250, LA2111 dan LA2560. Pengukuran dilakukan pada 3 lokasi titik ukur di kawasan pemukiman sekitar bandara berdasarkan


(38)

metode pengukuran yang diadopsi dari ICAO atau FAA dan telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan (selengkapnya lihat lampiran 1).

3.3. Peralatan Penelitian  PC (Personal Computer)

Microsoft Word 2007

Microsoft Excel 2007

Software Alat Sound Level Meter Integreted (Quest) VI-410

Software Perhitungan EPNL berbasis Turbo Pascal

 SPSS 19

3.4. Tahapan Penelitian

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian

Nilai EPNL per pesawat

Lsm 24 jam

Software turbo pascal

Lmax vs EPNL

Kesimpulan

Analisis dengan SPSS 19

Leq

Lmax

Data sekunder

Data dinamis (FAA & ICAO)

Nilai EPNL Prediksi

Perbandingan nilai EPNL per pesawat dengan nilai EPNL

Prediksi

Data statis (Kep.Men. LH no.48/1996)


(39)

3.5. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan proses pengolahan data yaitu sebagai berikut:

3.5.1. Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis (Penghitungan Nilai PNLT dan EPNL)

Penghitungan EPNL dilakukan dengan memperhatikan waktu sumber suara, lalu dikoreksi tone dan durasi. Nilai PNLT (maksimum) dan EPNL didapat setelah dilakukan penghitungan dengan menggunakan software kalkulasi nilai PNLT dan EPNL (Program Turbo Pascal). Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan nilai PNLT dan EPNL:

1. Data lapangan yang berupa spektrum frekuensi suara pesawat yang melintas dengan cuplikan data setiap 0.5 detik pada peralatan SLM VI-410 kemudian dikonversi menjadi data mentah dalam bentuk file csv ataupun excel (.xlsx). (data tercacah dalam 24 pita frekuensi dengan 1/3 oktaf – sesuai dengan rekomendasi ICAO). Selanjutnya, data tersebut dicuplik pada range nilai maksimum (Lmax) yang dikurangi 10 dB.

2. Setelah dicuplik kemudian diberi keterangan (jenis pesawat, jenis operasi, jumlah data yang tercuplik, titik atau lokasi pengukuran, tanggal dan waktu pengukuran), lalu disimpan dalam format text document (.txt) seperti berikut:


(40)

Gambar 3.2. Data Hasil Pencuplikan

(selengkapnya seperti pada lampiran 3).

3. Selanjutnya ubah format text document (.txt) menjadi format file, serta me-rename nama file dengan inisial pesawat, waktu pengukuran dan inisial d (data awal). Seperti contoh: RIA0947d.

4. Untuk mendapatkan nilai PNLT dan EPNL, entry nama file data awal (RIA0947d) dan nama file tempat penyimpanan hasil penghitungan (RIA0947) ke dalam software berbasis Turbo Pascal. Seperti berikut:


(41)

Tekan enter sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil kalkulasi. Seperti berikut:

Gambar 3.4. Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software

5. Data yang dihasilkan adalah nilai EPNL dari masing-masing pesawat. Dan hasil penghitungan disimpan dalam format text file. Seperti berikut:

Gambar 3.5.Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL


(42)

6. Seluruh hasil penghitungan ditabulasi ke dalam format excel dan disusun menjadi satu file name.

Untuk menentukan nilai PNLT dan EPNL dapat pula dilakukan dengan cara perhitungan manual (selengkapnya lihat lampiran 2). Namun, untuk mengubah hasil pengukuran lapangan menjadi hasil akhir (nilai PNLT dan EPNL) diperlukan perhitungan yang cukup rumit. Sehingga pada penelitian ini penulis menggunakan software berbasis turbo pascal yang telah tersedia.

3.5.2. Analisis data

Dari hasil penghitungan data di atas maka dapat dianalisis nilai EPNL, Leq, dan Lsm serta dengan bantuan statistik bisa dicari korelasi antara nilai EPNL dengan nilai Lmax. Secara garis besar cara pengambilan keputusan atau kesimpulan untuk korelasi dan regresi antara nilai EPNL dengan nilai Lmax adalah sebagai berikut11 :

a). Metode Korelasi

Sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah. Namun bisa dijadikan pedoman sederhana bahwa angka korelasi diatas 0.5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedang dibawah 0.5 korelasi lemah. Selain besar korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya arah

11


(43)

hubungan yang berlawanan, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan adanya arah hubungan yang sama.

Setelah angka korelasi didapat, maka bagian kedua dari output

SPSS adalah menguji apakah angka korelasi yang didapat benar-benar signifikan atau dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua variabel.

Hipotesis:

H0 : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka

korelasi adalah 0.

H1 : Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka korelasi

adalah tidak 0.

