Lahirnya Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Againts Women CEDAW

masyarakat internasinal telah lama memberikan perhatian terhadap kesetaraan gender ini, antara lain dapat dilihat dari agenda berikut ini : 1 Tahun 1951 Konvensi ILO 100 tentang Persamaan Upah. 2 Tahun 1952 Konvensi tentang Hak Politik Perempuan. 3 Tahun 1956 Konvensi Tambahan tentang Penghapusan Perbudakan. 4 Tahun 1957 Konvensi mengenai Kewarganegaraan Perempuan yang Menikah. 5 Tahun 1962 Konvensi mengenai Ijin Perkawinan, Usia Minimum Perkawinan. 6 Tahun 1974 Deklarasi Perlindungan Perempuan dan Anak Dalam Situasi Darurat. 7 Tahun 1979 Adopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. 8 Tahun 1981 CEDAW mulai berlaku efektif 9 Tahun 2000 Protokol Optional CEDAW. Demikian sejarah dan latar belakang pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan yang telah dilakukan oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia.

B. Lahirnya Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Againts Women CEDAW

Convention on the elimination of All Forms of Discrimination Against Women CEDAW adalah salah satu konvensi utama internasional hak asasi manusia. Berdasarkan resolusi Mahkamah Umum No. 34180 tanggal 18 Universitas Sumatera Utara Desember 1979, CEDAW terbuka untuk diadopsi dan diratifikasi oleh negara anggota PBB. Tiga tahun kemudian CEDAW, yang memuat 30 pasal, secara formal dinyatakan sebagai dokumen internasional entry into force tertanggal 3 September 1981. CEDAW sendiri telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 71984 tanggal 24 Juli 1984. Sayangnya, Indonesia mereservasi Pasal 29 ayat 1. Ini mengandung arti bahwa Indonesia tidak mengakui suatu mekanisme abritrase maupun penyelesaian di Pengadilan Intemasional, jika terdapat problem interpretasi isi konvensi dengan negara lain. Isi pasal tersebut sebagai berikut: Any dispute between two or more States Parties concerning the interpretation or application of the present Convention which is not settled by negotiation shall, at the request of one of them, be submitted to arbitration. If within six months from the date of the request for arbritation the parties are unable to agree on the organization of the arbitration, any one of those parties may refer the dispute to the International Court of Justice by request in conformity with the Statue of the Court. CEDAW pada dasarnya memiliki tiga prinsip utama. Pertama, prinsip persamaan menuju persamaan substantif yakni memandang persamaan hak lelaki dan perempuan. Prinsip ini mengakui bahwa benar adanya perempuan itu berada pada posisi yang lemah atau tidak setara serta tidak seimbang, oleh sebab itu perempuan harus diberlakukan secara berbeda dengan outputnya yaitu manfaat hasil akhir yang setara. 29 29 Valentina Sagala, Ellin Rozana, Pergulatan Feminisme dan HAM, Bandung, Institut Perempuan, 2007, hal. 17-18. Kedua, prinsip non diskriminasi terutama diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pemenuhan kebebasan-kebebasan dasar dan hak asasi manusia. Ketiga, prinsip kewajiban negara bahwa negara peserta adalah aktor utama yang memiliki tanggungjawab untuk memastikan terwujudnya Universitas Sumatera Utara persamaan hak lelaki dan perempuan dalam menikmati semua hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik. Prinsip kewajiban Negara ini tertuang di dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 serta Pasal 18 CEDAW, mengenai pembuatan laporan pelaksanaan konvensi. Prinsip ini memiliki tujuan bahwa negara berkewajiban untuk tidak menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan serta mengharuskan negara untuk tidak membuat peraturan perundang-undangan, kebijakan, program-program dan lain-lain yang baik secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan perempuan tidak dapat menikmati secara setara hak-haknya. Negara juga berkewajiban untuk menyediakan peralatan, cara, kesempatan, mekanisme yang efektif untuk melindungi hak asasi perempuan. 30 a Persamaan kesempatan bagi lelaki maupun perempuan. Ringkasnya prinsip persamaan substantif yang dianut oleh CEDAW adalah: Pertama, Langkah-langkah untuk merealisasikan hak-hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi kesenjangan, adanya perbedaan atau keadaan yang merugikan perempuan. Kedua, Persamaan substantif dengan pendekatan koreksi merupakan langkah khusus agar perempuan memiliki akses dan menikmati manfaat yang sama seperti halnya lelaki pada kesempatan dan peluang yang ada. Ketiga, CEDAW mewajibkan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : 30 Kelompok Kerja Convention Watch, Hak Azasi Perempuan , Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2012, hal. 381-383. Universitas Sumatera Utara b Persamaan lelaki dan perempuan untuk menikmati manfaant dan penggunaan kesempatan itu yang berarti bahwa lelaki dan perempuan menikmati manfaat yang samaadil. c Hak hukum yang sama antara lelaki dan perempuan dalam kewarganegaraan, perkawinan dan hubungan keluarga dan perwalian atas anak. d Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Sementara itu, Prinsip Non-Diskriminasi dimuat dalam Pasal 1 CEDAW sebagai berikut: demi tujuan konvensi ini, maka istilah diskriminasi terhadap perempuan’ akan berarti pembedaan, pengesampingan, atau pembatasan, yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penjaminan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan pokok kaum perempuan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar kesetaraan antara lelaki dan