Evaluasi hasil program pemberdayaan masyarakat kel.terhadap pengembangan ekonomi keluarga melalui pelatihan tata boga (pembuatan kue kering) di kel.Manggarai Selatan

(1)

TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI

KELUARGA MELALUI PELATIHAN TATA BOGA

(PEMBUATAN KUE KERING)

DI KELURAHAN MANGGARAI SELATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Hafiz Kurnia

NIM: 102054025782

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Maret 2010

Hafiz Kurnia NIM: 102054025782


(3)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam

Oleh:

Hafiz Kurnia NIM: 102054025782

Dibawah Bimbingan:

Dra. Nurul Hidayati,M.Pd NIP. 196903221996032001

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2010


(4)

diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 18 Maret 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Kom.I) dalam bidang Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 18 Maret 2010 Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Mahmud Jalal, MA Faza Amri, S.Th.I

NIP: 195204221981031002 NIP: 197807032005011006

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dra. Mahmudah F, M.Pd Wati Nilamsari, M.Si

NIP: 196402121997032001 NIP: 197105201999032002

Pembimbing

Dra. Nurul Hidayati, M.Pd NIP: 196903221996032001


(5)

Melalui Pelatihan Tata Boga (Pembuatan Kue Kering)

Evaluasi Hasil Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Dalam Pengembangan Ekonomi Keluarga Melalui Pelatihan Membuat Kue Kering (Tata Boga) Di Kelurahan Manggarai Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh Pelatihan Tata Boga dalam hal membuat kue kering yang dilakukan di Kelurahan Mangarai Selatan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan atau yang lebih kita kenal dengan PPMK memberikan pengaruh terhadap pengembangan ekonomi keluarga yang ada di Kelurahan Manggarai Selatan Jakarta.

Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan yang dilakukan dengan metode observasi/pengamatan termasuk wawancara. Metode Observasi adalah metode pengumpulan data yang dikumpulkan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti langsung di lapangan. Pengamatan dilakukan secara langsung karena merupakan alat ampuh untuk menguji suatu kebenaran. Observasi yang dilakukan peneliti dilakukan dalam bentuk wawancara untuk memperoleh data yang luas dan valid sebagai bahan evaluasi terhadap objek yang penulis teliti.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tujuan pelatihan dapat dikatakan tercapai. Walaupun tujuan pelatihan telah tercapai namun tidak secara otomatis mempengaruhi perekonomian keluarga yang menjadi peserta pelatihan. Kebutuhan individu yang terpenuhi sebagai akibat dari pelatihan membuat kue kering ini adalah kebutuhan terkait dengan hal pangan, kebutuhan sosial di tengah masyarakat yang ditendai dengan terjalinnya silaturahmi dan hiburan yang secara tidak langsung terjadi ketika pelatihan ini dilaksanakan. Sedangkan program jangka panjang yang tampak dari pelatihan ini hampir dikatakan tidak ada.


(6)

di barat. Karena kasih dan sayangNya pulalah, setelah tertunda sekian tahun akhirnya peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini guna mencapai gelar Sarjana Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Univesitas Islam Negeri Jakarta.

Tak luput sebagai sopan santun logika cinta dan kemestian sejarah, sajak-sajak sholawat dan bait-bait salam terpuisikan bagi Baginda tercinta Nabi Muhammad SAW, sang suri teladan agung kaum akhir zaman. Semoga kita semua masuk dalam umat yang mendapat restu cintanya di akhir nanti, berkumpul dan bertemu dengannya untuk memenuhi hasrat kangen rindu agung sebagai umat yang mencintainya dengan dalam dan jujur.

Karena berbagai sebab-musabab tugas skripsi ini tertunda sekian lama. Namun akhirnya, setelah lintang pukang membagi waktu dan menguatkan niat, peneliti berhasil juga menyelesaikan tugas akhir ini. Peneliti menyadari bahwa penyusunan skirpsi ini terwujud bukan semata-mata atas upaya pribadi peneliti, melainkan berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur kepada Allah, dalam kesempatan yang berbahagia ini peneliti ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga kepada:

1. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dosen penasehat akademik Ibu Wati Nilamsari, M.Si yang dengan keikhlasan dan kesabarannya membimbing dan membantu peneliti selama studi di kampus.

4. Dosen pembimbing Ibu Dra. Nurul Hidayati, M.Pd yang telah meluangkan waktu serta kesabaran Beliau yang tidak pernah merasa lelah sedikit pun untuk memberikan bimbingan, membantu dan mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

6. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan utama dan perpustakaan Dakwah yang membantu peneliti dalam peminjaman buku untuk menyelesaikan skirpsi ini.

7. Lurah Manggarai Selatan beserta seluruh jajarannya yang telah ikhlas meluangkan waktu dan memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di wilayahnya.

8. Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayangnya. Salam mahabbah dan ta’dzim ananda sepanjang masa.

9. Kakak dan adikku tercinta, tetap semangat dalam ikatan ukhuwah. 10. Terima kasih yang tiada berbatas kepada “Pembangkit Semangat Jiwa

dan Pujaan Hati Pencari Ridho Ilahi” yang kucinta “Nur Fariza” yang mendampingi setiap langkahku dengan penuh kecermatan, keikhlasan dan kesabarannya. Semoga tahta pelaminan kita menjadi tangga yang meneduhkan setiap kesetiaan yang engkau berikan.

11. Motivator dan sahabatku di Asrama Putra Pesantren As-Syafi’iyah, Bung Idrus, Kang Aep, dan Ust. Anwar yang tiada henti membakar semangat peneliti untuk menyelesaikan studi ini. Terima kasih untuk teguran halus dan kasar Anda semua.

12. Teman-teman seperjuangan yang meninggalkanku sendirian sebagai anak bungsu S.Kom.I.

13. Bagi semua pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya peneliti menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik sangatlah diharapkan. Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuannya kepada peneliti.

Penulis

DAFTAR ISI


(8)

KATA PENGANTAR……….... v

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI ... 16

A. Evaluasi ... 16

1. Pengertian Evaluasi ... 16

2. Model Evaluasi ... 17

B. Monitoring Evaluasi ... 21

1. Pengertian Monitoring ... 21

2. Teknik dan Alat Monitoring ... 22

C. Pengembangan Masyarakat Islam ... 23

1. Pengertian Pengembangan Masyarakat Islam ... 23

2. Ruang Lingkup Pengembangan Masyarakat ... 26

3. Tahap-tahap Pengembangan Masyarakat ... 30

D. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) ... 37

1. Pengertian PPMK ... 37

2. Hakekat PPMK ... 38

3. Program PPMK ... 39

4. Pengelolaan PPMK ... 39

E. Ekonomi Keluarga ... 39

1. Pengertian Ekonomi Keluarga ... 40

2. Kesejahteraan Keluarga ... 42


(9)

BAB III GAMBARAN UMUM ... 46

A. Latar Belakang Sejarah Berdirinya PPMK Manggarai Selatan... 46

B. Visi, Misi, dan Tujuan PPMK Manggarai Selatan ... 48

C. Azas dan Prinsip Dasar PPMK Manggarai Selatan ... 49

D. Gambaran Umum Tentang Kelurahan Manggarai Selatan ... 50

1. Letak Geografis dan Komposisi Penduduk ... 50

2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Pendidikan ... 53

3. Kondisi Sosial Keagamaan ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA ... 59

A. Analisa Tujuan-Tujuan Sudah Dicapai ... 59

B. Analisa Program Yang Memberikan Pengaruh ... 62

C. Analisa Kebutuhan Individu Yang Telah Terpenuhi ... 65

D. Analisa Hasil Jangka Panjang ... 67

BAB V. PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran-saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 74


(10)

ix

Tabel 3 : Jumlah penduduk tiap rukun warga 53

Tabel 4 : Penduduk menurut mata pencaharian 54

Tabel 5 : Penduduk menurut tingkat pendidikan 55

Tabel 6 : Jumlah penduduk menurut agama 57


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Fenomena yang terjadi di Indonesia dalam konteks pembangunan Nasional yang dilakukan oleh pemerintah, relative belum berhasil direalisasikan. Hal ini terbukti dengan adanya ketimpangan pembangunan kota dan desa, pembangunan perekonomian Negara dan pembangunan sosial politik.

Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera secara merata baik material maupun spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 tersebut, maka hakekat pembangunan Nasional dapat dilaksanakan secara menyeluruh dalam arti dilaksanakan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan.

Dalam proses pembangunan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh dua dimensi. Dimensi pertama adalah dimensi makro yang menggambarkan bagaimana institusi Negara melalui kebijakan dan peraturan yang dibuatnya memengaruhi proses perubahan suatu


(12)

masyarakat. Dimensi kedua adalah dimensi mikro, yaitu individu dan kelompok masyarakat memengaruhi proses pembangunan itu sendiri.1

Menurut Syaiful Arif, kemiskinan dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan cultural dipahami sebagai akibat dari adanya karakter budaya masyarakat dan etos kerja yang lemah, sedangkan kemiskinan struktural bisa terjadi karena adanya struktur dan kebijakan pemerintah yang timpang sebagai akibat dari terjadinya ketidak adilan dalam kehidupan masyarakat.2

Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran ini memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia. Terlebih lagi, krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan gejolak sosial politik yang luar biasa. Dampak terhadap perekonomian nasional pun sampai saat ini belum bisa dipulihkan. Daya beli masyarakat yang begitu rendah ditambah dengan kebijakan pemerintah yang kontroversial dengan menaikan tarif dasar listrik, telepon dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), hal ini menjadi kajian publik yang akhirnya mendorong munculnya lembaga kemasyrakatan yang dibentuk oleh partisipasi dan keswadayaan masyarakat yang sekarang dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat. (LSM).

1

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pembangunan Masyarakat dan Intervensi Komunutas(Pengantar Pada Pemikiran Dan Pendekatan Praktis), Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2003, cet 1, h. 1

2

Syaiful Arif, “Menolak Pembangunanisme”, Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 2000, cet. 1, h. 289.


(13)

Upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dan menanggulangi pengangguran dengan memberikan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sudah sering dilakukan. Program-program tersebut antara lain Jaringan Pengaman Sosial (JPS), Proyek Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Inpres Desa Tertinggal (IDT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kredit Usaha Rakyat (KUR) PNPM Mandiri, Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenaga Kerjaan (PDKMK), dan lain sebagaimya. Akan tetapi, program-program tersebut relatif belum optimal dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh faktor baik dari masyarakat sebagai sasaran penerima program maupun dari unsur pengelola program itu sendiri.

Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) adalah suatu model pembangunan kelurahan yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat di tingkat rukun warga (RW), dimana masyarakat diberi kepercayaan untuk mengelola dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sendiri program pembangunan di kelurahan masing-masing yang meliputi pembinaan tiga bidang pembinaan yaitu bina ekonomi berupa dana pinjaman bergulir, bina sosial berupa pelatihan keterampilan masyarakat dan bina pembangunan fisik lingkungan yang berupa pembangunan sarana dan prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat.


(14)

Konsep dasar PPMK bukan hanya program yang hanya menyalurkan dana kepada masyarakat, melainkan masyarakat dituntut sebagai pelaksana program tersebut. Hal ini akan mendorong upaya pemberdayaan atau pengembangan masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program tersebut dari mulai identifikasi masalah, kebutuhan, perencanaan aksi pelaksanaan program sampai pada tahap monitoring atau evaluasi.

Secara naluri, setiap orang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, bentuk usaha tersebut adalah dengan bekerja disuatu tempat baik sektor-sektor swasta maupun sektor dalam negeri. Jerih payah itu dihargai dengan uang yang sering kali disebut dengan pendapatan. Pendapatan pribadi (personal income) menunjukan semua jenis pendapatan, baik diperoleh karena fungsi produksi maupun tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima oleh penduduk suatu negara.3

Dengan demikian, ruang lingkup kesejahteraan meliputi kesejahteraan individu, keluarga dan masyarakat. Yang intinya kesejahteraan dapat dirasakan apabila terpenuhinya kebutuhan lahir dan bathin serta kebutuhan social.

Bentuk kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh PPMK itu sendiri dalam implementasinya dilakukan melalui keterampilan pelatihan Tata Boga atau Pelatihan Membuat Kue Kering. Dan keadaan ekonomi

3

Paul A, Samuelson dan William D, Nordhaus, Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 1991. h. 151.


(15)

peserta pelatihan tata boga, keadaan ekonominya mayoritas mencukupi untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari dan mereka hidup dengan keadaan sederhana.

Adapun peneliti memilih PPMK sebagai objek dalam penelitian ini, karena peneliti melihat eksistensi yang diperlihatkan oleh PPMK dengan bentuk programnya dalam pengembangan ekonomi keluarga melalui pelatihan tata boga atau membuat kue kering mempunyai peranan yang positif dalam upaya membantu mengembangkan ekonomi keluarga yang ada di kelurahan Manggarai Selatan. Setidaknya, melalui program yang dilakukan oleh PPMK ini dapat membekali masyarakat dengan suatu keahlian hidup sehingga nantinya masyarakat mampu menjalankan kehidupannya secara mandiri dan siap menghadapi setiap momentum yang meresahkan seperti krisis ekonomi yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

Adapun alasan peneliti mengangkat permasalahan dan judul karena diantaranya:

1. Permasalahan ekonomi merupakan salah satu permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, oleh karena itu melalui penelitian ini penulis ingin menggugah kesadaran kita untuk mengamati permasalahan ekonomi yang berada di sekitar lingkungan kita dan mencoba mencari solusinya secara bersama-sama. Karena, permasalahan ekonomi merupakan permasalahan bersama yang harus dilakukan secara bersama-sama.


(16)

2. PPMK merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam kegiatan-kegiatan sosial yang salah satu programnya yaitu mengembangkan ekonomi keluarga, dimana hal itu sangat berhubungan dan sejalan dengan keilmuan Jurusan Pengembangan Masyarakt Islam (PMI) dalam penelitian mengembangkan ekonomi keluarga.

Atas dasar alasan-alasan tersebut, peneliti memberi judul Skripsi ini dengan judul “Evaluasi Hasil Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Dalam Pengembangan Ekonomi Keluarga Melalui Pelatihan Tata Boga (Pembuatan Kue Kering) Di Kelurahan Manggarai Selatan “

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi hanya pada masalah evaluasi hasil pada program kegiatan pelatihan Tata Boga (membuat kue kering). Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Tujuan-tujuan manakah yang sudah dicapai PPMK dari kegiatan pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) ?

2. Apakah program pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) berpengaruh pada pengembangan ekonomi keluarga ?

3. Kebutuhan individu manakah yang telah terpenuhi sebagai akibat dari program pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) ?

4. Hasil jangka panjang apakah yang nampak sebagai akibat dari kegiatan pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) ?


(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui tujuan-tujuan manakah yang sudah dicapai PPMK dari kegiatan pelatihan Tata Boga (membuat kue kering).

b. Untuk mengetahui apakah program pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) berpengaruh pada pengembangan ekonomi keluarga.

c. Untuk mengetahui kebutuhan individu manakah yang telah terpenuhi sebagai akibat dari program pelatihan Tata Boga (membuat kue kering).

d. Untuk mengetahui hasil jangka panjang apakah yang nampak sebagai akibat dari kegiatan pelatihan Tata Boga (membuat kue kering).

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademik, yaitu untuk memberikan kontribusi secara teoritis dalam proses pengembangan yang diharapkan masyarakat Manggarai Selatan dalam pengembangan ekonomi keluarga.

b. Manfaat praktis, yaitu sebagai masukan pengetahuan bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi masyarakat


(18)

Manggarai Selatan bahwa PPMK mempunyai potensi dalam pengembangan ekonomi keluarga melalui pelatihan Tata Boga (membuat kue kering).

c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pihak PPMK dalam pengembangan masyarakat secara berkelanjutan.

D. Metodologi Penelitian

a. Pendekatan yang digunakan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu bersifat terbuka, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan unik di lapangan. Sedangkan peneliti memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena peneliti berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya.4

b. Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti mengambil tempat penelitian ini di Kelurahan Manggarai Selatan Jl. Rambutan No. 1 Kecamatan Tebet Jakarta

4

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif,, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, cet. ke 2, h. 39.


(19)

Selatan. Adapun waktu penelitian dilakukan selama September 2008 s.d Oktober 2009.

c. Model Evaluasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model evaluasi hasil. Dengan model evaluasi hasil ini peneliti berusaha untuk mengetahui tujuan-tujuan apa saja yang telah dicapai PPMK dari kegiatan pelatihan membuat kue kering, mengetahui respon masyarakat Manggarai Selatan dalam kegiatan pelatihan membuat kue kering dan mengetahui apakah program kegiatan pelatihan membuat kue kering berpengaruh pada pengembangan ekonomi keluarga.

d. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang peneliti gunakan yaitu metode observasi (pengamatan). Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang dikumpulkan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti langsung di lapangan, karena metode observasi merupakan salah satu teknik penelitian yang sangat penting bagi seorang peneliti yang meneliti secara langsung di lapangan. Pengamatan dilakukan secara langsung karena merupakan alat ampuh untuk


(20)

menguji suatu kebenaran. Dalam hal ini pengamatan diartikan sebagai proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera.5

Wawancara yang dilakukan peneliti dilakukan dalam bentuk wawancara baku terbuka. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang disajikan. Bentuk wawancara baku terbuka ini berarti menggunakan kata-kata dan tata cara yang sama untuk tiap responden. Wawancara ini dilakukan untuk memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. Peneliti membagi menjadi 3 kategori nara sumber, yaitu: 1. Mewakili Pejabat Kelurahan/Dekel adalah Bapak Wahyono dan Bpak Bachri. 2. Mewakili Pelatih Tata Boga adalah Ibu Yuyun dan Ibu Emi Zulkarnain. 3. Mewakili Peserta adalah Ibu Ismalia, Ibu Eha, Ibu Larasati Slamet, Ibu Misni, Ny. F. Sumaryani, Ibu Puji Mulyaningsih, Mba Sulistiyani, Ibu Suryani, dan Ibu Tien Sudjono.

Observasi lain yang digunakan adalah melalui penglihatan dan pendengaran secara langsung dengan menganalisa masalah-masalah yang terjadi. Termasuk juga mengobservasi data-data yang ada di lembaga tersebut yang diperkirakan berguna sebagai

5


(21)

bukti pengujian dan memperoleh sumber yang stabil, kaya dan mendorong.6

Instrumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah manusia (peneliti) itu sendiri. Manusia (peneliti) menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Jika menggunakan alat yang bukan manusia maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.

e. Teknik Pencatan Data

Teknik pencatatan data menggunakan catatan lapangan yang berisi hasil wawancara selama observasi berlangsung dengan menggunakan bahasa objektif. Alat bantu yang digunakan peneliti dalam pencatatan data berupa alat tulis dan tape recorder. Dalam teknik penentuan subyek penelitian ini peneliti menentukan subyek penelitian berdasarkan tipologi masing-masing perwakilan RT yang ada di Kelurahan Manggarai Selatan. Sedangkan sumber datanya, peneliti dapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peserta pelatihan dengan peneliti. Selain wawancara, ada juga dokumentasi berupa pengumpulan data-data tertulis mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang peneliti lakukan. f. Teknik Analisa Data

6

Lexy J. Meleong, Metedologi Penelitian Kualitatif,, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2004), cet. ke 20, edisi revisi, h. 189-190.


(22)

Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu peneliti menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.

Analisa data melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak pada pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) dalam pengembangan ekonomi keluarga di Kelurahan Manggarai Selatan.

Modus yang digunakan dalam analisa data adalah hermeneutic yaitu landasan filosofi pada pemahaman manusia untuk interpretativisme.

g. Keabsahan Data

Teknik keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal ini dapat dicapai dengan jalan : (a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Misalnya untuk mengetahui perasaan peserta pelatihan Tata Boga (membuat kue kering). (b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang


(23)

lain. Misalnya, dalam hal ini peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh pengurus PPMK dengan yang diberikan kepada peserta pelatihan Tata Boga (membuat kue kering). (c) Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan pada masalah yang diajukan peneliti dalam memanfaatkan dokumen atau data sebagai bahan pertimbangan.7

2) Ketekunan atau keajegan pengamatan. Ketekunan

pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada hal tersebut secara rinci. Maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja.

3) Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit kepastian. Auditor dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Disini pemastian bahwa sesuatu itu adalah objektif atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapatan dan penemuan seseorang, dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif,

7

Siti Maimunah, Skripsi Evaluasi Hasil Program PPMK Melalui Pelatihan Tanaman Hias, h. 15, UIN, 2007.