Uji dilakukan dua sisi karena yang akan dicari adalah ada atau tidaknya hubungan dua variabel.

Berdasarkan probabilitas:

- Jika probabilitas > 0.025, maka H0 diterima

- Jika probabilitas < 0.025, maka H0 ditolak

NB = Nilai probabilitas adalah 0.05/2 = 0.025; hal ini disebabkan uji dilakukan dua sisi.

Signifikan tidaknya korelasi variabel juga bisa dilihat dari adanya tanda * pada pasangan data yang dikorelasikan, kedua variabel yang bertanda * bisa disimpulkan bahwa berkorelasi secara signifikan. Berikut ini contoh tabel hasil penghitungan korelasi:


(44)

Gambar 3.6. Output Hasil Penghitungan Korelasi

b). Metode Regresi

Jika metode Korelasi membahas keeratan hubungan, maka metode Regresi membahas prediksi (peramalan). Dimana dalam model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel independen (bebas). Dalam hal ini apakah variabel dependen (tergantung) di masa mendatang bisa diramalkan jika variabel independen (bebas) diketahui. Berikui ini contoh tabel hasil uji koefisien regresi:

Gambar 3.7.Output Hasil Uji Koefisein Regresi

Dari tabel hasil uji koefisien regresi akan didapatkan sebuah persamaan regresi dan beberapa instrument dalam pengambilan kesimpulan.

Persamaan regresi : Y = a X + b

Nilai korelasi

Nilai probabilitas

Konstanta Nilai t konstanta

Nilai t hitung Koefisien regresi

Nilai probabilitas Nilai probabilitas


(45)

Dimana: Y = Variabel Dependen; X = Variabel Independen; a = Koefisien

Regresi yang didapat ; b = Konstanta yang didapat.

Hipotesis:

H0 : Koefisien regresi tidak signifikan.

Hi : Koefisien regresi signifikan.

i. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel

- Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima

- Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak

Sedangkan prosedur untuk mencari dimana t tabel, dengan kriteria: - Tingkat signifikansi ( α ) = 10 % untuk uji dua sisi

- Derajat kebebasan (df) = jumlah data – 2 atau 4 – 2 = 2

- Uji pada dua sisi, karena ingin mengetahui signifikansi tidaknya

koefisien regresi, dan bukan mencari ‘lebih kecil’ atau ‘lebih besar’. (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5).

ii. Berdasarkan probabilitas

- Jika probabilitas > 0.025 maka H0 diterima

- Jika probabilitas < 0.025 maka H0 ditolak

NB : Uji dilakukan dua sisi, sehingga nilai probabilitas = 0.05/2 = 0.025 Walaupun demikian, jika pada uji koefisien regresi ternyata konstanta dinyatakan tidak valid. Sementara koefisien regresi (a) adalah valid, persamaan regresi tetap bisa digunakan.

Setelah mendapatkan persamaan regresi (EPNL = a . Lmax + b), kemudian diujicoba dengan menggunakan data Lmax dari pengukuran di


(46)

lapangan. Sehingga didapatkanlah nilai EPNL Prediksi. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara nilai EPNL Perhitungan dan nilai EPNL Prediksi dengan menghitung perbedaan atau selisih dari kedunya.

3.5.3. Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis

Data pengukuran dilakukan selama 3 hari (pengukuran nilai Leq) yang dilakukan secara kontinyu dengan sampling periode waktu setiap 10 menit selama 24 jam. Kemudian sesuai dengan Kep. Men. LH No. 48 Tahun 1996 data tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) dan akan didapatkan nilai Lsm. Selengkapnya lihat lampiran 6. (Pengolahan data tersebut dilakukan oleh pihak laboratorium kebisingan dan getaran, pusarpedal, puspiptek).


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level)

Setelah dilakukan penghitungan dari data hasil pengukuran selama 3 hari di dua bandara berdasarkan pada poin 3.5.1. di atas maka diperoleh data nilai EPNL sebagai berikut:

4.1.1. Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1. Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru selama 3 hari

