17
e. Indeks EquitabilitasIndeks Keseragaman E
E =
max H
H
dimana : H‟
= indeks diversitas Shannon – Wienner
H max = keanekaragaman spesies maximum
= ln S dimana S banyaknya genus Krebs, 1985
f. Indeks Similaritas IS
IS =
100 X
b a
2c
dimana:IS = Indeks Similaritas
a = Jumlah spesies pada lokasi a b = Jumlah spesies pada lokasi b
c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b
Michael, 1994
g. Indeks Biotik Famili FBI
FBI = ∑
N ti
xi .
dimana: xi
= Jumlah individu famili ti
= Nilai toleransi famili Lampiran D n
= Total jumlah seluruh individu FBI
Kualitas Air Keterangan
– 3,75 Sangat Baik Excellent
Tidak tercemar bahan organik 3,76
– 4,25 Cukup Baik Very Good Sedikit tercemar bahan organik
4,26 – 5
Baik Good Tercemar beberapa bahan organik
5,01 – 5,75 Sedang Fair
Tercemar lebih bahan organik 5,76
– 6,50 Agak Jelek Fairly Poor Tercemar cukup banyak
6,51 – 7,25 Jelek Poor
Tercemar banyak 7,26
– 10 Sangat Jelek Very Poor
Tercemar berat Hillsenhoff et al., 1988 dalam William et al., 2002
3.7. Analisis Korelasi
Universitas Sumatera Utara
18 Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang
berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman makrozoobenthos. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi
SPSS Ver. 22.00. Keterangan:
0,00-0,199 : Sangat rendah
0,20-0,399 : Rendah
0,40-0,599 : Sedang
0,60-0,799 : Kuat
0,80-1,00 : Sangat kuat
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Sumatera Utara
19
4.1. Klasifikasi Makrozoobentos Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 3 tiga stasiun di Bagian
Hulu Sungai Horas diperoleh makrozoobenthos sebanyak 14 spesies yang termasuk dalam 14 genus, 13 famili, 7 ordo, 2 kelas, dan 2 filum, seperti terlihat
pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Klasifikasi Makrozoobenthos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Bagian Hulu Sungai Horas
Filum Kelas
Ordo Famili
Genus Spesies
Stasiun 1
2 3
Arthropoda Insecta
Coleoptera Psephenidae
Psephenus Psephenus
sp. +
- +
Dytiscidae Deronectes
Deronectes sp.
- -
+ Odonata
Gomphidae Progomphus
Progomphus sp.
+ +
- Gomphus
Gomphus sp.
- +
+ Macromiidae
Macromia .
Macromia sp.
+ +
- Coenagrionidae
Argia Argia
sp. -
+ +
Calopterygoidae Calopteryx Calopteryx
sp. +
+ -
Hemiptera Nepidae
Ranatra Ranatra
sp. -
+ -
Hydrometridae Hydrometra
Hydrometra sp.
+ +
+ Naucoridae
Pelocoris Pelocoris
sp. -
- +
Ephemeroptera Heptageniidae
Heptagenia Heptagenia
sp. +
+ +
Megaloptera Corydalidae
Corydalus Corydalus
sp. +
- +
Plecoptera Capniidae
Allocapnia Allocapnia
sp. -
+ -
Molusca Gastropoda
Mesogastropoda Thiaridae Thiara
Thiara sp.
+ -
-
Keterangan: + Ada : - Tidak ada
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa filum Arthropoda merupakan makrozoobentos yang paling banyak didapatkan yaitu 13 genus, 12 famili, dan 6
ordo yang terdapat pada seluruh stasiun penelitian. Hal ini dapat disebabkan karena pada setiap stasiun penelitian memiliki pH air yang normal, substrat dasar
perairan yang berpasir dan berbatu serta oksigen terlarut yang tinggi Tabel 6. Menurut Pennak 1989, Arthropoda menyukai habitat berbatu dan berpasir,
kandungan oksigen terlarut dalam air yang normal serta pH air yang normal. Menurut Effendi 2003, kandungan oksigen terlarut dalam perairan yang baik
yaitu 6-8 mgL dan pH air yang normal adalah sekitar 6-8.