(24)

sedangkan jika disepakati oleh beberapa orang barulah dapat dikatakan objektif.8

h. Sistematika Penulisan

Penyajian dalam skripsi ini dijabarkan atas lima bab, dimana antara bab yang satu dengan yang lainya saling berkaitan dengan masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab. Untuk lebih jelas, berikut adalah sistematikanya :

Bab I. Pendahuluan, terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab II. Landasan Teori terdiri dari : 1. Pengertian Evaluasi, Model Evaluasi. 2. Pengembangan Masyarakat Islam: Pengertian PMI, Ruang Lingkup PMI, Tahap-tahap PMI. 3. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) : Pengertian PPMK, Hakekat PPMK, Pengelolaan PPMK, 4. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat. 5. Ekonomi Keluarga : Pengertian Ekonomi Keluarga, dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga. 6. Pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) : Mengenal Pelatihan Tata Boga (membuat kue kering), dan Jenis-jenis Pelatihan Tata Boga (membuat kue kering).

Bab III Gambaran Umum Tentang PPMK Manggarai Selatan : Sejarah Berdirinya PPMK Manggarai Selatan, Visi, Misi

8


(25)

dan Tujuan PPMK Manggarai Selatan, Azas dan Prinsip PPMK Manggarai Selatan, Gambaran Umum Tentang Kelurahan Manggarai Selatan.

Bab IV. Analisis Tentang Evaluasi Hasil Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Dalam Pengembangan Ekonomi Keluarga Melalui Pelatihan Tata Boga (membuat kue kering), dimana didalamnya akan dibahas mengenai tujuan-tujuan manakah yang sudah dicapai PPMK dari kegiatan pelatihan Tata Boga (membuat kue kering), Program Pelatihan Tata Boga Berpengaruh Pada Pengembangan Ekonomi Keluarga, Kebutuhan Individu Manakah Yang Telah Terpenuhi Sebagai Akibat Dari Program Pelatihan Tata Boga, Hasil Jangka Panjang Apakah Yang Nampak Sebagai Akibat Dari Kegiatan Pelatihan Tata Boga (membuat kue kering)

Bab V. Sebagai penutup akan diisi dengan kesimpulan dan saran-saran.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. EVALUASI

1. Pengertian Evaluasi

Secara etimologi, evaluasi artinya penilain, sehingga mengevaluasi artinya memberi penilaian atau menilai.1 Secara terminologi, Suharsimi Arikunto mengartikan evaluasi sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan. Dengan demikian, penelitian evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan program dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaan program tersebut.2

Sedikit berbeda dengan Suharsimi Arikunto, Viji Srinivasan mengatakan bahwa mengevaluasi berarti menguji dan menentukan suatu nilai, kualitas, kadar kepentingan jumlah, derajat atau keadaan. Ia juga mengartikan evaluasi sebagai “proses penentuan keputusan tentang lingkup perhatian, pemilihan informasi yang perlu, serta pengumpulan dan analisis informasi guna memberi ringkasan data yang berguna bagi para pengambil

1

Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, cet. ke-4

2

Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, Jakarta: PT Bina Aksara, 1998. cet. ke-1, h. 8


(27)

keputusan dalam memilih berbagai alternatif yang ada”.3 Dapat dikatakan evaluasi dimaksudkan untuk menyusun nilai-nilai indicator dalam mencapai suatu sasaran. Dengan kata lain kegiatan evaluasi adalah “suatu cara atau kegiatan untuk mengecek kekuatan dan kelemahan sebuah program serta suatu cara untuk menentukan ukuran-ukuran perbaikan bagi para pengambil keputusan”.4

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi adalah penilaian pada efektifitas dan efisiensi pelaksanaan suatu program dengan memperhatikan indikator-indikator atau faktor-faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaan suatu program. Ketika evalusi dilakukan maka akan terlihat faktor-faktor apa saja yang perlu dipertahankan, diperbaiki atau dihilangkan sama sekali. Dengan melihat berbagai indikator yang sudah disepakati dalam suatu evalusi maka hasil suatu program dapat disimpulkan. Hasil evaluasi ini akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terhadap suatu program. Apakah program itu dilanjutkan, diperbaiki, atau dihentikan tergantung dari hasil evaluasi pelaksanaan program tersebut.

2. Model Evaluasi

3

Viji Srinivasan, Metode Evaluasi Pertisipatoris, Dalam Walter Fernandes dan Rajesh Tandon (Editor), Risset Partisipatoris-Riset, Jakarta:Gramedia Putaka Utama,1993, h. 68

4


(28)

Dalam proses evaluasi, biasanya dikaitkan dengan model-model evaluasi yang akan digunakan. Banyak model-model yang ditawarkan berbagai penulis dalam hal proses evaluasi. Sebagaimana setiap kasus memiliki karakteristik, maka model evaluasipun demikian. Ada model yang cocok untuk suatu kasus ada juga yang tidak. Salah satu yang penulis ambil adalah apa yang ditulis Isbandi Rukminto Adi. Ia mengambil dari Pieterzak, Ramler, Renner, Ford dan Gilbert yang mengemukakan bahwa model evaluasi meliputi: a). Evaluasi Input, b). Evaluasi Proses dan c). Evaluasi Hasil.5

a. Evaluasi Input

Evaluasi ini dilakukan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu program. Unsur atau bisa juga dikatakan variable adalah bagian yang menjadi syarat berjalannya suatu program. Tanpa variable ini, program tak akan terlaksana. Jikapun bagian ini kurang atau hilang salah satunya, kemungkinan program akan berajan timpang bahkan gagal.

Dalam hal PPMK ada tiga variabel utama yang terkait dengan Evaluasi Input ini, yaitu:

1) Masyarakat, yaitu personal atau keluarga yang masuk dalam program yang dilaksanakan oleh PPMK.

5

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) Edisi Revisi, Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2003. h. 189


(29)

2) Pengurus PPMK, yaitu Tim atau Staf yang meliputi aspek demografi staf seperti latar belakang pendidikan dan pengalaman staf dalam mengelola sebuah program.

3) Program yang meliputi lama waktu pelaksanaan program dan sumber-sumber rujukan yang tersedia.6

Terkait dengan tiga variable input ini, ada empat kriteria yang dapat dikaji, yaitu:

1) Tujuan Program

2) Penilaian terhadap kebutuhan komunitas 3) Standar dari suatu praktek yang berkualitas 4) Biaya untuk pelaksanaanprogram

b. Evaluasi Proses

Evaluasi Proses berarti menilai bagaimana pelaksanaan suatu program ketika program tersebut sudah atau sedang berjalan dilapangan. Ketika program itu telah selesai dilaksanakan maka evaluasi ini dilakukan untuk menilai bagaimana proses kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah telah sesuai dengan rencana yang dirumuskan.7

Evaluasi ini memfokuskan pada aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antara peserta program dengan fasilitator. Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis terhadap system pemberian bantuan atau kegiatan program seperti,

6

Ibid, h.189

7

Elly Irawan. Dkk, Pengembangan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 1995. cet. ke-1, h. 18.


(30)

bagaimana pendampingan itu dilakukan, kebijakan lembaga dan kepuasan peserta program.8

c. Evaluasi Hasil

Dalam tahap ini, evaluasi dilaksanakan pada hasil akhir dari pelaksanaan suatu program yang telah berjalan atau telah selesai. Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh tujuan-tujuan yang sudah direncanakan telah tercapai. Dengan demikian, evaluasi ini diarahkan pada dampak keseluruhan dari suatu program terhadap masyarakat yang menjadi peserta program ketika program itu telah selesai. Untuk mempermudah mengevaluasi hasil, maka dimunculkan pertanyaan-pertanyaan utama yang terkait hasil dari suatu program. Pertanyaan tersebut adalah:

1) Kapan suatu program bisa dikatakan telah berhasil mencapai tujuannya?

2) Bagaimana perubahan masyarakat (terutama yang menjadi peserta program) setelah menerima “bantuan” program tersebut?

Adapun kriteria-kriteria keberhasilan suatu program ini bisa berorientasikan pada dua hal, yakni:

a. Berorientasi pada program.

8

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, edisi revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. 2003. h. 190


(31)

Kriteria keberhasilan pada umumnya dikembangkan berdasarkan cakupan ataupun hasil dari suatu program. Misalnya, persentase cakupan program terhadap populasi sasaran.

b. Berorientasi pada masyarakat.

Kriteria keberhasilan pada umumnya juga dikembangkan berdasarkan pada perubahan prilaku masyarakat. Misal, munculnya sikap kemandirian dan lain sebagainya9 setelah program yang dicanangkan itu bergulir.

B. Monitoring Evaluasi

1. Pengertian Monitoring

Secara sederhana yang dimaksud dengan monitoring adalah pemantauan terhadap sesuatu. Jika yang menjadi sasaran adalah suatu program maka monitoring ini ditujukan untuk memantau suatu program yang menjadi objeknya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dan disepakati.

Prof. DR. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul jabar dalam buku Evaluasi Program Pendidikan mengatakan bahwa pemantauan memiliki dua fungsi, yaitu untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana program dan untuk mengetahui seberapa pelaksanaan program yang sedang

9


(32)

berlangsung dapat diharapkan akan menghasilkan perubahan yang diinginkan. Fungsi kedua merupakan fungsi terpenting, mengingat pemantauan harus dapat mengenali sejak dini peluang terjadinya perubahan positif sesuai dengan harapan.10

Sasaran pemantauan terhadap suatu program adalah untuk menemukan hal-hal diantaranya:

a. Sejauh mana pelaksanaan program telah sesuai dengan rencana program.

b. Sampai seberapa jauh pelaksanaan program telah menunjukkan tanda-tanda tercapainya tujuan program c. Apakah terjadi dampak tambahan atau lanjutan yang

positif meskipun tidak direncanakan

d. Apakah terjadi dampak sampingan yang negatif, merugikan, atau kegiatan yang mengganggu.

2. Teknik dan alat Monitoring

Fungsi pokok pemantauan adalah mengumpulkan data tentang pelaksanaan suatu program. Untuk melaksanakan pengumpulan data yang berlaku dalam sebauh program tersebut diperlukan teknik dan alat. Adapun teknik dan alat monitoring yang diperlukan adalah sebagai berikut:

a. Teknik pengamatan partisipatif dengan

menggunakan lembar pengamatan, catatan

10

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007, h. 90.


(33)

lapangan, dan alat perekam elektronik. Yang dimaksud pengamatan partisipatif adalah pengamatan yang dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan program. b. Teknik wawancara, secara bebas atau tersetruktur

dengan alat pedoman wawancara dan perekaman wawancara.

c. Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi yang terkait dengan program yang telang menjadi objek penelitian.

Hasil dalam bentuk data yang diperoleh melalui monitoring ini harus segera dianalisis untuk diinterpretasikan atau dimaknai sehingga dapat segera diketahui dari data tersebut apakah tujuan program yang diharapkan telah tercapai atau belum.

C. Pengembangan Masyarakat Islam

1. Pengertian Pengembangan Masyarakat Islam

Secara etimologi, Pengembangan berarti membina dan meningkatkan kualitas. Sedangkan masyarakat Islam berarti kumpulan manusia yang beragama Islam. Secara terminologi, Pengembangan Masyakarat Islam berarti mentransformasikan dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam kehidupan keluarga, kelompok sosial, dan masyarakat.


(34)

Amrullah Ahmad mengatakan bahwa Pengembangan Masyarakat Islam adalah suatu sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dalam perspektif Islam.11 Dengan demikian, pengembangan Masyarakat Islam merupakan model empiris pengembangan prilaku individual dan kolektif dalam dimensi amal shaleh, dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Sasaran individualnya adalah setiap individu muslim, dengan orientasi sumber daya manusia. Sasaran komunalnya adalah kelompok muslim dengan orientasi pengembangan sistem masyarakat. Sasaran institusionalnya adalah organisasi Islam dan pranata sosial kehidupan dengan orientasi pengembangan kualitas dan Islamisitas kelembagaan.12

Dalam buku Islam Konsep Implementasi

Pemberdayaan, Syahril Harahap mengemukakan bahwa yang ingin dikerjakan dengan pengembangan masyarakat melalui dakwah Islam adalah menggerakkan masyarakat yang tradisional atau transisi menjadi masyarakat yang modern, masyarakat yang berorientasi pada masa lalu menjadi masyarakat yang berorientasi pada masa depan, dari

11

Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah Islam di Tengah Reformasi Manuju Indonesia Baru dalam Memasuki Abad ke-21, Bandung: Makalah pada Sarasehan Nasional SMF Dakwah, IAIN 1999, h. 9

12

Nanih Machendrawaty dan Agus A.Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Idiologi, strategi sampai tradisi, Bandung: Rosda Karya, 2001, cet. ke-1, h. 44


(35)

masyarakat yang pasrah pada takdir menjadi masyarakat yang dinamis, dari masyarakat yang stagnan menjadi masyarakat yang memiliki perencanaan dalam hidupnya. Jika hal ini terlaksana, maka masyarakat akan memberikan partisipasi maksimal terhadap usaha memerangi kemiskinan. Dengan demikian, masyarakat kita akan memiliki kekuatan untuk mengembangkan diri sendiri untuk bangkit.

Dalam surah Al-Insyiroh ayat 7-8 sudah jelas bahwa Islam mengarahkan manusia agar merencanakan kehidupan dengan beroriantasi pada masa depan. “maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” .

Oleh karena itu manusia mesti merencanakan peningkatan taraf hidup dan tidak menyerah pada takdir Tuhan13 dalam arti takdir-takdir yang terkait dengan kemampuan manusia dalam memilih dan mengambil keputusan.

Dalam bukunya Pedoman Pendidikan Masyarakat Islam Modern, Muhammad Amin Al-Misri mengatakan bahwa masyarakat Islam ialah masyarakat yang berbeda dari masyarakat-masyarkat lainnya. Mereka meemilik aturan khas

13

Syahril Harahap, Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,1999, cet.. ke 1, h. 132.


(36)

berupa perundang-undangan yang bersifat Qur’aniyah dan individu-individunya sama-sama berada dalam satu kaidah serta sama-sama menghadap satu kiblat. Masyarakat ini, mesti terbentuk dari beraneka ragam kaum umum dan tradisi-tradisi yang sama.

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa Pengembangan Masyarakat Islam adalah upaya-upaya mengembangkan seluruh potensi masyarakat secara Islami dalam rangka membangun kemampuan untuk menghadapi masa kini dan masa mendatang, menjadikan masyarakatnya dinamis dan terus berkembang ke arah yang lebih baik, tidak mudah menyerah pada keadaan dan memiliki kegigihan untuk bangkit dan bertahan.

2. Ruang Lingkup Pengembangan Masyarakat Islam

Edi Soeharto dalam Metodologi Pengembangan Masyarakat mengatakan bahwa Ruang lingkup pengembangan masyarakat atau Community Development mencakup segala aspek kehidupan sosial masyarakat yang hampir tidak ada batas waktunya, karena selalu dituntut untuk terus melakukan perbaikan atau pengembangan diberbagai aspek untuk mencapai kesejahteraan bersama, terutama dalam proses pengentasan kemiskinan. Walaupun titik tekannya adalah pengentasan kemiskinan hal ini tidak bisa dibangun secara


(37)

parsial dengan menitik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi saja sebab pembangunan ekonomi secara langsung dan tak langsung berkaitan dengan berbagai aspek yang lainnya. Itu sebabnya secara umum pengembangan masyarakat meliputi berbagai bidang pembangunan seperti pembangunan dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keagamaan juga kebudayaan.14

Beberapa bidang yang hingga saat ini masih berpotensi untuk dikembangkan antara lain adalah bidang-bidang yang terkait dengan usaha kesejahteraan sosial terhadap anak, perempuan, keluarga, perlindungan/advokasi, sektor industri kecil, golongan masyarakat yang tertindas dan lain-lain.15

Arif Budimanta mengatakan bahwa ruang lingkup pengembangan masyarakat mencakup beberapa hal, yaitu:16

a. Community Services, yakni pelayanan sosial terhadap masyarakat untuk memenuhi kepentingan mereka seperti pembangunan fasilitas umum (pembangunan atau peningkatan sarana transportasi, pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan perbaikan sanitasi lingkungan).

14

Edi Soeharto, Metodologi Pengembangan Masyarakat, Jurnal Comdev, Jakarta: BEMJ PMI,2004, vol.1, h. 3

15

Isbandi Rukminto Adi, Makalah tentang Pengembangan Masyarakat yang disampaikan pada Work Shop “Program Com-Dev Comite” Fakultas Dakwah dan Komunikasi tanggal 23 September 2003

16

Bambang Rudito (ed), Akses Peran Serta Masyarakat; Lebih Jauh Memahami Community Developmnet. Jakarta: ICDS,2003. cet. ke 1, h. 43.


(38)

Pengembangan kualitas SDM dan pendidikan seperti penyediaan guru dan operasi sekolah. Dibidang kesehatan seperti penyediaan bantuan medis, obat-obatan. Dibidang lingkungan seperti penyuluhan tentang peningkatan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman. Dibidang keagamaan seperti penyediaan ustadz, pastur dan lain sebagainya.

b. Community Empowering, yakni program-program pengembangan masyarakat yang menyangkut pemberian akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Program tersebut meliputi pengembangan atau penguatan kelompok-kelompok swadaya masyarakat, masyarakat adat, serta peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasiskan pada sumber daya setempat atau lokal (Resaurces Based)

c. Community Relation, yakni kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan komunikasi dan informasi kepada pihak-pihak yang terkait seperti penyuluhan dan konsultasi publik.


(39)

Ada juga pendapat lain yang dikatakan oleh Surna T. Djajadiningrat. Ia mengatakan bahwa ruang lingkup Pengembangan Masyarakat ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut:17

a. Wilayah yang terkena dampak negatif

pembangunan baik itu dampak fisik maupun dampak sosial.

b. Wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang selama ini belum dikembangkan. c. Wilayah dimana terdapat kelompok masyarakat

terbelakang dalam kehidupan ekonomi maupun sosial seperti suku terasing atau pedalaman. Hal ini berkaitan dengan tujuan dari pengembangan masyarakat itu sendiri yang memfokuskan pada pengembangan kehidupan sosial kemasyarakatan dengan cara meningkatkan taraf hidup masyarakat secara luas.

d. Wilayah dimana terdapat masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Dengan demikian dapat membantu meningkatkan pendapatan dan pendidikan yantg diperlukan bagi masyarakat tersebut.

17


(40)

Menurut Agus Efendi, setidaknya terdapat tiga kompleks pengembangan atau pemberdayaan yang mendesak untuk segera diperjuangkan dalam konteks pengembangan masyarakat Islam. Kompleks pengembangan masyarakat tersebut meliputi pengembangan pada tataran ruhiyah, tataran intelektualitas masyarakat, dan pengembangan pada tataran ekonomi masyarakat.18

3. Tahap-tahap Pengembangan Masyarakat

Upaya dalam rangka merealisasikan Pengembangan Masyarakat Islam harus dilakukan secara gradual atau bertahap. Dengan mengklasifikasikan proyek Pengembangan Masyarakat Islam dalam beberapa tahap, maka target yang harus dipenuhi akan mudah untuk dievaluasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mencapai hasil dimana setiap tahap bisa dikelola dengan maksimal hingga sampai pada tujuan puncaknya.

Pembagian dalam tahap-tahap tertentu ini dilakukan guna mengantisipasi terjadinya akumulasi problem atau menumpuknya kendala yang dihadapi dalam upaya Pengembangan Masyarakat Islam. Jika dilakukan secara bertahap, maka setiap kendala, problem atau bahkan kesalahan implementasi dapat dikoreksi, dievaluasi serta diantisipasi

18

Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Syafe’ie. Pengembangan Masyarakat Islam Dari Idiologi, Strategi Sampai Tradisi. Bandung: Rosda Karya, 2001. h. 44.


(41)

sejak dini. Tentu saja hal ini juga diorientasikan untuk mencapai efektifitas serta efisiensi dalam pelaksanaan program pengembangan.

Merujuk pada apa yang dicontohkan Rosulullah ketika membangun masyarakat, setidaknya mesti ditempuh tiga tahap atau proses Pengembangan Masyarakat Islam. Tahap-tahap itu adalah takwin, tanzim, taudi.19

1. Tahap Takwin

Tahap ini merupakan tahap pertama dan utama dalam proses pembentukan masyarakat Islam. Kegiatan pokok dalam tingkat ini adalah dakwah bil lisan sebagai ikhtiar sosialisasi aqidah, ukhuwah serta ta’awun. Ketiga aspek itu kemudian ditata sehingga membentuk sebuah instrument sosiologis. Adapun proses sosiologisnya dilakukan secara strategis dan taktis, dimulai dari unit terkecil dan terdekat hingga mencapai sebuah kesepakatan lalu kemudian melangkah ke unit yang lebih besar dan luas.

Sasaran utama tahap pengembangan ini adalah adalah terjadinya internalisasi ajaran Islam dalam kepribadian masyarakat yang kemudian diekspresikan dalam bentuk motivasi, komitment serta konsistensi untuk

19


(42)

membela dan mempertahankan keimanan dari tekanan struktur.

Menurut Amrullah Ahmad, pada tahap tanwin ini, fundamental sosial Islam dalam bentuk aqidah, ukhuwah Islamiyah dan ta’awun diharapkan telah tertanam pada kesadaran tiap personal muslim. Demikian juga tauhid, mesti sudah menjadi instrument sosiologis dalam pembentukan persatuan komunitas muslim dalam sebuah motivasi dan komitmen yang besar terhadap Islam.