No. Pesawat Nama Tanggal Jam Operasi Jenis Pesawat Tipe Lmax

PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 1 Batavia 18/03/2011 09.38 Landing 737-300 92.10 103.01 -4.62 98.39 2 Riau 18/03/2011 09.47 Landing 737-500 88.00 99.06 -7.06 92.00 3 Batavia 18/03/2011 09.56 Landing 737-400 92.00 103.82 -5.44 98.38 4 Wings 18/03/2011 10.04 Landing 72-212A 85.60 101.46 -6.46 95.00 5 TNI 18/03/2011 10.18 Landing HERCULES 94.50 104.85 -7.00 97.85 6 Batavia 18/03/2011 10.22 Take Off 737-300 101.30 112.08 -5.34 106.74 7 Riau 18/03/2011 10.31 Take Off 737-500 97.20 106.20 -4.55 101.65 8 Lion 18/03/2011 11.06 Landing 737-900 91.70 101.38 -5.53 95.85 9 Sriwijaya 18/03/2011 11.24 Landing 737-400 90.50 102.26 -5.08 97.18 10 Lion 18/03/2011 11.46 Take Off 737-900 101.90 110.81 -6.23 104.58 11 TNI 18/03/2011 12.10 Landing HERCULES 94.50 104.93 -7.13 97.79 12 Wings 18/03/2011 12.26 Landing 72-212A 84.50 98.81 -5.04 93.76 13 Riau 18/03/2011 12.36 Landing 737-500 88.80 100.25 -6.00 94.25 14 Charter 18/03/2011 14.41 Landing B1900D 87.10 96.37 -4.09 92.28 15 Sriwijaya 18/03/2011 15.13 Landing 737-200 93.00 109.89 -6.56 103.34 16 Lion 18/03/2011 15.18 Take Off 737-900 102.20 110.17 -5.04 105.13 17 Silk 19/03/2011 09.21 Landing A319-100 85.20 97.60 -5.93 91.68 18 Riau 19/03/2011 09.28 Landing 737-500 93.00 104.37 -5.64 98.73 19 Lion 19/03/2011 09.33 Take Off 737-900 100.70 108.75 -4.86 103.89 20 Batavia 19/03/2011 09.47 Landing A320-200 93.00 104.37 -5.64 98.73 21 Batavia 19/03/2011 09.51 Landing 737-300 90.70 102.01 -6.22 95.79


(48)

No. Pesawat Nama Tanggal Jam Operasi Jenis Pesawat Tipe Lmax PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 22 Fire Fly 19/03/2011 10.00 Landing 72-212A 85.60 99.37 -5.91 93.46 23 Batavia 19/03/2011 10.09 Take Off 737-400 95.80 105.70 -5.00 100.70 24 Silk 19/03/2011 10.31 Take Off A319-100 91.10 103.93 -4.63 99.30 25 Lion 19/03/2011 10.50 Landing 737-900 91.30 101.73 -5.53 96.20 26 Lion 19/03/2011 11.36 Take Off 737-900 100.50 109.10 -5.80 103.30 27 Lion 19/03/2011 13.24 Landing 737-900 91.70 100.63 -4.61 96.01 28 Wings 19/03/2011 14.02 Landing 72-212A 85.50 100.76 -5.83 94.93 29 Batavia 19/03/2011 14.20 Landing A320-200 87.40 101.32 -6.73 94.59 30 Sriwijaya 19/03/2011 14.35 Landing 737-200 92.60 104.90 -5.12 99.78 31 Lion 19/03/2011 14.56 Landing 737-900 91.70 102.26 -6.08 96.18 32 Riau 19/03/2011 15.03 Landing 737-500 90.50 102.20 -7.39 94.81 33 Sriwijaya 19/03/2011 15.18 Take Off 737-200 106.20 113.46 -4.13 109.32 34 Lion 19/03/2011 15.52 Landing 737-900 91.10 101.89 -5.63 96.26 35 Lion 19/03/2011 15.58 Take Off 737-900 100.60 108.51 -4.47 104.04 36 Pelita 20/03/2011 08.56 Landing F28-0100 86.00 96.01 -4.09 91.93 37 Batavia 20/03/2011 09.32 Landing 737-300 91.00 102.37 -5.23 97.14 38 Garuda 20/03/2011 09.36 Take Off 737-800 97.30 104.65 -3.77 100.88 39 Pelita 20/03/2011 09.49 Take Off F28-0100 97.90 102.87 -2.51 100.36 40 Lion 20/03/2011 09.56 Take Off 737-900 100.20 108.73 -4.84 103.88 41 Riau 20/03/2011 10.18 Take Off 737-500 94.90 105.26 -5.25 100.01 42 Batavia 20/03/2011 10.24 Take Off 737-300 96.90 106.26 -3.90 102.35 43 Noname 20/03/2011 10.30 Take Off 737-400 95.30 102.22 -9.01 99.20 44 Lion 20/03/2011 10.57 Landing 737-900 91.60 102.28 -5.68 96.60 45 Lion 20/03/2011 13.52 Landing 737-900 91.80 101.51 -5.23 96.27 46 Wings 20/03/2011 14.14 Take Off 72-212A 89.00 96.07 -4.98 91.10 47 Sriwijaya 20/03/2011 14.31 Landing 737-200 93.60 110.83 -6.42 104.41 48 Lion 20/03/2011 14.48 Landing 737-900 91.20 99.37 -4.54 94.83 49 Air Asia 20/03/2011 15.58 Landing A320-200 88.50 101.51 -5.64 95.86

Berdasarkan data pada Tabel 4.1. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini:


(49)

Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai EPNL merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi Durasi. Selain itu, nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu berbeda-beda. Dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama.

