Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara

45 3.5.2b. Untuk t tabel 12 dua sisi, didapatkan angka t 0.025; 47 adalah 2.01174. angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5. Karena t hitung t tabel atau 15.531 2.01174, maka H ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan, atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL. b Berdasarkan probabilitas Terlihat bahwa pada kolom Sigsignificance adalah 0.000, atau probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka H ditolak , atau Koefisien regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta 26.931 dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 5.852, sedangkan t tabel hanya 2.01174. begitu juga probabilitas jauh di bawah 0.025, yakni 0.000. Untuk menguji kebenaran dari persamaan 4.1 di atas maka nilai Lmax berdasarkan Tabel 4.1. di-input-kan ke persamaan 4.1 dan nilai EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan 4.1 dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.1. Sebagai contoh: - Diketahui dari Tabel 4.1. bahwa Lmax = 92.10 → EPNL = 0.768 x 92.10 + 26.931 = 97.66 EPNdB Jadi, berdasarkan nilai Lmax yang diperoleh dari pengukuran dilapangan maka didapatkan nilai EPNL prediksi adalah 97.66 EPNdB sedangkan 12 Junaidi. Titik Persentase Distribusi t d.f. = 1-200. http:junaidichaniago.wordpress.com diakses pada 20-09- 2011 jam 14.33 WIB. 46 berdasarkan Tabel 4.1. EPNLnya adalah 98.39 EPNdB, dengan perbedaan selisih sebesar 0.73 EPNdB. Dengan cara yang sama untuk mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran metoda FAA part 36 atau ICAO annex 16 dengan EPNL hasil prediksi berdasarkan korelasi nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel sebagai berikut: Tabel 4.5. Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat EPNL Metode FAA EPNdB Lmax Pengukuran EPNL Prediksi EPNdB Selisih 1. Batavia 18032011 09.38 Landing 737-300 98.39 92.10 97.66 0.73 2. Riau 18032011 09.47 Landing 737-500 92.00 88.00 94.52 -2.52 3. Batavia 18032011 09.56 Landing 737-400 98.38 92.00 97.59 0.79 4. Wings 18032011 10.04 Landing 72-212A 95.00 85.60 92.67 2.33 5. TNI 18032011 10.18 Landing HERCULES 97.85 94.50 99.51 -1.66 6. Batavia 18032011 10.22 Take Off 737-300 106.74 101.30 104.73 2.01 7. Riau 18032011 10.31 Take Off 737-500 101.65 97.20 101.58 0.07 8. Lion 18032011 11.06 Landing 737-900 95.85 91.70 97.36 -1.51 9. Sriwijaya 18032011 11.24 Landing 737-400 97.18 90.50 96.44 0.75 10. Lion 18032011 11.46 Take Off 737-900 104.58 101.90 105.19 -0.61 11. TNI 18032011 12.10 Landing HERCULES 97.79 94.50 99.51 -1.72 12. Wings 18032011 12.26 Landing 72-212A 93.76 84.50 91.83 1.93 13. Riau 18032011 12.36 Landing 737-500 94.25 88.80 95.13 -0.88 14. Charter 18032011 14.41 Landing B1900D 92.28 87.10 93.82 -1.54 15. Sriwijaya 18032011 15.13 Landing 737-200 103.34 93.00 98.36 4.99 16. Lion 18032011 15.18 Take Off 737-900 105.13 102.20 105.42 -0.29 17. Silk 19032011 09.21 Landing A319-100 91.68 85.20 92.36 -0.68 18. Riau 19 032011 09.28 Landing 737-500 98.73 93.00 98.36 0.38 19. Lion 19032011 09.33 Take Off 737-900 103.89 100.70 104.27 -0.38 20. Batavia 19 032011 09.47 Landing A320-200 98.73 93.00 98.36 0.38 21. Batavia 19032011 09.51 Landing 737-300 95.79 90.70 96.59 -0.80 22. Fire Fly 19 032011 10.00 Landing 72-212A 93.46 85.60 92.67 0.79 23. Batavia 19032011 10.09 Take Off 737-400 100.70 95.80 100.51 0.19 24. Silk 19 032011 10.31 Take Off A319-100 99.30 91.10 96.90 2.40 25. Lion 19032011 10.50 Landing 737-900 96.20 91.30 97.05 -0.85 26. Lion 19 032011 11.36 Take Off 737-900 103.30 100.50 104.12 -0.81 27. Lion 19032011 13.24 Landing 737-900 96.01 91.70 97.36 -1.35 28. Wings 19 032011 14.02 Landing 72-212A 94.93 85.50 92.60 2.34 29. Batavia 19032011 14.20 Landing A320-200 94.59 87.40 94.05 0.54 30. Sriwijaya 19 032011 14.35 Landing 