Lokasi gigi yang terbanyak menyebabkan rinosinusitis dentogen adalah gigi molar pertama, premolar kedua, dan premolar pertama. Akar gigi premolar
kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai dari sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan langsung dengan mukosa sinus maksila
sehingga dapat terjadi penyebaran infeksi bakteri langsung dari akar gigi ke dalam sinus maksila Farhat, 2007.
2.4.2 Etiologi
Beberapa etiologi dari rinosinusitis dentogen adalah: •
Penjalaran infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering
terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai
sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal. Ross 1999 dalam Paramasivan 2011
• Prosedur ekstraksi gigi, pencabutan gigi ini dapat menyebabkan
terbukanya dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi. Saragih 2007 dalam Paramasivan 2011
• Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi
dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus. Prabhu et al 2009 dalam Paramasivan 2011
• Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan
sinus maksila. Ross 1999 dalam Paramasivan 2011 •
Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan. Saragih 2007
dalam Paramasivan 2011 •
Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis Mangunkusumo Rifki 2001 dalam Paramasivan 2011
• Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila seperti kista
radikuler dan folikuler Prabhu et al 2009 dalam Paramasivan 2011
Universitas Sumatera Utara
• Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis. Mangukusumo dan Soetjipto 2007 dalam Paramasivan 2011
2.4.3 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar mucociliary clearance di dalam KOM. Mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa
hari tanpa pengobatan. Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007. Menurut Kieff Busaba 2004 dalam Paramasivan 2011 terjadinya
obstruksi ostium sinus juga akan menyebabkan hipoksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas
yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.
Menurut Prabhu et al, 2009 dalam Paramasivan 2011 kejadian rinosinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri
anaerob menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Drakhe 1997 dalam Paramasivan 2011 pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga
membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk
pus. Abses periodontial ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila
sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga
terjadinya rinosinusitis maksila
2.4.4 Gejala Klinis