sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 ayat 2 dua, ancaman hukuman maksimal adalah 2 dua tahun dengan denda maksimal Rp.
2.500.000.000.- dua miliar lima ratus juta rupiah. Unsur perbuatan tindak pidana; penggunaan lahan perkebunan
tanpa seizin pemilik usaha perkebunan danatau tindakan lainnya sehingga mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan. Di dalam
perbuatan tindak pidana ini maka harus ada unsur; adanya tindakan penggunaan lahan tanpa seizin pelaku usaha perkebunan dan
terganggunya usaha perkebunan. Jadi kedua unsur ini harus terpenuhi. Tindakan menggunakan lahan tanpa izin namun tidak berakibat
terganggunya usaha perkebunan, maka ketentuan pasal ini tidak dapat dikenakan kepada si pelaku. Sebab harus ada dulu pembuktian bahwa
benar-benar terjadi gangguan terhadap usaha perkebunannya. Perbuatan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
1 dan ayat 2 ini adalah untuk memenuhi maksud dari Pasal 21 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
30
3. Membuka danatau mengolah lahan perkebunan dengan cara
pembakaran yang berakibat pada terjadinya pencemaran dan
perusakan fungsi lingkungan hidup
Suatu perusahaan yang telah memperoleh izin usaha perkebunan, lalu melanjutkan kegiatannya untuk membuka lahan dan
30
Pasal 21 berbunyi; Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun danatau asset lainnya, penggunaan tanah perkebunan tanpa izin danatau tindakan lainnya yang
mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
atau mengolah lahan dimaksud dengan melakukan pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan
hidup menurut Pasal 48 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004, maka dalam hal ini harus dipenuhi dulu beberapa unsur
dalam perbuatan tindak pidananya. Unsur-unsur dimaksud adalah : 1.
Setiap orang 2.
a. Dengan sengaja danatau karena kelalaiannya membuka lahan perkebunan dengan cara pembakaran
b. Dengan sengaja danatau karena kelalaiannya mengolah lahan perkebunan dengan cara pembakaran
3. Mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
Kriteria pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 12 Undang-undang 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup adalah; masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, danatau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehinga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya; sedangkan Perusakan Lingkungan Hidup adalah : tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik danatau hayatinya yang mengakibatkan
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Untuk memenuhi ketentuan tindak pidananya tadi maka, pertama; pelakunya haruslah pelaku Usaha perkebunan, kedua;
adanya suatu aktivitas atau kegiatan pembukaan danatau pengolahan lahan, dan pengolahan lahan tersebut harus dilakukan dengan cara bakar dan
baru terjadi pencemaran dan ketiga; adanya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Jika terjadi suatu kegiatan
membuka danatau mengolah lahan, yang dilakukan dengan cara membakar yang berakibat pada pencemaran namun tidak berakibat
pada kerusakan fungsi lingkungan hidup, atau suatu kegiatan membuka danatau mengolah lahan yang dilakukan dengan cara
membakar yang hanya berakibat pada kerusakan fungsi lingkungan hidup maka, terhadap si pelaku tadi tidak dapat dikenakan ancaman
pasal ini, sebab unsur-unsurnya tidak terpenuhi. Kalimat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup adalah satu
kesatuan, tidak terpisah satu sama lainnya. Perbuatan tindak pidana ini baru bisa dikenakan ancaman terhadap si pelaku jika memenuhi
ketiga unsur tadi. Dan kepadanya dapat dikenakan ancaman hukuman maksimal 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak
Rp.10.000.000.000.- sepuluh miliar rupiah dan akan diperberat
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
dengan ancaman hukuman maksimal 15 lima belas tahun dan denda Rp. 15.000.000.000.- lima belas miliar rupiah jika berakibat pada
matinya atau luka berat orang lain. Kemudian menurut Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2
31
jika kegiatan membuka danatau mengolah lahan perkebunan dengan cara pembakaran sehingga terjadinya pencemaran
dan kerusakan fungsi lingkungan hidup disebabkan karena adanya unsur kelalaian maka hukuman dan denda maksimum diturunkan,
yaitu, pidana penjara maksimal 3 tiga tahun dan denda maksimal Rp. 3.000.000.000,- tiga miliar rupiah; dan apabila mengakibatkan orang
mati atau luka berat maka ancaman hukuman pidana penjara maksimal 5 lima tahun dan denda Rp 5.000.000.000.- lima miliar rupiah.
Pasal 48 ayat 1, ayat 2 dan Pasal 49 ayat 1, ayat 2 ini adalah untuk memenuhi maksud dari Pasal 26 dari Undang-undang Nomor
18 tahun 2004 tentang Perkebunan. 4.