Pada Tabel 4.1. juga terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 99.78 – 109.32 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300 memiliki nilai EPNL dengan

range antara 95.79 – 106.74 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki nilai EPNL dengan range antara 97.18 – 100.70 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-500 memiliki nilai EPNL dengan range antara 92.00 – 101.65 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.83 – 105.13 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.59 – 98.73 EPNdB, pesawat dengan tipe A319-100 memiliki nilai EPNL dengan

range antara 91.68 – 99.30 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki nilai EPNL dengan range antara 91.93 – 100.88 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A memiliki nilai EPNL dengan range antara 91.10 – 95.00 EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai EPNL dengan range antara 97.79 – 97.89 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe 737-800 memiliki nilai EPNL 100.88 EPNdB dan pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai EPNL 92.28 EPNdB, hal ini


(50)

dikarenakan pesawat dengan tipe 737-800 dan B1900D yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat.

Dengan demikian di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A dengan 91.10 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200 dengan 109.32 EPNdB. Tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat, umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya. Untuk tipe 72-212A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan dengan tipe 737-200 (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat 737-200 yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang.


(51)

4.1.2. Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya

Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2. Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari

No. Nama

Pesawat Tanggal Jam

Jenis Operasi

Tipe

Pesawat Lmax

PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 1 Lion 8/4/2011 09.43 Landing 737-900 92.80 103.73 -6.03 97.70 2 Merpati 8/4/2011 09.46 Landing 737-300 94.10 105.63 -5.66 99.97 3 Wings 8/4/2011 10.03 Landing 72-212A 87.30 102.21 -6.73 95.48 4 Lion 8/4/2011 10.06 Landing 737-900 93.50 103.70 -6.00 97.70 5 Garuda 8/4/2011 10.19 Landing 737-800 93.00 104.00 -6.11 97.89 6 Wings 8/4/2011 10.23 Landing 72-212A 87.50 103.32 -7.20 96.13 7 Lion 8/4/2011 10.32 Landing 737-900 92.20 103.35 -6.37 96.99 8 Lion 8/4/2011 10.41 Landing 737-400 96.60 107.53 -6.56 100.97 9 TNI 8/4/2011 10.45 Landing 93.40 105.31 -5.22 100.09 10 Lion 8/4/2011 11.00 Landing 737-900 93.50 103.75 -5.88 97.86 11 Batavia 8/4/2011 11.06 Landing 737-400 95.10 106.35 -5.01 101.34 12 Wings 8/4/2011 11.13 Landing MD-82 96.40 104.54 -6.15 98.40 13 Sriwijaya 8/4/2011 11.16 Landing 737-200 95.00 105.93 -4.04 101.89 14 Wings 8/4/2011 11.18 Landing 72-212A 87.80 102.08 -5.96 96.12 15 Lion 8/4/2011 11.22 Landing 737-900 91.60 102.27 -5.40 96.86 16 Garuda 8/4/2011 11.25 Landing 737-800 91.50 102.61 -5.78 96.83 17 Lion 8/4/2011 11.28 Landing 737-900 93.30 103.70 -5.64 98.06 18 Air Asia 8/4/2011 11.31 Landing A320-200 90.00 101.18 -5.87 95.31 19 Garuda 8/4/2011 11.38 Landing 737-800 89.50 99.93 -5.36 94.57 20 Lion 8/4/2011 11.55 Landing 737-900 93.40 104.05 -6.17 97.88 21 Merpati 8/4/2011 11.58 Landing F28-0100 86.20 99.95 -6.15 93.80 22 Sriwijaya 8/4/2011 12.15 Landing 737-200 92.30 108.54 -5.74 102.80 23 Lion 8/4/2011 12.20 Landing 737-900 92.20 103.22 -5.78 97.43 24 Garuda 8/4/2011 12.25 Landing 737-800 91.50 103.92 -6.95 96.96 25 Wings 8/4/2011 12.28 Landing 72-212A 88.20 103.12 -6.29 96.83 26 Wings 8/4/2011 13.15 Landing 72-212A 87.90 102.86 -6.42 96.44 27 Lion 8/4/2011 13.21 Landing 94.30 105.59 -4.48 101.11 28 Sriwijaya 8/4/2011 13.26 Landing 737-400 93.90 105.70 -5.62 100.08 29 Citilink 8/4/2011 13.32 Landing 93.10 104.03 -6.59 97.45 30 Lion 8/4/2011 13.36 Landing 737-400 94.40 105.82 -5.07 100.75 31 Lion 8/4/2011 13.40 Landing 737-900 93.30 103.34 -5.53 97.81 32 Garuda 8/4/2011 13.43 Landing 737-800 90.30 101.35 -6.14 95.21 33 Citilink 8/4/2011 13.58 Landing 92.50 103.88 -6.82 97.06 34 Batavia 8/4/2011 14.02 Landing 737-400 95.00 106.11 -4.77 101.34 35 Wings 8/4/2011 14.11 Landing 72-212A 87.90 102.02 -6.26 95.77 36 Lion 8/4/2011 14.18 Landing 737-900 93.80 103.85 -5.39 98.46 37 Garuda 8/4/2011 14.28 Landing 737-800 90.30 100.04 -5.57 94.48 38 Sriwijaya 8/4/2011 14.30 Landing 737-300 93.60 104.67 -4.83 99.84 39 Lion 8/4/2011 14.33 Landing 737-900 92.60 102.94 -5.93 97.01 40 Jetstar 8/4/2011 14.45 Landing A320-200 87.90 100.46 -6.09 94.37


