Pengembangan Masyarakat Islam 1. LANDASAN TEORITIS

lapangan, dan alat perekam elektronik. Yang dimaksud pengamatan partisipatif adalah pengamatan yang dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan program. b. Teknik wawancara, secara bebas atau tersetruktur dengan alat pedoman wawancara dan perekaman wawancara. c. Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi yang terkait dengan program yang telang menjadi objek penelitian. Hasil dalam bentuk data yang diperoleh melalui monitoring ini harus segera dianalisis untuk diinterpretasikan atau dimaknai sehingga dapat segera diketahui dari data tersebut apakah tujuan program yang diharapkan telah tercapai atau belum.

C. Pengembangan Masyarakat Islam 1.

Pengertian Pengembangan Masyarakat Islam Secara etimologi, Pengembangan berarti membina dan meningkatkan kualitas. Sedangkan masyarakat Islam berarti kumpulan manusia yang beragama Islam. Secara terminologi, Pengembangan Masyakarat Islam berarti mentransformasikan dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam kehidupan keluarga, kelompok sosial, dan masyarakat. Amrullah Ahmad mengatakan bahwa Pengembangan Masyarakat Islam adalah suatu sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dalam perspektif Islam. 11 Dengan demikian, pengembangan Masyarakat Islam merupakan model empiris pengembangan prilaku individual dan kolektif dalam dimensi amal shaleh, dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Sasaran individualnya adalah setiap individu muslim, dengan orientasi sumber daya manusia. Sasaran komunalnya adalah kelompok muslim dengan orientasi pengembangan sistem masyarakat. Sasaran institusionalnya adalah organisasi Islam dan pranata sosial kehidupan dengan orientasi pengembangan kualitas dan Islamisitas kelembagaan. 12 Dalam buku Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan, Syahril Harahap mengemukakan bahwa yang ingin dikerjakan dengan pengembangan masyarakat melalui dakwah Islam adalah menggerakkan masyarakat yang tradisional atau transisi menjadi masyarakat yang modern, masyarakat yang berorientasi pada masa lalu menjadi masyarakat yang berorientasi pada masa depan, dari 11 Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah Islam di Tengah Reformasi Manuju Indonesia Baru dalam Memasuki Abad ke-21, Bandung: Makalah pada Sarasehan Nasional SMF Dakwah, IAIN 1999, h. 9 12 Nanih Machendrawaty dan Agus A.Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Idiologi, strategi sampai tradisi, Bandung: Rosda Karya, 2001, cet. ke-1, h. 44 masyarakat yang pasrah pada takdir menjadi masyarakat yang dinamis, dari masyarakat yang stagnan menjadi masyarakat yang memiliki perencanaan dalam hidupnya. Jika hal ini terlaksana, maka masyarakat akan memberikan partisipasi maksimal terhadap usaha memerangi kemiskinan. Dengan demikian, masyarakat kita akan memiliki kekuatan untuk mengembangkan diri sendiri untuk bangkit. Dalam surah Al-Insyiroh ayat 7-8 sudah jelas bahwa Islam mengarahkan manusia agar merencanakan kehidupan dengan beroriantasi pada masa depan. “maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh- sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” . Oleh karena itu manusia mesti merencanakan peningkatan taraf hidup dan tidak menyerah pada takdir Tuhan 13 dalam arti takdir-takdir yang terkait dengan kemampuan manusia dalam memilih dan mengambil keputusan. Dalam bukunya Pedoman Pendidikan Masyarakat Islam Modern, Muhammad Amin Al-Misri mengatakan bahwa masyarakat Islam ialah masyarakat yang berbeda dari masyarakat-masyarkat lainnya. Mereka meemilik aturan khas 13 Syahril Harahap, Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,1999, cet.. ke 1, h. 132. berupa perundang-undangan yang bersifat Qur’aniyah dan individu-individunya sama-sama berada dalam satu kaidah serta sama-sama menghadap satu kiblat. Masyarakat ini, mesti terbentuk dari beraneka ragam kaum umum dan tradisi-tradisi yang sama. Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa Pengembangan Masyarakat Islam adalah upaya-upaya mengembangkan seluruh potensi masyarakat secara Islami dalam rangka membangun kemampuan untuk menghadapi masa kini dan masa mendatang, menjadikan masyarakatnya dinamis dan terus berkembang ke arah yang lebih baik, tidak mudah menyerah pada keadaan dan memiliki kegigihan untuk bangkit dan bertahan.

