Gejala Klinis Diagnosis Gambaran Karakteristik Penderita Rinosinusitis Tipe Dentogen di RSUP H. Adam Malik Medan 2009-2012

Menurut Drakhe 1997 dalam Paramasivan 2011 pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontial ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya rinosinusitis maksila

2.4.4 Gejala Klinis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyerirasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok post nasal drip. Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas rinosinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain referred pain. Nyeri pipi menandakan rinosinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan rinosinusitis etmoid, nyeri di dahi atau diseluruh kepala mendandakan rinosinusitis frontal. Pada rinosinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada rinosinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. . Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Keluhan rinosinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis sino-bronkitis, bronkiektasis dan yang paling penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Universitas Sumatera Utara Menurut Mansjoer 2001 dalam Paramasivan 2011 rinosinusitis maksilaris dari tipe dentogen harus dapat dibedakan dengan rinogen karena terapi dan prognosis keduanya sangat berlainan. Pada rinosinusitis maksilaris tipe dentogen ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Disamping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada rinosinusitis tipe dentogen. Gejala rinosinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari tipe rinogen.

2.4.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis didapati riwayat rinore purulen dan biasanya bau, riwayat infeksi atau trauma pada gigi, sumbatan hidung, nyeri tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung post nasal drip, batuk, anosmia atau hiposmia, nyeri periorbital dan nyeri gigi Hoesin, 2012. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapati temuan yang terbatas dan tidak spesifik. Pembengkakan periorbital, dahi dan pipi terkadang. Rongga mulut dan orofaring juga harus diperiksa untuk menilai keadaan gigi dan menilai adanya post nasal drip. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapati hiperemi mukosa dan edema pada septum dan bagian inferior. Hal ini memungkinkan untuk menilai sekret yang mukopurulen Lane A.P dan Kennedy D.W, 2003. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media pada rinosinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal atau di meatus superior pada rinosinusitis etmoid posterior dan sfenoid Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga ke nasofaring. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral hidung Hoesin, 2012. Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan air fluid level atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan baku emas diagnosis rinosinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis rinosinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Pemeriksaaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus mediussuperior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Menurut Ross 1999 dalam Paramasivan 2011 kebanyakan rinosinusitis disebabkan infeksi Streptococcus Pneumoniae, Haemophilus Influenza, Moraxella Catarrhalis. Gambaran bakteriologik dari rinosinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram negatif sehingga menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung. Pemeriksaan lanjutan berikutnya yang dapat dilakukan adalah sinuskopi, dimana pemeriksaan ini dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskopi bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Diagnosis rinosinusitis kronik ditegakkan secara klinis mengikuti kriteria yang disusun oleh American Academy of Otorhinolaryngology, dengan kehadiran 2 atau lebih gejala signifikan seperti penyumbatan hidungpembengkakanblok, rinorea anteriorposterior, hiposmiaanosmia,dan nyeri wajah yang berlangsung lebih dari 12 minggu, disamping itu juga bisa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lanjutan seperti nasal endoskopi danatau CT scan. Marambaia et al, 2013. Universitas Sumatera Utara 2.4.6 Penatalaksanaan 2.4.6.1 Medikamentosa