737-200 99.78 92.60 98.05 1.73 31. Lion 19032011 14.56 Landing 737-900 96.18 91.70 97.36 -1.18 32. Riau 19 032011 15.03 Landing 737-500 94.81 90.50 96.44 -1.63 33. Sriwijaya 19032011 15.18 Take Off 737-200 109.32 106.20 108.49 0.83 34. Lion 19 032011 15.52 Landing 737-900 96.26 91.10 96.90 -0.64 35. Lion 19032011 15.58 Take Off 737-900 104.04 100.60 104.19 -0.15 47 No. Nama Pesawat Tanggal Jam Jenis Operasi Tipe Pesawat EPNL Metode FAA EPNdB Lmax Pengukuran EPNL Prediksi EPNdB Selisih 36. Pelita 20032011 08.56 Landing F28-0100 91.93 86.00 92.98 -1.05 37. Batavia 20032011 09.32 Landing 737-300 97.14 91.00 96.82 0.32 38. Garuda 20032011 09.36 Take Off 737-800 100.88 97.30 101.66 -0.78 39. Pelita 20032011 09.49 Take Off F28-0100 100.36 97.90 102.12 -1.76 40. Lion 2003 2011 09.56 Take Off 737-900 103.88 100.20 103.88 0.00 41. Riau 20032011 10.18 Take Off 737-500 100.01 94.90 99.81 0.20 42. Batavia 20032011 10.24 Take Off 737-300 102.35 96.90 101.35 1.00 43. Noname 20032011 10.30 Take Off 737-400 99.20 95.30 100.12 -0.92 44. Lion 20032011 10.57 Landing 737-900 96.60 91.60 97.28 -0.68 45. Lion 20032011 13.52 Landing 737-900 96.27 91.80 97.43 -1.16 46. Wings 20032011 14.14 Take Off 72-212A 91.10 89.00 95.28 -4.18 47. Sriwijaya 20032011 14.31 Landing 737-200 104.41 93.60 98.82 5.59 48. Lion 20032011 14.48 Landing 737-900 94.83 91.20 96.97 -2.14 49. Air Asia 20032011 15.58 Landing A320-200 95.86 88.50 94.90 0.96 Selisih rata-rata -0.013 Berdasarkan data pada Tabel 4.5. di atas dapat dibuat grafik seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 4.3. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL Prediksi Jika nilai perbedaan selisih tersebut dimutlakkan nilai absolute maka rata-rata perbedaannya adalah 0.013 EPNdB. Sehingga dapat dikatakan koreksi yang diperoleh sebesar 0.013 EPNdB. Selain itu, dari sekian banyak pesawat yang terukur di bandara Pekanbaru terlihat pula 48 bahwa nilai perbedaan selisih terbesar diperoleh pesawat tipe 737-200 Sriwijaya dengan selisih sebesar 5.59 EPNdB. Besar kecilnya nilai perbedaan yang terjadi ini memperlihatkan bahwa persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai EPNL di bandara tersebut tanpa melakukan penghitungan EPNL tanpa tahapan yang panjang. Cukup dengan mengetahui nilai Lmax dari tiap pesawat yang akan diketahui nilai EPNLnya. Semakin kecil nilai perbedaan yang dihasilkan semakin akurat nilai EPNL yang didapatkan. Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200 memiliki selisih rata-rata 3.29 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300 memiliki selisih rata-rata 0.65 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki selisih rata-rata 0.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-500 memiliki selisih rata-rata -0.73 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki selisih rata-rata -0.84 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200 memiliki selisih rata-rata 0.63 EPNdB, pesawat dengan tipe A319-100 memiliki selisih rata-rata 0.86 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki selisih rata-rata -1.41 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A memiliki selisih rata-rata 0.64 EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules memiliki selisih rata-rata -1.69 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe 737-800 memiliki selisih dengan nilai -0.78 EPNdB dan pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai selisih -1.54 EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe 737-800 dan B1900D yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan 49 demikian untuk bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terdapat pesawat dengan nilai selisih rata-rata terendah adalah tipe Hercules dengan -1.69 EPNdB dan nilai selisih tertinggi adalah tipe 737-200 dengan 3.29 EPNdB.

