BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya kesetaraan merupakan penopang utama dalam membangun dan menegakkan proses demokrastisasi karena secara nyata dapat
menjamin terbukanya akses dan peluang bagi seluruh elemen masyarakat. Dalam proses ini, tidak tercapainya cita-cita demokrasi dapat diakibatkan oleh perlakuan
yang diskriminatif ataupun tindakan dari mereka yang dominan baik secara struktural maupun secara kultural. Jenis perlakuan diskriminatif ini merupakan
konsekusensi logis dari suatu pandangan yang bias dan posisi asimetris dalam relasi sosial.
Dengan adanya perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan tersebut akan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-
pihak yang termarginalisasi. Hingga saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di berbagai negara di mana
demokrasi telah dianggap sudah tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuanlah yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, sekalipun tidak
tertutup kemungkinan bahwa laki-laki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan suatu hambatan
yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Hal ini terutama sejauh menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih
berpotensi merasakan dampak negatif dari perubahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dari berbagai kajian tentang perempuan, terlihat bahwa kaum perempuan sudah begitu lama mengalami diskriminasi dan kekerasan dalam segala bidang
kehidupan. Berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan telah memperburuk kondisi kehidupan perempuan dan menghambat kemajuan
perempuan. Segala usaha juga telah lama diperjuangkan untuk melindungi hak asasi perempuan dan kebebasan bagi perempuan, namun sampai dewasa ini
hasilnya belum signifikan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan berbagai instrumen nasional tentang
perlidungan hukum terhadap hak asasi perempuan. Di level Perserikatan Bangsa- Bangsa masalah perlindungan hak asasi perempuan sudah sangat dipahami antara
lain melalui Deklarasi Beijing Platform, pada tahun 1995 yang melahirkan program-program penting untuk mencapai keadilan gender. Sedangkan di
Indonesia, upaya tersebut sesungguhnya sudah cukup banyak dilakukan khususnya perlindungan hukum terhadap hak asasi perempuan, baik dalam bentuk
peraturan perundang undangan maupun dalam bentuk kebijakan-kebijakan negara. Namun hak asasi perempuan masih belum terlindungi secara optimal.
Apabila dicermati dengan seksama, sesungguhnya banyak kondisi-kondisi rawan terhadap kemajuan perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia.
Dengan struktur masyarakat patriarkhi, secara sosio-kultural kaum laki-laki lebih diutamakan dari kaum perempuan, bahkan meminggirkan perempuan. Perilaku
budaya yang menetapkan perempuan pada peran ibu dan istri merupakan hambatan besar dalam pemajuan hak asasi perempuan. Di samping itu,
Universitas Sumatera Utara
interpretasi keliru dari ajaran agama tentang gender telah mengurangi universalitas hak asasi perempuan di Indonesia.
Dengan lambatnya pemajuan perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia, maka nampaknya diperlukan upaya-upaya disamping kegiatan
sosialisasi yang optimal mengenai hak asasi perempuan, juga penambahan Peraturan Perundang-undangan tentang hak asasi perempuan. Di samping itu,
dengan banyaknya masalah yang muncul tentang kehidupan perempuan, maka perangkat undang-undang masih sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan-
persoalan perempuan, seperti eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan, persoalan perempuan di wilayah konflik, prostitusi dan lain-lainnya.
Demikian juga jika melihat begitu jauhnya prinsip keadilan yang seharusnya tertanam dala diri setiap manusia. Jadi tidak selayaknya hanya karena
perbedaan gender maka berbeda perlakuan terhadap mereka yang dalam hal ini adalah kaum perempuan. Apabila dikaji lebih mendalam lagi, tentu dapat
diartikan bahwa nilai-nilai kehidupan sosial tersebut mengalami pengkerdilan ataupu luntur termakan oleh berbagai kepentingan yang tidak memperdulikan hak
perempuan. Dalam menelaah masalah berlanjutnya perlakuan yang diskriminatif,
secara eksplisit hambatan dalam menciptakan kebijaksanaan yang setara ini adalah dengan masih bertahannya pemikiran sebagian besar warga masyarakat
termasuk para pengambil keputusan, tentang konsep-konsep tradisional mengenai apakah yang seharusnya menjadi peranan perempuan, apakah peranan laki-laki
Universitas Sumatera Utara
dan bagaimanakah seharusnya hubungan laki-laki dan perempuan, ataupun antara suami dan istri.
Untuk dapat lebih jelas memahami hal ini, dalam studi perempuan dan dalam analisis tentang isu-isu hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam
mengupayakan terwujudnya hasil-hasil pembangunan nasional, telah lahir kebutuhan untuk menggunakan suatu istilah yaitu gender.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya keberpihakan kepada orang yang hak- haknya terpinggirkan mutlak diperlukan. Ini merupakan suatu upaya agar dapat
mewujudkan kembali nilai-nilai keadilan yang dimaksudkan sudah mulai luntur tersebut bahwa setiap orang harus kembali ke posisi aslinya, posisi dimana setiap
orang dipandang sama dalam kedudukan alamiahnya.
1
Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut
dilakukan baik secara individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya-upaya tersebut diarahkan untuk
Kesetaraan perempuan dan laki-laki dimulai dengan dikumandangkannya emansipasi di tahun 1950-1960-an. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum
perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesetaraan perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang
dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, dengan tema Women In Development WID yang memprioritaskan pembangunan bagi perempuan yang dikembangkan
dengan mengintegrasi perempuan dalam pembangunan.
1
Uzair Fauzan dan Heru Prasetio, Teori Keadilan, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2006, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
menjamin kesetaraan hak-hak asasi, penyusun kebijakan yang pro aktif mengatasi kesenjangan gender, dan memberdayakan perempuan demi kemajuan bangsa.
B. Permasalahan