Kajian Umum tentang Kolaborasi Antar Negara menurut Perspektif Hukum

BAB III STATUS HUKUM DEKLARASI RIO BRANCO DAN KOLABORASI SUB- NASIONAL GOVERNOR’S CLIMATE AND FOREST TASK FORCE SEBAGAI SUBJEK DAN SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

A. Kajian Umum tentang Kolaborasi Antar Negara menurut Perspektif Hukum

Internasional Saling ketergantungan antara negara-negara di dunia di berbagai bidang mengharuskan negara-negara melakukan sebuah hubungan internasional. Hubungan yang dimaksud tentunya yang bersifat kerjasama atau kemitraan yang bersifat lintas negara. Dewasa ini, hubungan internasional bukan hanya mengenai hubungan yang dilakukan oleh negara dengan negara saja, tetapi juga hubungan antara negara dengan subjek hukum bukan negara; hubungan antara subjek hukum bukan negara satu sama lain. Faktor saling membutuhkan satu sama lain antar negara-negara di dunia menjadi pendorong pembentukan hubungan internasional yang lebih kompleks. Umumnya hubungan kerjasama internasional yang sering dilakukan adalah pembentukan organisasi internasional. Tipologi organisasi internasional dibedakan atas: 119 organisasi yang bersifat universal dan yang bersifat regional; organisasi terbuka dan tertutup; organisasi politik dan organisasi teknik; organisasi kerjasama dan organisasi integrasi. 119 Boer Mauna., hlm.464 Universitas Sumatera Utara Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional secara sukarela atau atas dasar kesamaan yang bertujuan menciptakan perdamaian dunia dalam tata hubungan internasional. 120 Menurut Pasal 2 ayat 1 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian 1969, organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah. Definisi yang dianggap cukup sempit, karena selain terbatas untuk hubungan pemerintah saja, juga tidak membuat penjelasan mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu organisasi untuk bisa dinamakan organisasi internasional. 121 Namun perkembangan di dunia internasional menunjukkan bahwa organisasi internasional bukan hanya organisasi internasional antar pemerintah inter- govermental organizations- IGO’s namun juga organisasi-organisasi non-pemerintah non-governmental organizations- NGO’s. Istilah “non-governmental organizations ” 122 digunakan sejak berdirinya PBB pada tahun 1945, tepatnya pada pada Piagam PBB Pasal 71 Bab 10 tentang peranan konsultatif non-governmental organization. Istilah ini digunakan untuk membedakan antara hak partisipatif badan- badan pemerintah intergovernmental agencies dan organisasi-organisasi swasta international international private organizations. Organisasi yang bersifat universal adalah organisasi yang keanggotaannya terbuka, dimana semua negara dapat menjadi anggota. Contohnya adalah Perserikatan Bangsa-bangsa PBB. Organisasi yang bersifat regional merupakan organisasi yang keanggotaannya terbatas pada kawasan atau pada negara-negara tertentu, biasanya 120 httpWikipedia.orgcom akses Maret 2016 121 Boer Mauna., hlm.462 122 International NGO INGO pertama kali diberikan dalam resolusi 288 X ECOSOC pada 27 Pebruari 1950: “setiap organisasi internasional yang tidak didirikan atas dasar sebuah perjanjian internasional “. World Bank, mendefenisikan NGO sebagai “organisasi swasta yang menjalankan kegiatan untuk meringankan penderitaan, mengentaskan kemiskinan, memelihara lingkungan hidup, menyediakan layanan sosial dasar atau melakukan kegiatan pengembangan masyarakat” atau organisasi nirlaba yang tidak berkaitan dengan pemerintahan. Universitas Sumatera Utara beranggotakan negara-negara yang berdekatan satu sama lain secara geografis, misalnya ASEAN Association of South East Asian Nations; Perkumpulan Bangsa- bansa Asia Tenggara 1967 untuk kawasan Asia, European Union EU 1992 di kawasan Eropa, dan lain sebagainya. Organisasi terbuka merupakan organisasi yang dapat diikuti oleh negara- negara yang mempunyai kepentingan yang sama dengan prosedur penerimaan yang sederhana dan mudah. Sedang organisasi tertutup hanya menerima negara-negara tertentu yang mempunyai nilai-nilai yang sama serta disetujui penuh oleh negara- negara anggota, contohnya NATO 1949. Berdasarkan bidang kegiatan dan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi tersebut dibagi menjadi organisasi politik dan organisasi teknik. Organisasi politik mempunyai vokasi dan tujuan yang luas, misalnya PBB dan Organisasi negara-negara Amerika OAS. Sedangkan organisasi teknik merupakan organisasi yang mempunyai vokasi tertentu dan wewenang khusus seperti Badan-badan Khusus PBB, misalnya FAO Food and Agriculture Organisation, WHO World Health Organisation, ILO International Labour Organisation. Organisasi yang bersifat integratif dalam bidang-bidang tertentu biasanya ditetapkan dalam akte konstitutif yang bersifat supranasional, di mana wewenang dipindahkan oleh negara ke dalam bidang-bidang tertentu seperti yang ditetapkan dalam akte konstitutif suatu organisasi sebagai instrumen yuridiknya, seperti Pakta untuk Liga Bangsa-bangsa 1919, Piagam Charter untuk PBB, Statuta untuk Dewan Eropa 1949, Konstitusi untuk ILO. Umumnya organisasi-organisasi internasional adalah organisasi kerjasama atau koordinasi. Organisasi kerjasama atau koordinasi antar negara ini jarang mempunyai wewenang untuk membuat norma-norma yang Universitas Sumatera Utara bersifat mengikat negara-negara anggota. Pelaksanaanya pun tergantung oleh negara- negara itu sendiri. A.1. Pengertian Dan Batasan Kolaborasi Antar Negara Hubungan internasional melibatkan interaksi antara unsur-unsur negara yang berbentuk kerjasama atau konfllik dengan dasar pertimbangan kebijakan luar negeri masing-masing negara. Kerjasama adalah upaya yang berupa proses pengakhiran atau pun penyelesaian dari berbagai anekaragam masalah nasional, regional atau global yang muncul dan memerlukan perhatian lebih, di mana pemerintah masing-masing pihak saling melakukan pendekatan dengan membawa usul penanggulangan suatu masalah, melakukan tawar menawar atau mendiskusikan masalah, menyimpulkan bukti-bukti teknis untuk membenarkan suatu usul atau yang lainnya dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan semua pihak. 123 Berdasarkan pengertian tersebut, kerjasama internasional berarti kerjasama yang dilakukan oleh beberapa aktor yang bersifat lintas negara. Ada empat pendekatan yang digunakan untuk membangun kerjasama dalam hubungan internasional, dan sebagai upaya-upaya untuk mewujudkan dan menjaga perdamaian dan keamanan internasional di dalam sistem internasional 124 , yakni: membentuk institusi yang memiliki kewenangan penuh seperti dengan adanya pemerintahan dunia; dengan bekerja sama membentuk aliansi dan koalisi dalam menghadapai masalah bersama; dengan berpartisipasi dalam keamanan bersama 123 Kalevi Jaakko Holsti, International Politics : A Framework for Analyisis, The State, War, and The State of War, Peace and war : Armed Conflicts and International order, 1648-1989, Taming the Sovereigns : Institusional Change in International Politics, The Dividing Dicipline : Hegemony and Diversity in International Theory, 1988, Jakarta : Erlangga, hlm.651 124 Paul R. Viotti and Mark V. Kauppi., “International Relation and World Politic, Security, Economy, Identity” Third Edition, Chapter 6 dengan topik International Cooperation and International Security: International Organizations, Alliances, and Coalitions., Upper Saddle River ,2006. Hlm.192-237 Universitas Sumatera Utara multilateral dan usaha-usaha perdamaian untuk menegakkan hukum internasional,; pembentukan konsensus dan perluasan organisasi-organisasi dan rezim internasional untuk untuk menjalankan tugasnya secara fungsional terhadap berbagai macam isu-isu pada Agenda Global abad 21. Sistem hubungan internasional pada saat ini adalah suatu sistem dengan sistem multipolar, dimana bukan hanya satu atau dua aktor yang sangat berpengaruh melainkan terdapat banyak aktor yang juga memainkan peran penting dalam hubungan internasional. Aktor-aktor tersebut saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain membentuk kerjasama internasional. Dengan demikian, upaya yang terbaik dalam rangka mewujudkan dan menjaga perdamaian dunia adalah dengan kerjasama internasional dan keamanan internasional baik itu kerjasama seperti koalisi, aliansi, keamanan bersama dan kerjasama melalui organisasi internasional. Kerjasama internasional menurut Holsti mempunyai ciri yakni: 125 1. Pandangan bahwa ada dua atau lebih kepentingan, nilai dan tujuan saling bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dipenuhi oleh semua pihak sekaligus;. 2. Persetujuan atas masalah tertentu antara dua negara atau lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan kepentingan atau benturan kepentingan;. 3. Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lainnya untuk membantu negara itu mencapai kepentingannya; 4. Adanya aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi di masa depan yang dilakukan untuk melaksanakan persetujuan; 5. Transaksi dan interaksi antar negara yang dilakukan untuk memenuhi kepentingan mereka. Tingkatan kerjasama dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 126 125 Holsti, hlm.652-653 126 Brian Hocking dan Michael Smith, World Politics: An Introduction to International Relations.1990. New Jersey : Princeton University Perss. hlm : 222 Universitas Sumatera Utara 1. Konsensus, ditandai dengan adanya ketidak-hirauan kepentingan, di antara negara-negara yang terlibat tersebut. 2. Kolaborasi, pada tingkat ini ditandai dengan adanya sejumalh besar tujuan, yang di dalamnya terdapat keterlibatan aktif masing-masing negara untuk menghasilkan kerja bersama. 3. Integrasi, yaitu kerjasama yang ditandai adanya tingkat kedekatan dan keharmonisan di antara negara-negara yang turut serta di dalamnya. Pada tingkat ini kemungkinan benturan kepentingan di antara negara-negara terlibat sangat rendah. Secara harfiah, kolaborasi berarti bentuk penataan kerjasama yang kooperatif beberapa pihak atau aktor baik individual, komunal, organisasi yang bekerja bersama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Biasanya kolaborasi mempunyai suatu visi bersama untuk mencapai manfaat dan hasil positif bagi khalayak yang mereka layani, serta membangun suatu sistem yang saling terkait untuk mengatasi masalah dan memanfaatkan peluang. 127 Pada dasarnya kolaborasi merupakan inti dari organisasi, karena proses kerjasama dalam sistem kerja organisasi adalah kolaboratif, di mana setiap anggota harus bersedia untuk berbagi visi, misi, kekuatan, sumber daya dan tujuan bersama. Bedanya adalah jika organisasi merupakan suatu perhimpunan negara-negara yang terikat dalam suatu perjanjian internasional yang dilengkapi dengan suatu anggaran dasar dan organ-organ bersama yang mempunyai personalitas yuridik berbeda dari yang dimiliki oleh negara-negara anggota, 128 maka kolaborasi hanyalah merupakan keterikatan kerjasama tanpa harus memiliki wadah resmi dan permanen seperti organisasi internasional. Kolaborasi bisa dilakukan oleh organisasi internasional boleh 127 Microsoft and Sogti, “collaboration in the Cloud - How Cross-Boundary Collaboration, Is Transforming Business’, Line up boek en media bv, Groningen, the Netherlands, 2009 128 Boer Mauna, hlm.463 Universitas Sumatera Utara juga tidak. Dengan kata lain, jika organisasi adalah badan konkritnya, maka kolaborasi adalah sifat dan prosesnya. Tujuan kolaborasi dalam institusi atau organisasi internasional berguna sebagai konduktor dalam bertukar pikiran dan tujuan, yakni tujuan yang menyangkut masalah kesejahteraan universal, pembangunan, industrialisasi, dan membahas mengenai pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. 129 Kebutuhan akan kerjasama lahir karena pengakuan bahwa biaya demi mencapai kepentingan nasional seringkali berlebihan. 130 Dengan adanya kepentingan nasional, sebuah negara akan mengerahkan segala kemampuannya guna mencapai kepentingan tersebut. Hasil dari interaksi dalam pengambilan keputusan secara independen merupakan fungsi dari kepentingan dan ketertarikan suatu negara sehingga berangkat dari kepentingan yang ada, lahirlah sebuah rezim sebagai konsekuensi logis dari adanya interaksi antarnegara dalam mencapai kepentingan nasional. Akibat adanya kompleksitas yang terjadi di dalam dunia internasional, tidak tertutup kemungkinan adanya kolaborasi serta koordinasi yang beragam antar subjek internasional. Namun, kolaborasi hanya bisa terjadi saat aktor atau negara mempunyai pandangan atau tujuan yang sama dan setiap negara memiliki kesadaran akan terbatasnya kemampuan dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi sehingga masih membutuhkan bantuan dari negara lain atau masih adanya perasaan national self-reliance atau kurangnya kepemilikan kemandirian. 