4.2.2. Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara

Juanda Surabaya Berdasarkan data hasil penghitungan di atas maka dengan bantuan software statistik SPSS 19 bisa dicari korelasi antara EPNL dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.6. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Correlations EPNL Lmax EPNL Pearson Correlation 1 .852 Sig. 2-tailed .000 N 135 135 Lmax Pearson Correlation .852 1 Sig. 2-tailed .000 N 135 135 . Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. Dari hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi antara EPNL dan Lmax sebesar 0.852. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax. Tanda ‘+’ pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai EPNL akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan pada bagian kedua tabel kolom Sig. 2-tailed didapatkan angka probabilitas 50 0.000 0.025 yang berarti bahwa hubungan antara EPNL dan Lmax berkorelasi secara signifikan . Tabel 4.7. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di Bandara Juanda Surabaya Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 Constant 26.062 3.869 6.736 .000 Lmax .778 .042 .852 18.755 .000 a. Dependent Variable: EPNL Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0.778 X + 26.062 ……………..…….…….…… 4.2 Dimana: X = Lmax ; Y = EPNL Dari persamaan 4.2 dapat dilihat bahwa persamaan regresi yang dihasilkan berbentuk persamaan linier positif. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi nilai Lmax yang terukur maka semakin tinggi pula nilai EPNL yang dihasilkan. a Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel Mencari t hitung, dari Tabel 4.7. di atas terlihat bahwa nilai t hitung tertulis t adalah 18.755. Sesuai dengan prosedur pada poin 3.5.3b Untuk t tabel dua sisi, didapatkan angka t 0.025; 133 adalah 1.97796. Karena t hitung t tabel atau 18.755 1.97796, maka H ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan, atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL. 51 b Berdasarkan probabilitas Terlihat bahwa pada kolom Sigsignificance adalah 0.000, atau probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka H ditolak , atau Koefisien regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta 26.062 dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 6.736, sedangkan t tabel hanya 1.97796. begitu juga probabilitas jauh di bawah 0.025, yakni 0.000. Untuk menguji kebenaran dari persamaan di atas maka nilai Lmax berdasarkan Tabel 4.2. di-input-kan ke persamaan 4.2 dan nilai EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan 4.2 dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.2. Sebagai contoh: - Diketahui dari Tabel 4.2. bahwa Lmax = 97.70 → EPNL = 0.778 x 97.70 + 26.062 = 98.26 EPNdB Jadi, berdasarkan prediksi dari nilai Lmax yang diperoleh berdasarkan pengukuran di lapangan diperoleh nilai EPNL prediksi adalah 98.26 EPNdB sedangkan berdasarkan Tabel 4.2. EPNLnya adalah 97.70 EPNdB dengan perbedaan selisih sebesar 0.56 EPNdB. Dengan cara yang sama untuk mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran metoda FAA part 36 atau ICAO annex 16 dengan hasil prediksi berdasarkan korelasi nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel sebagai berikut: