BAB II HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN
ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS ASEAN
2.1. Awal Kerjasama Indonesia – China
Hubungan Indonesia China memiliki akar sejarah yang panjang, hubungan yang dapat ditelusuri sampai abad-abad pertama Masehi. Interaksi antara nenek
moyang bangsa China dengan nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai sejak 2000 tahun lalu. Hubungan erat ini menemukan momentum simboliknya
dalam kisah perjalanan muhibah Cheng Ho yang sangat masyhur pada abad 14. Salah satu bukti budaya yang menunjukkan interaksi itu adalah bedug yang
digunakan hanya oleh masjid-masjid di Indonesia. Bedug itu merupakan bawaan dari China. Kong Yuanzhi juga memperlihatkan, adanya aneka kontak antara
penduduk di Daratan China dan Kepulauan Nusantara, juga pada saat China memasuki zaman keemasan Dinasti Tang, Dinasti Ming dan Dinasti Qing.
49
Pada masa Moh. Hatta menjadi Perdana Menteri, Indonesia secara resmi mengakui kedaulatan China yaitu pada tanggal 15 Januari 1950. Indonesia tercatat
sebagai negara pertama yang mengakui berdirinya China baru di bawah pemerintahan komunis. Lalu pada tahun 1953 Indonesia mengirim Arnold
Mononutu, sebagai Duta Besar Indonesia ke Beijing, China. Pengiriman Mononutu sebagai Duta Besar Indonesia pertama tersebut menandai mulai eratnya
Namun, hubungan resmi antarnegara dapat dikatakan baru dimulai pada tahun 1950.
49
Kong Yuanzhi, Silang Budaya China Indonesia, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 1999. hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
hubungan kedua Negara. Peristiwa itu diikuti dengan penandatanganan nota kerjasama RI-China, dan penggantian Duta Besar China untuk Indonesia.
Kemudian pada awal 1960-an tercipta poros Jakarta-Peking yang berkembang menjadi poros Jakarta-Peking-Pyongyang.
50
China terus berupaya memperbaiki hubungannya dengan berbagai negara melalui berbagai bidang. Dengan Indonesia dipakai ”diplomasi dagang”. Kontak
langsung pertama yang disiarkan adalah kehadiran delegasi Kamar Dagang Indonesia KADIN di Pameran Dagang Guangzhou, pada bulan November 1977.
Sejak itu, terjadilah kontak-kontak personal ataupun organisasional lainnya. Semula prospek kontak-kontak ini sangat fluktuatif tergantung pada isu-isu politik
domestik yang menyertainya, namun sejalan dengan besarnya keuntungan yang diperoleh kedua pihak, pada tahun 1984 menteri luar negeri Indonesia mulai
mengajukan usulan pentingnya pembukaan hubungan dagang langsung dengan China. Lewat gerak cepat Sukamdani, KADIN berhasil membuat terobosan
penting dengan menjalin hubungan dagang dengan rekannya di China. Maka pada tahun 1985 hubungan dagang antara RI-China resmi dibuka. Catatan statistik
Neraca perdagangan antarkedua negara yang terlihat menurun pada tahun 1960, sejak tahun 1963 kembali
meningkat dan melonjak cukup pesat pada tahun 1965. Namun, hubungan baik ini terputus akibat terjadinya kudeta ”Gerakan 30 September” yang kemudian
ditengarai sebagai gerakan Partai Komunis Indonesia untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Hubungan baik RI-China berakhir dengan pembekuan
hubungan dua negara pada bulan Oktober 1967.
50
Justus M. van der Kroef, The Sino-Indonesian Rupture, New York: American-Asian Educational Exchange, 1968. hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
tahun 1988 menunjukkan peningkatan kegiatan ekspor impor diantara kedua negara, sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun 1985.
51
Setelah keruntuhan Soeharto, dibawah atmosfer politik yang lebih terbuka, etnis China di Indonesia mulai mendapatkan perlakuan politik yang lebih baik,
antara lain dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah yang menghapus kategorisasi ”pribumi” dan ”non pribumi” 1998, penghapusan larangan
penggunaan bahasa dalam kegiatan publik dan penekanan tentang penghapusan diskriminasi 1999, penghapusan larangan untuk kegiatan publik berkaitan
dengan agama, kepercayaan dan tradisi China 2000, dan penetapan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai perayaan nasional Indonesia.
