Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Dhevy Eka Rusdiana NIM: 108101000061

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H./2013 M.


(2)

(3)

ii

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2013

Dhevy Eka Rusdiana, NIM: 108101000061

Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013

xxii + 190 Halaman + 42 Tabel + 39 Gambar + 5 Bagan + 9 Lampiran

ABSTRAK

Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu.. Kelancaran proses menyusui salah satunya ditentukan oleh kenyamanan posisi ibu selama menyusui dan posisi yang paling banyak digunakan ibu selama melakukan aktivitas menyusui adalah posisi duduk. Namun, masalah yang kemudian muncul adalah ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dan faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk yaitu karakteristik tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui, karakteristik ibu yang menyusui dengan posisi duduk, dan karakteristik aktivitas menyusui yang dilakukan oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara mendalam, observasi, dan pengukuran langsung.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 80,8% ibu menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh pada kuesioner Body Part Discomfort Scale saat menyusui dengan posisi duduk dengan persentase terbesar pada bahu kanan, siku kiri, punggung bagian bawah dan kiri dengan frekuensi paling banyak pada masing-masing bagian tubuh adalah kadang-kadang dan intensitasnya tidak nyaman. Berdasarkan hasil observasi perubahan sikap duduk, semua ibu mengubah sikap duduknya selama menyusui dengan rata-rata jumlah perubahan sikap duduknya yaitu sebanyak 3 kali. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara mendalam, ibu mulai merasakan ketidaknyamanan setelah lima menit menyusui dan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu berupa kesemutan dan pegal-pegal. Oleh karena itu, bagi ibu menyusui sebaiknya menggunakan tempat duduk yang dapat memberikan kenyamanan dan kebebasan untuk bergerak selama menyusui.

Kata Kunci: menyusui, kenyamanan, posisi duduk. Daftar Bacaan: 63 (1991-2012)


(4)

iii HEALTH AND SAFETY DEPARTMENT Undergraduate Thesis, July 2013

Dhevy Eka Rusdiana, NIM: 108101000061

Overview Sitting Comfort While Breastfeeding in Pisangan 2013 xxii + 190 Pages + 42 Tables + 39 Figures + 5 Schemes + 9 Attachments

ABSTRACT

Breastfeeding is a natural activity breastfeed to baby or toddler from the mom’s breast.. The successfull of breastfeeding, one of them is determined by the comfort position of mothers while breastfeeding and the most position which widely used by mothers during breastfeeding activity was seated position. However, the problem that then arises is discomfort sitting position when breastfeeding.

The purpose of this study is to describe the comfort of sitting position when breastfeeding in Pisangan year 2013. Variables that’s measured in this study are the characteristic of seating, characteristic of mothers who breastfeed in sitting position, and characteristic breastfeeding activity. This study is a descriptive study with a total sample of 73 mothers who breastfeed in Pisangan year 2013. Data is collected by questionnaire, indepth interview, observation, and measurments.

The results of this study showed that 80.8% mothers indicate discomfort in some parts of the body at Body Part Discomfort Scale questionnaire while breastfeeding in sitting position with the largest percentage on the right shoulder, left elbow, lower back and left with the most frequency in each part of the body is sometimes and the intensity is uncomfortable. Based on the observation of changes in posture, all mothers change their sitting position during lactation with an average amount of change in their posture as many as 3 times. While based on in-depth interviews, the mother began to feel discomfort after feeding for five minutes and the discomfort felt by the mother in the form of tingling and sore. Therefore, the nursing mother should use a seat that can provide comfort and freedom of movement during breastfeeding.

Keywords: breastfeeding, comfort, sitting position. References: 63 (1991-2012)


(5)

(6)

(7)

vi

Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 29 Agustus 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Dsn. Kendal, Ds. Bakung Pringgodani RT 23 RW 03

Kec. Balongbendo 61263, Kab. Sidoarjo, Prop. Jawa Timur

Domisili : Komplek Batan No. 14 RT 006 RW 008 Kel. Pisangan

Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah Nomor Handphone : +62 857 8266 206 7

Email : dhevyekarusdiana@yahoo.com

dhevyekarusdiana@gamil.com RIWAYAT PENDIDIKAN

2008 – Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2005 – 2008 Madrasah Aliyah (MA) Bilingual Krian Sidoarjo

2002 – 2005 SMP Negeri I Balongbendo

1996 – 2002 SD Negeri Bakung Pringgodani 02 PENGALAMAN MAGANG

Februari-Maret 2012 Fire Station-HSE (Health, Safety, and Environment) PT Pertamina EP Region Jawa Field Cepu

PENGALAMAN ORGANISASI

2003 – 2004 Ketua OSIS SMPN I Balongbendo

2006 – 2008 Sekretaris Umum OSIS Madrasah Aliyah (MA) Bilingual 2009 – 2010 Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Kesehatan Masyarakat

2009 – 2011 Sekretaris Depertemen Informasi dan Komunikasi Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 – 2011 Redaksi Buletin “DENTA” Community of Santri Scholars


(8)

vii Kesehatan Masyarakat

2010 – 2011 Koordinator Lembaga Semi Otonom (LSO) Penerbitan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

2008 – Sekarang Anggota Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA)


(9)

viii Bismillahirrohmanirrohiim,

Alhamdulillahirobbil „alamin, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Banyak proses telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung saya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih saya berikan kepada:

1. Kedua orang tua saya tercinta dan kedua adik saya yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi saya untuk tidak berhenti berusaha dan melakukan yang terbaik.

2. Pondok Pesantren Modern Al-Amanah dan Madrasah Aliyah Bilingual Krian-Sidoarjo, dimana tempat saya berasal dan yang telah membekali saya banyak ilmu.

3. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi.

4. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Kaprodi Kesehatan Masyarakat, dr. Yuli Prapanca Satar, MARS yang juga sebagai pembimbing skripsi I saya.

6. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II saya yang juga sebagai peneliti utama ergonomi untuk ibu menyusui, yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada saya.

7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai dosen K3 dan penguji I skripsi saya yang telah banyak memberikan ilmu K3 dan juga telah memberikan banyak masukan untuk penelitian saya ini.


(10)

ix

9. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK sebagai penguji III skripsi saya yang juga sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

10. Ibu Eni, dosen Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi terkait kenyamanan.

11. Bapak Dr. H. Arif Sumantri M.Kes dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.SN.Kes yang telah memberikan izin untuk meminjam peralatan laboratorium kesehatan lingkungan dan gizi yang dibutuhkan dalam pengukuran langsung pada penelitian ini.

12. Kak Anis, Kak Ami, Kak Septi laboran-laboran laboratorium kesmas yang senantiasa membantu terkait peminjaman alat dan selalu memberikan semangat. Untuk Kak Anis, yang selalu setia mendampingi dalam pengukuran kebisingan dan suhu di lapangan.

13. Bapak Ahmad Ghozali yang selalu membantu dalam proses administrasi.

14. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan. 15. Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

16. Teman-teman Kos 5A, Pratiwi, Risa, Eka, Ani yang selalu ada saat galau skripsi, saat dikejar deadline, dan saat-saat urgent yang lain. Thank you so much.

17. Teman-teman tim penelitian ergonomi untuk ibu menyusui: Iqbal, Liazul, Lilis, Titi, dan Nadya yang saling membantu dan men-support.

18. Someone Special yang selalu memberikan dukungan, semangat, doa, dan bantuannya selama mengerjakan skripsi ini.

19. Teman-teman Kesmas UIN Jakarta 2008 “Stoopelth” yang juga selalu memberikan semangat.

20. Beberapa teman baikku di SMP dan Aliyah yang juga selalu memberikan semangat dan dukungan.


(11)

x

Saya sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan banyak koreksi dan masukan supaya penelitian ini dapat menghasilkan hasil penelitian yang terbaik. Harapan peneliti, semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat baik bagi penulis, ibu menyusui, peneliti lainnya, dan semua pembaca.

Jakarta, Juli 2013


(12)

xi

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Pertanyaan Penelitian ... 11

D. Tujuan ... 12

1. Tujuan Umum ... 12

2. Tujuan Khusus ... 12

E. Manfaat ... 13

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Menyusui ... 15

1. Manfaat Menyusui ... 17

2. Frekuensi dan Lama Menyusui ... 18

3. Posisi dan Perlekatan Menyusui ... 19

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar ... 25

B. Ergonomi ... 31


(13)

xii

3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi Tidak Nyaman

(Discomfort) ... 41

4. Cara Mengukur Kenyamanan ... 41

a. Intensitas ... 42

b. Kualitas ... 49

c. Lokasi ... 49

d. Periode Waktu ... 50

D. Postur Kerja ... 58

1. Metode Penilaian Postur Kerja ... 62

2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment) ... 66

a. Penilaian Postur Tubuh Grup A ... 67

b. Penilaian Postur Tubuh Grup B ... 72

E. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk (Sitting Comfort and Discomfort) ... 78

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk ... 81

1. Karakteristik Tempat Duduk ... 82

2. Karakteristik Individu ... 84

3. Karakteristik Pekerjaan ... 86

4. Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk ... 89

G. Kerangka Teori ... 91

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 92

A. Kerangka Konsep ... 92

B. Definisi Operasional ... 95

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 105

A. Desain Penelitian ... 105

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 105

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 105


(14)

xiii

G. Analisis Data ... 120 BAB V HASIL ... 121 A. Gambaran Kelurahan Pisangan ... 121 B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 ... 122 C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 126 D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 133 1. Gambaran Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui

dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 133 2. Gambaran Sudut Dudukan Kursi yang Digunakan Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 135 3. Gambaran Bentuk Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan ... 135 4. Gambaran Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk yang

Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 136 E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 137 1. Gambaran Dimensi Tubuh Ibu saat Berada pada Posisi Duduk ... 137 2. Gambaran Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 138 3. Gambaran Indeks Massa Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi

Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 139 F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui


(15)

xiv

2. Gambaran Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) ... 140

3. Gambaran Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 141

4. Gambaran Kondisi Lingkungan Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 142

5. Gambaran Aktivitas pada Waktu Istirahat (saat Ibu Sedang Tidak Menyusui) Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 144

G. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Tempat Duduk ... 145

H. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Ibu ... 147

I. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Aktivitas Menyusui ... 148

BAB VI PEMBAHASAN ... 152

A. Keterbatasan Penelitian ... 152

B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 153

C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 159

D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 167

E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 170

1. Dimensi Tubuh ... 170

2. Usia ... 170


(16)

xv

1. Durasi Menyusui ... 174

2. Ukuran Objek (Berat Bdan Bayi) ... 175

3. Postur ... 176

4. Kondisi Lingkungan ... 182

5. Aktivitas pada Waktu Istirahat (pada Waktu Ibu Sedang Tidak Menyusui) ... 185

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 187

A. Simpulan ... 187

B. Saran ... 189

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(17)

xvi

Nomor Tabel Halaman

2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan

Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008) 39

2.2 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan (Discomfort) 53

2.3 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) 68

2.4 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) 69

2.5 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) 70

2.6 Skor Postur Tubuh Grup A (Tabel A) 71

2.7 Skor Aktivitas 72

2.8 Skor Beban 72

2.9 Skor Bagian Leher (Neck) 73

2.10 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) 74

2.11 Skor Bagian Kaki (Legs) 75

2.12 Skor Postur Tubuh Grup B (Tabel B) 75

2.13 Skor Aktivitas 76

2.14 Skor Beban 76

2.15 Tabel C 77

2.16 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu

Dilakukan dari Hasil Analisis RULA 77

3.1 Definisi Operasional 95

5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan 122

5.2 Distribusi Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 123

5.3 Distribusi Frekuensi Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk


(18)

xvii

di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 128

5.5 Distribusi Lama Menyusui dengan Posisi Duduk saat

Dilakukan Observasi 129

5.6 Distribusi Jumlah Perubahan Sikap Duduk Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 (Berdasarkan Observasi) 130

5.7 Distribusi Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 133

5.8 Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Ibu 134

5.9 Distribusi Ibu yang Menggunakan Peralatan Bantu Berupa Bantal saat Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 136

5.10 Distribusi Dimensi Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk dengan Menggunakan Kursi di Kelurahan

Pisangan Tahun 2013 137

5.11 Distribusi Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk

di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 138

5.12 Gambaran IMT Ibu yang Menyusui dengan Posisi

Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 139

5.13 Distribusi Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 140

5.14 Distribusi Berat Badan Bayi yang Disusui Ibu dengan

Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 140

5.15 Gambaran Level Risiko Postur Tubuh Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan


(19)

xviii

Tahun 2013 142

5.17 Distribusi Suhu Tempat Menyusui Ibu pada Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 143

5.18 Gambaran Tingkat Pencahayaan di Tempat Menyusui Ibu pada Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 143

5.19 Gambaran Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui 144

5.20 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat

Menyusui Berdasarkan Tempat Duduk yang Digunakan

Ibu 145

5.21 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat

Menyusui Berdasarkan Jenis Tempat Duduk dan Kursi

yang Digunakan Ibu 145

5.22 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Penggunaan Peralatan Bantu

Berupa Bantal 147

5.23 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan IMT Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun

2013 148

5.24 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Nilai Postur Duduk Ibu saat Menyusui di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 150

5.25 Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk Berdasarkan Tingkat Pencahayaan Tempat


(20)

xix

Nomor Bagan Halaman

2.1 Ruang Lingkup Ergonomi (MacLeod, 2000) 35

2.2 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA 78

2.3 Pemodelan Teori Kenyamanan dan Ketidaknyamanan

Duduk (De Looze et. al, 2003) 80

2.4 Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003;

Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008;

dan Puswiartika, 2008) 91

3.1 Kerangka Konsep 94


(21)

xx

Nomor Gambar Halaman

2.1 Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 19

2.2 Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 19

2.3 Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 20

2.4 Posisi Cradle Hold 23

2.5 Posisi Cross Cradle 23

2.6 Posisi Football Hold 23

2.7 Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 24

2.8 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan (Perinasia, 2004 dalam Saleha,

2009) 24

2.9 Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring

Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) 25

2.10 Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia,

2004 dalam Saleha, 2009) 25

2.11 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan 25

2.12 Cara Meletakkan Bayi 27

2.13 Cara Memegang Payudara 27

2.14 Cara Merangsang Mulut Bayi 27

2.15 Perlekatan yang Benar 27

2.16 Perlekatan yang Salah 27

2.17 Transisi Comfort menjadi Discomfort 41

2.18 Single Noun Scale 45


(22)

xxi

2.22 Graphic Rating Scale 48

2.23 Body Map 50

2.24 General Comfort Scale 51

2.25 General Body Visual Analog Discomfort Scale 52

2.26 Body Part Discomfort for High and Low Carry

Tasks 52

2.27 Postur Lengan Atas (Upper Arm) 67

2.28 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) 68

2.29 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) 69

2.30 Postur Leher (Neck) 73

2.31 Postur Batang Tubuh (Trunk) 74

5.1 Sofa dan Sejenisnya 124

5.2 Kursi Makan 124

5.3 Kursi Kantor/Kerja yang Dapat

Berputar/Adjustment 124

5.4 Kursi Kecil 124

5.5 Kursi Plastik tanpa Sandaran Punggung dan Tangan 124

5.6 Kursi Plastik dengan Sandaran Punggung dan

Tangan 124

5.7 Contoh Salah Satu Kursi Lainnya 125


(23)

xxii

Lampiran 1 Pernyataan Persetujuan Menjadi Informan Lampiran 2 Instrumen Penelitian

Lampiran 3 Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Lampiran 4 Contoh Analisis RULA

Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Analisis RULA Lampiran 6 Form Penilaian RULA

Lampiran 7 Transkrip Wawancara Mendalam Lampiran 8 Data Pendukung Lainnya


(24)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah diketahui bahwa Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik

bagi bayi. ASI mengandung protein, karbohidrat, dan lemak dengan proporsi

yang tepat untuk kebutuhan bayi. ASI merupakan sumber terbaik dari zat-zat gizi

tersebut dalam enam bulan pertama. ASI juga mengandung asam lemak khusus,

enzim pencernaan, vitamin, dan hormon yang dibutuhkan bayi pada enam bulan

pertama. ASI juga dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. (Moore

dan De Costa, 2006)

Pentingnya ASI bagi bayi pada enam bulan pertama kemudian

memunculkan program ASI eksklusif. Badan Kesehatan Dunia WHO

menganjurkan program ASI eksklusif selama enam bulan karena terbukti bayi

yang memperoleh ASI eksklusif menjadi lebih cerdas, sehat, dan tidak mudah

terinfeksi penyakit (Sutomo dan Anggarini, 2010). Di Indonesia, pemerintah juga

telah menetapkan program pemberian ASI eksklusif. Ketetapan tersebut tertuang

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara

Eksklusif pada Bayi di Indonesia. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 33

Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif dijelaskan bahwa ASI Eksklusif


(25)

tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.

Oleh karena itu, menyusui menjadi suatu aktivitas rutin ibu setelah melahirkan.

Setelah pemberian ASI eksklusif, yaitu selama enam bulan pertama,

pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. Hal ini

sebagaimana yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO)

dan United International Childrens Emergency Fund (UNICEF) dalam Global

Strategi for Infant and Young Child Feeding, bahwa salah satu hal penting yang

harus dilakukan untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal selain

memberikan ASI secara eksklusif sejak bayi lahir sampai bayi berusia enam bulan

adalah meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih

(Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih, 2009). Selain itu, di dalam Al-Qur’an juga dianjurkan bahwa selambat-lambatnya waktu menyapih adalah setelah anak

berumur dua tahun. Firman Allah SWT dalam Surat Luqman Ayat 14 sebagai

berikut:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”

Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau

balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Kegiatan menyusui sangat penting


(26)

Selain itu, menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi maupun bagi

ibu. Manfaat bagi bayi antara lain mengurangi frekuensi penyakit infeksi, dapat

melancarkan pencernaan, memperkecil kejadian kelumpuhan, mengurangi alergi,

memperkecil risiko obesitas, dan memperkecil risiko kerusakan gigi. Sedangkan

manfaat bagi ibu antara lain mempermudah penurunan berat badan, lebih dekat

dan lebih akrab dengan bayi, serta mengurangi risiko kanker payudara (Moore

dan De Costa, 2006).

Pada umumnya, menyusui merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari

oleh ibu pasca melahirkan. Kegiatan menyusui dilakukan selama berjam-jam dan

berkali-kali setiap harinya selama masa menyusui. Menurut Fredregill (2010),

menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi

karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan akan memberikan isyarat saat

dia siap untuk makan. Biasanya bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam

atau 10-12 kali dalam 24 jam (Bahiyatun, 2009). Selain itu, dalam buku An Easy

Guide to Breastfeeding juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2

jam sekali, namun waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena

semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk

memproduksi lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human Services Office on Woman’s Health, 2006).

Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada

beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan


(27)

payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih

dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan

payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara.

Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk

memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak

sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi (Fredregill, 2010).

Setiap ibu yang menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam

kondisi nyaman karena hal ini akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009).

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Behrman (2000) dalam Rahayu dan

Sudarmiati (2012) bahwa kegagalan dalam menyusui seringkali disebabkan oleh

kesalahan posisi menyusui sehingga menyebabkan puting ibu lecet, lalu ibu

enggan untuk menyusui. Akibatnya, produksi ASI menurun dan bayi tidak puas

menyusu. Selama kegiatan menyusui berlangsung, ibu dipaksa untuk

memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan

lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang

waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin,

sesuai dengan permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan selama

masa pemberian ASI. Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak

digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah

posisi duduk berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold.

Posisi ibu selama menyusui menentukan bagaimana postur tubuh ibu


(28)

bahwa postur tubuh merupakan salah satu dari hal yang paling sering

dihubungkan dengan faktor risiko ergonomi. Suryana (2001) dalam Rahmawati

dan Sugiharto (2011) menyatakan bahwa seorang pekerja bila bekerja tidak pada

posisi ergonomis, maka akan cepat merasa lelah, sering mengeluh sakit leher,

sakit pinggang, rasa semutan, pegal-pegal di lengan dan tungkai serta gangguan

kesehatan lainnya.

Sebelum masuk ke dalam keluhan-keluhan tersebut, maka pekerja yang

bekerja tidak pada posisi ergonomis, akan terlebih dahulu merasakan

ketidaknyamanan, karena menurut Stanton et. al (2005), ketidaknyamanan

merupakan tanda peringatan dari tubuh yang menunjukkan adanya masalah

ketidaksesuaian pekerja dengan pekerjaan, artinya ada faktor pekerjaan yang

harus diubah. Ketidaknyamanan ini mempunyai dampak jangka panjang yang

berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain.

Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu

singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan

lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit (Pheasant,

2003). Oleh karena itu, prinsip ergonomi juga harus diterapkan pada ibu

menyusui.

Ergonomi adalah ilmu tentang kerja, dimana mempertimbangkan faktor

manusia sebagai pelaku pekerjaan, bagaimana cara melakukan pekerjaan tersebut,

peralatan yang digunakan, tempat dilakukannya pekerjaan, dan aspek psikososial


(29)

Administration (OSHA), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang

bagaimana menyesuaikan kondisi tempat kerja dan tuntutan pekerjaan dengan

kemampuan pekerja. The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011)

mengungkapkan tujuan akhir dari ergonomi adalah meningkatkan produktivitas,

keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup. Dari sini dapat disimpulkan bahwa

kenyamanan dapat tercipta salah satunya dengan menerapkan prinsip ergonomi.

Oleh karena itu, dalam banyak penelitian sering dikaitkan antara kenyamanan

dengan ergonomi.

Kenyamanan adalah unsur perasaan manusia yang muncul sebagai akibat

minimalnya atau tidak adanya gangguan pada sensasi tubuh (Manuaba, 1993

dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008). Kenyamanan sangat ditentukan oleh adanya

keseimbangan antara faktor dalam diri manusia dengan faktor lingkungan yang

mempengaruhinya. Dengan kondisi yang nyaman, membuat manusia merasa

sehat, betah melakukan aktivitas, dan mampu berprestasi (Grandjean, 1993 dalam

Rusdjijati dan Widodo, 2008). Namun yang kemudian menjadi masalah adalah

munculnya ketidaknyamanan.

Secara umum ketidaknyamanan digunakan dalam ilmu ergonomi untuk

menunjukkan suatu masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski

dan Marras, 2003). Menurut Stanton et. al (2005), adanya sensasi

ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa

faktor dari pekerjaan yang harus diubah. Banyak cedera muskuloskeletal yang


(30)

menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala,

dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau

Musculoskeletal Disorders (MSDs). Dalam Karwowski dan Marras (2003) juga

disebutkan bahwa Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs)

merupakan sesuatu yang kompleks dan etiologinya kurang jelas sehingga

menyebabkan kesulitan dalam melakukan penilaian faktor risiko. Oleh karena itu,

secara luas dipercaya bahwa ketidaknyamanan merupakan indikator risiko

terjadinya WMSDs. Stanton et. al (2005) juga menambahkan bahwa

ketidaknyamanan juga akan mempengaruhi work performance, kuantitas dan

kualitas kerja menurun bahkan dapat meningkatkan error rates.

Pada ibu menyusui, ketidaknyamanan posisi dapat menjadi salah satu hal

yang mempengaruhi aktivitas proses pemberian ASI seperti berkurangnya durasi

menyusui atau pemberian ASI menjadi tidak maksimal. Jika ibu sering

mengalami ketidaknyamanan, selain akan mengganggu aktivitas pemberian ASI,

juga akan memunculkan risiko terjadinya kesakitan pada ibu atau berkembang

menjadi MSDs karena aktivitas menyusui dilakukan ibu berulang-ulang setiap

hari.

Munculnya ketidaknyamanan posisi pada saat menyusui diperkirakan

disebabkan karena prinsip ergonomi belum diterapkan dalam kegiatan menyusui

yang dilakukan oleh ibu menyusui pada umumnya, padahal menyusui merupakan

kegiatan sehari-hari ibu yang baru melahirkan. Sehingga masalah yang kemudian


(31)

sebagai akibat dari posisi menyusui ibu yang bertahan selama 20-30 menit

berkali-kali setiap hari. Hal ini diperkuat dengan hasil studi pendahuluan yang

dilakukan pada bulan Januari 2013 terhadap 10 ibu menyusui di Kelurahan

Pisangan.

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengobservasi posisi ibu saat

menyusui, dimana 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat

menyusui. Selanjutnya, dilakukan pengukuran kenyamanan posisi duduk ibu saat

menyusui dengan kuesioner Body Part Discomfort Scale yang diisi oleh ibu

setelah ibu selesai menyusui.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa ada dua macam sikap duduk

ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa

menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk

(75%). Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan

menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan

sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat

menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik.

Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper

Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui

berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.

Berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu yang

menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu yang duduk di sofa dan 5 ibu yang


(32)

bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu leher (23%), punggung

bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%),

pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%).

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin mengetahui gambaran

kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan lebih lanjut

dengan meninjau juga faktor-faktor lain yang dimungkinkan berkontribusi

mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui, antara lain seperti

karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, dan karakteristik aktivitas

menyusui. Kelurahan Pisangan dipilih karena terdapat relatif banyak ibu

menyusui.

Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui. Aktivitas menyusui

merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh ibu-ibu pasca melahirkan pada

umumnya. Perlunya penerapan K3 terutama aspek ergonomi pada aktivitas

menyusui bertujuan untuk meminimalisir risiko-risiko ergonomi pada ibu

menyusui, terutama terkait ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperbaiki

posisi duduk ibu saat menyusui menjadi lebih ergonomis, dimana posisi duduk

merupakan posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui, sehingga

dapat membantu meningkatkan kelancaran pemberian ASI di Kelurahan Pisangan


(33)

B. Rumusan Masalah

Pada umumnya, menyusui merupakan aktivitas rutin sehari-hari bagi ibu

yang baru melahirkan hingga batas waktu tertentu (enam bulan atau lebih).

Selama masa pemberian ASI tersebut, ibu akan melakukan aktivitas menyusui

secara berulang-ulang selama beberapa jam setiap harinya untuk memenuhi

kebutuhan ASI bayi. Secara umum kegiatan menyusui berlangsung selama 20-30

menit sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi setiap harinya. Selama

melakukan kegiatan menyusui tersebut, ibu harus memposisikan diri dan bayinya

secara tepat agar proses laktasi berjalan lancar dan menciptakan kenyamanan bagi

ibu. Pada saat menyusui tersebut, ibu berada pada posisi tertentu dan posisi yang

paling banyak digunakan ibu pada masa-masa awal menyusui adalah posisi

duduk. Sedangkan prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan pada

aktivitas menyusui, sehingga masalah yang kemudian muncul adalah adanya

ketidaknyamanan posisi ibu selama kegiatan menyusui berlangsung dan ini akan

mengganggu proses menyusui maupun proses laktasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari

2013 terhadap 10 ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan, ditemukan bahwa

80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat menyusui. Dari 80%

tersebut, terdapat dua macam sikap duduk ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas

kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai


(34)

Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan

menggunakan kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan

sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat

menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik.

Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper

Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui

berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.

Sedangkan berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu

yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada

beberapa bagian tubuh dengan frekuensi terbesar yaitu pada leher dan punggung

bagian atas yang masing-masing sebesar 23%. Berdasarkan permasalahan ini,

peneliti ingin mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui

di Kelurahan Pisangan lebih lanjut.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan

Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk?