2. Ruang Lingkup Pengembangan Masyarakat Islam

Edi Soeharto dalam Metodologi Pengembangan Masyarakat mengatakan bahwa Ruang lingkup pengembangan masyarakat atau Community Development mencakup segala aspek kehidupan sosial masyarakat yang hampir tidak ada batas waktunya, karena selalu dituntut untuk terus melakukan perbaikan atau pengembangan diberbagai aspek untuk mencapai kesejahteraan bersama, terutama dalam proses pengentasan kemiskinan. Walaupun titik tekannya adalah pengentasan kemiskinan hal ini tidak bisa dibangun secara parsial dengan menitik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi saja sebab pembangunan ekonomi secara langsung dan tak langsung berkaitan dengan berbagai aspek yang lainnya. Itu sebabnya secara umum pengembangan masyarakat meliputi berbagai bidang pembangunan seperti pembangunan dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keagamaan juga kebudayaan. 14 Beberapa bidang yang hingga saat ini masih berpotensi untuk dikembangkan antara lain adalah bidang-bidang yang terkait dengan usaha kesejahteraan sosial terhadap anak, perempuan, keluarga, perlindunganadvokasi, sektor industri kecil, golongan masyarakat yang tertindas dan lain-lain. 15 Arif Budimanta mengatakan bahwa ruang lingkup pengembangan masyarakat mencakup beberapa hal, yaitu: 16 a. Community Services, yakni pelayanan sosial terhadap masyarakat untuk memenuhi kepentingan mereka seperti pembangunan fasilitas umum pembangunan atau peningkatan sarana transportasi, pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan perbaikan sanitasi lingkungan. 14 Edi Soeharto, Metodologi Pengembangan Masyarakat, Jurnal Comdev, Jakarta: BEMJ PMI,2004, vol.1, h. 3 15 Isbandi Rukminto Adi, Makalah tentang Pengembangan Masyarakat yang disampaikan pada Work Shop “Program Com-Dev Comite” Fakultas Dakwah dan Komunikasi tanggal 23 September 2003 16 Bambang Rudito ed, Akses Peran Serta Masyarakat; Lebih Jauh Memahami Community Developmnet. Jakarta: ICDS,2003. cet. ke 1, h. 43. Pengembangan kualitas SDM dan pendidikan seperti penyediaan guru dan operasi sekolah. Dibidang kesehatan seperti penyediaan bantuan medis, obat-obatan. Dibidang lingkungan seperti penyuluhan tentang peningkatan kualitas sanitasi lingkungan pemukiman. Dibidang keagamaan seperti penyediaan ustadz, pastur dan lain sebagainya. b. Community Empowering, yakni program-program pengembangan masyarakat yang menyangkut pemberian akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Program tersebut meliputi pengembangan atau penguatan kelompok-kelompok swadaya masyarakat, masyarakat adat, serta peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasiskan pada sumber daya setempat atau lokal Resaurces Based c. Community Relation, yakni kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan komunikasi dan informasi kepada pihak-pihak yang terkait seperti penyuluhan dan konsultasi publik. Ada juga pendapat lain yang dikatakan oleh Surna T. Djajadiningrat. Ia mengatakan bahwa ruang lingkup Pengembangan Masyarakat ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut: 17 a. Wilayah yang terkena dampak negatif pembangunan baik itu dampak fisik maupun dampak sosial. b. Wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam SDA yang selama ini belum dikembangkan. c. Wilayah dimana terdapat kelompok masyarakat terbelakang dalam kehidupan ekonomi maupun sosial seperti suku terasing atau pedalaman. Hal ini berkaitan dengan tujuan dari pengembangan masyarakat itu sendiri yang memfokuskan pada pengembangan kehidupan sosial kemasyarakatan dengan cara meningkatkan taraf hidup masyarakat secara luas. d. Wilayah dimana terdapat masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Dengan demikian dapat membantu meningkatkan pendapatan dan pendidikan yantg diperlukan bagi masyarakat tersebut. 17 Ibid, h. 29 Menurut Agus Efendi, setidaknya terdapat tiga kompleks pengembangan atau pemberdayaan yang mendesak untuk segera diperjuangkan dalam konteks pengembangan masyarakat Islam. Kompleks pengembangan masyarakat tersebut meliputi pengembangan pada tataran ruhiyah, tataran intelektualitas masyarakat, dan pengembangan pada tataran ekonomi masyarakat. 18

