marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan streotipe atau melalui pelabelan
negatif, kekerasan violence, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak burden, serta sosialisasi ideology nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan
gender ini tidak bisa dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan dan berhubungan, saling mempengaruhi secara dialektis.
16
B. Gender Sebagai Suatu Bentuk Yang Harus Diutamakan
Hingga saat ini berbagai instrumen yuridis telah dibuat untuk mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Komitmen pemerintah melalui
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender juga sangat tinggi. Namun, dalam kenyataannya ketimpangan
gender dalam segala aspek kehidupan tetap terjadi, sehingga sangat perlu dilakukan identifikasi terhadap berbagai faktor yang menjadi penyebabnya agar
diperoleh solusi yang tepat sesuai dengan persoalannya. Wacana tentang isu gender sudah menjadi isu yang mendunia.
Pada umumnya isu gender yang paling sering dibahas adalah masalah
status dan kedudukan perempuan di masyarakat yang masih dinilai subordinal atau marginal. Persoalan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender bukanlah
persoalan sederhana dan berdimensi lokal, namun persoalan ini ditemui di seluruh belahan dunia, serta berkaitan erat dengan segala sendi kehidupan manusia. Maka
tidaklah mengherankan jika boleh dikatakan perjuangan para pemerhati masalah perempuan, untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender yang sudah
16
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Trasformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1991, hal. 8 – 9.
Universitas Sumatera Utara
sekian lama seolah-olah jalan di tempat, atau paling sedikit hasil yang dicapai belum sesuai dengan harapan.
Jika dilihat dari sejarah perhatian dunia secara formal mengenai persamaan antara lakilaki dan perempuan sudah dimulai pada tahun 1948 melalui suatu
deklarasi yang disebut sebagai The Universal Declaration of Human Rights Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
PBB, dan tahun 1976 dilengkapi menjadi The International Bill of Human Rights Pernyataan Hak Asasi Manusia. Dalam prakatanya Presiden Amerika
pada saat itu Jimmy Carter menyatakan bahwa Piagam PBB berbicara tentang keyakinan pada hak asasi manusia yang fundamental, pada martabat dan
penghargaan manusia, pada persamaan hak laki-laki dan perempuan dan bangsa- bangsa besar dan kecil. Pernyataan tersebut secara implisit mengemukakan bahwa
ada ketidaksamaan hak antara laki-laki dan perempuan didunia ini, sehingga perlu dibuat dalam sebuah pernyataan agar negara, maupun masyarakat, mengindahkan
persamaan hak tersebut sebagai sebuah hak asasi manusia. Kesetaraan gender juga sangat penting artinya dalam peningkatan kualitas
kehidupan keluarga melalui penurunan tingkat fertilitas dalam sebuah keluarga. Seperti tingkat kesetaraan gender yang tinggi sangat diperlukan bagi negara-
negara berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dalam rangka menurunkan tingkat fertilitas di negara-negara tersebut. Penurunan
fertilitas ini terjadi melalui kesetaraan gender di empat bidang yaitu kesetaraan ekonomipendapatan, kesetaraan waktu kerja dalam mencari nafkah, kesetaraan
Universitas Sumatera Utara
peran dalam kemasyarakatan, kesetaraan dalam pengambilan keputusan penting dalam rumah tangga.
Peningkatan kesetaraan gender pada empat bidang tersebut mengakibatkan penurunan fertilitas melalui hak reproduksi istri, yang pada akhirnya berdampak
pada peningkatan kualitas keluarga. Dengan demikian jika pemerintah menginginkan terjadi penurunan fertilitas di dalam sebuah keluarga, maka cara
tidak langsung yang dapat digunakan adalah melalui peningkatan maupun pemahaman bahwa kesetaraan gender merupakan hal yang harus diutamakan
dalam setiap sisi kehidupan manusia. Negara Indonesia telah sejak lama memiliki pendekatan kebijakan untuk
program-program khusus perempuan, yang dilaksanakan melalui Program Nasional P2W-KSS Peningkatan Peran Wanita Untuk Membina Keluarga Sehat
dan Sejahtera. Karena peran utama perempuan terutama dinilai sebagai peran rumah tangga, maka program-program seperti itu terutama difokuskan pada
kesejahteraan keluarga dan upaya untuk mendapatkan tambahan penghasilan keluarga sehingga program-program pembangunan lainnya tidak diwajibkan
bersifat responsif terhadap gender. Akibatnya, secara keseluruhan tidak dijumpai adanya kesadaran kelembagaan mengenai kaitan antara pemberdayaan perempuan
dan pembangunan berkelanjutan. Gender sebagai suatu bentuk yang harus diutamakan sesungguhnya sudah
diamanatkan melalui Instruksi PresidenINPRES Pengarusutamaan Gender No. 92000, yang mengharuskan semua instansi pemerintah di tingkat nasional dan
daerah, untuk mengarusutamakan gender ke dalam perencanaan, implementasi,
Universitas Sumatera Utara
monitoring dan evaluasi seluruh kebijakan dan program. Menurut INPRES tersebut, Kementrian dan lembaga ditingkat nasional dan lokal harus mengatasi
persoalan ketidak-setaraan gender dan menghapuskan dikriminasi gender. Peraturan Menteri Dalam NegeriKepmendagri No. 152008 berisi pedoman untuk
pelaksanaan pengarusutamaan gender di tingkat propinsi dan kabupaten. UUD Negara Indonesia dan ratifikasi berbagai konvensi internasional menunjukkan
komitmen negara terhadap kesetaraan gender dan menyebabkan dikeluarkannya berbagai undang-undang lokal yang efektif.
Sasaran-sasaran kesetaraan gender mendapat penguatan lebih lanjut dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 92000 mengenai Pengarusutamaan
Gender pada bulan Desember 2000, yang dilengkapi dengan Manual Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang mengklarifikasi
peran dan tanggung jawab pengarusutamaan gender di lingkungan departemen- departemen dan instansi-instansi pemerintah. Lima instansi pemerintah, yaitu
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Pertanian, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Menengah Kecil, Departemen Pendidikan
Nasional dan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, telah berpartisipasi dalam suatu program percontohan menggunakan Jalur Analisa
Gender atau Gender Analysis Pathway GAP, yang dikembangkan oleh Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dengan dukungan dari CIDA.
Perangkat analisa yang sederhana ini digunakan untuk membantu melakukan analisa gender, menyusun perencanaan, kebijakan dan pembangunan
program yang sensitif terhadap gender serta menawarkan peluang-peluang untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan pengembangan lebih lanjut kepada kelompok-kelompok pemerintah, pengusaha dan pekerja.
C. Prinsip Tentang Kesetaraan Gender