2. Bagaimana gambaran karakteristik tempat duduk (dimensi kursi, sudut

dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan) yang

biasa digunakan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur


(35)

3. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks

Massa Tubuh) yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan

Ciputat Timur tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran objek,

postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh ibu yang

menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun

2013?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat

menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan

Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk.

b. Diketahuinya gambaran karakteristik tempat duduk (dimensi kursi, sudut

dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan)

yang biasa digunakan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat

Timur tahun 2013 saat menyusui.

c. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks

Massa Tubuh) yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan


(36)

d. Diketahuinya gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran

objek, postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh

ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat

Timur tahun 2013.

E. Manfaat

1. Bagi Ibu Menyusui

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu

menyusui bahwa posisi yang tepat dan nyaman bagi ibu saat menyusui

dapat memperlancar proses pemberian ASI.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu

menyusui tentang risiko kesehatan yang mungkin terjadi pada ibu karena

ketidaknyamanan ibu akibat posisi menyusui yang kurang tepat.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk

menerapkan posisi menyusui yang benar dan ergonomis sehingga ibu

dapat menyusui dengan nyaman dan proses menyusui menjadi lancar.

2. Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang

akan melakukan penelitian terkait ergonomi dan kenyamanan kerja.

b. Dengan penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu K3 yang


(37)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta karena

ingin mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan

Pisangan Ciputat Timur Tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli

2012-Mei 2013 pada beberapa ibu menyusui yang menggunakan posisi duduk

saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi

penelitian ini adalah ibu menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan yang menggunakan posisi duduk saat menyusui. Pengambilan

sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan simple random sampling dengan

jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui dengan posisi duduk.

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner, wawancara, observasi,

dan pengukuran langsung. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan

dengan mengumpulkan data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan hingga Januari 2013 melalui posyandu. Analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang


(38)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Menyusui

Setiap ibu menghasilkan air susu yang kita sebut ASI sebagai makanan

alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI eksklusif serta proses

menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk

membangun SDM berkualitas. Seperti kita ketahui, ASI adalah makanan

satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam

bulan pertama. (Saleha, 2009)

Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau

balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Menurut Saleha (2009), dengan proses

menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi,

maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya.

World Health Oraganization (WHO) dan United International Childrens

Emergency Fund (UNICEF) dalam Global Strategi for Infant and Young Child

Feeding, merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk

mencapai tumbuh kembang optimal, yaitu: Pertama, memberikan ASI kepada

bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Kedua, memberikan hanya

ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak bayi lahir sampai bayi berusia

enam bulan. Ketiga, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi


(39)

sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih,

2009).

Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan.

Payudara semakin padat karena retensi air, lemak, serta berkembangnya

kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan sakit. Segera setelah terjadi

kehamilan, maka korpus luteum berkembang terus dan mengeluarkan esterogen

dan progesteron untuk mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat

memberikan ASI.

Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi. Ketika

bayi mengisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir

dalam alveoli, melalui saluran susu (ducts/milk canals) menuju reservoir susu

(sacs) yang berlokasi di belakang areola, lalu ke dalam mulut bayi. Pengaruh

hormonal bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita

memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara

(Saleha, 2009).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain sebagai

berikut (Saleha, 2009):

1. Frekuensi pemberian ASI.

2. Berat bayi saat lahir.

3. Usia kehamilan saat melahirkan.

4. Usia ibu dan paritas.


(40)

6. Mengkonsumsi rokok.

7. Mengkonsumsi alkohol.

8. Penggunaan pil kontrasepsi.

1. Manfaat Menyusui

Di samping ASI yang memiliki banyak manfaat untuk bayi, kegiatan

menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi, ibu, keluarga,

maupun negara. Berikut beberapa manfaat dari menyusui yaitu (Saleha,

2009):

a. Manfaat bagi bayi

1) Komposisi sesuai kebutuhan.

2) Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan.

3) ASI mengandung zat pelindung.

4) Perkembangan psikomotorik lebih cepat.

5) Menunjang perkembangan kognitif.

6) Menunjang perkembangan penglihatan.

7) Memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak.

8) Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat.

9) Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri.

b. Manfaat bagi ibu

1) Mencegah perdarahan pascapersalinan dan mempercepat kembalinya


(41)

2) Mencegah anemia defisiensi zat besi.

3) Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil.

4) Menunda kesuburan.

5) Menimbulkan perasaan dibutuhkan.

6) Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium.

c. Manfaat bagi keluarga

1) Mudah dalam proses pemberiannya.

2) Mengurangi biaya rumah tangga.

3) Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat

biaya untuk berobat.

d. Manfaat bagi negara

1) Penghematan untuk subsidi pemakaian obat-obatan untuk anak.

2) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula.

3) Mengurangi polusi, salah satunya karena sampah bungkus susu

formula.

4) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

2. Frekuensi dan Lama Menyusui

Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering

mungkin sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan

dia lapar dan akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Biasanya

bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam atau 10-12 kali dalam 24 jam


(42)

juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2 jam sekali, namun

waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering

bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi

lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human Services Office on Woman’s Health, 2006).

Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit

pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997)

menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada

kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit

(tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa

untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20

menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi

terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk

memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan

bayi (Fredregill, 2010).

3. Posisi dan Perlekatan Menyusui

Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang

tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring.

Gambar 2.1

Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar (Perinasia, 1994

dalam Saleha, 2009)

Gambar 2.2

Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar (Perinasia, 1994


(43)

Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar

saat menyusui, yaitu:

a. Berbaring miring. Ini posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang

pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.

b. Duduk. Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada

punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya.

Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur

atau di lantai atau duduk di kursi.

Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki

ditopang) memaksimalkan bentuk payudaranya dan memberi ruang untuk

menggerakkan bayinya ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke

arah badan ibu dan mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi

harus sedikit ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga

posisi kepala yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang

dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya. Gambar 2.3

Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)


(44)

Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu

saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk

yang berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold.

a. Cradle Hold

Posisi ini adalah yang paling banyak dipraktekkan ibu menyusui.

Posisi ini baik digunakan untuk wanita yang baru saja operasi caesar, bayi

yang berusia satu bulan atau lebih, dan menyusui saat sedang bepergian

karena tidak terlalu memerlukan penyangga (lengan ibu sebagai

penyangga).

Cara:

1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh

disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga

agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.

2) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu.

Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan

payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat

akan menyusui dengan payudara kanan).

3) Kepala dan leher bayi ditempatkan pada lekuk siku.

4) Dekatkan kepala (bibir) bayi pada payudara dengan mengangkat


(45)

b. Cross Cradle

Posisi ini baik digunakan pada hari-hari pertama setelah

melahirkan, ibu yang baru belajar menyusui, dan bayi prematur. Pada saat

ibu berada pada posisi ini, ibu sebaiknya duduk tegak dengan bayi

didekatkan pada payudara dan bukan ibu yang membungkuk untuk

mendekatkan payudara ke bayi.

Cara:

1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh

disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga

agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.

2) Tangan ibu pada sisi yang berseberangan dengan payudara yang

menyusui, memegang kepala dan leher bayi (tangan kanan digunakan

bila akan menyusui dengan payudara kiri, dan sebaliknya).

3) Punggung dan bokong bayi disangga dengan lengan bawah ibu pada

tangan yang sama.

4) Tangan dapat digunakan untuk mengarahkan bayi ke payudara.

c. Football Hold

Dinamakan football karena ibu memegang bayi seperti memegang

bola pada sisi tubuh (di bawah ketiak). Posisi ini baik untuk ibu yang baru

menjalani operasi caesar (yang sudah boleh duduk), bayi kembar, dan


(46)

Cara:

1) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu,

dengan daerah bokong pada lipat siku ibu. Lengan yang digunakan

adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan

digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan

payudara kanan).

2) Lengan ibu tidak ditempatkan di depan tubuh, namun di samping

(seperti mengapit tas).

3) Telapak tangan ibu menyangga kepala dan leher bayi, seluruh tubuh

bayi menghadap ke payudara (sisi tubuh) ibu.

4) Letakkan penyangga (bantal atau bantal menyusui) pada sisi tubuh

yang digunakan, di bawah lengan ibu dan tubuh bayi.

Gambar 2.4 Posisi Cradle Hold

Gambar 2.5 Posisi Cross Cradle

Gambar 2.6 Posisi Football Hold


(47)

Tanda bayi telah berada dalam posisi menyusu yang baik (Bahiyatun,

2009):

a. Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu.

b. Mulut dan dagunya berdekatan dengan payudara.

c. Areola tidak terlihat dengan jelas.

d. Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta menelan

ASI-nya.

e. Bayi terlihat tenang dan senang.

f. Ibu tidak merasakan adanya nyeri pada puting susu.

Ada situasi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu

pasca operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi

kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang

bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang

memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit

menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak. (Saleha,

2009)

Gambar 2.7

Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal (Perinasia, 1994

dalam Saleha, 2009)

Gambar 2.8

Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)


(48)

Gambar 2.9

Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar

Langkah-langkah menyusui yang benar menurut Bahiyatun (2009)

adalah sebagai berikut:

1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada

puting dan areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai

desinfeksi dan menjaga kelembaban puting susu.

2) Bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu.

3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik

menggunakan kursi yang rendah (agar kaki tidak menggantung) dan

punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Gambar 2.10

Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)

Gambar 2.11

Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan (Perinasia, 2004 dalam


(49)

4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi

terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan

bokong bayi disokong dengan telapak tangan).

5) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di depan.

6) Perut bayi menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap

payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).

7) Telinga dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus.

8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di

bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja.

10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (refleks rooting) dengan

cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi

dengan jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi

didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan

ke mulut bayi.

11) Usahakan sebagian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi,

sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan

menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di

bawah areola payudara. Posisi yang salah, yaitu bila bayi hanya mengisap

puting susu saja, yang akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak


(50)

12) Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau

disangga lagi.

Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan

tanda-tanda sebagai berikut:

1) Bayi tampak tenang.

2) Badan bayi menempel pada perut ibu.

3) Mulut bayi terbuka lebar. Gambar 2.12 Cara Meletakkan Bayi

Gambar 2.13

Cara Memegang Payudara

Gambar 2.14

Cara Merangsang Mulut Bayi

Gambar 2.15 Perlekatan yang Benar

Gambar 2.16 Perlekatan yang Salah


(51)

4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.

5) Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak

yang masuk.

6) Bayi nampak mengisap dengan ritme perlahan-lahan.

7) Puting susu tidak terasa nyeri.

8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

9) Kepala bayi agak menengadah.

a. Latch-On

Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan

proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan

menempelkan payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Ini akan

menstimulasi bayi untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini

muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju puting susu (nipple) dan

areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu). Saat posisi bayi

sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian besar dari areola akan

masuk di dalam mulut bayi.

Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara,

tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk

membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya.

Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan

memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas


(52)

bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang

areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan

ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak

mengganggu mulut bayi.

Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan

tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika proses latch-on menimbulkan

rasa sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan

sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian

susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba

lagi. Hal ini dilakukan agar:

1) Aliran ASI lebih lancar.

2) Mencegah lecet pada puting susu ibu.

3) Menjaga bayi agar puas dalam menyusu.

4) Menstimulasi produksi ASI yang kuat.

5) Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.

Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari

payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling)

tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu.

Proses mengisap yang baik ditandai dengan ciri-ciri berikut:

1) Lidah bayi berada di bawah puting susu.

2) Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya


(53)

3) Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat

selama proses menyusui berlangsung.

Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan

dalam posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan

sampai menyusu berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan

suplemen apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan

medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat

asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting

buatan dapat menimbulkan “bingung puting” pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui. (Saleha, 2009)

b. Let-Down

Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita

dengan wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan rasa geli

atau sedikit nyeri pada payudara ibu atau ASI mulai keluar dari payudara

yang tidak digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini

merupakan tanda dari refleks let-down.

Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus),

karena hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain

menstimulasi aliran ASI juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim.

Untuk itu, proses menyusui membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran


(54)

salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang

dalam satu minggu dan selanjutnya. (Saleha, 2009)

Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut (Saleha, 2009):

1) Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong

punggung dan lengan ibu.

2) Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).

3) Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi

untuk ibu selama proses menyusui.

4) Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu

dalam proses menyusui.

5) Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan

selama proses menyusui berlangsung.

B. Ergonomi

Kata ergonomi berasal dari Bahasa Yunani “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti peraturan atau hukum. Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda, seperti Arbeitswissenschaft di Jerman dan Human Factors

Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah

penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu

teknik dan teknologi untuk mencapai kesesuaian antara manusia dengan


(55)

of work) atau ilmu tentang kerja. Untuk ergonomi di Indonesia digunakan pula

istilah tata karya atau tata kerja. (Suma’mur, 2009)

Menurut Tarwaka (2004) dalam Sutarna (2011) ergonomi adalah ilmu,

teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dengan kemampuan,

kebolehan dan keterbatasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan

lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas

yang setinggi-tingginya. Sedangkan menurut Kubangun (2010), ergonomi adalah

suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi

mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu

sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada tempat kerja dengan

baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif,

aman dan nyaman.

Ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner dimana

terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, higiene, teknologi dan

ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Di dalam perkembangan dan

prakteknya, ergonomi bertujuan untuk (Sundari, 2010):

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka

mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban

mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak


(56)

3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional

antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.

The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011) mengungkapkan bahwa

tujuan akhir ergonomi adalah meningkatkan produktivitas, keselamatan,

kenyamanan dan kualitas hidup. Chavalitsakulchai dan Shahnavaz (1993) dalam

Widhyasari (2011) juga mengemukakan bahwa, ergonomi dapat menurunkan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Manuaba (1998) dalam Widhyasari (2011),

lebih terperinci mengatakan manfaat penerapan ergonomi antara lain pekerjaan

lebih cepat selesai; risiko penyakit akibat kerja kecil; kelelahan berkurang; dan

rasa sakit berkurang atau tidak ada.