3. Tahap-tahap Pengembangan Masyarakat

Upaya dalam rangka merealisasikan Pengembangan Masyarakat Islam harus dilakukan secara gradual atau bertahap. Dengan mengklasifikasikan proyek Pengembangan Masyarakat Islam dalam beberapa tahap, maka target yang harus dipenuhi akan mudah untuk dievaluasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mencapai hasil dimana setiap tahap bisa dikelola dengan maksimal hingga sampai pada tujuan puncaknya. Pembagian dalam tahap-tahap tertentu ini dilakukan guna mengantisipasi terjadinya akumulasi problem atau menumpuknya kendala yang dihadapi dalam upaya Pengembangan Masyarakat Islam. Jika dilakukan secara bertahap, maka setiap kendala, problem atau bahkan kesalahan implementasi dapat dikoreksi, dievaluasi serta diantisipasi 18 Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Syafe’ie. Pengembangan Masyarakat Islam Dari Idiologi, Strategi Sampai Tradisi. Bandung: Rosda Karya, 2001. h. 44. sejak dini. Tentu saja hal ini juga diorientasikan untuk mencapai efektifitas serta efisiensi dalam pelaksanaan program pengembangan. Merujuk pada apa yang dicontohkan Rosulullah ketika membangun masyarakat, setidaknya mesti ditempuh tiga tahap atau proses Pengembangan Masyarakat Islam. Tahap-tahap itu adalah takwin, tanzim, taudi. 19 1. Tahap Takwin Tahap ini merupakan tahap pertama dan utama dalam proses pembentukan masyarakat Islam. Kegiatan pokok dalam tingkat ini adalah dakwah bil lisan sebagai ikhtiar sosialisasi aqidah, ukhuwah serta ta’awun. Ketiga aspek itu kemudian ditata sehingga membentuk sebuah instrument sosiologis. Adapun proses sosiologisnya dilakukan secara strategis dan taktis, dimulai dari unit terkecil dan terdekat hingga mencapai sebuah kesepakatan lalu kemudian melangkah ke unit yang lebih besar dan luas. Sasaran utama tahap pengembangan ini adalah adalah terjadinya internalisasi ajaran Islam dalam kepribadian masyarakat yang kemudian diekspresikan dalam bentuk motivasi, komitment serta konsistensi untuk 19 Ibid, h. 31-34. membela dan mempertahankan keimanan dari tekanan struktur. Menurut Amrullah Ahmad, pada tahap tanwin ini, fundamental sosial Islam dalam bentuk aqidah, ukhuwah Islamiyah dan ta’awun diharapkan telah tertanam pada kesadaran tiap personal muslim. Demikian juga tauhid, mesti sudah menjadi instrument sosiologis dalam pembentukan persatuan komunitas muslim dalam sebuah motivasi dan komitmen yang besar terhadap Islam. Jika kita bercermin pada sejarah Nabi Muhammad SAW, maka tahap ini ditandai dengan upaya Beliau untuk menanamkan kesadaran sosial masyarakat Arab untuk tidak tunduk pada system yang menindas serta diskriminatif. Caranya adalah dengan menanamkan kesadaran tauhid dalam masing-masing individu muslim sehingga mereka memiliki komitmen dan motivasi untuk keluar dari segala bentuk system yang menindas sebagai jalan mengekpresikan keimanan mereka. Sebab pada tahap seperti ini, tentunya mereka sudah memandang bahwa manusia berada dalam garis sejajar akan hak dan martabatnya sebagai manusia dihadapan Tuhan. Karena keyakinan akan persamaan ini maka mereka akan berusaha keluar dari tataran yang diskrimatif. Penindasan yang dihidupkan oleh sebuah sistem yang tidak adil harus ditumbangkan karena bertentangan dengan aqidah mereka yang sudah menginternal didalam jiwa. Dalam tahap ini seorang muslim sudah memiliki karakter keislaman mendalam yang tercermin dalam pemikiran, perkataan dan prilakunya. Sehingga setiap pemikiran, perkataan dan tindakan menjadi sebuah ekspresi pencerminan prinsip dasar ajaran Islam. Inilah sasaran yang paling fundamental bagi seorang individu muslim, internalisasi nilai dalam tataran pribadi dan akan memancar dalam tiap perkataan dan tindakan mereka. Apabila tahap pada unit terkecil Individu ini sudah mewujud maka untuk meningkat pada lingkup yang lebih besar lagi akan lebih mudah. Keluarga akan lebih mudah dibentuk sebab ia adalah lingkup dari beberapa individu yang tentunya sudah terbentuk aqidahnya. Masyarakat juga akan lebih mudah dibentuk karena merupakan satuan-satuan keluarga yang sudah terbentuk dengan baik. 2. Tahap Tanzim Setelah melalui tahap takwin, proses Pengembangan Masyarakat Islam menginjak pada tahap selanjutnya, yaitu tahap tanzim. Yang dimaksud dengan tahap tanzim adalah pembinaan dan penataan masyarakat. Pada tahap ini proses internalisasi prinsip Islam dilakukan secara komprehensif dan mendalam pada realita sosial masyarakat. Berkaca pada sejarah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, tahap tanzim dilakukan sejak periode hijarh ke Madinah. Pasca hijrah ini Rosulullah secara intensif melakukan proses institusionalalisasi Islam. Hal ini dilakukan oleh Rosulullah dengan beberapa tahap. Pertama pembangunan Masjid Quba’ dan Masjid Nabawi di Madinah. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan masjid sebagai pusat dan tempat proses implementasi dakwah Islam secara sistematis, terarah dan terkonsentrasi. Kedua, membantuk lembaga Ukhuwah Islamiyah antara Muhajirin dan Anshor. Langkah ini adalah titik kulminasi penguatan komunitas muslim dalam sebuah ikatan sosial yang kuat dan bersatu. Ketiga, membuat piagam Madinah sebagai sistem penataan kemasyarakatan dalam bidang politik yang disetujui oleh berbagai suku yang ada di Madinah termasuk kaum Yahudi. Dalam pandangan pembangunan masyarakat, langkah yang ditempuh oleh Beliau dapat disebut sebagai menciptakan memorandum of agreement antara da’i dan mad’u sebagai landasan kerja untuk membangun dan mengembangkan masyarakat di Madinah. Meninjau taktik yang dilakukan oleh Nabi di Madinah itu, maka pengembangan masyarakat Islam dewasa ini dapat menempuh cara yang serupa. Tentunya dengan perangkat, metode serta orientasi yang lebih kontemporer dan aktual. Dalam tahap ini, yang menjadi titik tekan adalah proses institusionalnya. Hal ini agar proses pengembangan masyarakat Islam tidak lagi bergerak pada tataran individual secara personal. Akan tetapi bergerak lebih maju dan luas dengan ditunjang dan dirancang dalam sebuah sistem yang teratur dan terarah serta terimplementasi melalui sebuah lembaga formal yang memiliki visi dan misi yang jelas. 3. Tahap Taudi’ Tahap Taudi’ adalah keterlepasan dan kemandirian. Pada tahap ini masyarakat Islam telah mengalami keterlepasan dari segala bentuk problematika fundamental yang mengikat baik itu sosial, politik maupun lingkungan hidup. Disini ummat telah siap menjadi masyarakat yang mandiri terutama secara menejerial. Hal ini berlaku baik secara personal atau individu maupun masyarakat, dalam arti terlepasnya kebergantungan dari individu maupun komunitas. Tahapan ini dapat disebut sebagai tahap puncak. Jika tahap ini telah dicapai maka proses pengembangan masyarakat Islam dapat disebut telah berhasil dengan baik. Abdul Munir Mulkan mengatakan 20 bahwa pada fase ini problem agama seharusnya tidak lagi berkutat pada pemujaan terhadap Tuhan. Problem mendasar agama pada tahap ini adalah pembebasan manusia dan dunia dari kemiskinan, konflik etis, dan juga penindasan atas nama Negara, ideologi, politik, bahkan atas nama agama. Pada tahap ini agama harus dipahami sebagai wacana kebudayaan sebab bagaimanapun wahyu Tuhan akan berubah menjadi masalah kebudayaan begitu disentuh oleh manusia. Lebih jauh, ia menilai bahwa praktek keagamaan dan dakwah terkadang bisa menjadi tidak manusiawi serta tidak memperdulikan persoalan kongkrit yang dihadapi manusia. Tentu saja hal ini jika agama dipahami secara terbatas atau tekstual buta. Seharusnya praktek keagaaman serta orientasi dakwah tidak lagi terjebak pada paradigma yang demikian. 20 Abdul Munis Mulkan, Humanisasi Agama dan Dakwah, Yogyakarta: 1999, h. 1. Konsep dan strategi dakwah harus diarahkan pada pemecahan masalah ini dan diharapkan mampu menciptakan tiga kondisi sebagai berikut: 21 a. Tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian ummat serta masyarakat sehingga berkembang sikap optimis. b. Tumbuhnya kepercayaan terhadap kegiatan dakwah guna mencapai tujuan kehidupan yang lebih ideal. c. Berkembangnya suatu kondisi sosial- ekonomi-budaya-politik-iptek sebagai landasan peningkatan kualitas sumber daya ummat. Tahap ini merupakan parameter untuk mengukur puncak keberhasilan proses pengembangan masyarakat Islam. Bila kondisi seperti ini tercapai maka proses pengembangan masyarakat Islam dapat dinilai telah mencapai kesuksesan.

D. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK