Keaslian Penelitian Landasan Teori

2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan untuk penelitian lebih selanjutnya terhadap kewenangan kedua PPNS ini dalam melakukan penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang terjadi pada lahan perkebunan. Disamping itu, dan juga memberi masukan dan kontribusi positif bagi perkembangan dan pengayaan ilmu hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa penelitian dengan judul “Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Pada Lahan Perkebunan” belum pernah dilakukan pada pernasalahan pendekatan yang sama, walaupun penelitian tentang PPNS di perpustakaan Universitas Sumatera Utara USU yang membahas tentang peranan PPNS dalam melakukan penyidikan ada di teliti, namun pada konteks bidang lain, untuk yang membahas tentang judul diatas belum pernah dilakukan, termasuk juga permasalahan dan pendekatan yang dilakukan juga berbeda. Jadi Penelitian ini adalah asli dan belum pernah ditulis dan diteliti oleh peneliti lain sebelumnya, dan keaslian tulisan ini secara akademis keilmuan dapat dipertanggungjawabkan. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Sebagai konsekwensi pemilihan ke-3 tiga topik permasalahan yang disebutkan diatas maka, tipe penelitian yang dilakukan adalah Yuridis Normatif, yakni penelitian yang memfokuskan pada kajian kepada kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif dengan pertimbangan bahwa titik tolak analisisnya terhadap paraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup. Namun disamping itu juga, kajian lain turut diikutsertakan, seperti; penelitian kepustakaan untuk membantu memperdalam pengkajian hukum normatifnya adalah sangat membantu dalam mencari solusi pemecahan masalahnya; Penelitian bersifat deskriptif analisis terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah artinya, penelitian ini menggambarkan suatu keadaan normatif peraturan perundangan-undangan yang menjadi dasar kewenangan masing-masing PPNS dihadapkan kepada permasalahan yang dikemukakan dengan tujuan adalah untuk memberi pembatasan terhadap kerangka studi atas suatu analisisklasifikasi tanpa ada maksud dan tujuan lainnya, yaitu untuk menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori yang sudah ada. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Jadi, dengan permasalahan dikemukakan di atas maka, penelitian yuridis normatif ini sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Johnny Ibrahim, yaitu bahwa; “Penelitian Normatif adalah untuk menghasilkan ketajaman analisis hukum yang didasarkan pada doktrin dan norma-norma yang telah ditetapkan dalam sistem hukum, baik yang telah tersedia sebagai bahan hukum maupun yang dicari sebagai bahan kajian guna memecahkan problem hukum faktual yang dihadapi masyarakat, maka tidak ada jalan lain berkenalan dengan ilmu hukum normatif sebagai ilmu praktis normologis dan mengandalkan penelitian hukum normative.” 8 dan ini sesuai dengan pendapat Surjono Soekanto dan Sri Mamudji; yang menyebutkan bahwa; “dalam penelitian hukum normatif, maka penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang merupakan patokan-patokan berperilaku atau bersikap tidak pantas dapat dilakukan terutama terhadap bahan hukum primer dan sekunder, sepanjang bahan-bahan penelitian tersebut mengandung kaidah-kaidah hukum. Sebab, tidak setiap pasal dalam suatu perundang-undangan misalnya mengandung kaidah hukum, ada pasal-pasal yang hanya merupakan batasan saja sebagaimana lazimnya ditemukan pada bab-bab ketentuan umum dari perundang-undangan tersebut.” 9

2. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah diambil dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 8 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. ke-2, Surabaya, Bayu Media Publishing, 2006, hlm. 73. 9 Surjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 12. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008

2.1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah : bahan hukum yang diurutkan berdasarkan hirearki yang terdiri dari atas Undang-Undang Dasar 1945, Tap MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya di bawah Undanga-undang

2.2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari hasil pengkajian dari buku-buku, teks, literatur, karya tulis ilmiah, yang berkaitan dalam mendukung pemecahan masalah.