Melakukan pengolahan, peredaran, danatau pemasaran hasil perkebunan yang melanggar larangan berupa :
a. Pemalsuan mutu danatau kemasan hasil perkebunan;
31
Setiap orang yang dengan sengaja membuka danatau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda Rp. 10.000.000.000.- sepuluh miliar rupiah. Ayat 2; Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000.- lima belas miliar rupiah.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan
hasil perkebunan; c.
Mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain; yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak
fungsi lingkungan hidup, danatau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
Untuk memenuhi unsur tindak pidana diatas, menurut Pasal 50 ayat 1, 2 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang
Perkebunan
32
maka harus terjadi dulu kegiatan pengolahan, danatau pemasaran hasil perkebunan baik dengan kesengajaan atau karena
kelalaiannya. Adapun unsur-unsur dalam tindak pidananya adalah sebagai
berikut :
32
Pasal 50 ayat 1; Setiap orang yang melakukan pengolahan, peredaran, danatau pemasaran hasil perkebunan dengan sengaja melanggar larangan :
a. memalsukan mutu danatau kemasan hasil perkebunan ;
b. menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan, danatau
c. mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain;
yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak fungsi lingkungan hidup, danatau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000.- dua miliar rupiah. Ayat 2; Setiap orang yang melakukan pengolahan, peredaran, danatau pemasaran
hasil perkebunan karena kelalaiannya melanggar larangan; a.
memalsukan mutu danatau kemasan hasil perkebunan ; b.
menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan, danatau c.
mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain; yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak fungsi lingkungan hidup,
danatau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diancam dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.-
satu miliar rupiah.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Setiap orang
2. Dengan sengaja danatau karena kelalaiannya;
a. melakukan pengolahan, peredaran
b. Melakukan pemasaran hasil perkebunan
Yang melanggar larangan; a.
Pemalsuan mutu danatau kemasan hasil perkebunan ; b.
Menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan;
c. Mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain
3. a. Yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan
manusia; b. Yang dapat merusak fungsi lingkungan hidup
c. Yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Terhadap sipelaku tindak pidana yang karena disengaja
melakukan tindak pidana menurut Pasal 50 ayat 1 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, dapat dikenakan ancaman
hukuman maksimal 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000.- dua miliar rupiah, jika tindak pidana tersebut
dilakukan menurut ayat 2 yaitu; karena ada unsur kelalaian maka, ancaman hukuman dimaksud maksimal menjadi 2 dua tahun dan
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.- satu miliar rupiah. Timbulnya pasal ini adalah untuk memenuhi dari maksud Pasal 31
Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan.
33
5. Mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen Untuk memenuhi unsur-unsur dalam tindak pidana dalam
Pasal 51 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan
34
maka, harus dipenuhi dulu unsur-unsurnya, yaitu : 1.
Setiap orang. 2.
Melanggar larangan mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen.
3. Dilakukan dengan sengaja
Berdasarkan maksud dari pasal ini maka harus ada aktivitas pengiklanan yang dilakukan secara disengaja, yang menyesatkan
33
Pasal 31 menyebutkan
;
Setiap pelaku usaha perkebunan melakukan pengolahan, peredaran, danatau pemasaran hasil perkebunan dilarang;
a. memalsukan mutu danatau kemasan hasil perkebunan ;
b. menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan, danatau
c. mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain;
yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak fungsi lingkungan hidup, danatau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
34
Pasal 51 ayat 1; Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000.- dua miliar rupiah. Ayat 2; Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar larangan mengiklankan hasil
usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diancam dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.- satu
miliar rupiah.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
konsumen; baik lewat sarana media cetak seperti; surat kabar, majalah, media elektronik seperti; radio, televisi, internet, media luar ruang
seperti; billboard, baliho, spanduk, dan media tradisional seperti iklan lewat salesman, opera dan media-media lainnya, kemudian yang
diiklankan adalah hasil perkebunan yang berbeda dengan mutu atau keadaan yang sebenarnya.
Ketiga unsur ini harus terpenuhi dulu baru kepada si pelaku tindak pidana, baik itu oleh orang-perorang maupun si pelaku usaha hasil
perkebunan dapatlah dikenakan ancaman hukuman dengan pidana penjara 5 lima tahun dan denda maksimal Rp. 2.000.000.000.- dua
miliar rupiah dan jika perbuatannya dilakukan karena adanya unsur kelalaian maka ancaman hukuman maksimal menjadi 2 dua tahun dan
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.- satu miliar rupiah. Pasal ini dibuat adalah untuk memenuhi maksud dari Pasal 32 ayat 1 dan ayat 2
Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan.
35
35
Pasal 32; Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang mengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
Untuk memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004
tentang perkebunan
36
ini maka, unsur-unsurnya adalah : 1.