Universitas Sumatera Utara
20 Makrozoobenthos yang paling sedikit ditemukan yaitu dari kelas
Gastropoda pada stasiun 1 yang terdiri dari 1 ordo, 1 famili dan 1 genus. Hal ini dapat disebabkan karena pada stasiun 2 dan 3 memiliki kecepatan arus yang cepat
yang tidak dapat ditoleransi oleh gastropoda. Menurut Wibisono 2005, Gastropoda setidaknya akan ditemui pada jenis sedimen berpasir berbatu. Akan
tetapi, pada kenyataannya masih dipengaruhi oleh faktor lain yang dapat mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos khususnya gastropoda dapat berupa
faktor fisika, kimia dan biologi. Pada kasus ini, faktor yang mempengaruhi keberadaan Gastropoda adalah kecepatan arus.
Nilai kecepatan arus perairan selama pengamatan yang terlampau cepat yaitu pada stasiun 2 dan stasiun 3 tidak dapat ditoleransi oleh organisme
tersebut Tabel 6. Menurut Suin 2002, kecepatan arus air dari suatu badan perairan ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan perairan
tersebut. Silaban 2011, kecepatan arus yang tinggi dapat menyebabkan pencacahan yang tinggi bagi makrozoobentos. Menurut Setiawan 2008,
kecepatan arus mempengaruhi keberadaan dan komposisi makrozoobenthos serta secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan. Kecepatan arus
sungai dapat dikelompokkan menjadi sungai berarus sangat cepat 1 mdetik, arus cepat 0,5-1 mdetik, arus sedang 0,25-0,5 mdetik, lambat 0,1-0,25 mdetik,
dan sangat lambat 0,1 mdetik. Makrozoobenthos Pelocoris sp. dan Deronectes sphanya dijumpai pada
stasiun 3. Hal ini disebabkan karena pada stasiun ini memiliki kandungan organik yang tinggi dibandingkan pada stasiun 1 dan stasiun 3 dan sesuai dengan
keberadaan hewan tersebut. Menurut Koesoebiono 1995 dalam Sitanggang 2013, jumlah bahan organik yang tinggi di dasar perairan memungkinkan
terjadinya dekomposisi bahan organik secara anaerob yang menghasilkan gas beracun dan suhu yang meningkat, sehingga hanya jenis bentos tertentu yang
dapat bertahan hidup. Thiara
sp. Merupakan benthos yang hidup pada substrat dasar perairan berbatu dan berpasir. Spesies inihanya dijumpai pada stasiun 1, hal ini disebabkan
karena spesies ini memiliki kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap perubahan kondisi lingkungan yang terjadi pada perairan. Menurut Efrizal 2008,
Universitas Sumatera Utara
21 distribusi dan kelimpahan makrozoobentos tergantung beberapa faktor seperti
kualitas dan kuantitas makanan, disamping itu kemampuan organisme tersebut menyesuaikan diri terhadap parameter fisika dan kimia perairan.
4.1.1. Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran
Makrozoobenthos
Nilai Kepadatan K, Kepadatan Relatif KR, dan Frekuensi Kehadiran FK makrozoobenthos pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Nilai Kepadatan Indm
2
, Kepadatan Relatif , dan Frekuensi Kehadiran pada setiap stasiun penelitian
Genus Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
K Ind
m
2
KR FK
K Ind
m
2
KR FK
K Ind
m
2
KR FK
Progomphus 5,18
5,51 26,67
4,44 6,45
33,33 1,48
3,56 13,33
Corydalus 8,89
9,25 40
- -
- 4,44
10,71 20
Heptagenia 9,63
10,24 20
2,22 3,22
6,66 7,41
17,87 40
Psephenus 1,48
1,57 13,33
- -
- -
- -
Calopteryx 34,07
36,22 53,33
26,67 38,73
53,33 -
- -
Hydrometra 20
21,26 40
5,18 7,52
26,67 5,92
14,28 33,33
Macromia -
- -
4,44 6,45
26,67 -
- -
Pelocoris -
- -
- -
- 4,44
10,71 20
Allocapnia 12,59
13,38 60
11,85 17,21
46,67 -
- -
Ranatra -
- -
2,96 4,30
20 -
- -
Deronectes -
- -
- -
- 3,70
8,92 26,67
Gomphus -
- -
5,92 8,60
33,33 4,44
10,71 20
Argia -
- -
5,18 7,52
33,33 9,63
23,23 46,67
Thiara 2,22
2,36 13,33
- -
- -
- -
Jumlah 94,06
99,99 68,86
100 41,46
99,98
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa nilai kepadatan populasi K yang diperoleh pada daerah PLTM Pembangkit Tenaga Listrik Mikro pada stasiun 3 merupakan
nilai kepadatan populasi yang paling rendah yaitu 41,46 Indm
2
. Hal ini dikarenakan mesin PLTM yang sering dioperasikan secara intensif dan
menghasilkan limbah yang relatif besar yang akhirnya mengendap di dasar perairan dan mengganggu habitat bentos. Kondisi ini menyebabkan kepadatan
makrozoobenthos di stasiun 3 daerah PLTM lebih rendah dibanding stasiun penelitian lainnya. Kepadatan relatif KR yang diperoleh pada stasiun ini sebesar
99,98. Pada stasiun 2 nilai kepadatan populasi K sebesar 68,86 Indm
2
dan kepadatan relatif KR sebesar 100. Jenis Calopteryx merupakan jenis yang
Universitas Sumatera Utara
22 paling tinggi pada stasiun ini yaitu sebesar 26,67 Indm
2
dan KR 38,73. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan keberadaan hewan tersebut.
Nilai kepadatan populasi K dan kepadatan relatif KR makrozoobentos terendah ditemukan pada genus Heptagenia dengan nilai K sebesar 2,22 Indm
2
dan nilai KR sebesar 3,22. Rendahnya nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif
genus ini disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan keberadaan hewan tersebut. Lokasi pengamatan pada stasiun ini merupakan daerah wisata.
Pada stasiun ini banyak aktivitas masyarakat yang menyebabkan adanya limbah domestik seperti sisa makanan dan lainnya, menyebabkan bahan organik substrat
dasar yang menjadi habitat makrozoobenthos mengalami perubahan, sehingga kepadatan makrozoobenthos lebih rendah.
Pada stasiun 1 nilai kepadatan populasi K sebesar 94,06 Indm
2
dan kepadatan relatif KR sebesar 99,99. Jenis Calopteryx juga merupakan jenis
yang paling tinggi pada stasiun ini yaitu sebesar 34,07 Indm
2
dan KR 36,22. hal ini disebakan karena kondisi perairan di stasiun ini belum tercemar oleh aktivitas
masyarakat, sehingga ekositem perairannya belum terganggu. Calopteryx merupakan genus dari ordo odonata, genus ini biasanya ditemukan disekitar air
seperti danau, kolam, sungai dan lahan basah. Ordo ini merupakan ordo yang sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan Andrew, 2008 dalam Hakim,
2015. Nilai frekuensi kehadiran FK tertinggi pada staiun 1 dan 2 yaitu pada
genus Calopteryx sebesar 53,33 . Tingginya FK pada stasiun ini dikarenakan kehadiran genus Calopteryx yang sering. Menurut Michael 1994, nilai FK
kisaran antara 50-75 dikatakan bahwa kehadiran spesies sering, sehingga menyebabkan nilai FK tinngi. Pada stasiun 3, nilai FK tertinggi pada genus Argia
sebesar 46,67. Nilai FK pada stasiun ini termasuk golongan rendah. Menurut Michael 1994, nilai FK kisaran antara 25-50 dikatakan bahwa kehadiran
spesies jarang, sehingga menyebabkan nilai FK rendah.
4.1.2. Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Indeks keanekaragaman H‟ dan indeks keseragaman E yang diperoleh pada
masing-masing stasiun penelitian, seperti terlihat pada tabel 4.1.2 berikut:
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E pada setiap stasiun penelitian
Indeks Stasiun
1 2
3 H’
1,75 1,87
2,00 E
0,84 0,85
0,96 Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa keanekaragaman di ketiga stasiun berkisar
antara 1,75- 2,00. Indeks keanekaragaman H‟ tertinggi terdapat pada stasiun 3
sebesar 2,00 dan nilai terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 1,75. Nilai keanekaragaman pada setiap stasiun termasuk dalam kategori keanekaragaman
rendah. Menurut Krebs 1985, nilai indeks keanekaragaman H‟ berkisar antara 0-2,302 menandakan keanekaragamannya rendah. Nilai keanekaragaman di setiap
stasiun dipengaruhi oleh jumlah individu dari masing-masing spesies. Pada stasiun 1 dan 3 diperoleh jumlah spesies yang sama yaitu 8 spesies, namun pada
stasiun 1 keanekaragaman H‟ yang diperoleh lebih rendah dibanding stasiun 3, hal ini disebabkan karena jumlah individu dari masing-masing spesies yang
kurang merata. Menurut Barus 2004, nilai indeks keanekaragaman sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah spesies, jumlah individu, dan penyebaran individu
pada masing-masing spesies. Hal ini juga didukung oleh penyataan Brower et al., 1990, bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies
yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing- masing spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas
hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah.
