BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen
“Konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu di berbagai negara sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau
peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk penyediaan sarana peradilannya. Sejalan dengan perkembangan tersebut, berbagai
negara telah menetapkan hak-hak konsumen. Disamping itu, telah berdiri organisasi konsumen internasional, yaitu International Organization of Consumer
Union IOCU. Di Indonesia telah berdiri berbagai organisasi konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI di Jakarta dan organisasi lainnya
yang tersebar di seluruh kota di Indonesia.
14
Istilah “konsumen” berasal dari alih bahasa dari kata “consumer” Inggris- Amerika, atau “consumentkonsument” Belanda. Pengertian dari consumer atau
consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer adalah lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan barang.
15
14
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hal.22.
15
Ibid.
Tujuan penggunaan barang danatau jasa nantilah yang menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna barang danatau jasa tersebut. Begitu pula
Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna atau pemanfaat barang danatau jasa untuk tujuan tertentu sedangkan menurut Pasal 1
angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Berdasarkan pengertian di atas, subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang danatau jasa. Istilah
“orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum recht person.
Menurut Az. Nasution, orang yang dimaksudkan adalah orang alami bukanlah badan hukum. Sebab yang memakai, menggunakan danatau memanfaatkan
barang danatau jasa untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain tidak untuk diperdagangkan hanyalah orang alami atau
manusia.
16
Ada hal lain yang juga perlu dikritisi dari pengertian “konsumen” dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Batasan
pengertian “konsumen” dalam UUPK tersebut adalah batasan sempit. Yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen sesungguhnya tidak hanya terbatas pada
subjek hukum yang disebut “orang”, akan tetapi masih ada subjek hukum lain yang juga sebagai konsumen akhir yaitu “badan hukum” yang mengonsumsi
16
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Bandung : Nusa Media, 2008, hal.10.
Universitas Sumatera Utara
barang danatau jasa serta tidak untuk diperdagangkan. Oleh karena itu, lebih tepat bila dalam pasal ini menentukan “setiap pihak yang memperoleh barang danatau
jasa” yang dengan sendirinya tercakup orang dan badan hukum, atau paling tidak ditentukan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tersebut.
17
Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat dan MEE, kata “konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di Amerika
Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan
juga korban yang bukan pemakai karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.
18
Upaya perlindungan terhadap konsumen dari pemakaian produk-produk yang cacat di negara-negara anggota European Economic Community ECMEE
dilakukan dengan cara menyusun Product Liability Directive yang nantinya harus diintegrasikan ke dalam instruktur hukum masing-masing negara anggota EC,
maupun melalui Statutory Orders yang berlaku terhadap warga negara seluruh anggota EC. Ketentuan-ketentuan dalam Directive harus diimplementasikan ke
dalam hukum nasional dulu sebelum dapat diterapkan, sedangkan Statutory Orders dapat langsung berlaku bagi semua warga negara dari negara-negara
anggota EC. Directive ini mengedepankan konsep “Liability Without Fault”.
19
17
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal.5.
18
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal.23.
19
Ibid., hal.24.
Universitas Sumatera Utara
Az. Nasution dalam bukunya menegaskan beberapa batasan tentang konsumen
20
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang danatau jasa
digunakan untuk tujuan tertentu; , yakni:
b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang danatau
jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang danatau jasa lain atau untuk diperdagangkan tujuan komersial;
c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan
menggunakan barang danatau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga danatau rumah tangga dan tidak untuk
diperdagangkan kembali non komersial.
Karena pada umumnya konsumen tidak mengetahui dari bahan apa suatu produk itu dibuat, bagaimana proses pembuatannya serta strategi pasar apa yang
dijalankan untuk mendistribusikannya, maka diperlukan kaidah hukum yang dapat melindungi. Perlindungan itu sesungguhnya berfungsi menyeimbangkan
kedudukan konsumen dan pengusaha, dengan siapa mereka saling berhubungan dan saling membutuhkan.
21
Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Dalam berbagai literatur hukum pun sering digunakan
Keadaan seimbang di antara para pihak yang saling berhubungan, akan lebih menerbitkan keserasian dan keselarasan materiil, tidak
sekedar formil, dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagaimana dikehendaki oleh falsafah bangsa dan negara Indonesia.