2.3. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang dapat memberi petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, tulisan dan lain-lain yang dapat menunjang dan sekaligus digunakan sebagai bahan tambahan informasi dalam penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian tesis ini, maka perolehan data atau pengumpulan datanya dilakukan Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 dengan cara studi kepustakaan Library Research yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan, yaitu : pengumpulan data primer berupa peraturan perundang-undangan yang gunanya adalah sebagai bahan hukum yang mengikat dari sudut acuan dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan, data sekunder berupa buku-buku teks, literatur, karya tulis ilmiah yang gunanya adalah untuk memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu berupa hasil penelitian karya ilmiah dari kalangan hukum yang dianggap relevan dengan penelitian ini dan data tersier seperti kamus, tulisan dan lain-lain yang gunanya adalah memberi petunjuk dan penjelasan lebih lanjut tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Analisa Data

Analisa data merupakan suatu proses atau langkah-langkah dalam pengorganisasian dan mengurutkan bahan hukum yang dikumpulkan pada suatu pola kategori dan satuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas. Jadi bahan hukum yang diperoleh dari kepustakaan, bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder seperti buku-buku teks, literatur, karya tulis ilmiah, dan bahan hukum tersier seperti kamus, tulisan dan lain-lain, penulis uraikan dan dihubungkan begitu rupa, Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna membahas dan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yang menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahn konkrit yang dihadapi. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat.