(52)

No. Nama

Pesawat Tanggal Jam

Jenis Operasi

Tipe

Pesawat Lmax

PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 41 Lion 8/4/2011 15.02 Landing 737-900 92.80 103.23 -5.78 97.46 42 Air Asia 8/4/2011 15.06 Landing A320-200 89.00 100.07 -5.26 94.81 43 Garuda 8/4/2011 15.13 Landing 737-800 89.60 99.58 -5.47 94.11 44 Express 8/4/2011 15.15 Landing 737-200 94.60 112.24 -6.69 105.56 45 Merpati 8/4/2011 15.18 Landing F28-0100 86.90 99.28 -5.61 93.67 46 TNI 8/4/2011 15.27 Landing 81.50 93.77 -4.80 88.97 47 Lion 8/4/2011 15.32 Landing 737-900 92.20 102.42 -5.40 97.01 48 Trigana 8/4/2011 15.35 Landing 90.60 110.35 -7.48 102.87 49 Wings 8/4/2011 15.38 Landing 72-212A 87.60 102.16 -5.85 96.30 50 Garuda 9/4/2011 09.12 Take Off 737-800 92.20 99.06 -2.56 96.49 51 Trigana 9/4/2011 09.21 Take Off 100.10 103.85 -2.21 101.63 52 Lion 9/4/2011 09.22 Take Off 737-900 97.70 106.22 -5.13 101.09 53 Garuda 9/4/2011 09.27 Take Off 91.10 98.16 -2.88 95.27 54 Air Asia 9/4/2011 09.39 Take Off 90.20 102.21 -4.00 98.21 55 Batavia 9/4/2011 09.41 Take Off 737-300 90.40 98.11 -1.94 96.17 56 Citilink 9/4/2011 09.57 Take Off 95.00 102.27 -4.26 98.01 57 Sriwijaya 9/4/2011 09.59 Take Off 737-200 108.10 114.80 -3.70 111.11 58 Silk 9/4/2011 10.05 Take Off A320-200 92.10 103.12 -3.95 99.17 59 Wings 9/4/2011 10.10 Take Off 72-212A 85.70 94.20 -4.80 89.41 60 Garuda 9/4/2011 10.14 Take Off 737-800 91.20 97.83 -2.37 95.47 61 Sriwijaya 9/4/2011 10.28 Take Off 737-300 94.90 101.68 -3.29 98.40 62 Citilink 9/4/2011 10.37 Take Off 94.30 100.70 -3.88 96.82 63 Lion 9/4/2011 10.40 Take Off 737-900 96.40 104.53 -4.83 99.71 64 Sriwijaya 9/4/2011 10.44 Take Off 94.10 103.86 -4.14 99.72 65 Wings 9/4/2011 10.46 Take Off 72-212A 83.80 91.46 -3.69 87.77 66 Lion 9/4/2011 11.03 Take Off 737-900 96.50 105.49 -5.85 99.64 67 Wings 9/4/2011 11.05 Take Off 86.10 92.87 -4.40 88.47 68 Lion 9/4/2011 11.08 Take Off 737-900 96.10 104.67 -4.56 100.10 69 Citilink 9/4/2011 11.10 Take Off 95.70 103.41 -3.92 99.50 70 Wings 9/4/2011 11.19 Take Off 72-212A 83.90 90.90 -4.76 86.15 71 Batavia 9/4/2011 11.21 Take Off 737-300 96.10 106.43 -5.48 100.95 72 Garuda 9/4/2011 11.25 Take Off 737-800 93.80 101.30 -3.54 97.76 73 Lion 9/4/2011 11.33 Take Off 737-400 96.00 103.46 -3.60 99.86 74 Lion 9/4/2011 11.52 Take Off 737-900 98.10 104.96 -4.00 100.96 75 Sriwijaya 9/4/2011 12.04 Take Off 737-200 107.00 113.32 -3.92 109.41 76 Sriwijaya 9/4/2011 12.10 Take Off 737-200 103.50 111.07 -5.32 105.74 77 Batavia 9/4/2011 12.16 Take Off 737-300 92.70 101.57 -3.49 98.09 78 Garuda 9/4/2011 14.28 Landing 737-800 89.30 99.11 -4.45 94.67 79 Sriwijaya 9/4/2011 14.34 Landing 737-300 90.80 101.53 -4.41 97.12 80 Batavia 9/4/2011 14.37 Landing 737-400 92.50 103.77 -3.68 100.09 81 Jetstar 9/4/2011 14.41 Landing A320-200 88.80 101.09 -5.91 95.19 82 Air Asia 9/4/2011 14.46 Landing A320-200 89.70 101.06 -5.64 95.42 83 Wings 9/4/2011 14.50 Landing 72-212A 87.40 102.75 -6.14 96.61 84 Lion 9/4/2011 14.55 Landing 737-900 91.70 101.72 -4.71 97.00 85 Express 9/4/2011 15.03 Landing 737-200 94.10 112.82 -7.08 105.74 86 Garuda 9/4/2011 15.07 Landing 737-800 89.90 100.74 -5.10 95.64 87 Merpati 9/4/2011 15.17 Landing F28-0100 87.50 100.94 -6.14 94.81 88 Merpati 9/4/2011 15.27 Landing 737-300 91.80 103.49 -3.91 99.58 89 Batavia 9/4/2011 15.34 Landing 737-400 93.70 105.19 -4.10 101.09 90 Garuda 9/4/2011 15.46 Landing 737-800 89.80 102.44 -6.40 96.04 91 Wings 9/4/2011 15.50 Landing 72-212A 87.60 102.38 -5.70 96.68 92 Sriwijaya 9/4/2011 15.52 Landing 737-200 93.00 111.40 -5.07 106.33 93 Batavia 9/4/2011 15.55 Landing A320-200 91.30 103.48 -6.31 97.17