Suatu fokus penting dalam ergonomi adalah posisi tubuh (work posture)

dan gerakan seluruh dan anggota badan (body and limb movement), yang

menentukan besarnya pemakaian energi dan aktivitas sensorimotoris. Ilmu

tentang postur kerja dan gerakan seluruh atau sebagian anggota badan disebut

biomekanik. Dari sudut pandang ilmu tersebut, seorang tenaga kerja memenuhi

persyaratan biomekanis dalam melaksanakan pekerjaannya, apabila postur kerja

dan gerakan-gerakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai

dengan keadaan alami tubuh beserta anggota badan. Sehubungan dengan itu,

tempat duduk memfasilitasi postur kerja sehingga posisi tubuh tidak menjadi

sumber hambatan bagi gerakan dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan ketidaknyamanan. (Suma’mur, 2009)


(57)

Menurut Dul dan Weerdmeester (2008), dalam disain kerja dan situasi

sehari-hari, fokus dari ergonomi adalah manusia. Situasi yang tidak aman, tidak

sehat, tidak nyaman atau yang tidak efisien dalam pekerjaan atau dalam

kehidupan sehari-hari dapat dicegah dengan memperhitungkan kemampuan fisik

dan psikologi serta keterbatasan manusia. Banyak faktor yang terdapat dalam

ergonomi, yaitu antara lain: postur tubuh dan pergerakannya (duduk, berdiri,

mengangkat, mendorong, menarik), faktor lingkungan (kebisingan, getaran,

pecahayaan, iklim kerja, substansi kimia), informasi dan operasi (informasi

tambahan secara visual atau rasa yang lain, pengendalian atau kontrol, hubungan

antara display dan kontrol), organisasi kerja yang baik (tugas yang tepat dan

pekerjaan yang menarik). Faktor-faktor ini mempengaruhi secara luas tingkat

keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kinerja yang efisien dalam pekerjaan


(58)

C. Kenyamanan (Comfort) 1. Pengertian

Kenyamanan dalam Bahasa Inggris kontemporer memiliki empat

makna. Yang pertama adalah kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya

atau tidak adanya ketidaknyamanan atau akibat dari suatu kondisi atau

perasaan nyaman (comfort as a cause of relief from discomfort and/or a

cause of the state of comfort). Makna yang kedua dari kenyamanan adalah Bagan 2.1

Ruang Lingkup Ergonomi (MacLeod, 2000)


(59)

keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state

of ease and peaceful contentment). Makna yang ketiga adalah terbebas dari

ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort). Sedangkan makna yang

keempat adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman

(comfort is whatever makes life easy or comfortable) (Kolcaba, 1991). Dalam

Kolcaba (2001), kenyamanan (comfort) secara teoritis didefinisikan sebagai

kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan,

ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human needs for

ease, relief, and transcendence).

Secara fisiologis, kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan.

Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan

sensasi tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982)

dalam Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan

pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan

yang kompleks secara umum.

Menurut Oborne (1995) dalam Ardiana (2007), konsep tentang

kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama dikarenakan

konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu. Seseorang tidak

dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita

cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan.

Hertzberg (dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007) untuk pertama kalinya


(60)

Sementara itu, Branton (dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007)

mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan tidak

nyaman. Dia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu

kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, juga bukan

merupakan perasaan yang bersifat sesaat, tetapi kenyamanan merupakan suatu

kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaan

yang tidak tertahankan.

Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) juga

menggambarkan konsep kenyamanan yang kurang lebih sama seperti Branton.

Menurut keduanya, kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat

tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat

mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara

langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada orang tersebut

untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya

dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu,

sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan yang lebih dari sekedar

hilangnya rasa tidak nyaman, merupakan penilaian respondentif individu yang

sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang

yang mengalami situasi tersebut atau berhubungan dengan pengalaman


(61)

mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Dengan demikian, maka rasa

nyaman yang dirasakan oleh individu satu belum tentu sama dirasakan oleh

individu lainnya.

The Cambridge Advanced Leamer’s Dictionary dalam Ardiana (2007) mendefinisikan comfort sebagai perasaan senang, menjadi relaks, dan bebas

dari sakit/nyeri. Shen dan Parsons (1997) dalam Ardiana (2007) menjelaskan

bahwa kenyamanan adalah istilah yang sifatnya umum dan perasaan subjektif

yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan berhubungan dengan

homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis.

De Looze et. al (2003) menyatakan bahwa banyak peneliti

mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi yang

didefinisikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a

subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari

faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi

(comfort is affected by factors of various nature (physical, physiological,

psychological)); dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan

(comfort is a reaction to the environment).

2. Ketidaknyamanan (Discomfort) pada Tubuh

Secara konseptual, ketidaknyamanan merupakan indikator risiko yang

menjadi feedback dari sistem tubuh untuk mendeteksi adanya kemungkinan

masalah. Sumber ketidaknyamanan yang mungkin antara lain berasal dari


(62)

sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama, perubahan kimiawi lokal yang

berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan kimiawi lokal yang

berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia parsial, gangguan

konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan peradangan

sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial.

(Karwowski dan Marras, 2003)

Perasaan ketidaknyamanan, sebagaimana dideskripsikan oleh

Helander dan Zhang (1997) dalam Tan et. al (2008), diakibatkan oleh faktor

biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa

ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008)

Ketidaknyamanan diduga sebagai kondisi khusus untuk menilai

adanya ketidaksesuaian fisik yang berakibat pada otot. Hal ini karena masalah

kecil pada otot tidak dapat dideteksi secara baik dengan metode penilaian

risiko secara umum seperti biomechanical modeling dan gross physiological


(63)

Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang

menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan

tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan

kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi

ketidaknyamanan, namun hal ini tidak langsung menghasilkan rasa nyaman.

(Zhang, 1996)

Keadaan kerja yang ketat, yang membatasi kita khususnya perubahan

postur, akan membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam

jangka pendek, ketidaknyamanan dapat mengalihkan perhatian pekerja dari

tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat kesalahan, berkurangnya

output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Ketidaknyaman ini akan hilang

setelah beristirahat atau melakukan aktivitas atau pekerjaan yang lain.

Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa perubahan patologis dalam

jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit

datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya

waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi


(64)

3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort) Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan

discomfort sebagaimana ditampilkan pada gambar:

Gambar 2.17

Transisi Comfort menjadi Discomfort

Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti setelah melakukan

pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama, rasa nyaman

akan berkurang. Hal ini berarti bahwa faktor biomekanik yang baik mungkin

tidak akan meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada pengertian

bahwa faktor biomekanik yang kurang baik akan mengubah rasa nyaman

menjadi tidak nyaman. (Tan et. al, 2008)

4. Cara Mengukur Kenyamanan

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa menurut Oborne (1995)

dalam Ardiana (2007), kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan

karena penilaian kenyamanan lebih merupakan penilaian respondentif


(65)

secara pasti, kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat

ketidaknyamanan. Begitu juga menurut Sanders dan McCormick (1993)

dalam Ardiana (2007) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu

kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi

tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan

oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan

pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri

mereka.