G. Landasan Teori

Didalam setiap pembangunan yang bahan bakunya berasal dari pengelolaan sumber daya alam maka, kebijakan pemerintah adalah selalu mempertahankan fungsi lingkungan hidup dengan melakukan Perlindungan Lingkungan Hidup yang berkelanjutan. Menurut Alvi Syahrin: bahwa: “Perlindungan Lingkungan Hidup mempunyai arti penting bagi pembangunan jangka panjang dan kemakmuran rakyat, sehingga penyediaan,penggunaan dan peningkatan kemampuan lingkungan hidup perlu mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah dalam mewujudkan kemakmuran rakyat, berkewajiban melakukan upaya pencegahan maupun pembaharuan kemampuan lingkungan hidup, bekerja sama dengan negara lain dalam perlindungan lingkungan hidup dunia, mempertimbangkan pentingnya perlindungan lingkungan hidup dalam memutuskan segala permasalahan ekonomi dan sosial, serta melindungi warisan generasi yang akan datang. Perlindungan lingkungan hidup merupakan bagian dari proses pembangunan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.” 10 10 Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003, hlm. 84. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Jadi pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup dapat dilakukan lewat penataan kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan guna mewujudkan pembangunan jangka panjang yang dapat meningkatkan kemampuan lingkungan hidup. Peningkatan kemampuan lingkungan hidup ini juga diwujudkan dengan adanya kepastian hukum. Kepastian hukum ini menjadi suatu hal yang harus diwujudkan guna peningkatan kemampuan lingkungan hidup, oleh karenanya peraturan perundang-undangan dibidang lingkungan hidup haruslah diwujudkan lewat hukum positif yang memuat norma-norma berperilaku bagi pelaku usaha perkebunan. Hukum posistf yang memuat tentang tindak pidana lingkungan hidup di lahan perkebunan mengalami dualisme antara undang-undang perkebunan dan UUPLH. Harusnya UU Perkebunan hanya mengatur masalah perkebunan saja, sebab masalah lingkungan hidup telah diatur dalam UUPLH. Menurut Hans Kelsen, mengatakan ; Teori hukum murni adalah teori hukum positif, yang berupaya membatsi dirinya atas penertian hukum pada bidang-bidang lain dan hendaknya menghindari pencampuranadukan dengan berbagai displin ilmu lainnya, yang dapat mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan batas-batas yang ditetapkan padanya oleh sifat pokok bahasannya. 11 11 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif; Bandung, Penerbit Nusa Media Penerbit Nuansa, 2007, hlm. 1-2. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Sedangkan pengertian hukum positif terletak pada fakta bahwa hukum itu dibuat dan dihapuskan oleh tindakan-tindakan manusia yang disebut norma hukum 12 Sedangkan maksud norma adalah sesuatu yang harus ada dan yang harus terjadi khsusunya bagaimana manusia harus berperilaku dengan cara tertentu. 13 Pengertian kewenangan didalam pasal 45 ayat 2 Undang-undang Perkebunan dan pasal 40 ayat 2 undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup tidaklah secara tegas disebutkan, namun secara umum dapat dikatakan bahwa pengertian wewenang PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup dapat dilihat dari apa yang dilakukan dalam tahapan-tahapan kegiatan penyidikannya yaitu; memeriksa kebenaran laporan, memeriksa orangpelaku tindak pidana,meminta keterangan dan barang bukti, melakukan pemeriksaan administrasi dan tempat kejadian perkara, melakukan penyitaan,meminta keterangan ahli, meminta keterangan ahli, membuat Berita Acara seluruh rangkaian penyidikan dan menghentikan penyidikan. Jadi, arti wewenang adalah sebuah tindakan rangkaian penyidikan yang didasarkan atas undang-undang untuk melakukan penyidikan atas suatu tindak pidana lingkungan hidup yang khusus terjadi hanya dilahan perkebunan. 12 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dan Negara, Jakarta, Bee Media Indonesia, 2007, hlm. 142- 143. 13 Hans Kelsen, op.cit, hlm.5. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Dasar wewenang ini diberikan secara khusus juga oleh Pasal 7 ayat 2 KUHAP dengan sebutan kewenangan khusus melakukan tugas penyidikan atas dasar undang-undang sebagai dasar kwewenangannya. Jadi wewenang khusus itu hanya diberi oleh undang-undang dalam melakukan rangkaian penyidikan. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah undang-undang yang harus menjadi acuan, walaupun tidak secara tegas disebutkan oleh undang-undang dimaksud, tapi secara umum diakui sebagai undang-undang yang menjadi acuan pokok. Artinya seluruh undang-undang yang berkaitan dengan lingkungan hidup maka harus mempedomani Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, tak terkecuali dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan tetap mempedomani undang- undang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini. Permasalahannya disini adalah, bahwa adanya diatur tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana lingkungan hidup terutama Pasal 26 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, dimana tindak pidana membuka danatau mengolah lahan perkebunan dengan cara pembakaran sehingga mengakibatkan pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup terjadi di lahan perkebunan, sehingga menimbulkan penafsiran dan menjadi perdebatan, apakah tindak pidana ini masuk kategori lingkungan hidup yang kebetulan terjadi dilahan perkebunan? Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Sementara itu setiap tindak pidana yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup maka dapat dikenakan ancaman pidana berdasarkan Pasal 41 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lalu peraturan perundang- undangan mana yang harus digunakan sebagai dasar melakukan tuntutan terhadap tindak pidana yang sama? Sebab adanya 2 dua peraturan perundang-undangan yang bebrbeda mengatur 1 satu tindak pidana yang sama? Untuk menjawab persoalan ini maka, landasan teori yang dipergunakan adalah dengan memperhatikan pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana 14 yang menyebutkan adanya perlakuan khusus bagi tindak pidana yang bersifat khusus, yaitu; dengan menggunakan; Asas ”Lex specialist derogat lex generale”, yaitu; asas yang mengemukakan bahwa; undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum. Maksud dari asas ini adalah; bahwa terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa itu, walaupun untuk peristiwa khusus tersebut dapat diperlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih luas atau lebih umum yang dapat mencakup peristiwa khusus tersebut. 15 14 Pasal 1 ayat 2 dua menyebutkan; Jikalau undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya. Pasal 1 ayat 2 dua menyebutkan; Jikalau undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya. 15 C.C.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. Ke-6 Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 81 C.C.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. Ke-6 Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 81. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Lalu menjadi PPNS mana yang berwenang dalam menyidik perkara tindak pidana lingkungan hidup ini? Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, bahwa ; “tindak pidana di bidang lingkungan hidup menyangkut aspek yang bersifat sangat teknis, sehingga memerlukan keahlian tertentu untuk melakukan penyidikan, yang sukar diharapkan dari para penyidik pejabat Polri” 16 Dari pendapat beliau ini dapat digariskan bahwa tindak pidana lingkungan hidup ini karena sifatnya sangatlah teknis maka, Penyidiknyapun haruslah yang berasal dari lembaga teknis dimaksud, yaitu PPNS Lingkungan Hidup. Sebab kalau diteliti lebih lanjut bahwa dasar pengajuan tuntutannya haruslah menggunakan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana PPNS Lingkungan Hidup mempunyai dasar kewenangan menurut undang- undang ini. Didalam pelaksanaan kewenangan masing-masing PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup maka, masing-masing PPNS ini mempunyai dasar kewenangannya dalam melakukan penyidikan. PPNS Perkebunan mempunyai kewenangan khusus berdasarkan Pasal 45 ayat 1 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004, sedangkan PPNS Lingkungan Hidup mempunyai kewenangannya berdasarkan Pasal 40 Undang- undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 16 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005, hlm. 433. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Yang menjadi dasar awal diperbolehkannya Pegawai Negeri Sipil PNS sebagai penyidik adalah didalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lazim disebut Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP Pasal 6 ayat 2 b dan Pasal 7 ayat 2 , dimana berdasarkan pasal ini merupakan dasar hukum diberikannya wewenang khusus terhadap PPNS untuk melakukan penyidikan di bidang tindak pidana khusus dan sekaligus diberi wewenang sesuai undang-undang yang menjadi dasar hukumnya untuk melakukan tugasnya di bawah koordinasi dan pengawasan POLRI. 17 Sebutan wewenang khusus pada PPNS mempunyai arti bahwa PPNS hanya mempunyai wewenang terbatas hanya pada undang-undang itu saja yang artinya PPNS dalam melakukan penyidikan tidak boleh menggunakan dasar tuntutannya di luar undang-undang yang menjadi dasar penuntutannya. Dalam melakukan penyidikan maka PPNS dimaksud adalah seorang penyidik pada sebuah Departemen yang diangkat oleh Menteri atau Kepala pada sebuah lembaga vertikal Nasional atau diusulkan dan diangkat oleh instansi yang berwenang atas rekomendasipertimbangan tidak keberatan dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Jaksa Agung. 17 UU No. 8 tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana Pasal 6 ayat 1 mengatakan penyidik adalah : a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia b. Pejabat pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang Pasal 7 ayat 2 mengatakan; penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Di dalam istilah sebutan, maka, ada 2 dua sebutan terhadap PPNS ini, yaitu; pertama; PPNS Nasional pusat, dan kedua; PPNS Daerah. PPNS Nasional pusat lahir dari undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP khususnya dalam Pasal 6 ayat 1 b dan oleh karenanya lahirlah PPNS Perkebunan yang dasar kewenangnnya lahir atas dasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan kemudian PPNS Lingkungan Hidup lahir atas dasar kewenangannya dari Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sementara itu PPNS Daerah lahir dari undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang menyebutkankan bahwa penyidikan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan oleh PPNS Daerah dan dipertegas lagi dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 149 ayat 2 yang menyatakan bahwa : Penyidikan dan penuntutan terhadap penyelenggaraan atas ketentuan Perda dilakukan oleh penyidik dan pemutusan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 18 Dalam hal menjalankan kewenangan masing-masing PPNS ini maka, atas dasar masing-masing undang-undang yang menjadi dasar kewenangan PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup itu, maka 18 Biro Humas Sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri, Pembinaan dan Pemberdayaan PPNS sesuai UU No. 32 Tahun 2004, Jakarta, 2005, hlm. 2. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 secara umum, kewenangan PPNS Perkebunan, PPNS Lingkungan Hidup, PPNS Daerah, bahkan PPNS lainnya adalah sama, hanya bidang tugasnya yang berbeda, kalau profil bentuk wewenangnya adalah serupa, bahkan bagi seluruh PPNS diharuskan melakukan koordinasi dengan Penyidik Polri, karena Penyidik Polri yang fungsinya sebagai koordinator dan fungsi pengawasan bahkan sampai pada fungsi pembinaan teknis terhadap seluruh PPNS tugas ini diemban oleh bagian reserse. Adapun secara umum kewenangannya adalah sebagai berikut : 1. Melakukan tindakan upaya paksa, seperti : a. penangkapan b. penahanan c. penggeledahan d. pemeriksaan surat 2. Membuat Berita Acara Pemeriksaan BAP atas semua tindakan, seperti : a. BAP pemeriksaan tersangka b. BAP penangkapan c. BAP penahanan d. BAP penggeledahan e. BAP penyitaan Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 f. BAP pemeriksaan surat g. BAP pemasukan rumah h. BAP pemeriksaan saksi i. BAP pemeriksaan tempat kejadian PTK j. BAP pemeriksaan lain-lainnya sesuai KUHAP k. BAP pelaksanaan lain-lain sesuai dengan KUHAP Apabila dalam proses penyidikan ternyata tidak cukup bukti sesuai dengan kewenangannya pada poin 1 di atas tadi maka, kedua PPNS tersebut harus menghentikan proses penyidikan dengan pemberitahuan kepada Kejaksaan melalui penyidik Polri. Selanjutnya apabila proses penyidikan berlanjut dan bentuk tindakan upaya paksa dilakukan oleh PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup maka upaya paksa itu dilakukan harus dalam bentuk ”koordinasi dengan polisi”. 19 Di dalam usaha mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga suatu tindak pidana lingkungan hidup, apakah PPNS Lingkungan Hidup dan PPNS Perkebunan mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan? Sebab sesuai dengan perkembangan tindak pidananya maka, Penyelidikan bisa merupakan bahagian dari penyidikan. 19 Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia - Kantor Wilayah Sumatera Utara, Undang-Undang, Yang Menjadi Dasar Hukum Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Medan, 2005 hal. 13 Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 Menurut pendapat Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Kewenangan PPNS berdasarkan UU No, 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang dipimpin Oleh Bapak Edi Warman, mengatakan bahwa; ”di dalam KUHAP tidak tegas disebutkan sebab KUHAP tidak mengatur hal itu, tetapi KUHAP juga tidak secara tegas melarang PPNS untuk melakukan penyelidikan”. 20 Memang di dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 4, Pasal 5 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa penyelidik itu adalah Polri, 21 sedangkan Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan Undang- undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak menyebutkan apakah PPNS perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup berwenang melakukan penyelidikan. Tindak pidana pembakaran lahan yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan sudah barang tentu banyak yang dilakukan secara disengaja, atau paling tidak, dilakukan karena adanya unsur kelalaian. Pembakaran lahan perkebunan oleh pelaku usaha perkebunan pada waktu membuka danatau mengolah lahan perkebunan biasanya dilakukan untuk 20 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Laporan Akhir Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Kewenangan PPNS Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2004, hlm. 74. 21 Pasal 1 ayat 4; Penyelidik adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diberi undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Pasal 4; Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia Pasal 5 ayat 2; Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat 1 huruf a dan huruf b kepada penyidik. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 menghemat biaya dan waktu, namun rata-rata pihak pelaku usaha perkebunan tidak ada yang mau mengaku telah melakukan pembakaran pada lahan perkebunannya. Lahan perkebunan yang diperoleh baik dari konversi hutan, biasanya rata-rata mempunyai tingkat kepadatan serasah yang banyak dan oksigen yang cukup dan rata-rata hutan basah, sehingga sangat sulit kemungkinannya untuk terbakar sendiri, atau karena faktor alam. Ada beberapa penyebab kebakaran ini terjadi, baik itu kebakaran hutan maupun kebakaran lahan. Menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan, bahwa; “kerusakan hutan yang diakibatkan kesengajaan misalnya baik itu karena persiapan persiapan perubahan lahan perkebunan adalah sangat tinggi. Bahkan sumber api dan atau penyebab kebakaran hutan itu terjadi karena ada 3 unsur yaitu : panas, bahan bakar dan oksigen berbaur. Jika salah satu ke-3 unsur ini tidak ada maka kebakaran hutan itu tidak akan terjadi. Karena oksigen terdapat hampir merata di semua wilayah, maka yang diterangkan disini hanyalah unsur panas dan bahan bakar. a. Panas Dalam kebakaran hutan, unsur ini hanya berperan, terutama kemarau panjang. Hampir seluruh wilayah Indonesia musim kemarau terjadi setiap tahun, pada bulan-bulan tertentu yang dapat diperkirakan sebelumnya. Musim kemarau panjang umumnya datang 5-10 tahun sekali, kecuali untuk Nusa Tenggara Timur, Timor Timur dan Irian Jaya bagian Selatan Merauke. Musim Kemarau panjang terjadi setiap tahun, erat kaitannya dengan panas adalah sumber api. Umumnya disepakati bahwa 90 sumber api yang mengakibatkan Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 kebakaran hutan berasal dari manusia, sedangkan selebihnya berasal dari alam. 1.Sumber api yang berasal dari manusia digolongkan menjadi : a. Yang dinyalakan secara sengaja, dalam kaitannya dengan perladangan, penggembalaan ternak, perburuan binatang liar, persiapan penanaman perkebunan, kehutanan, tindakan iseng untuk kesenangan, balas dendam terhadap petugas kehutanan, mengalihkan perhatian petugas untuk dapat mencuri hasil hutan ditempat lain, pembuatan api unggun, dan lain-lain.. Api yang berasal dari kebakaran ladang, di Sumatera Utara, memberikan andil 54 terhadap terjadinya kebakaran hutan. Angka tersebut nampaknya berlaku di daerah lain untuk Pulau Jawa. Perlu dicatat bahwa penggunaan api untuk perladangan, perkebunan, kehutanan dan lain lain tak terhindarkan dan tak harus mengakibatkan kebakaran hutan, asal terkendali. b. Yang tak disengaja, seperti api dari kereta api, pekerja hutan, pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang, dan lain-lain. 2.Faktor alam, misalnya api yang timbul karena terjadinya petir, meletusnya gunung berapi dan api abadi. b. Bahan Bakar Bahan bakar merupakan faktor yamg paling dominan sebagai penyebab kebakaran hutan. Di Taman Nasional Wasur, Irian Jaya , misalnya, kemarau panjang dan juga kebakaran hutan, terjadi setiap tahun di areal yang luas. Namun kebakarannya tidak pernah besar, karena serasah hutan yang menjadi bahan bakar tipis saja. Seseorang tidak perlu panik melintasi hutan yang sedang terbakar. Tunggu saja api lewat sekitar lima menit, dan sesudah itu seperti tak pernah terjadi apa-apa. Pohon-pohonan tetap berdiri tegak. Di Kalimantan dan Sumatera, terutama di daerah bergambut atau areal bekas tebangan, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang dapat di pastikan merupakan kebakaran besar. Seperti kebakaran hutan tahun 19821983 di Kalimantan Timur dan tahun 1994 di Sumatera Selatan, Jambi, Riau dan Kalimantan. Kecuali berlangsung sekitar 6 enam Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 bulan, juga menimbulkan asap tebal yang sangat mengganggu kegiatan hidup manusia.” 22 Terkait dengan peran Polri dalam mengeluarkan keputusan dalam menetapkan PPNS jika terjadi saling klaim antara PPNS Perkebunan dan PPNS Lingkungan Hidup jika terjadi tindak pidana dibidang lingkungan hidup pada lahan perkebunan maka, Polri dapat menetapkan PPNS berdasarkan kewenangan yang dimilikinya sebagai Koordinator dan Pengawas keseluruhan PPNS, yaitu; di dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lazim disebut Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Hal ini sangat berguna dalam rangka memenuhi asas dalam KUHAP itu sendiri, yaitu; asas peradilan cepat. Sebab apabila dibiarkan masing- masing PPNS ini saling klaim kewenangan akan menimbulkan terhambatnya proses penyidikan terhadap si pelaku tindak pidana tersebut. 22 Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Buku Pintar Penyuluh Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta: Departemen Kehutanan dan perkebunan, 2000, hlm. 176-177. Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008 BAB II T I N D A K P I D A N A Y A N G B E R K A I T A N D E N G A N LINGKUNGAN HIDUP PADA LAHAN PERKEBUNAN

A. Tindak Pidana Pada Lahan Perkebunan

Dokumen yang terkait

Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perpajakan dan Penyidik POLRI dalam Penanganan Tindak Pidana Perpajakan.

7 146 121

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYIDIKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU DI KAWASAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

0 4 17

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTORAT PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DI KANTOR PELAYANAN UTAMA BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK.

1 4 8

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI (PPNS DJBC) DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN.

0 3 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Koordinasi Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan dan Penyidik Polri dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan T1 312015707 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Koordinasi Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan dan Penyidik Polri dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan T1 312015707 BAB II

1 3 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Koordinasi Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan dan Penyidik Polri dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan

0 0 17

FUNGSI KOORDINASI PENYIDIK POLISI DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEHUTANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBALAKAN LIAR | ERBABLEY | Legal Opinion 5663 18674 1 PB

0 0 9

Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perpajakan dan Penyidik POLRI dalam Penanganan Tindak Pidana Perpajakan.

0 0 29

PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) PERPAJAKAN DAN PENYIDIK POLRI DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

0 1 12