20
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta : Diadit Media, 2002, hal.13.
21
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal.23.
Universitas Sumatera Utara
dua istilah hukum ini. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya dan apakah kedua cabang hukum tersebut identik.
22
Pengertian hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen ternyata belum dibakukan menjadi suatu pengertian yang resmi, baik dalam
peraturan perundang-undangan maupun dalam kurikulum akademis. Fakultas Hukum Universitas Indonesia mempergunakan hukum perlindungan konsumen,
tetapi Hondius, ahli hukum konsumen dari Belanda menyebutnya dengan hukum konsumen konsumen-tenrecht.
23
M.J.Leder menyatakan “in a sense there is no such creature as consumer law”. Sekalipun demikian, secara umum sebenarnya hukum konsumen dan
hukum perlindungan konsumen itu seperti yang dinyatakan oleh Lowe yakni: “….rules of law which recognize the bargaining weakness of the individual
consumer and which ensure that weakness is not unfairly exploited”.
24
22
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT. Grasindo, 2004, hal.11.
23
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta : Panta Rei, 2005, hal.30.
24
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal.9.
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan
perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang
sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.
Universitas Sumatera Utara
Az. Nasution menjelaskan bahwa kedua istilah tersebut berbeda, yakni bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen.
Menurut Az. Nasution, hukum konsumen adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain berkaitan dengan barang danatau jasa konsumen, didalam pergaulan hidup”, sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan beliau sebagai
“keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang
danatau jasa konsumen”.
25
Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Keseluruhan perangkat hukum tersebut termasuk didalamnya, baik aturan
hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi negara, maupun hukum internasional. Cakupannya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara
pemenuhannya dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen,
meliputi informasi, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena pengguna kebutuhan tersebut, misalnya dalam mendapatkan penggantian kerugian
sedangkan bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian
produk tersebut.
25
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang danatau jasa baginya, dan mengembangkan sikap pelaku usaha bisnis Multi Level Marketing MLM yang
jujur dan bertanggung jawab. Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-
hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen merupakan hukum yang mengatur upaya-upaya untuk
menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mengelompokkan norma-norma perlindungan konsumen dalam 2 dua kelompok, yakni:
a. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha khususnya bisnis Multi Level
Marketing MLM. b.
Ketentuan tentang pencantuman klausula baku. Adanya pengelompokkan tersebut bertujuan untuk memberikan
perlindungan terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan pelaku usaha bisnis Multi Level Marketing MLM. berkenaan dengan
perlindungan konsumen dapat diklasifikasikan bidang-bidang yang harus dilindungi, yaitu:
a. Keselamatan fisik;
b. Peningkatan serta perlindungan kepentingan ekonomis konsumen;
c. Standar untuk keselamatan dan kualitas barang danatau jasa;
Universitas Sumatera Utara
d. Pemerataan fasilitas kebutuhan pokok;
e. Upaya-upaya untuk memungkinkan konsumen melaksanakan tuntutan
ganti rugi; f.
Program pendidikan dan penyebarluasan informasi; g.
Pengaturan masalah-masalah khusus seperti makanan, minuman, obat- obatan dan kosmetik.
Janus Sidabalok mengemukakan 4 empat alasan pokok konsumen harus dilindungi
26
a. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa
sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD RI 1945;
, yaitu:
b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak
negatif penggunaan teknologi; c.
Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang
berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional;
d. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan
yang bersumber dari masyarakat konsumen.
Membuat batasan tentang hukum konsumen atau hukum perlindungan konsumen tidak bisa dilepaskan dengan bagaimana hukum meletakkan asas-asas
untuk melindungi konsumen atas pemenuhan barang danatau jasa. Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999 menetapkan asas bahwa perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Bertolak dari penetapan asas-asas tersebut, dapatlah diberikan
pengertian tentang hukum konsumen atau hukum perlindungan konsumen berupa
26
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010, hal.6.
Universitas Sumatera Utara
serangkaian norma-norma yang bertujuan melindungi kepentingan konsumen atas pemenuhan barang danatau jasa yang didasarkan kepada manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
B. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen