Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran

21 distribusi dan kelimpahan makrozoobentos tergantung beberapa faktor seperti kualitas dan kuantitas makanan, disamping itu kemampuan organisme tersebut menyesuaikan diri terhadap parameter fisika dan kimia perairan.

4.1.1. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran

Makrozoobenthos Nilai Kepadatan K, Kepadatan Relatif KR, dan Frekuensi Kehadiran FK makrozoobenthos pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Nilai Kepadatan Indm 2 , Kepadatan Relatif , dan Frekuensi Kehadiran pada setiap stasiun penelitian Genus Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 K Ind m 2 KR FK K Ind m 2 KR FK K Ind m 2 KR FK Progomphus 5,18 5,51 26,67 4,44 6,45 33,33 1,48 3,56 13,33 Corydalus 8,89 9,25 40 - - - 4,44 10,71 20 Heptagenia 9,63 10,24 20 2,22 3,22 6,66 7,41 17,87 40 Psephenus 1,48 1,57 13,33 - - - - - - Calopteryx 34,07 36,22 53,33 26,67 38,73 53,33 - - - Hydrometra 20 21,26 40 5,18 7,52 26,67 5,92 14,28 33,33 Macromia - - - 4,44 6,45 26,67 - - - Pelocoris - - - - - - 4,44 10,71 20 Allocapnia 12,59 13,38 60 11,85 17,21 46,67 - - - Ranatra - - - 2,96 4,30 20 - - - Deronectes - - - - - - 3,70 8,92 26,67 Gomphus - - - 5,92 8,60 33,33 4,44 10,71 20 Argia - - - 5,18 7,52 33,33 9,63 23,23 46,67 Thiara 2,22 2,36 13,33 - - - - - - Jumlah 94,06 99,99 68,86 100 41,46 99,98 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa nilai kepadatan populasi K yang diperoleh pada daerah PLTM Pembangkit Tenaga Listrik Mikro pada stasiun 3 merupakan nilai kepadatan populasi yang paling rendah yaitu 41,46 Indm 2 . Hal ini dikarenakan mesin PLTM yang sering dioperasikan secara intensif dan menghasilkan limbah yang relatif besar yang akhirnya mengendap di dasar perairan dan mengganggu habitat bentos. Kondisi ini menyebabkan kepadatan makrozoobenthos di stasiun 3 daerah PLTM lebih rendah dibanding stasiun penelitian lainnya. Kepadatan relatif KR yang diperoleh pada stasiun ini sebesar 99,98. Pada stasiun 2 nilai kepadatan populasi K sebesar 68,86 Indm 2 dan kepadatan relatif KR sebesar 100. Jenis Calopteryx merupakan jenis yang Universitas Sumatera Utara 22 paling tinggi pada stasiun ini yaitu sebesar 26,67 Indm 2 dan KR 38,73. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan keberadaan hewan tersebut. Nilai kepadatan populasi K dan kepadatan relatif KR makrozoobentos terendah ditemukan pada genus Heptagenia dengan nilai K sebesar 2,22 Indm 2 dan nilai KR sebesar 3,22. Rendahnya nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif genus ini disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan keberadaan hewan tersebut. Lokasi pengamatan pada stasiun ini merupakan daerah wisata. Pada stasiun ini banyak aktivitas masyarakat yang menyebabkan adanya limbah domestik seperti sisa makanan dan lainnya, menyebabkan bahan organik substrat dasar yang menjadi habitat makrozoobenthos mengalami perubahan, sehingga kepadatan makrozoobenthos lebih rendah. Pada stasiun 1 nilai kepadatan populasi K sebesar 94,06 Indm 2 dan kepadatan relatif KR sebesar 99,99. Jenis Calopteryx juga merupakan jenis yang paling tinggi pada stasiun ini yaitu sebesar 34,07 Indm 2 dan KR 36,22. hal ini disebakan karena kondisi perairan di stasiun ini belum tercemar oleh aktivitas masyarakat, sehingga ekositem perairannya belum terganggu. Calopteryx merupakan genus dari ordo odonata, genus ini biasanya ditemukan disekitar air seperti danau, kolam, sungai dan lahan basah. Ordo ini merupakan ordo yang sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan Andrew, 2008 dalam Hakim, 2015. Nilai frekuensi kehadiran FK tertinggi pada staiun 1 dan 2 yaitu pada genus Calopteryx sebesar 53,33 . Tingginya FK pada stasiun ini dikarenakan kehadiran genus Calopteryx yang sering. Menurut Michael 1994, nilai FK kisaran antara 50-75 dikatakan bahwa kehadiran spesies sering, sehingga menyebabkan nilai FK tinngi. Pada stasiun 3, nilai FK tertinggi pada genus Argia sebesar 46,67. Nilai FK pada stasiun ini termasuk golongan rendah. Menurut Michael 1994, nilai FK kisaran antara 25-50 dikatakan bahwa kehadiran spesies jarang, sehingga menyebabkan nilai FK rendah. 4.1.2. Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Indeks keanekaragaman H‟ dan indeks keseragaman E yang diperoleh pada masing-masing stasiun penelitian, seperti terlihat pada tabel 4.1.2 berikut: Universitas Sumatera Utara 23 Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E pada setiap stasiun penelitian Indeks Stasiun 1 2 3 H’ 1,75 1,87 2,00 E 0,84 0,85 0,96 Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa keanekaragaman di ketiga stasiun berkisar antara 1,75- 2,00. Indeks keanekaragaman H‟ tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 2,00 dan nilai terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 1,75. Nilai keanekaragaman pada setiap stasiun termasuk dalam kategori keanekaragaman rendah. Menurut Krebs 1985, nilai indeks keanekaragaman H‟ berkisar antara 0-2,302 menandakan keanekaragamannya rendah. Nilai keanekaragaman di setiap stasiun dipengaruhi oleh jumlah individu dari masing-masing spesies. Pada stasiun 1 dan 3 diperoleh jumlah spesies yang sama yaitu 8 spesies, namun pada stasiun 1 keanekaragaman H‟ yang diperoleh lebih rendah dibanding stasiun 3, hal ini disebabkan karena jumlah individu dari masing-masing spesies yang kurang merata. Menurut Barus 2004, nilai indeks keanekaragaman sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah spesies, jumlah individu, dan penyebaran individu pada masing-masing spesies. Hal ini juga didukung oleh penyataan Brower et al., 1990, bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing- masing spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Nilai indeks keseragaman E pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada tabel 4.1.2 berkisar antara 0,84-0,96. Indeks keseragaman yang tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,96 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,84. Tingginya nilai keseragaman dipengaruhi oleh persebaran yang merata sehingga tidak menyebabkan terjadinya pengelompokan makrozoobenthos yang sejenis. Menurut Krebs 1985, indeks keseragaman E berkisar anatar 0-1. Jika indeks keseragaman mendekati 0 berarti keseragamannya rendah karena ada jenis yang mendominasi. Bila nilai mendekati 1, maka keseragamannya tinggi dan menggambarkan tidak ada jenis yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing-masing jenis sangat seragam atau merata. Universitas Sumatera Utara 24

4.1.3. Indeks Similaritas IS