131 Beranjak dari uraian di atas, maka dapat ditentukan batasan kolaborasi dalam hubungan internasional sebagai berikut: 129 Haas, E.B. Why Collaborate? Issue Linkage and International Regimes, World Politics. 1980. hlm.357 130 Ibid,. 131 Ibid,. Universitas Sumatera Utara 1. Terdiri dari dua atau lebih subjek atau aktor baik itu negara, lembaga, institusi atau kelompok; 2. Bersifat lintas batas; 3. Mempunyai kepentingan dan kesadaran yang sama; 4. Mempunyai visi dan misi yang sama, menghimpun kekuatan dan sumber daya yang dipunya secara bersama-sama; 5. Mempunyai keputusan dan komitmen yang disepakati bersama untuk kemudian dilaksanakan secara bersama-sama. A.2. Pengertian dan Batasan Deklarasi Konvensi Wina tentang Perjanjian Internasional 1969 tidak memuat ketentuan tentang “deklarasi” terhadap suatu perjanjian internasional multilateral, dan karenanya tidak pula memuat secara khusus pengertian istilah tersebut. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, khususnya Pasal 1 angka 6 yang menetapkan definisi istila h “pernyataan” declaration sebagai “pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional ”. Artinya deklarasi merupakan pernyataan suatu negara mengenai kesepahamannya atau pemahamannya mengenai suatu ketentuan atau ketetapan dalam suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral, yang bertujuan memperjelas maksud dan tujuan ketentuan tersebut namun tidak bersifat Universitas Sumatera Utara mengikat atau mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional. Suatu pernyataan, yang meskipun menggunakan nama „deklarasi‟, apabila pernyataan itu menunjukkan kehendak suatu negara untuk meniadakan atau memodifikasi akibat hukum ketentuan tertentu, perjanjian internasional tersebut pada waktu negara yang bersangkutan menandatangani, meratifikasi, menerima, menyetujui, atau mengaksesi perjanjian internasional yang bersangkutan, maka pernyataan demikian, walaupun dinamakan “deklarasi”, pada hakikatnya adalah suatu “reservasi” 132 sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Wina tentang Perjanjian Internasional 1969. Sepanjang suatu pernyataan dengan nama „deklarasi‟ tidak menunjukkan kehendak suatu negara sebagaimana tersebut di depan maka pernyataan demikian, yang diberi judul „deklarasi‟, merupakan deklarasi dalam arti umum, bukan deklarasi sebagai istilah hukum perjanjian internasional menurut Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional 1969. Perkembangan perjanjian internasional terutama dalam bidang lingkungan hidup terkait sumber hukum internasional saat ini mengenal ada 2 jenis, yakni model soft law dan hard law. Pembagian atas model ini pertama kali dikenalkan oleh kalangan ahli hukum ekonomi internasional seperti Seidl-Hohenveldem melalui pidatonya di Akademi Hukum Internasional, Den Haag 1969, kemudian dikembangkan oleh ahli hukum internasional lainnya. 132 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yang menggunakan istilah „pensyaratan‟ sebagai padanan bahasa Indonesia istilah bahasa Inggris „reservation‟ mendefinisikan istilah itu sebagai „pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral; Pasal 2 ayat 1 huruf d Vienna Convention tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 Universitas Sumatera Utara Model pendekatan hard law meliputi hukum yang memiliki daya-mengikat secara pasti legally binding, 133 contohnya perjanjian internasional dengan berbagai macam jenisnya. Contohnya: United Nations Framework Convention on Climate Change 1992 UNFCCC, United Nations Law of The Sea 1982 UNCLOS, di mana perjanjian ini sudah berlaku penuh enterd into force dan memiliki keterikatan komitmen internasional yang sangat kuat. Itulah sebabnya hard law memenuhi syarat untuk dapat dijadikan