Karwowski dan Marras (2003) mencoba mengukur kenyamanan secara

objektif melalui pengukuran ketidaknyamanan dengan melihat empat aspek

yaitu: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode waktu. Contohnya seperti duduk

pada kursi yang keras selama beberapa jam akan mengakibatkan

ketidaknyamanan, dimana intensitasnya tergolong rendah hingga menengah

dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat selama satu

jam pertama kemudian berada pada level konstan, ketidaknyamanan akan

mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit.

a. Intensitas

Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan

dengan menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang

dirasakan melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif

yang digunakan yaitu antara lain: verbal rating scales, visual analog


(66)

mempunyai skala yang berusaha agar dapat lebih objektif dalam

mengukur intensitas ketidaknyamanan. Intensitas ketidaknyamanan juga

dapat diukur melalui perubahan perilaku (yaitu menggunakan behaviuor

rating scales) atau perubahan hubungan biomekanik dan fisiologis.

Penjelasan selengkapnya tentang cara mengukur intensitas

ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut:

1) Biomechanical and Physiological Correlates

Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik

(mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa analisis

tersebut menggunakan position data dan biomechanical modeling.

Sedangkan jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena adanya

peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat digunakan

sebagai alat penilaian objektif. Ukuran yang lain dapat digunakan pula

denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan, hantaran kulit,

tingkat keringat, dan suhu tubuh.

Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan

pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan

(discomfort). Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah bahwa

indikator biomekanik maupun fisiologis yang diukur tersebut belum

tentu menunjukkan adanya ketidaknyamanan. Artinya, ada penyebab

lain yang memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan


(67)

pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan (comfort),

seperti kebudayaan barat memahami bahwa nyaman sama dengan

keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot.

2) Behaviour Rating Scales

Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran

intensitas ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi

perilaku yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya

ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Branton (1969) dalam

Karwowski dan Marras (2003) menyebutkan bahwa dalam posisi

duduk, ketidaknyamanan dapat dilihat dari perubahan posisi

duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering

seseorang mengubah posisi duduknya, maka hal tersebut menunjukkan

bahwa semakin ia merasa tidak nyaman.

Shackel et. al (1969) Karwowski dan Marras (2003) juga

menyebutkan bahwa pengukuran waktu perubahan posisi duduk

sebagai pengukuran objektif juga perlu dilakukan untuk mengetahui

adanya ketidaknyamanan. Hal ini sekarang telah didukung oleh adanya

teknologi dengan elektrogoniometri dan digital motion untuk

menganalisis perubahan posisi duduk.

Satu kelebihan dari metode behavioral scale assessment adalah

metode ini tidak tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan


(1)

5.

Indeks Massa Tubuh (IMT)

6. Durasi

IMT_NEW

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurus 3 4.1 4.1 4.1

normal 41 56.2 56.2 60.3

gemuk 29 39.7 39.7 100.0

Total 73 100.0 100.0

7.

Berat Badan Bayi

Statistics

N Valid 72

Missing 0

Mean 19.76

Std. Error of Mean 1.898

Median 15.00

Mode 30

Std. Deviation 16.104

Variance 259.338

Range 88

Minimum 2

Maximum 90

Statistics

BB_BAYI

N Valid 73

Missing 0

Mean 7.0768

Std. Error of Mean .23343

Median 6.9100

Mode 7.50

Std. Deviation 1.99439

Variance 3.978

Range 10.33

Minimum 3.87


(2)

8.

Skor RULA

9. Kebisingan

10. Suhu

Statistics

SKOR_RULA

N Valid 59

Missing 14

Mean 6.93

Std. Error of Mean .033

Median 7.00

Mode 7

Std. Deviation .254

Variance .064

Range 1

Minimum 6

Maximum 7

Statistics

BISING

N Valid 73

Missing 0

Mean 66.462

Std. Error of Mean .5138

Median 66.300

Mode 67.8

Std. Deviation 4.3901

Variance 19.273

Range 26.3

Minimum 55.1

Maximum 81.4

Statistics

SUHU

N Valid 73

Missing 0

Mean 32.664

Std. Error of Mean .1958

Median 33.000

Mode 31.0

Std. Deviation 1.6730

Variance 2.799

Range 7.0

Minimum 30.0


(3)

9.

Pencahayaan

CAHAYA_NEW

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 41 56.2 56.2 56.2

2 32 43.8 43.8 100.0

Total 73 100.0 100.0

10.

Tempat duduk yang digunakan saat menyusui dengan posisi duduk

Tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui adalah:

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kursi 18 24.7 24.7 24.7

bukan kursi 55 75.3 75.3 100.0

Total 73 100.0 100.0

Statistics

Sdt_Sandaran

N Valid 17

Missing 0

Mean 112.35

Std. Error of Mean 7.390

Median 90.00

Mode 90

Std. Deviation 30.471

Variance 928.493

Range 70

Minimum 90

Maximum 160


(4)

, sebutkan Sebutkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid BANGKU 2 2.7 2.7 2.7

DI ATAS LANTAI 27 37.0 37.0 39.7

DI ATAS TEMPAT TIDUR 27 37.0 37.0 76.7

DI MANA SAJA BUKAN

KURSI 1 1.4 1.4 78.1

DINGKLIK KECIL 1 1.4 1.4 79.5

KURSI BERPUTAR 1 1.4 1.4 80.8

KURSI LENGAN TANPA

BANTAL 1 1.4 1.4 82.2

KURSI MAKAN 1 1.4 1.4 83.6

KURSI PLASTIK 1 1.4 1.4 84.9

KURSI TAMU 3 4.1 4.1 89.0

KURSI TAMU (SOFA) 1 1.4 1.4 90.4

KURSI TANPA SANDARAN 1 1.4 1.4 91.8

KURSI YANG ADA

BANTALAN 1 1.4 1.4 93.2

MIRIP SOFA 1 1.4 1.4 94.5

SOFA 4 5.5 5.5 100.0


(5)

11.

Rata-rata usia ibu, durasi menyusui dengan posisi duduk, berat badan bayi, dan suhu tempat menyusui pada ibu yang

mengalami ketidaknyamanan

Group Statistics

kenya

manan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

umurib u Usia Ibu:

0 14 32.50 5.403 1.444

1

59 26.80 5.589 .728

Group Statistics

Kenya

manan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

BB_B AYI

0 14 7.6107 1.60167 .42807

1 59 6.9501 2.06823 .26926

Group Statistics

kenya

manan N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

B.3 Berapa lama Ibu menyusui dalam sehari per menyusui:

0 14 16.93 11.822 3.160

1

59 21.78 19.706 2.565

Group Statistics

Kenyam

anan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

SUHU 0 14 33.464 1.3077 .3495


(6)