Jika kita bercermin pada sejarah Nabi Muhammad SAW, maka tahap ini ditandai dengan upaya Beliau untuk menanamkan kesadaran sosial masyarakat Arab untuk tidak tunduk pada system yang menindas serta diskriminatif. Caranya adalah dengan menanamkan kesadaran tauhid dalam masing-masing individu muslim sehingga mereka memiliki komitmen dan motivasi untuk keluar dari segala bentuk system yang menindas sebagai jalan mengekpresikan keimanan mereka. Sebab pada tahap seperti ini, tentunya mereka sudah memandang bahwa manusia berada dalam garis sejajar akan hak dan martabatnya sebagai manusia dihadapan Tuhan. Karena keyakinan akan persamaan ini maka mereka akan berusaha keluar dari tataran yang diskrimatif.


(43)

Penindasan yang dihidupkan oleh sebuah sistem yang tidak adil harus ditumbangkan karena bertentangan dengan aqidah mereka yang sudah menginternal didalam jiwa. Dalam tahap ini seorang muslim sudah memiliki karakter keislaman mendalam yang tercermin dalam pemikiran, perkataan dan prilakunya. Sehingga setiap pemikiran, perkataan dan tindakan menjadi sebuah ekspresi pencerminan prinsip dasar ajaran Islam.

Inilah sasaran yang paling fundamental bagi seorang individu muslim, internalisasi nilai dalam tataran pribadi dan akan memancar dalam tiap perkataan dan tindakan mereka. Apabila tahap pada unit terkecil (Individu) ini sudah mewujud maka untuk meningkat pada lingkup yang lebih besar lagi akan lebih mudah. Keluarga akan lebih mudah dibentuk sebab ia adalah lingkup dari beberapa individu yang tentunya sudah terbentuk aqidahnya. Masyarakat juga akan lebih mudah dibentuk karena merupakan satuan-satuan keluarga yang sudah terbentuk dengan baik.

2. Tahap Tanzim

Setelah melalui tahap takwin, proses Pengembangan Masyarakat Islam menginjak pada tahap selanjutnya, yaitu tahap tanzim. Yang dimaksud dengan


(44)

tahap tanzim adalah pembinaan dan penataan masyarakat. Pada tahap ini proses internalisasi prinsip Islam dilakukan secara komprehensif dan mendalam pada realita sosial masyarakat.

Berkaca pada sejarah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, tahap tanzim dilakukan sejak periode hijarh ke Madinah. Pasca hijrah ini Rosulullah secara intensif melakukan proses institusionalalisasi Islam. Hal ini dilakukan oleh Rosulullah dengan beberapa tahap.

Pertama pembangunan Masjid Quba’ dan Masjid Nabawi di Madinah. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan masjid sebagai pusat dan tempat proses implementasi dakwah Islam secara sistematis, terarah dan terkonsentrasi. Kedua, membantuk lembaga Ukhuwah Islamiyah antara Muhajirin dan Anshor. Langkah ini adalah titik kulminasi penguatan komunitas muslim dalam sebuah ikatan sosial yang kuat dan bersatu. Ketiga, membuat piagam Madinah sebagai sistem penataan kemasyarakatan dalam bidang politik yang disetujui oleh berbagai suku yang ada di Madinah termasuk kaum Yahudi.

Dalam pandangan pembangunan masyarakat, langkah yang ditempuh oleh Beliau dapat disebut sebagai


(45)

menciptakan memorandum of agreement antara da’i dan mad’u sebagai landasan kerja untuk membangun dan mengembangkan masyarakat di Madinah.

Meninjau taktik yang dilakukan oleh Nabi di Madinah itu, maka pengembangan masyarakat Islam dewasa ini dapat menempuh cara yang serupa. Tentunya dengan perangkat, metode serta orientasi yang lebih kontemporer dan aktual. Dalam tahap ini, yang menjadi titik tekan adalah proses institusionalnya. Hal ini agar proses pengembangan masyarakat Islam tidak lagi bergerak pada tataran individual secara personal. Akan tetapi bergerak lebih maju dan luas dengan ditunjang dan dirancang dalam sebuah sistem yang teratur dan terarah serta terimplementasi melalui sebuah lembaga formal yang memiliki visi dan misi yang jelas.

3. Tahap Taudi’

Tahap Taudi’ adalah keterlepasan dan

kemandirian. Pada tahap ini masyarakat Islam telah mengalami keterlepasan dari segala bentuk problematika fundamental yang mengikat baik itu sosial, politik maupun lingkungan hidup. Disini ummat telah siap menjadi masyarakat yang mandiri terutama secara menejerial. Hal ini berlaku baik secara personal atau


(46)

individu maupun masyarakat, dalam arti terlepasnya kebergantungan dari individu maupun komunitas. Tahapan ini dapat disebut sebagai tahap puncak. Jika tahap ini telah dicapai maka proses pengembangan masyarakat Islam dapat disebut telah berhasil dengan baik.

Abdul Munir Mulkan mengatakan20 bahwa pada fase ini problem agama seharusnya tidak lagi berkutat pada pemujaan terhadap Tuhan. Problem mendasar agama pada tahap ini adalah pembebasan manusia dan dunia dari kemiskinan, konflik etis, dan juga penindasan atas nama Negara, ideologi, politik, bahkan atas nama agama. Pada tahap ini agama harus dipahami sebagai wacana kebudayaan sebab bagaimanapun wahyu Tuhan akan berubah menjadi masalah kebudayaan begitu disentuh oleh manusia. Lebih jauh, ia menilai bahwa praktek keagamaan dan dakwah terkadang bisa menjadi tidak manusiawi serta tidak memperdulikan persoalan kongkrit yang dihadapi manusia. Tentu saja hal ini jika agama dipahami secara terbatas atau tekstual buta. Seharusnya praktek keagaaman serta orientasi dakwah tidak lagi terjebak pada paradigma yang demikian.

20


(47)

Konsep dan strategi dakwah harus diarahkan pada pemecahan masalah ini dan diharapkan mampu menciptakan tiga kondisi sebagai berikut:21

a. Tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian ummat serta masyarakat sehingga berkembang sikap optimis.

b. Tumbuhnya kepercayaan terhadap kegiatan dakwah guna mencapai tujuan kehidupan yang lebih ideal.

c. Berkembangnya suatu kondisi

sosial-ekonomi-budaya-politik-iptek sebagai landasan peningkatan kualitas sumber daya ummat.

Tahap ini merupakan parameter untuk mengukur puncak keberhasilan proses pengembangan masyarakat Islam. Bila kondisi seperti ini tercapai maka proses pengembangan masyarakat Islam dapat dinilai telah mencapai kesuksesan.

D. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK)

1. Pengertian Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK)

21

Abdul Munir Mulkan, Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Modernisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. h. 56.


(48)

PPMK merupakan system dan pola proses perubahan yang dikehendaki dan direncanakan secara konseptual untuk memberdayakan masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat yang ada di Kelurahan.

Program Pembedayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) adalah suatu model pembangunan Kelurahan yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat ditingkat Rukun Warga (RW), dimana masyarakat diberi kepercayaan untuk mengelola dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sendiri program pembangunan yang ada di keluarahan masing-masing. Program ini meliputi pembinaan tiga bidang pembangunan, yakni bina ekonomi berupa pinjaman bergulir, bina sosial berupa pelatihan keterampilan masyarakat dan bina fisik lingkungan berupa pembangunan sarana dan prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat.22

2. Hakikat Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Hakikat PPMK adalah memberikan peranan jauh lebih besar kepada masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi serta diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat baik dalam bentuk pemikiran, tenaga maupun

22

Modul Pelatihan TPK RW, Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), Jakarta: Lembaga Daya Sejahtera Bersama, 2004, h. 54


(49)

financial dalam membangun pemberdayaan masyarakat itu sendiri. PPMK ini dirancang untuk mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat yang berbasis komunitas seperti Dewan Kelurahan, RW dan lembaga kemasyarakatan lainnya.

3. Program PPMK

Sebagaimana telah disinggung diatas, Program PPMK terdiri atas tiga binaan pembangunan masyarakat (Tribina), yaitu: Program ekonomi pinjman bergulir, program sosial pelatihan keterampilan masyarakat dan program pembangunan fisik wilayah.23

4. Pengelolaan PPMK

PPMK dikelola oleh organisasi pelaksana PPMK yang terdiri atas: Gubernur DKI Jakarta sebagai Pembina PPMK, Walikotamadya dan Bupati kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Kepala BPM kotamadya termasuk kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Camat, Lurah, LSM Pendamping, Fasilitator Kelurahan, Tim Pelaksana Kegiatan Rukun Warga (TPK-RW), Unit Pengaduan Masyarakat (DUMAS), dan lain-lain.

E. Ekonomi Kelurga

23

Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Jakarta: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kotamadya Jakarta Selatan, 2008, h. 1.


(50)

1. Pengertian Ekonomi Keluarga

Untuk mendapat pemahamann yang baik dan mendasar tentang Ekonomi Keluarga maka penulis memisahkan dua kata tersebut untuk kemudian menguraikannya dengan terperinci.

Secara Etimologi, ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikonomia. Kata Oikonomia itu sendiri terdiri atas dua kata, yakni oikos yang artinya rumah tangga dan nomos yang artinya aturan. Dengan demikian, ekonomi memiliki arti mengatur rumah tangga. Dalam bahasa Inggris ia disebut economic.24

Pengertian secara terminologi dikatakan bahwa ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perseorangan dan kelompok dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber yang terbatas.25

Pengertian lain dikemukakan oleh Anshori. Dimana ia mengartikan ekonomi adalah kegiatan manusia dan kegiatan masyarakat untuk mempergunakan unsur-unsur produksi seperti kekayaan alam, modal, tenaga kerja dan skill dengan sebaik-baiknya guna memenuhi berbagai macam kebutuhan.26

24

Murasa Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam, Bahan Pengajaran Ekonomi dan Perbankan Syariah di IAIN Syahid Jakarta, 1999, h. 5.

25

Ahmad Muhammad Al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, cet. ke 1, h. 143.

26

Endang Syaifuddin Anshori, Wawasan Islam, Pokok-pokok Pokiran Tentang Islam dan Ummatnya, Bandung: CV Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1983, h. 145.


(51)

Sedangkan para ahli ekonomi Islam mendefinisikan ekonomi sebagai sesuatu yang berkenaan dengan perilaku manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan uang dan membelanjakannya27 sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.28

Ekonomi menerangkan bagaimana individu dan masyarakat memilih untuk menggunakan sumber daya yang langka dan barang-barang material dengan sebaik-baiknya untuk memuaskan keinginan mereka.29

Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ekonomi adalah pengetahuan tentang upaya manusia baik secara individu maupun kelompok dalam rangka memenuhi kebutuhan dan membangun tingkat kesejahteraan kehidupan mereka melalui pembuatan berbagai aturan rumah tangga yang baik melalui pemaksimalan penggunaan berbagai sumber daya yang ada.

Sedangkan pengertian keluarga adalah satuan terkecil dalam sebuah masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Didalam satuan terkecil ini terdapat berbagai komitmen yang mengikat mereka untuk hidup bersama dan membangun kebahagiaan.

27

Fuad Muhammad Fachruddin, Ekonomi Islam, Jakarta: Penerbit Mutiara, 1982, h.75

28

M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995, h. 23.

29

Maskur Wiratmo, Pengantar Ekonomi Makro, Seri Diktat Guna Darma, Jakarta: Guna Darma,1994, h. 1.


(52)

Jika demikian, yang dimaksud Ekonomi keluarga adalah upaya sebuah keluarga (satuan terkecil masyarakat) untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka sekaligus upaya dalam rangka membangun tingkat kesejahteraan kehidupan mereka melalui pembuatan berbagai aturan rumah tangga yang baik dengan memaksimalkan penggunaan berbagai sumber daya yang mereka miliki.

2. Kesejahteraan Keluarga

Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan keluarga dengan berbagai tingkatannya menentukan sejahtera atau tidaknya sebuah keluarga. Sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera manakala kebutuhan pokok mereka terpenuhi. Diantara kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut adalah:

4. Kebutuhan Vital Biologis atau kebutuhan jasmani, seperti: makanan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan seterusnya.

5. Kebutuhan rohani, seperti filsafat hidup, agama, moral dll

6. Kebutuhan social cultural, seperti: pergaulan, kebudayaan, dll

Kebutuhan-kebutuhan ini saling terkait satu sama lain. Secara minimal kebutuhan ini mesti terpenuhi untuk dapat dikatakan sebagai keluarga yang sejahtera.


(53)

Dalam pengertian lahiriyah, sebuah keluarga yang sejahtera biasanya diukur dari segi kecukupan pangan, sandang, papan, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, terpenuhi kebutuhan hiburan dan rekreasi. Sedangkan dalam pengertian bathiniyah, keluarga sejahtera adalah sebuah keluarga yang dapat memberikan rasa bahagia, puas, aman dan syukur secara menyeluruh.

Didalam keluarga yang sejahtera biasanya juga sudah terdapat aturan yang jelas dalam pembagian tugas antara kepala keluarga, ibu rumah tangga dan anak-anaknya. Dimana mereka juga saling mengerti akan tanggung jawab masing-masing dan saling mendukung demi menciptakan sebuah keharmonisan keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang tercukupi kebutuhan lahir dan bathin mereka. Hal ini tergambar dengan sebuah aturan yang berlaku dalam keluarga tersebut sehingga menciptakan harmonisasi bagi kehidupan mereka.

F. Keterampilan Membuat Kue Kering

1. Mengenal Keterampilan Membuat Kue Kering

Program keterampilan membuat kue kering ini dilaksanakan oleh Dewan Kelurahan PPMK. Pelaksanaan pelatihannya dilakukan satu kali seminggu. Program PPMK


(54)

dalam hal pengadaan pelatihan membuat kue kering merupakan bagian dari program Bina sosial yang dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran, sikap, dan kelembagaan social di tengah masyarakat.

Tujuan Bina Sosial didalam PPMK sendiri adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan daya saing anggota masyarakat b. Meningkatkan peran serta lembaga kemasyarakatan

dalam menghimpun dan mengembangkan kemampuan masyarakat

c. Meningkatkan kesetiakawanan social, kepedulian social dan kerja sama antar unsur masyarakat.

PPMK memilih program pelatihan membuat kering berdasarkan proposal ajuan dari masyarakat sebagaimana diatur dalam mekanisme operasional pembuatan program PPMK. Adapun yang menjadi peserta program dalam pelatihan ini adalah masyarakat yang semuanya kaum perempuan dari berbagai usia. 2. Jenis-jenis pelatihan Tata Boga

Banyak jenis kue kering dengan berbagai aneka bahan bakunya. Dalam Program Pelatihan PPMK di Kelurahan Manggarasi selatan ini, tiem memilih dalam pelatihan membuat jenis kue kering diantaranya adalah Kue Nastar dengan berbagai variannya, Putri salju dan Choko Chese.


(55)

Pelatihan dilakukan secara berkelompok dan berkala. Setelah hasil yang diinginkan trercapai peserta dipersilahkan untuk mencoba sendiri dirumah dan mengajarkanya kepada orang lain.30

30

Wawan Budi Rahman, S.Sos (Lurah Manggarai Selatan), Wawancara Pribadi, Tebet, Maret 2009.


(56)

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG PPMK MANGGARAI SELATAN

A. Latar belakang sejarah berdirinya PPMK Manggarai Selatan

Globalisasi yang melanda berbagai Negara di dunia ternyata mendorong terjadinya perubahan yang cepat. Good governance, HAM, demokratisasi, Transparansi dan akuntabilitas pun menjadi beberapa aspek yang menjadi tuntutan dalam tatanan kehidupan bernegara.

Proses perubahan nilai-nilai tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan berbagai gejolak yang dapat merugikan tatanan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam proses perubahan tersebut pemerintah yang dalam hal ini memiliki fungsi pelayanan dan pengaturan pemberdayaan rakyat jelas memiliki fungsi yang sangat strategis.

Sejalan dengan undang-undang nomor 34 tahun 1999 tentang pemerintahan provinsi Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta dan perda nomor 5 tahun 2001 tentang Dewan Kelurahan, maka Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) ini dalam konteks di atas sangat tepat. Dengan alasan bahwa interaksi antar warga di tingkat RW masih cukup kuat maka PPMK memanfaatkan institusi kemasyarakatan di Kelurahan-kelurahan yang berbasiskan masyarakat RW tersebut. Tentu saja hal ini juga mempertimbangkan asumsi bahwa anggota Dewan Kelurahan merupakan representasi masyarakat yang ada di tiap RW.


(57)

PPMK dapat menggantikan forum musbag yang selama ini dilakukan setiap tahun. Program ini memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat untuk merencanakan,melaksanakan, dan mengawasi program ini. Program ini diprediksikan dapat meningkatkan kesejahteraan semua komponen masyakarat yang ada. Dengan demikian diharapkan akan merangsang keterlibatan anggota masyarakat dari semua strata baik dalam bentuk pemikiran, tenaga maupun financial.

Program PPMK ini merupakan dana bantuan langsung kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan tribina yang mendekati bina sosial, ekonomi dan fisik lingkungan sebagai model pendekatan dalam pemberdayaan dan pembangunan masyarakat RW di kelurahan. Alokasi dari ketiga pendekatan ini akan dilihat dari prioritas kebutuhan dasar masyarakat masing-masing RW di kelurahan khususnya kelurahan Manggarai Selatan, melalui identifkasi bersama-sama masyarakat dan fasilitator kelurahan yang korelasinya terwujud dalam penggunaan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).

Bantuan kepada masyarakat ini diberikan dalam bentuk dana yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang diusulkan, dilaksanakan dan diawasi oleh masyarakat itu sendiri dengan pendampingan LSM. Dana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha produktif, pembangunan sarana dan prasarana dasar lingkungan serta pengembangan sumberdaya manusia dalam penguatan kelembagaan yang disalurkan kepada Kelompok-kelompok Masyarakat Pemanfaat (KOMAT) di RW-RW


(58)

melalui kelembagaan Dewan Kelurahan (Dekel) dan TPK RW di tiap-tiap kelurahan. Lurah sendiri, dalam hal ini berfungsi sebagai pembantu pimpinan proyek.1

Pemerintah propinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk memberikan bantuan masyarakat dengan pendekatan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). Maka dalam hal ini, PPMK memiliki tujuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berbasis RW dalam cakupan tiap kelurahan. Program tersebut bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat yang memperkuat perkembangan masyarakat di masa mendatang.

B. Visi, Misi, dan Tujuan PPMK

Adapun visi dari PPMK Manggarai Selatan antara lain terwujudnya kemandirian dan partisipasi masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah masyarakat yang ada di Kelurahan Manggarai selatan. Sedangkan misi dari PPMK Manggarai selatan adalah pemberdayaan masyarakat dan penguatan institusi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, ekonomi dan pemeliharaan lingkungan.

PPMK bertujuan mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui hal-hal berikut:

1


(59)

1. Memberdayakan masyarakat yang berbasis komunitas RW, mengatasi masalah yang ada dengan melaksanakan kegiatan yang dikelola secara demokratis, transparan dan akuntabel.

2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan pendekatan tribina (sosial, ekonomi, dan fisik)

3. Memberdayakan institusi di masyarakat, Dewan Kelurahan, Ketua RW dan Forum Warga di tingkat RW.

4. Menggerakkan partisipasi masyarakat

C. Azas dan Prinsip Dasar PPMK

Azas Dasar Pelaksanaan PPMK adalah sebagai berikut:

1. Keadilan : Manfaat merata yang dirasakan masyarakat tanpa membedakan suku, ras dan agama. 2. Kejujuran : Membuka hati nurani untuk mengangkat

nilai-nilai positif dalam masyarakat.

3. Kemitraan : Menjalin kerja sama seluruh komponen masyarakat.

4. Kesederhanaan : Prosedur dan langkah-langkah yang sederhana secara administrasi maupun teknis.


(60)

Sedangkan Prinsip dasar PPMK adalah sebagai berikut:

1. Demokratis : Program ini berasal dari masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat.

2. Partisipasi : Program PPMK menghendaki partisipasi masyarakat.

3. Transparansi : Dalam pelaksanaan PPMK dibutuhkan adanya keterbukaan baik dari segi dana maupun administrasi lainnya.

4. Desentralisasi : Dalam pelaksanaan PPMK ditangani oleh salah satu organisasi dalam hal ini adalah Dewan Kelurahan.

5. Keberlanjutan : PPMK dilaksanakan terus-menerus di masyarakat.

D. Gambaran Umum Tentang Kelurahan Manggarai Selatan 1. Letak Geografis dan Komposisi Penduduk

Kelurahan Manggarai Selatan adalah sebuah kelurahan yang terletak di wilayah Kecamatan Tebet Kotamadya Jakarta Selatan. Terdiri atas 10 RW dan 128 RT. Luas wilayah Manggarai Selatan sendiri adalah +51,43 Ha dengan keseluruhan kompsisi tanah adalah tanah daratan.2 Luas wilayah ini digunakan

2


(61)

diantaranya sebagai perumahan 46,80 Ha, fasilitas umum 3,6 Ha, dan lainnnya seluas 1,0 Ha.3

Kelurahan Manggarai Selatan diapit oleh lima kelurahan lainnya dengan posisi geografis sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Keluarahan Manggarai, Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kelurahan Bukitduri, Sebelah Barat dibatasi oleh jalan KH Abdullah Syafi’ie yang menjadi bahu kelurahan Tebet barat, bagian Barat daya berbatasan dengan Kelurahan Menteng Dalam dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Menteng Atas. Kedua kelurahan terakhir ini dipisah dengan bentangan Jalan DR Sahardjo dari arah Pasar Minggu sampai dengan terminal Manggarai.

Komposisi penduduk menurut laporan tahunan kelurahan Manggarai Selatan tahun 2008 memetakan bahwa jumlah pendudukan di kelurahan ini sebanyak 28.098 jiwa yang terdiri atas 6.201 Kelapa Keluarga (KK) dengan komposisi 14.864 laki-laki dan 13.238 perempuan. Jumlah ini tersebar dalam cakupan wilayah adminitrasi 10 Rukun Warga (RW) dan 128 Rukun tetangga (RT).

4

Untuk memperjelas hal tersebut tabel-tabel berikut merinci komposisi kependudukan menurut kelahiran dan kematian, kewarganaegaraan dan sebaran penduduk ditiap Rukun Warga yang ada di kelurahan Manggarai Selatan.

3

Ibid, h. 3.

4


(62)

Tebel 1.

Penduduk menurut jumlah yang lahir, mati, datang dan pindah berdasarkan data bulan Januari s.d Desember 2008

LK PR LK PR LK PR LK PR

1 01 15 9 8 12 12 9 25 20

2 02 14 15 14 18 14 10 20 25

3 03 11 8 15 10 13 5 13 23

4 04 11 10 17 19 11 9 23 21

5 05 10 11 11 15 11 5 16 25

6 06 8 12 10 19 12 4 26 23

7 07 14 15 18 11 12 8 33 36

8 08 16 7 17 13 5 8 30 25

9 09 11 8 18 17 5 7 25 23

10 10 8 5 19 9 7 8 53 36

118 100 147 143 102 73 264 257

Keterangan

Jumlah

RW

No Lahir Datang Mati Pindah

Tebal 2.

Mobiltas Penduduk berdasarkan kewarganegaraan

LK PR Jumlah LK PR Jumlah

1 Penduduk Akhir tahun 2008 14,864 13,234 28,098 0 0 0 28,098

2 Kelahiran 14 8 22 0 0 0 22

3 Kematian 6 7 13 0 0 0 13

4 Pendatang 8 11 19 0 0 0 19

5 Pindah 9 9 18 0 0 0 18

WNA WNI

Mobilitas No

Catatan : data pada row 2,3,4 dan 5 sudah termasuk pada row 1

Total


(63)

Tabel 3.

Jumlah Penduduk tiap Rukun Warga

LK PR Jumlah LK PR LK PR Total

1 01 1,102 994 2,096 0 0 1,102 994 2,096 2 02 2,465 1,427 3,892 0 0 2,465 1,427 3,892 3 03 1,250 1,919 3,169 0 0 1,250 1,919 3,169 4 04 1,417 1,356 2,773 0 0 1,417 1,356 2,773 5 05 2,321 1,326 3,647 0 0 2,321 1,326 3,647 6 06 1,014 987 2,001 0 0 1,014 987 2,001 7 07 1,853 1,504 3,357 0 0 1,853 1,504 3,357 8 08 1,092 1,024 2,116 0 0 1,092 1,024 2,116 9 09 1,055 1,190 2,245 0 0 1,055 1,190 2,245 10 10 1,295 1,507 2,802 0 0 1,295 1,507 2,802

No RW WNI WNA

13,234 14,864

Jumlah Total

Jumlah 28,098 0 0 14,864 13,234 28,098

2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Pendidikan

Kondisi sosial ekonomi di perkotaan sangat kompleks. Hal ini dikarenakan masyarakat kota yang plural dengan latar belakang pendidikan masyarakat, daerah asal dan budaya mereka yang beragam. Bila dilihat dari segi tingkat ekonomi secara umum jika dibandingkan antara penduduk yang kaya dengan yang miskin maka perbandingannya jauh. Penduduk yang kaya apalagi konglomerat (super kaya) jumlahnya sangat sedikit. Mayoritas tingkat ekonomi penduduk kota adalah menengah ke bawah. Dalam hal ini tak terkecuali, terlihat juga pada tingkat ekonomi masyarakat kelurahan Manggarai Selatan.

Wilayah kelurahan Manggarai Selatan sebagaimana tergambar dari data laporan tahunan 2008 memiliki komposisi


(64)

mata pencaharian sebagai berikut: karyawan (negeri,TNI dan swasta) sebanyak 3.624 orang, sektor pendidikkan 531 orang, pedagang 3.689, buruh 261 orang dan jasa 75 orang. Tabel di bawah ini secara jelas menggambarkan bagaimana komposisi mata pencaharian masyarakat Manggarai Selatan sebagaimana tersebut di atas.

Tabel 4.

Penduduk menurut mata pencaharian

Tingkat pendidikan suatu masyarakat jelas memainkan peran penting dalam arus perubahan suatu masyarakat dalam segala bidang. Tak terkecuali didalamnya (bahkan yang utama) adalah tingkat perekonomian keluarga. Tingkat pendidikan akan menentukan model perekonomian suatu keluarga dari mulai jenis

1 Karyawan

1. Pegawai Negeri Sipil 870

2. TNI 78

3. Swasta 2,676

5 Pendidikan 531

6 Pedagang 3,689

7 Tani 0

8 Pertukangan 0

9 Nelayan 0

10 Pemulung 0

11 Buruh 261

12 Jasa 75

Keterangan Jumlah

Pekerjaan No


(65)

pekerjaannya, jumlah pendapatannya dan pola-pola usaha yang dimainkan dalam memutar roda ekonomi mereka.

Tingkat pendidikan masyarakat Manggarai selatan didominasi oleh tingkat SD untuk kemudian disusul oleh SMP dan selanjutnya SMA. Pada tabel di bawah hal ini terlihat jelas bagaimana strata pendidikan masyarakat Manggarai Selatan.

Tabel 5.

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

1 Taman Kanak-kanak 399 2 Lulus Pendidikan Umum

1. Sekolah Dasar 12,661

2. SMP/SLTP 8,053

3. SMA/SLTA/SMK 5,561 4. Akademi (D1-D3) 557 5. Sarjana (S1-S3) 575 3 Lulusan Pendidikan Khusus

1. Pondok Pesantren 95

2. Madrasah 197

3. Pendidikan keagamaan lainnya 0 4 Buta huruf (latin)

Keterangan Jumlah

Tingkat Pendidikan No

Jumlah 28,098

3. Kondisi Sosial Keagamaan

Sebagaimana diketahui bahwa penduduk beragama Islam menjadi pendudk mayoritas di Indonesia termasuk di Kota Jakarta. Di kelurahan Manggarai Selatan agama Islam juga menjadi agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk. Dari kompsisi ini maka


(66)

tidak aneh jika rutinitas kegiatan keagamaan, dalam hal ini Islam, sangat terasa di keluarahan Manggarai selatan. Kegiatan keagamaan dalam berbagai perayaan dan skala seperti maulid, pengajian-pengajian, dakwah, takblig akbar dll, sangat mudah dijumpai di kelurahan ini dalam setiap kondisi dan situasi.

Beberapa ulama terkenal dan cukup berpengaruh di masyarakat bertempat tinggal di keluarahan Manggarai Selatan. Di antara mereka yang menonjol adalah KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie, KH. Saman Husni dan KH. Zaki Mubarok MA. Mereka ini mengayomi kehidupan masyarakat Manggarai Selatan dalam tiap kesempatan di masjid dengan rutin pada jadwal pengajian yang mereka buat atau dalam berbagai acara.

Pergesekan budaya atau salah paham terutama dalam hal agama tidak pernah terjadi di kelurahan ini. Adapun sesekali keributan terjadi seperti tawuran lebih dikarenakan hal sepele yang terjadi antar satu kelompok atau satu sekolah yang sama sekali alasannya bukan agama. Di Manggarai Selatan masyarakat yang berbeda agama dapat hidup dengan rukun dan damai penuh harmoni dengan masyarakat lainnya.


(67)

Tabel di bawah ini memperjelas komposisi agama yang dipeluk penduduk Manggarai selatan.

Tabel 6.

Jumlah Penduduk Menurut Agama

1 Islam 27,110

2 Kristen Protestan 563 3 Kristen Katolik 340

4 Hindu 35

5 Budha 50

Jumlah 28,098

Keterangan Jumlah

Agama No

Analisis Gender dan kontribusi Terhadap Ekonomi Keluarga Kegiatan membuat kue kering secara umum diikuti oleh kaum perempuan baik perempuan yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Alasan mereka mengikuti kegiatan pelatihan tata boga (membuat kue kering) ini cukup beragam. Namun secara rata-rata dapat dibagi menjadi tiga alasan. Ada yang mengikuti untuk menambah skill atau keterampilan. Alasan ini biasanya datang dari mereka yang belum menikah. Ada yang bertujuan membantu ekonomi keluarga dalam hal ini menambah pemasukan karena suaminya memiliki pendapatan kecil. Jelas sekali pendapatan suami yang kecil tidak mencukupi untuk memutar roda


(68)

kehidupan di rumah. Ada juga yang menjadikan pelatihan sebagai sarana yang pada waktunya menjadi mata pencaharian utama. Alasan yang terakhir ini dilontarkan oleh mereka yang single parent (orang tua tunggal yang ditinggal mati suaminya atau telah bercerai) atau oleh istri yang memiliki suami pengangguran (tidak bekerja).


(69)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Tujuan – tujuan yang sudah dicapai PPMK dari kegiatan pelatihan Tata Boga (Pembuatan Kue Kering)

Sebagaimana diketahui dan telah dijelaskan dalam landasan teori skripsi ini bahwa PPMK merupakan sebuah sistem dan pola proses perubahan yang dikehendaki dan direncanakan secara konseptual untuk

memberdayakan masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan

dan penghidupan masyarakat yang ada di Kelurahan. Terkait dengan hal ini ada tiga jenis aspek yang diberdayakan dalam pembinaan melalui PPMK yang disebut dengan

Tribina. Aspek-aspek tersebut yaitu pembinaan sosial, pembinaan fisik dan pembinaan ekonomi. Pelatihan tata boga dalam hal ini pelatihan khusus membuat kue kering yang menjadi objek penelitian peneliti ini sendiri merupakan bagian dari program Bina sosial.