Nilai indeks keseragaman E pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada tabel 4.1.2 berkisar antara 0,84-0,96. Indeks keseragaman yang tertinggi terdapat
pada stasiun 3 sebesar 0,96 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,84. Tingginya nilai keseragaman dipengaruhi oleh persebaran yang merata sehingga tidak
menyebabkan terjadinya pengelompokan makrozoobenthos yang sejenis. Menurut Krebs 1985, indeks keseragaman E berkisar anatar 0-1. Jika indeks
keseragaman mendekati 0 berarti keseragamannya rendah karena ada jenis yang mendominasi. Bila nilai mendekati 1, maka keseragamannya tinggi dan
menggambarkan tidak ada jenis yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing-masing jenis sangat seragam atau merata.
Universitas Sumatera Utara
24
4.1.3. Indeks Similaritas IS
Nilai Indeks Similaritas pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Nilai Indeks Similaritas pada setiap stasiun penelitian IS
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 Stasiun 1
- 58,82
62,5
Stasiun 2 -
- 58,82
Stasiun 3 -
- -
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat hasil indeks simililaritas antar stasiun. Indeks similaritas tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan stasiun 3 yaitu sebesar 62,5.
Indeks similaritas terendah terdapat pada stasiun 1 dan stasiun 2, dan stasiun 2 dan stasiun 3 yaitu sebesar 58,82. Hal ini menunjukkan bahwa pada masing-masing
stasiun pengambilan sampel tidak mirip. Ketidak-miripan antara kedua habitat dapat disebabkan karena kondisi lingkungan perairan di kedua habitat berbeda
sedangkan kemiripan kedua habitat juga disebabkan kondisi lingkungan yang sama. Menurut Fachrul 2007, organisme air cenderung memilih bagian perairan
yang sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Michael 1994, menyatakan bahwa indeks similaritas berkisar
antara 75-100 menandakan spesies di kedua lokasi pengambilan sampel sangat mirip dan nilai indeks similaritas berkisar antara 25-50 menandakan spesies
yang terdapat di kedua lokasi pengambilan sampel tidak mirip.
4.2. Faktor Fisik-Kimia Perairan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata nilai faktor fisik- kimia perairan pada setiap stasiun seperti pada tabel berikut:
Tabel 6. Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan pada setiap satasiun Penelitian
Universitas Sumatera Utara
25
No Parameter
Satuan Stasiun
1 2
3 A
Parameter Fisika
1 Suhu air
C 23
23 26
2 Kecepatan Arus
ms 0,6
1,2 0,8
3 Intensitas Cahaya
Candela 435
389 392
4 Penetrasi Cahaya
Cm 46
44 48
5 Jenis Substrat
- Berbatu,
berpasir Berbatu,
berpasir Berbatu,
berpasir
B Parameter Kimia
6 pH air
- 7
6,8 7,2
7 Oksigen terlarut DO
mgL 6,1
6,7 6,4
8 BOD
mgL 3,1
3,4 3,7
9 Kejenuhan oksigen
72,88 80,05
80,60 10 Kandungan
Organik Substrat
0,25 0,36
0,38
Keterangan: Stasiun 1: tanpa aktivitas kontrol
Stasiun 2: daerah wisata Stasiun 3: daerah PLTM
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu air pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 23-26
C, dengan temperatur tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 26
C dan terendah adalah pada stasiun 1 dan stasiun 2 sebesar 23 C.
Tingginya suhu pada stasiun 3 disebabkan karena stasiun ini merupakan daerah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro PLTM, sehingga akibat dari aktifitas tersebut
dapat menyebabkan meningkatnya suhu diperairan tersebut dan akan mempengaruhi keberadaan makrozoobentos. Menurut Suin 2002, perubahan
suhu suatu badan perairan besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan pabrik dan dapat
mengakibatkan struktur komunitasnya berubah. Menurut Barus 2004, suhu suatu perairan dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti pembuangan limbah
panas yang berasal dari suatu mesin pabrik dan penggundulan DAS Daerah Aliran Sungai yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air
lansung terkena cahaya matahari secara langsung. Kecepatan arus pada setiap stasiun penelitian berkisar 0,6-1,2 ms.
Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 1,2 ms dan terendah pada stasiun 1 yaitu 0,6 ms. Tingginya arus pada stasiun 2 diakibatkan karena derasnya
aliran air terjun yang langsung ke badan perairan. Kecepatan arus dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
26 oleh kemiringan dan perbedaan ketinggian tanah. Kecepatan arus akan
mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos. kecepatan arus yang tinggi dapat menyebabkan pencacahan yang tinggi bagi makrozoobenthos. Menurut Odum
1996, kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar, di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang sama membujur atau melintang dari poros arah aliran.