(53)

No. Nama

Pesawat Tanggal Jam

Jenis Operasi

Tipe

Pesawat Lmax

PNLT maks (PNdB) Koreksi Durasi EPNL (EPNdB) 94 Wings 9/4/2011 16.01 Landing 72-212A 87.20 102.87 -6.17 96.69 95 Batavia 9/4/2011 16.04 Landing 737-300 91.90 103.02 -5.25 97.77 96 Lion 9/4/2011 16.13 Landing 737-900 92.00 102.84 -5.56 97.28 97 TNI 9/4/2011 16.18 Landing 96.20 107.16 -7.73 99.44 98 Merpati 9/4/2011 16.21 Landing 737-300 93.10 104.45 -4.94 99.51 99 TNI 9/4/2011 16.26 Landing 96.20 108.34 -7.58 100.76 100 Batavia 9/4/2011 16.32 Landing 737-300 92.10 104.12 -7.28 96.84 101 TNI 9/4/2011 16.35 Landing HERCULES 95.60 107.62 -8.00 99.63 102 Silk 10/4/2011 08.52 Landing A319-100 93.40 104.97 -6.83 98.15 103 Wings 10/4/2011 08.55 Landing 72-212A 91.10 105.54 -6.35 99.19 104 Sriwijaya 10/4/2011 09.10 Landing 737-200 98.60 114.91 -6.88 108.03 105 Garuda 10/4/2011 09.15 Landing 737-800 95.00 105.25 -7.11 98.14 106 Wings 10/4/2011 09.19 Landing 72-212A 90.40 102.65 -5.04 97.61 107 Citilink 10/4/2011 09.24 Landing 97.00 108.09 -7.85 100.25 108 Merpati 10/4/2011 09.30 Landing 737-300 98.10 110.14 -7.94 102.20 109 Lion 10/4/2011 09.35 Landing 737-900 95.60 106.63 -7.22 99.42 110 Lion 10/4/2011 09.44 Landing 737-900 99.70 109.21 -7.11 102.11 111 Lion 10/4/2011 09.54 Landing 737-900 96.60 107.92 -7.67 100.25 112 Sriwijaya 10/4/2011 09.56 Landing 737-300 95.50 105.53 -5.29 100.24 113 Citilink 10/4/2011 10.10 Landing 96.80 108.82 -7.63 101.20 114 Wings 10/4/2011 10.16 Landing 72-212A 90.30 102.98 -5.02 97.96 115 Lion 10/4/2011 10.21 Landing 737-400 99.60 110.72 -6.39 104.33 116 Garuda 10/4/2011 10.26 Landing 737-800 93.70 102.70 -6.51 96.19 117 Wings 10/4/2011 10.30 Landing 72-212A 92.30 104.65 -5.82 98.83 118 Sriwijaya 10/4/2011 10.34 Landing 737-200 99.40 114.48 -7.55 106.93 119 Lion 10/4/2011 10.57 Landing 737-900 98.20 108.54 -7.46 101.08 120 Wings 10/4/2011 11.00 Landing MD-82 96.70 107.90 -7.22 100.67 121 Lion 10/4/2011 11.17 Landing 737-900 97.50 109.13 -7.88 101.25 122 Sriwijaya 10/4/2011 11.20 Landing 737-200 99.90 114.76 -7.45 107.30 123 Lion 10/4/2011 11.24 Landing 737-900 98.80 108.88 -7.25 101.62 124 Garuda 10/4/2011 11.29 Landing 737-800 96.60 107.88 -7.78 100.10 125 Garuda 10/4/2011 11.32 Landing 737-800 95.80 107.28 -7.26 100.02 126 Air Asia 10/4/2011 11.36 Landing A320-200 95.50 107.41 -8.27 99.14 127 Lion 10/4/2011 14.06 Take Off 737-900 95.60 103.64 -4.40 99.24 128 Noname 10/4/2011 14.22 Take Off 96.80 105.35 -3.50 101.85 129 Batavia 10/4/2011 14.25 Take Off 89.10 98.19 -2.75 95.45 130 Garuda 10/4/2011 14.38 Take Off 737-800 93.70 101.45 -3.88 97.57 131 Citilink 10/4/2011 14.50 Take Off 92.80 101.46 -5.33 96.13 132 Lion 10/4/2011 14.54 Take Off 737-900 96.20 104.27 -4.07 100.20 133 Lion 10/4/2011 14.58 Take Off 737-400 95.60 105.28 -4.96 100.32 134 Lion 10/4/2011 15.01 Take Off 737-900 96.20 105.72 -5.53 100.19 135 Batavia 10/4/2011 15.10 Take Off 737-400 94.70 102.93 -3.47 99.47