Tujuan Bina Sosial di dalam PPMK sendiri adalah dalam rangka meningkatkan daya saing anggota masyarakat, meningkatkan peran serta lembaga kemasyarakatan dalam menghimpun dan mengembangkan kemampuan masyarakat dan meningkatkan kesetiakawanan sosial, kepedulian sosial dan kerja sama antar unsur masyarakat.


(70)

Setelah program PPMK ini dilaksanakan, apakah tujuan-tujuan tersebut telah tercapai? Kalau memang tercapai mana saja yang berhasil dicapai?

Setelah menganalisis hasil wawancara dan observasi, peneliti di lapangan selama penelitian ini ada temuan yang dapat peneliti tarik terkait dengan tujuan-tujuan PPMK dalam hal pelatihan membuat kue kering.

Bapak Wahyono selaku pejabat kelurahan mengatakan bahwa tujuan pelatihan ini diharapkan dapat berimbas pada peningkatan ekonomi masyarakat1. Pak Bahcri selaku TPK di tingkat RW yang secara langsung bersinggungan dengan peserta pelatihan mengatakan secara lebih spesifik bahwa tujuan dari pelatihan ini dalam rangka pemberdayaan masyarakat melalui usaha2. Namun pandangan kedua orang ini sama yaitu peningkatan ekonomi sebagai standar pencapaian akhir.

Sedikit berbeda dengan dua orang di atas, dua pelatih yang terlibat memberikan pelatihan membuat kue kering yaitu Ibu Yuyun dan Ibu Emi, mengatakan sama bahwa tujuan pelatihan ini adalah agar peserta pelatihan mampu membuat kue kering dan lain sebagainya yang terkait tata boga dengan baik, tepat, terukur3. Artinya, dua pelatih ini memiliki fokus pada peningkatan kemampuan peserta dalam hal keterampilan tata boga.

Fakta di atas secara tertulis berbeda. PPMK sendiri tujuan utamanya pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan aspek bina sosialnya diantaranya meningkatkan daya saing dan kemampaun 1

Bapak Wahyono, Wawancara Pribadi, Pejabat Kelurahan Manggarai Selatan, 20 Oktober 2009.

2

Bapak Bachri, Wawancara Pribadi, Tim Pemantau KegiatanTingkat RW, 9 Oktober 2009.

3

Ibu Yuyun dan Ibu Emi, Wawancara Pribadi, Pelatih Tata Boga, 9 Oktober 2009.


(1)

Tanya: Dari peserta pelatihan ini, apa ada pengajian khusunya (khusus peserta)?

Jawab: Gak ada karena momentnya jarang. Kalaupun ada tidak khusus peserta. Biasanya ibu PKK

Tanya: Bagaimana hubungan silaturahmi antara ibu dengan peserta lainnya? Jawab: Hubungannya perkelompok. Alhamdulillah baik-baik saja.

Tanya: Setelah diadakan pelatihan membuat kue kering apa keterampilan ibu meningkat?

Jawab: Ya. Kita lebih mengerti seperti cara membuat kue dan meningkatkan mutu kue.

Tanya: Contohnya seperti apa?

Jawab: Misal, carapenyajiannya. Bagaimana kita mengemas kue-kue kering itu dalam toples dengan bagus.

Tanya: Bagaimana kondisi ekonomi keluarga ibu saat ini? Jawab: Alhamdulilllah.

Tanya: Apakah kondisi ekonomi keluarga ibu ada perubahan setelah mengikuti pelatihan membuat kue kering?

Jawab: tentu ada peningkatan. Saya pernah menjual sampai 80 toples. Tanya: Apa usaha ibu sekarang?

Jawab: Di rumah. Kalau kue tunggu pesanan. Saya juga aktif di PKK. Tanya: Apa ibu dapat membuka usaha dengan hasil keterampilan yang ia

peroleh dalam pelatihan membuat kue kering ini? Jawab: Pernah. Saya pernah buka

Tanya: Apakah ibu menularkan kemampuan ibu dalam membuat kue kering kepada keluarga lain atau tetangga?

Jawab: Ya. Teman-teman di PKK pernah saya ajarkan.

Hasil Wawancara 12

Nama lengkap : F Sumaryani P Jenis kelamin : Perempuan


(2)

Tempat tanggal lahir : Yogyakarta, 20 Maret 1953 Agama : Kristen Katolik Pendidikan : S1

Posisi Narasumber : Peserta

Alamat : Jl Rusa No.09 RT015/08

Telpon : 021-8305233

Pelaksanaan : 19 Oktober 2009

Tanya: Setiap ibu mengikuti pelatihan membuat kue kering (Tata boga), apa ibu pernah meninggalkan sholat yang lima waktu?

Jawab: x

Tanya: Saat mengikuti pelatihan, kemudian waktu sholat datang, apa ibu mengajak peserta yang lainnya untuk sholat?

Jawab: x

Tanya: Dari peserta pelatihan ini, apa ada pengajian khusunya (khusus peserta)?

Jawab: x

Tanya: Bagaimana hubungan silaturahmi antara ibu dengan peserta lainnya? Jawab: Baik. Dan masih berlanjut dalam bentuk latihan kelompok kecil Tanya: Setelah diadakan pelatihan membuat kue kering apa keterampilan ibu

meningkat?

Jawab: Meningkat. Bahkan kemampuan itu bisa digunakan untuk produksi kue-kue yang bisa dijual.

Tanya: Contohnya seperti apa?

Jawab: Buat sirup, nughet, kue-kue kering, inovasi coco crunt. Banyaklah mas.

Tanya: Bagaimana kondisi ekonomi keluarga ibu saat ini? Jawab: Meningkat. Tapi bukan dari penjualan kue.

Tanya: Apakah kondisi ekonomi keluarga ibu ada perubahan setelah mengikuti pelatihan membuat kue kering?


(3)

Jawab: Tidak ada.

Tanya: Apa usaha ibu sekarang?

Jawab: Saya di rumah saja. Job pesanan ada tapi jarang.

Tanya: Apa ibu dapat membuka usaha dengan hasil keterampilan yang ia peroleh dalam pelatihan membuat kue kering ini?

Jawab: Iya. Menerima pesanan. Targetnya super market.

Tanya: Apakah ibu menularkan kemampuan ibu dalam membuat kue kering kepada keluarga lain atau tetangga?

Jawab: Iya ke anak-anak,adik sama tetangga.

Hasil Wawancara 13

Nama lengkap : Misni Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 24 September 1956

Agama : Islam

Pendidikan : SMP Posisi Narasumber : Peserta

Alamat : Balimatraman RT 005/04 No.04, Manggarai Selatan Telpon : 021-83792374

Pelaksanaan : Jum’at, 9 Oktober 2009

Tanya: Setiap ibu mengikuti pelatihan membuat kue kering (Tata boga), apa ibu pernah meninggalkan sholat yang lima waktu?

Jawab: nggak

Tanya: Saat mengikuti pelatihan, kemudian waktu sholat datang, apa ibu mengajak peserta yang lainnya untuk sholat?

Jawab: iya

Tanya: Dari peserta pelatihan ini, apa ada pengajian khusunya (khusus peserta)?


(4)

Jawab: enggak

Tanya: Bagaimana hubungan silaturahmi antara ibu dengan peserta lainnya? Jawab: Alhamdulillah baik.

Tanya: Setelah diadakan pelatihan membuat kue kering apa keterampilan ibu meningkat?

Jawab: Sekedar tahu cara membuat kue Tanya: Seperti apa?

Jawab: Kue-kue kering, seperti kue sagu, keju

Tanya: Bagaimana kondisi ekonomi keluarga ibu saat ini? Jawab: biasa

Tanya: Apakah kondisi ekonomi keluarga ibu ada perubahan setelah mengikuti pelatihan membuat kue kering?

Jawab: enggak

Tanya: Apa usaha ibu sekarang? Jawab: Ibu runah tangga aja

Tanya: Apa ibu dapat membuka usaha dengan hasil keterampilan yang ia peroleh dalam pelatihan membuat kue kering ini?

Jawab: enggak

Tanya: Apakah ibu menularkan kemampuan ibu dalam membuat kue kering kepada keluarga lain atau tetangga?

Jawab: Pernah, keluarga aja dengan praktek.

Hasil Wawancara 14

Nama lengkap : Suryani Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 22 Juni 1965

Agama : Islam

Pendidikan : SMA Posisi Narasumber : Peserta


(5)

Alamat : Jl. Hanjuang RT 006/03 No.04, Manggarai Selatan Telpon : 081383709842

Pelaksanaan : Jum’at, 9 Oktober 2009

Tanya: Setiap ibu mengikuti pelatihan membuat kue kering (Tata boga), apa ibu pernah meninggalkan sholat yang lima waktu?

Jawab: (ketawa) Alhamdulillah tidak.

Tanya: Saat mengikuti pelatihan, kemudian waktu sholat dating, apa ibu mengajak peserta yang lainnya untuk sholat?

Jawab: Mengejak berhenti sementara untuk sholat.

Tanya: Dari peserta pelatihan ini, apa ada pengajian khusunya (khusus peserta)?

Jawab: Sabtu ketiga (PKK)

Tanya: Bagaimana hubungan silaturahmi antara ibu dengan peserta lainnya? Jawab: Baik. Setiap ada pertemuan komunikasi berjalan lancar.

Tanya: Setelah diadakan pelatihan membuat kue kering apa keterampilan ibu meningkat?

Jawab: Iya. Tadinya gak bisa buat kue sekarang bisa. Kalau lebaran sekarang buat kue sendiri.

Tanya: Seperti apa?

Jawab: Membuat kue basah dan kering. Seperti bolu kukus, lapis pelangi, sus basah. Kue nastar, keju dan putrid salju.

Tanya: Bagaimana kondisi ekonomi keluarga ibu saat ini? Jawab: Lumayan.

Tanya: Apakah kondisi ekonomi keluarga ibu ada perubahan setelah mengikuti pelatihan membuat kue kering?

Jawab: Iya. Bias menambah pengahsilan keluarga. Bias sekolahin anak, walalupun sampai lulus SMA

Tanya: Apa usaha ibu sekarang? Jawab: Buka wariung kecil-kecilan


(6)

Tanya: Apa ibu dapat membuka usaha dengan hasil keterampilan yang ia peroleh dalam pelatihan membuat kue kering ini?

Jawab: Iya. Saya pernah masukin kue-kue saya ke kantor-kantor

Tanya: Apakah ibu menularkan kemampuan ibu dalam membuat kue kering kepada keluarga lain atau tetangga?