Kecepatan arus sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya.
Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos. Intensitas cahaya pada semua stasiun penelitian
berkisar antara 389 –435 candela. Intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun
1 sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun 2. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan kanopi atau naungan disetiap stasiun. Intensitas cahaya juga
dapat menentukan produktivitas primer suatu perairan. Menurut Barus 1996, bila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan
terhambat sehingga oksigen dalam air juga akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme.
Penetrasi cahaya yang diukur pada setiap stasiun memiliki kisaran antara 44-48 cm. Nilai tertinggi pada stasiun 3 sebesar 48 cm dan terendah pada stasiun
2 sebesar 44 cm. Kekeruhan air dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel debu, liat dalam air. Dengan keruhnya air maka penetrasi cahaya ke dalam air
berkurang. Menurut Effendi 2003, menyatakan bahwa kekeruhan pada perairan lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi dan partikel-partikel halus.
Derajat keasaman pH pada setiap stasiun penelitian berkisar 6,8-7,2. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun7,2 dan yang paling rendah adalah pada
stasiun 2 yaitu 6,8. Hal ini mungkin disebabkan stasiun 2 merupakan daerah wisata sehingga banyak aktivitas masyarakat yang menyebabkan adanya limbah
domestik seperti sisa makanan dan lainnya. Namun demikian secara keseluruhan nilai pH pada lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan
makrozoobentos. pH sangat berperan penting di dalam metabolisme makrozoobenthos. Menurut Kristanto 2002, nilai pH air yang normal adalah
sekitar netral, yaitu 6-8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah buangan, berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar
Universitas Sumatera Utara
27 dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air
akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini karena bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO
2
jika mengalami proses penguraian. Nilai oksigen terlarut DO yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian
berkisar 6,1-6,7 mgL. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 6,7 mgL dan terendah pada stasiun 1 sebesar 6,1 mgL. Tingginya DO diakibatkan adanya air
terjun yang membuat banyak gelembung udara. Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh organisme, termasuk juga makrozoobentos dalam metabolisme
tubuh, sehingga daerah yang memiliki oksigen terlarut tinggi akan mendukung keberlangsungan organisme tersebut. Menurut Michael 1984, sumber oksigen
terlarut berasal dari atmosfir dan fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah
oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam.
Nilai BOD
5
pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 3,1-3,7 mgL dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 3,7 mgL dan terendah pada
stasiun 1 sebesar 3,1 mgL. Adanya perbedaan nilai BOD
5
di setiap stasiun penelitian disebabkan bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun,
yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik sehingga mengakibatkan
nilai BOD
5
meningkat. Menurut Landau 1992, peningkatan nilai BOD akan menyebabkan turunnya nilai DO dalam satuan perairan. Sehubungan dengan hal
ini akan terjadi gangguan proses metabolisme pada organisme akuatik. Nilai kejenuhan oksigen yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian
berkisar antara 72,88-80,60 artinya ketersediaan oksigen diperairan masih cukup tinggi. Menurut Stickney 1979 dalam Gultom 2014, jika ketersediaan
oksigen tidak cukup memadai untuk memelihara hewan akuatik, maka hewan tersebut akan mengalami stress dan mudah terserang penyakit atau bahkan
mengalami kematian. Nilai kandungan organik substrat yang didapatkan pada semua lokasi
penelitian berkisar 0,25-0,38. Kandungan organik substrat tertinggi terdapat pada stasiun 3 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 1. Secara keseluruhan
Universitas Sumatera Utara
28 nilai kandungan organik substrat yang didapatkan pada ketiga stasiun tergolong
sangat rendah. Menurut Pusat Penelitian Tanah 1983 dalam Simamora 2009, kriteria tinggi-rendahnya kandungan organik substrat atau tanah berdasarkan
persentasi sebagai berikut: 1 : sangat rendah, 1-2 : rendah, 2,01-3 sedang, 3-5 : tinggi, dan 5,01 : sangat tinggi. Tipe subtrat dasar juga ikut
menentukan jumlah dan jenis hewan bentos disuatu perairan. Substrat berupa pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain dan
memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi dibanding substrat berlumpur. Menurut Izmiarti 1990, kehadiran spesies dalam suatu komunitas zoobentos
didukung oleh kandungan organik yang tinggi, akan tetapi belum tentu menjamin kelimpahan zoobentos tersebut, karena tipe substratpun ikut menentukan.
4.3. Indeks Biotik Famili Family Biotic Index