Setiap orang 2.
a. Melanggar larangan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan;
b. Melanggar larangan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari pencurian
3. Dilakukan secara sengaja Perlu diuraikan sebagai bahanpegangan dalam menerangkan lebih
lanjut, sebab sebagaimana dimaksud juga dalam Pasal 33 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
37
ini, ada sedikit perbedaan dalam kalimat pada awal pasalnya, yaitu : antara setiap
orang dalam Pasal 52 dan kalimat setiap pelaku usaha perkebunan dalam Pasal 33 undang-undang ini. Perbedaan ini dapat membawa dampak pada
pengertian penafsiran kalimat.
36
Pasal 52; Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan danatau pencurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000. dua miliar rupiah.
37
Pasal 33; Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan danatau pencurian.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
Kalimat setiap orang, punya pengertian bahwa pelaku usaha perkebunan dan diluar pelaku usaha perkebunan seperti orang-perorang,
badan hukum danataupun korporasi yang melakukan penadahan hasil usaha perkebunan dari hasil penjarahan danatau pencurian. Berarti
penadah disini dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum di luar pelaku usaha perkebunan dan pelaku usaha perkebunan itu sendiri.
Sedangkan kalimat setiap pelaku usaha perkebunan adalah terbatas hanya pada pelaku usaha perkebunan saja, di luar pelaku usaha perkebunan
tidak masuk dalam Pasal 33 ini. Ancaman hukuman penjara yang diberikan adalah; paling lama 7 tujuh tahun dan denda paling banyak
Rp. 2.000.000.000.- dua miliar rupiah. Jadi ancaman hukuman itu kepada orang yang tidak terkait sebagai pelaku usaha perkebunan yang
menadah hasil usaha perkebunan dapat dikenakan ancaman hukuman berdasarkan pasal ini. Namun dalam rujukan Pasal 33, sebutan
kalimatnya adalah setiap pelaku usaha perkebunan dilarang menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan danatau
pencurian. Kalimat setiap pelaku usaha perkebunan sebagai pelaku penadah mempunyai pengertian bahwa hanya kepada pelaku usaha
perkebunan yang dapat dikenakan ancaman hukuman sesuai Pasal 33 ini, sementara di luar pelaku usaha perkebunan atau yang tidak terkait
langsung sebagai pelaku usaha perkebunan tidak dapat dikenakan pasal
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
ini. Hal ini sesuai dengan maksud dari Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan,
38
bahwa pelaku usaha perkebunan itu adalah pekebun dan badan usaha yang benar-benar
mengelola usaha perkebunan. Jadi antara kalimat setiap orang dengan kalimat setiap pelaku usaha perkebunan ada sedikit perbedaan.
Jadi bagi setiap orang yang melakukan penadahan hasil usaha perkebunan dari penjarahan danatau pencurian harus dikenakan Pasal
480 KUHP.
39
Namun pengenaan pasal ini bukan lagi menjadi wewenang PPNS Perkebunan, akan tetapi menjadi wewenang Penyidik Polri.
Kalimat orang dalam Pasal 52 ini bisa juga menyangkut badan hukum, dan korporasi. Jika badan hukum danatau korporasi itu ternyata adalah
pelaku usaha perkebunan maka pengenaan ancaman pidana menurut maksud Pasal 52 tadi dapat dikenakan dan ini menjadi wewenang PPNS
Perkebunan, tapi jika pelaku penadah adalah badan hukum danatau korporasi diluar pelaku usaha perkebunan maka tetap Pasal 52 Undang-
undang Perkebunan tidak dapat dikenakan akan tetapi yang dikenakan adalah Pasal 480 KUHP.
38
Pasal 1 ayat 4 menyebutkan; Pelaku usaha perkebunan adalah pekebun dan perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan.
39
Pasal 480 KUHP menyebutkan; Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun; atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900.-, dihukum: 1e. karena sebagai sekongkol, barang siapa yang
membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan
sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut harus disangkanya diperoleh karena kejahatan.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pengertian orang di dalam KUHP tidaklah begitu jelas disebutkan. Didalam KUHP Indonesia, yang dianggap sebagai “subjek” hanyalah
orang perseorangan dalam konotasi biologis
yang alami
Naturlijkee. Karena KUHP menganut Asas saciates delinquere non potest atau badan hukum dianggap tidak dapat melakukan perbuatan tindak
pidana.
40
Namun di dalam Pasal 398 KUHP yang menyatakan bahwa seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, yang dalam keadaan
pailit dapat di minta pertanggung jawaban pidana dan ganti rugi apabila bertentangan dengan anggaran dasar.
41
Jadi prinsipnya Pasal 398 KUHP ini hanya dapat di jadikan rujukan saja bahwa pertanggungjawaban
pidana oleh korporasi hanya dapat di kenakan kepada pengurus korporasi. Jadi bagaimana kalau tindak pidana penadahan tersebut dilakukan
oleh suatu korporasi berbadan hukum? Apakah korporasi tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban hukum? Sementara sebuah korporasi
tersebut adalah terdiri dari para pengurus perusahaan, pemegang saham, komisaris bahkan sampai kepada para karyawannya? Jika hal ini terjadi
kepada siapa pertanggungjawaban pidananya ditujukan? Menurut Bismar Nasution;
40
Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya, ceramah dijajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Medan, 27 April 2006, hlm. 2.
41
Pasal 398 KUHP, menyebutkan; Pengurus atau komisaris maskapai Andil Bumi Putera atau perkumpulan koperasi yang dinyatakan jatuh pailit atau yang diperintahkan hakim dalam menyelesaikan
urusan perniagaannya dihukum penjara selama-lamanya satu tahun.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
Bahwa hingga saat ini konsep pertanggung jawaban pidana oleh korporasi sebagai pribadi Corporate Criminal Liability adalah hal
yang masih mengundang perdebatan, banyak pihak yang tidak mendukung pandangan bahwa koporasi yang wujudnya semu dapat
melakukan suatu tindak kejahatan serta memiliki criminal intent yang melahirkan pertanggung jawaban pidana. Bilamana suatu
kewajiban tidak dipenuhi, maka beranjak dari sistem perundang- undangan yang ada, korporasi dimungkinakan juga untuk
dipandang sebagai pelaku dan dapat dimintai pertanggung jawabannya melalui pengurus dalam hal ini adalah para direktur
korporasi, namun haruslah dulu dibuktikan perlanggaran terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang dimilikinya.
42
Pandangan Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa;
“dengan adanya perkumpulan dari orang-orang yang sebagai Badan Hukum turut serta dalam pergaulan hidup kemasyarakatan, timbul
gejala-gejala dalam perkumpulan itu, yang apabila dilakukan oleh oknum, terang masuk dalam perumusan pelbagai tindak pidana.
Dalam hal ini, sebagai perwakilan, yang kena hukuman pidana adalah oknum lagi, yaitu orang-orang yang berfungsi sebagai
pengurus dari badan hukum, seperti misalnya seseorang direktur suatu Perseroan Terbatas PT yang di pertanggung jawabkan.
Sedangkan mungkin sekali seorang direktur hanya melakukan saja putusan dari dewan direksi, maka timbul dan kemudian merata
gagasan bahwa suatu perkumpulan sebagai badan tersendiri dapat di kenakan hukuman pidana sebagai subjek suatu tindak pidana“.
43
Dari kedua pandangan ini, sebenarnya sudah memberi gambaran
bahwa, suatu tindak pidana kejahatan dapat dibebankan pertanggungjawaban pidananya terhadap suatu badan hukum danatau
korporasi oleh karena aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya. Hal
42
Bismar Nasution, Op. Cit., hlm. 7-8,17.
43
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Cet, ke 6 Edisi Kedua Bandung: Erusco, 1998, hlm. 55.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
ini sesuai juga dengan pandangan Henry Campbell, yang mengatakan bahwa;
Corporate Crime adalah Any Criminnal Offense Committed by and hence Chargable to a Corporation because of activities of is
officers or employes e.g. Price fixing, toxic waste dumping offen referred to as “White colar crime“
44
Namun di dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 97 dan Pasal 98
45
sudah sangat tegas mengadopsi prinsip pertanggungjawaban korporasi yang dibebankan
kepada direksi, karena direksi mempunyai wewenang penuh mewakili perusahaan baik ke dalam maupun di luar pengadilan dan juga
pertanggungjawaban pidananya dapat dibebankan kepada direksi sepanjang Anggaran Dasar perusahaan dengan tegas menyebutkan hal
itu, karena pertanggungjawaban korporasi ini sesuai juga dengan Doctrin Vicarious Liablility Doktrin Pertanggungjawaban Pengganti yang juga
dianut dalam Undang-undang pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyebutkan bahwa : suatu korporasi bertanggung jawab atas perbuatan
yang dilakukan pegawai-pegawainya, agenperantara atau pihak-pihak lain yang menjadi tanggung jawab korporasi, jadi kesalahan yang dianut
oleh individu maka secara otomatis kesalahan tersebut didistribusikan
44
Henhry Campbell, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, Ed. 6. Minnesotta, 1990, hlm. 329.
45
Bismar Nasution, Op.Cit., hal. 10.
Alboin : Analisis Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perkebunan Dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil…, 2008 USU e-Repository © 2008
kepada pengurus korporasi, karena pengurus korporasi yang dalam hal ini para direksi komisaris yang merupakan pemegang amanah
fiduciary dari badan hukum, harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.
46
B. Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup Pada Lahan