BAB II KEDUDUKAN PEREMPUAN BERDASARKAN KONVENSI
INTERNASIONAL
A. Kedudukan Perempuan Berdasarkan Konsep Mengenai Gender
Perempuan dan perannya memang selalu mengundang kontroversi, terutama di era yang menjunjung tinggi persamaan hak antara wanita dengan pria.
Tuntutan ini akrab dengan istilah Kesetaraan Gender. Jika membahas mengenai gender dan peran sosial yang dimainkannya di Indonesia, maka hal ini tidak
terlepas dari budaya atau kultur yang kental akan budaya patriarki. Budaya patriarki adalah budaya yang menjadikan kaum laki-laki sebagai
pusat otoritas kekuasaan, kedudukan lelaki yang lebih tinggi dari perempuan. Laki-laki sebagai pusat otoritas dalam mengambil keputusan yang di dalamnya
terdapat kaum perempuan yang terlibat, seperti dalam keluarga maupun organisasi. Laki-laki identik sebagai ketua atau penanggung jawab. Pada zaman
dahulu, hal ini memang dipegang teguh oleh semua orang dan mereka yakin bahwa pria memang bertanggung jawab penuh sebagai seorang pemimpin.
Dengan begitu besarnya porsi laki-laki dalam hal tanggung jawab membuat laki-laki memiliki pengaruh yang kuat dan mutlak. Di keluarga,
misalnya, jika kepala keluarga sudah megatakan sesuatu hal, maka seluruh anggota keluarga akan menyepakati. Hal ini juga berlaku dalam hal pengambilan
keputusan akan masalah yang terjadi di keluarga. Tradisi inilah yang membuat peran perempuan tenggelam dan tidak berkembang. Perempuan cenderung pasrah
Universitas Sumatera Utara
dan nrimo menerima akan keputusan apa pun yang diambil, meski tidak jarang mengorbankan kepentingannya.
Hal ini tentu berakibat kemampuan perempuan dalam hal berpikir kritis pun semakin tumpul. Ruang gerak perempuan terbatas hanya di ranah urusan
rumah tangga. Tentu saja hal ini kelak membuat sekelompok perempuan jenuh dan memberontak. Demikian pula diskriminasi terhadap perempuan adalah istilah
yang layak digunakan untuk mendefinisikan dampak patriarki ini. Kesetaraan gender adalah istilah yang mewakili aspirasi yang disuarakan oleh sekelompok
perempuan yang merasa terkekang akan tradisi dan budaya yang sudah kuat terbangun ini.
Kesetaraan gender didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana semua manusia baik laki-laki maupun perempuan bebas mengembangkan kemampuan
personal mereka dan membuat pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu
sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.
Secara umum, gender itu berasal dari bahasa latin “genus” yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan
perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya.
10
10
Saparinah Sadli, Pengantar Tentang Kajian Wanita, dalam T.O Ihromi ed Kajian
Wanita Dalam Pembangunan. Yayasan Obor , Jakarta, 1995, Hal. 14.
Kalau begitu antara gender dengan seks adalah sama? Pertanyaan itu sering muncul dari pengertian
kata asli dari genus atau gender itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Gender itu sendiri adalah kajian perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat
tertentu dan pada masa waktu tertentu pula. Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan
oleh Tuhan. Misalnya laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan menghamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, bisa mengandung dan
melahirkan serta menyusui dan menopause.
11
Dalam melaksanakan peran ataupun tingkah laku yang diproses pembentukannya di masyarakat itu terjadi pembentukan yang “mengharuskan”
misalnya perempuan itu harus lemah lembut, emosional, cantik, sabar, penyayang, sebagai pengasuh anak, pengurus rumah dan lainnya. Sedangkan laki-laki harus
kuat, rasional, wibawa, perkasa, pencari nafkah dan lain sebagainya. Proses pembentukan yang diajarkan secara turun-temurun oleh orangtua kita,
masyarakat, bahkan lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau tanpa sengaja memberikan peran perilaku yang sehingga membuat kita berpikir bahwa
Begitu juga terhadap bentuk hubungan gender dengan seks jenis kelamin. Dapt dikatakan bahwa hubungannya adalah sebagai hubungan sosial
antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan.
Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedan suku, agama, status sosial maupun nilai
tradisi dan norma yang dianut.
11
Ibid Hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
memang demikianlah adanya peran-peran yang harus kita jalankan. Bahkan, kita menganggapnya sebagai kodrat.
Selain itu ada juga beberapa pendapat tentang gender. Berikut ini beberapa pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
1. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran
perempuan ditentukan.
12
2. Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu.
13
3. Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya.
14
4. Gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk
menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin.
15
Perbedaan gender tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender gender inequality. Namun, yang menjadi persoalan adalah
bahwa perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan, terutama kaum perempuan. Ketidakadilan
gender merupakan system dan struktur di mana baik kaum laki-laki maupun kaum perempuan menjadi korban dari system tersebut.
Untuk memahami bagaimana peran gender melahirkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan yang ada, yakni;
12
Suprijadi dan Siskel, Gender. PT. Danur Wiajay Press, Surabaya, 2004 Hal. 76
13
WHO, Gender and Feminism in Politic, dalam Said Khan Wanita, Gender dan Feminisme Perjuangan Partisipasi Politik Kaum Perempuan. 2011. Hal. 10
14
Azwar, Teror Dalam Tatanan Struktur Politik. PT. Gramedia; Jakarta, 2001 Hal. 52
15
Ibid Hal. 52.
Universitas Sumatera Utara
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan streotipe atau melalui pelabelan
negatif, kekerasan violence, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak burden, serta sosialisasi ideology nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan
gender ini tidak bisa dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan dan berhubungan, saling mempengaruhi secara dialektis.
16
B. Gender Sebagai Suatu Bentuk Yang Harus Diutamakan