Berdasarkan data pada Tabel 4.2. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini:


(54)

Gambar 4.2. Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya

Selain nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu berbeda. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa nilai EPNL merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi Durasi. Dan dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama.

Pada Tabel 4.2. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 101.89 – 111.11 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300 memiliki nilai EPNL dengan range antara 96.17 – 102.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki nilai EPNL dengan range antara 99.47 – 104.33 EPNdB dB, pesawat dengan tipe 737-800 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.11 – 100.10 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki nilai EPNL dengan

range antara 96.86 – 102.11 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.37 – 99.17 EPNdB, pesawat dengan tipe MD-82 memiliki nilai EPNL dengan range antara 98.40 – 100.67 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki nilai


(55)

EPNL dengan range antara 93.67 – 94.81 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A memiliki nilai EPNL dengan range antara 86.15 – 99.19 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe A319-100 memiliki nilai EPNL 98.15 EPNdB dan pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai EPNL 99.63 EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe A319-100 dan Hercules yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian untuk bandara Juanda Surabaya terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A dengan 86.15 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200 dengan 111.11 EPNdB. Sama halnya seperti data hasil pengukuran di bandara Pekanbaru, tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat, umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya. Untuk tipe 72-212A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan dengan tipe 737-200 (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat 737-200 yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take


(56)

off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang.

Selain itu, di bandara Juanda Surabaya terdapat beberapa jenis pesawat yang tidak diketahui tipenya. Hal ini dimungkinkan terjadi karena beberapa faktor seperti posisi pesawat saat melintas terhadap petugas pengukur di lapangan, kecepatan pesawat melintas, cuaca yang begitu terik sehingga menyulitkan petugas pengukur di lapangan untuk melihat no. registrasi pesawat yang terletak di bagian bawah sayap dan badan atau ekor pesawat, dan sebagainya.

Dari hasil penghitungan nilai EPNL di atas terlihat pula bahwa kedua bandara memiliki tipe pesawat yang sama untuk nilai EPNL terendah (tipe 72-212A) dan tertinggi (tipe 737-200). Sehingga dapat diartikan bahwa pesawat tipe 737-200 merupakan pesawat penyumbang bising terbesar di kedua bandara tersebut, sedangkan pesawat tipe 72-212A adalah pesawat dengan kontribusi bising paling sedikit. Selain itu, bila dilihat dari range nilai EPNL yang diperoleh di bandara Pekanbaru cenderung lebih besar daripada di bandara Surabaya (dapat dilihat dari nilai EPNL terendah dan tertinggi). Hal ini memperlihatkan bahwa banyaknya jumlah pesawat tidak terlalu berpengaruh terhadap bising yang dihasilkan, namun noise background ataupun keadaan alam di sekitar bandara-lah yang cukup berpengaruh karena keadaan alam yang relatif masih sepi seperti di bandara Pekanbaru dapat membuat emisi suara dari pesawat terdengar lebih jelas, begitupun sebaliknya.