perempuan. Pasal 1 ini merupakan definisi kerja arti diskriminasi terhadap perempuan yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi kelemahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan formal atau netral. Perhatikan kata kuncinya ...pengaruh atau tujuan... Barangkali suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan tidak dimaksudkan untuk peniadaan pemenuhan hak perempuan tetapi apabila mempunyai pengaruh atau dampak merugikan terhadap perempuan untuk jangka pendek atau jangka panjang, dianggap sudah diskriminatif. Adapun yang tidak termasuk bentuk diskriminasi adalah affirmative actions Pasal 4 CEDAW yakni langkah-langkah khusus sementara temporary special measures yang Universitas Sumatera Utara dilakukan untuk mencapai persamaan perlakuan dan kesempatan antara lelaki dan perempuan. Pada Pasal 5 ayat 2 disebutkan pula perlindungan kehamilan dan kehamilan sebagai fungsi sosial. Pasal 2 hingga Pasal 16 memuat daftar situasi dan kondisi serta hal-hal apa yang menjadi tanggung jawab negara dalam rangka mengeliminasi diskriminasi terhadap perempuan sebagai berikut: Pertama, Mengakhiri diskriminasi dengan cara menjamin hak-hak perempuan melalui aturan perundang-undangan dan kebijakan di level domestik. Kedua, Menjamin pelaksanaan praktis dari hak-hak tersebut melalui langkah-langkah atau aturan khusus dengan menciptakan kondisi yang kondusif dalam meningkatkan kesempatan akses perempuan pada peluang dan kesempatan yang ada. Ketiga, Mengadopsi mekanisme sanksi bagi pelaku kejahatan diskriminasi dan penyelenggaraan perlindungan hukum. Perlindungan ini dilakukan dengan cara menghapus aturan-aturan yang memberikan peluang terjadinya praktek-praktek diskriminasi. Keempat, Negara juga bertanggungjawab melakukan upaya mengeliminasi diskriminasi yang dilakukan orang per orang, keluarga, organisasi dan swasta. Konvensi juga memuat peran negara untuk melakukan perubahan di bidang sosial dan budaya yang melanggengkan dominasi dan menghambat pemenuhan prinsip persamaan lelaki dan perempuan. Pada titik ini, negara harus melakukan pendidikan keluarga yang bertujuan untuk membangun pengertian mengenai tanggung jawab bersama bagi lelaki suami dan perempuan isteri dalam pemeliharaan dan perkembangan anak. Konvensi ini juga menaruh perhatian pada kasus perdagangan dan eksploitasi perempuan. Universitas Sumatera Utara CEDAW: Tolak Ukur dalam Pemenuhan Hak Sipil Perempuan. CEDAW dalam hal ini memberikan alat analisis bagi problem-problem utama yang dihadapi kaum perempuan. Pertama, kebijakan-kebijakan negara termasuk peraturan perundang-undangan yang memuat aturan djskriminatif terhadap perempuan. Kedua, situasi dimana partisipasi permpuan ditingkat politik, sosial , ekonomi dan budaya masih rendah bahkan diabaikan. Ketiga, adanya fakta dimana kemiskinan kaum perempuan berkaitan erat dengan pelanggaran terhadap akses atas pangan, kesehatan, pendidikan, pelatihan dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan. Keempat, penghapusan dan eliminasi terhadap dominansi atas perempuan merupakan hal esensial bagi pemenuhan hak-hak asasi . Dari keempat problem tsb, saya berasumsi bahwa masih terjadi tindakan diskriminatif terhadap perempuan terutama menyangkut pemenuhan hak sipilnya. Selain itu terjadi juga disparitaskesenjangan ketika jargon kesetaraan jender dimunculkan. Berikut ini, ada beberapa isu strategis yang diidentifikasi oleh Komite P3B yakni Committee on the Elimination of Discrimination against Women. Di sini saya hanya mencantumkan yang terkait dengan isu hak sipil perempuan saja: Peraturan perundang-undangan masih bertentangan dengan isi CEDAW berkenaan dengan : a keluarga dan perkawinan, termasuk poligami, usia perkawinan, perceraian dan syarat persetuuan suami dalam pembuatan paspor, b hak-hak ekonomi, termasuk kepemilikan tanah, akses pinjaman dan kredit, serta persetuuan suami jika isteri bekerja pada malam hari, Universitas Sumatera Utara c kesehatan, termasuk persetujuan suami untuk melakukan strerilisasi atau aborsi, walau keselamatan istri dalam kondisi terancam. Sejauh mana perempuan Muslim dapat memilih aplikasi hukum publik selain dari hukum Islam yang diberlakukan padanya jika ia seorang Muslimah. Larangan perkawinan antar agama, khususnya perempuan Muslim yang akan mendapat tentangan keras saat ia memutuskan menikahi lelaki non Muslim, namun tidak berlaku jika lelaki muslim menikahi perempuan non Muslim, artinya telah terjadi diskriminasi ganda. Adanya norma sosial, agama dan budaya yang memposisikan lelaki sebagai kepala rumah tangga sehingga posisi perempuan subordinat terhadap posisi suaminya. Strereotipe perempuan yang tradisional masih melekat bahkan buku teks pun masih menganut nilai-nilai lama tentang perempuan, misalnya, ibu Budi menyapu, ayah Budi membaca koran. Angka pengangguran perempuan yang serius, perbedaan jumlah upah, segregasi pekerjaan dimana perempuan bekerja dengan upah rendah dan menjadi pekerja kasar. Dari beberapa poin yang diidentifikasi oleh Komite tersebut, saya berasumsi bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi perempuan, dan juga terjadinya desparasikesenjangan jender ketika perempuan akan menikmati hak sipilnya. Saya berpijak pada pemahaman bahwa hak sipil adalah hak yang berkenaan dengan peran individu yang bersangkutan sebagai warga negara. Karenanya, sebagai warga negara yang terikat kontrak ia memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya yang berkelamin lelaki.

C. Beberapa Prinsip Dasar dari CEDAW