Faktor domestik dan internasional berperan dalam mendorong proses pencairan hubungan RI-China. Keinginan Soeharto untuk menjadi pimpinan
Gerakan Non Blok, merupakan faktor-faktor yang melicinkan jalannya proses normalisasi hubungan diplomatik kedua negara. Ketika pemakaman Kaisar
Hirohito pada Februari 1989 di Tokyo, Menteri Luar Negeri China, Qian Qichen bertemu dengan Presiden Soeharto dan menyatakan bahwa China sama sekali
tidak berhubungan dengan PKI. Sejak itu dibahaslah proses normalisasi dalam langkah-langkah yang lebih konkret. Nota perbaikan hubungan itu pun
ditandatangani kedua belah pihakdan diumumkan secara resmi dalam kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke Jakarta pada 8 Agustus 1990.
52
51
Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto, Jakarta: LP3ES, 1998. hal. 136-137.
52
I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Merangkul China, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
Dibawah Presiden Abdurrahman Wahid 1999-2001, China menduduki tempat istimewa bagi politik luar negeri Indonesia. Wahid menjadikan China
sebagai negara yang pertama dikunjunginya sebagai kepala negara. Kunjungan Wahid ke China pada 1-3 Desember 1999 dapat dikatakan membuka babak baru
dalam peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Beijing bersedia mengucurkan bantuan sebesar AS 5 miliar, serta memberika fasilitas kredit
sebesar AS 200 juta untuk pembelian bahan makanan. Selain itu, disepakati pula adanya kerja sama keuangan, teknologi, perikanan, promosi kunjungan wisata,
serta kerjasama dalam bentuk counter trade di bidang energi dengan menukar LNG Indonesia dengan produk-produk China.
Di masa Megawati Soekarno Putri 2001-2004, fondasi hubungan baik RI- China terus dikembangkan. Dalam kunjungan kenegaraan ke Beijing pada 24-27
Maret 2002, Megawati membuat kesepakatan dengan pemerintah China untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan politik. Kesepakatan yang dicapai antara
lain pembukaan konsulat jenderal baru di sejumlah kota, baik China maupun Indonesia, dan pembentukan forum energi antarkedua negara.
53
Pada era 1992-2002 perdagangan bilateral Indonesia-China meningkat dari 2 miliar sampai AS 8 miliar dan investasi China juga meningkat dari AS282 juta
1999 menjadi AS6,8 miliar 2003. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik BPS , antara tahun 2003 hingga 2004, atau masa setelah
pelaksanaan tahap awal dari ACFTA, atau EHP, pada bulan Januari 2004 dan tidak lama setelah itu, ekspor Indonesia ke China meningkat sebanyak 232,2 ,
sedangkan impornya dari China meningkat hanya sebesar 38,67 saja.
54
53
Ibid. hal. 57-58.
54
http:bataviase.co.idnode255445. Diakses tanggal 19 Maret 2011, pukul 21.05 wib.
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata pertumbuhan perdagangan Indonesia-China 2003-2005 berkisar AS 31,64 miliar. Secara keseluruhan total volume perdagangan antara Indonesia
dan China pada tahun 2004, terhitung menjadi AS 13,47 milyar, atau peningkatan sebesar 31,8 persen dari tahun sebelumnya, dan hampir sama dengan
volume perdagangan Indonesia dan AS, yang terhitung mencapai AS 13,5 milyar. Sementara itu, dari sisi pandang China, Indonesia kini masuk pada
peringkat ke-17, sebagai negara penerima ekspor negara itu, dengan nilai sebesar AS 3,59 milyar, atau peningkatan sekitar 1,01 persen dari total ekspor China ke
seluruh dunia. Umumnya perdagangan bilateral semakin bertambah dengan cepat hingga mencapai AS 10 milyar, termasuk perdagangan melalui Hong Kong,
sedangkan penanaman modal China di Indonesia kini mencapai total kumulatif sebesar AS 282 milyar.
55
Peningkatan hubungan Indonesia-China mencapai klimaksnya dengan ditandatanganinya Strategic Partnership Agreement antara Indonesia-China pada
tanggal 25 April 2005, saat Presiden hu Jin Tao berkunjung ke Indonesia. Kemitraan Strategis ini akan difokuskan untuk memperkuat kerjasama politik dan
keamanan, memperdalam kerjasama ekonomi dan pembangunan, meningkatkan kerjasama sosial budaya, dan memperluas hubungan nonpemerintah. Ada tiga
bidang luas yang dicakup dalam perjanjian kemitraan strategis ini, yaitu kerjasama politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan dan kerjasama sosial
budaya.
56
55
Zainuddin Djafar, Indonesia, ASEAN Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif Asia Ekonomi- Politik
, Jakarta: Pustaka Jaya, 2008. hal. 126.
56
Ibid. hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan China melihat hubungan satu dengan lainnya sebagai mitra ekonomi yang potensial. Dari kacamata para pembuat kebijakan Indonesia,
populasi penduduk China yang mencapai 1,2 milyar jiwa merupakan kesempatan ekonomi yang perlu digali.
2.2. Awal Kerjasama ASEAN – China