(57)

4.2. Hasil Penghitungan Kolerasi Dan Regresi Dari Tingkat Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan Efektif Yang Dirasakan (EPNL)

Korelasi digunakan untuk mengetahui apakah nilai Lmax mempengaruhi nilai EPNL. Sedangkan regresi untuk mengetahui seberapa besar nilai Lmax berpengaruh terhadap EPNL. Dan akan dilanjutkan dengan mencari perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi. Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi dan regresi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL dari data hasil pengukuran di dua bandara:

4.2.1. Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

Berdasarkan data nilai EPNL hasil penghitungan di atas maka dengan bantuan software statistik SPSS 19 dapat dicari korelasi antara EPNL dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.3. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

Correlations

EPNL Lmax EPNL Pearson Correlation 1 .915**

Sig. (2-tailed) .000

N 49 49

Lmax Pearson Correlation .915** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 49 49


(58)

Dari tabel hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi antara EPNL dan Lmax sebesar 0.915. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax.

Tanda ‘+’ pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai EPNL akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan pada bagian kedua tabel (kolom Sig. (2-tailed)) didapatkan angka probabilitas 0.000 < 0.025 yang berarti bahwa hubungan antara EPNL dan Lmax berkorelasi secara signifikan.

Tabel 4.4. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 26.931 4.602 5.852 .000

Lmax .768 .049 .915 15.531 .000

a. Dependent Variable: EPNL

Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 0.768 X + 26.931 ……… (4.1)

Dimana: X = Lmax ; Y = EPNL

Dari persamaan (4.1) terlihat bahwa persamaan regresi yang dihasilkan berbentuk persamaan linier positif. Sehingga, semakin tinggi nilai Lmax yang terukur maka semakin tinggi pula nilai EPNL yang dihasilkan.

a) Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel

Mencari t hitung, dari Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa nilai t hitung (tertulis t) adalah 15.531. Sesuai dengan prosedur pada poin


(59)

3.5.2b. Untuk t tabel12 dua sisi, didapatkan angka t(0.025; 47) adalah

2.01174. (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5).

Karena t hitung > t tabel (atau 15.531 > 2.01174), maka H0

ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan, atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL.

b) Berdasarkan probabilitas

Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0.000, atau probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka H0 ditolak, atau Koefisien

regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta (26.931) dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 5.852, sedangkan t tabel hanya 2.01174. begitu juga probabilitas jauh di bawah 0.025, yakni 0.000.

Untuk menguji kebenaran dari persamaan (4.1) di atas maka nilai Lmax berdasarkan Tabel 4.1. di-input-kan ke persamaan (4.1) dan nilai EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan (4.1) dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.1. Sebagai contoh:

- Diketahui dari Tabel 4.1. bahwa Lmax = 92.10 → EPNL = 0.768 x 92.10 + 26.931 = 97.66 EPNdB

Jadi, berdasarkan nilai Lmax yang diperoleh dari pengukuran dilapangan maka didapatkan nilai EPNL prediksi adalah 97.66 EPNdB sedangkan

12

Junaidi. Titik Persentase Distribusi t d.f. = 1-200. http:/junaidichaniago.wordpress.com diakses pada 20-09-2011 jam 14.33 WIB.


(1)

(2)

LAMPIRAN 6

A. SHU Leq dan Lsm Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

 Pada Titik Ukur 1 (Kantor BPMP)

Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011

Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011

Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011

 Pada Titik Ukur 2 (Musholla)


(3)

Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011

Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011

 Pada Titik Ukur 3 (Rumah Warga)

Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011


(4)

Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011

B. SHU Leq dan Lsm Bandara Juanda Surabaya

 Pada Titik Ukur 1 (Perumahan Griya Karya)

Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011

Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011


(5)

 Pada Titik Ukur 2 (RM Depot)

Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011

Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011

Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011

 Pada Titik Ukur 3 (Kantor Desa)

Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011

JAM Leq JAM Leq JAM Leq

PENGUKURAN dB(A) PENGUKURAN dB(A) PENGUKURAN dB(A)

06.00-07.00 57.5 14.00-15.00 67.6 22.00-23.00 54.9

07.00-08.00 63.7 15.00-16.00 59.7 23.00-24.00 60.4

08.00-09.00 65.4 16.00-17.00 63.0 00.00-01.00 46.3

09.00-10.00 66.0 17.00-18.00 70.1 01.00-02.00 44.4

10.00-11.00 64.7 18.00-19.00 70.0 02.00-03.00 46.3

11.00-12.00 73.8 19.00-20.00 59.8 03.00-04.00 45.7

12.00-13.00 69.2 20.00-21.00 54.8 04.00-05.00 66.2

13.00-14.00 66.7 21.00-22.00 54.4 05.00-06.00 53.0

Lsiang (Ls) 67.0 dB(A)

Lmalam (Lm) 58.7 dB(A)

Lsiang-malam (Ls-m) 66.2 dB(A)


(6)

Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011