sebagai produk hukum dan juga sebagai sumber hukum internasional. Berbeda dengan soft law yang oleh beberapa ahli disebut sebagai para-droit atau norma sauvages, merupakan pendekatan yang tidak mengikat secara hukum non-legally binding. Subjek hukum internasional seperti negara hanya ingin mengikat secara hukum legally binding terhadap soft law jika ada kesukarelaan voluntary dari negara atau subjek hukum internasional yang terkait. Contoh soft law adalah Deklarasi Stockholm 1972, Agenda 21, dan Deklarasi Rio 1992. Banyak deklarasi yang merupakan salah satu bentuk dari soft law di samping Agenda, Guidelines, Principles, Charter, Strategy, Action Plan; yang sudah ditandatangani oleh beberapa negara dan badan atau organisasi internasional namun tidak dikategorikan sebagai suatu perjanjian internasional dalam arti sesungguhnya Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan tersebut tidak bersifat mengikat secara hukum bagi anggota penandatangannya. Namun belakangan ini telah terjadi signifikansi terhadap dokumen-dokumen internasional di bidang lingkungan hidup 133 Andreas Pramudianto., hlm.50, seperti yang dikutip dari Munadjat Danusaputro dalam buku “Hukum Lingkungan : Buku IV : Global”, 1982 Universitas Sumatera Utara yang bersifat tidak mengikat secara hukum non legally binding, akan tetapi seolah- olah mengikat secara hukum quasi-legally binding. 134 Dokumen-dokumen internasional seperti yang dimaksud di atas memiliki karakteristik yang dihasilkan dari bermacam-macam pertemuan internasional utama seperti negara hingga entitas bukan negara seperti organisasi internasional di bawah rezim PBB, organisasi internasional regional, NGO, kalangan akademisi dan organisasi-organisasi lainnya. 135 Contohnya adalah Bali Action Plan yang dihasilkan Conference of the Parties COP ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCC di Bali Indonesia yang dijadikan dasar perundingan di pertemuan COP berikutnya, padahal dokumen tersebut bukan merupakan produk hukum internasional yang mengikat namum memiliki pengaruh kuat dalam hubungan internasional. Hal ini menunjukkan bahwa soft law baik sebagai model pendekatan, dokumen maupun bentuk hukum, di masa yang akan datang dapat meningkat menjadi hard law, apalagi jika soft law tersebut memiliki jus cogen 136 dan menimbulkan kewajiban erga omnes 137 . Dokumen soft law telah banyak mempengaruhi pekembangan hukum perjanjian internasional. Terlebih ada banyak subjek hukum internasional menganut pendekatan tacit consent atau persetujuan diam-diam para pihak terhadap soft law. 138 Kecenderungan dalam doktrin hukum internasional untuk menyetujui pendapat 134 Andreas Pramudianto, Hukum Perjanjian Lingkungan Internasional “Implementasi Hukum Perjanjian Lingkungan Hidup Internasional di Indonesia ”, Malang: Setara Press, 2014., hlm.49 135 Ibid,. 136 Pasal 53 Konvensi wina 1969, peremptory norm atau jus cogens merupakan norma status tertinggi dalam hukum internasional, bersifat non-derogable rights tidak dapat dicabut yang diterima dan diakui masyarakat internasional, contoh: right to life, right to humane treatment, prohibiton of aggressions, right to self determination, prohibition of war crimes, dan lain-lain. 137 merupakan kewajiban yang dapat dicabut kembali, mempunyai otoritas lebih besar dibanding costumary international legals norm. Contohnya : larangan the unilateral use of force, genocide and the prohibition of slavery and racial discrimination. 138 Ibid,. Universitas Sumatera Utara bahwa “diam berarti setuju” silence gives consent atau barang siapa yang tidak protes berarti setuju, maka sepanjang subjek hukum internasional tidak melakukan protes terhadap suatu dokumen soft law maka dianggap tunduk secara diam-diam tacit consent. Karna itulah soft law berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dari sumber hukum internasional. 139 Demikian juga halnya deklarasi yang juga merupakan suatu bentuk soft law. Deklarasi pun mempunyai suatu potensi untuk dapat dijadikan sebagai salah satu sumber hukum internasional.

B. Deklarasi Rio Branco sebagai hasil Kolaborasi Sub-nasional Governor’s Climate