KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan PENDAHULUAN

3.4 Analisis Perbedaan Pemakaian Verba ochiru, korobu dan taoreru dalam kalimat

................................................................................................. 55

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

..................................................................................... 59 4.2 Saran ..................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang Masalah Robert Sibarani 1997: 65 mengemukakan, bahwa bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Setiap bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan benar, dengan kata lain pemakaian bahasa harus sesuai dengan situasi pemakaiannya dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Abdul Chaer 1994:42 mengatakan bahwa bahasa adalah sistem dan bahasa adalah lambang dan bahasa adalah bunyi. Jadi, sistem itu berupa lambang dan wujudnya berupa bunyi. Masih menurut Abdul Chaer 1995:1, sebagai alat komunikasi verba, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai yaitu referen dari kata atau leksem tersebut. Selain itu Abdul Chaer 2007:11-12 mengungkapkan, bahasa merupakan objek kajian linguistik. Linguistik berarti “ ilmu bahasa “. Oleh sebab itu, dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep mengenai linguistik yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya, bagi linguistik bahasa lisan adalah yang primer, sedangkan bahasa tulis hanya sekunder. Universitas Sumatera Utara Kedua, karena, bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain. Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan. Keempat, karena bahasa itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis. Sudjianto 2004:14 mengatakan bahwa dilihat dari aspek kabahasaan, bahasa Jepang memiliki karakteristik tertentu yang dapat kita amati dari huruf yang digunakan, sistem pengucapan, gramatika, ragam bahasa dan kosakata. Dalam berbahasa, seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar. Terutama pada saat hendak berbicara kepada orang asing dalam hal ini kepada orang Jepang. Hal ini sangat penting bila ingin menjalin komunikasi dengan baik. Poerwardaminta 1976:1024 mengemukakan : Tata bahasa adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat. Pada waktu berkomunikasi, khususnya dalam bahasa Jepang, verba sangatlah penting. Verba dalam bahasa Jepang disebut doushi. Verba merupakan kata kerja yang berfungsi menjadi predikat dalam kalimat, bisa berdiri sendiri juga mengalami perubahan bentuk katsuyo. Apabila, melihat verba yang digunakan, ada beberapa makna dalam bahasa Indonesia sama, namun dalam bahasa Jepang berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Dedi Sutedi 2003:128 verba ochiru, korobu, dan taoreru merupakan verba yang bersinonim, sebab ketiga verba ini dapat dipadankan dengan kata ’jatuh’ dalam bahasa Universitas Sumatera Utara Indonesia. Ungkapan yang sama juga terdapat dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar yang menjelaskan bahwa makna awal dari kata ochiru, korobu, dan taoreru adalah ’jatuh’ Nomoto,1988:608,865,1169. Dengan demikian verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila apabila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan “ jatuh “. Contoh : 1. つくえの上にあるかびんが倒れた Tsukue no ue ni aru kabin ga taoreta vas bunga yang di atas meja jatuh 2. 子供が転んだ Kodomo ga koronda Anak jatuh Dedi Sutedi, 2003:129 3. 馬から落ちてけがをする Uma kara ochite kega o suru terluka karena jatuh dari kuda Kikou Nomoto, 1988:865 Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan “ jatuh “. Kata ’jatuh’ disini terbatas pada arti jatuh secara fisik saja. Ketiga verba tersebut karena memiliki Universitas Sumatera Utara kesamaan arti, dalam bahasa Indonesia disebut sinonim. Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti ‘dengan’. Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Secara semantik Verhaar dalam Abdul Chaer 1995:82 mendefinisikan sebagai ungkapan bisa berupa kata, frase, atau kalimat yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Di dalam bahasa Jepang, verba yang memiliki arti yang sama apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ada banyak. Tetapi, cara pemakaian dan penggunaannya dalam kalimat berbeda. Dengan demikian, selaku pembelajar bahasa Jepang, sebaiknya kita paham benar cara pemakaian tersebut, agar lawan bicara paham betul apa yang kita bicarakan. Pembahasan ketiga verba tersebut lebih kepada perbedaan pamakaian dalam kalimat. Dengan alasan tersebut penulis tertarik untuk menganalisis verba tersebut yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul “ Analisis Pemakaian Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru Dalam Kalimat Bahasa Jepang “ .2 Perumusan Masalah Berdasarkan sejarahnya, bahasa Jepang dibagi menjadi dua bagian besar yakni kougo bahasa modern dan bungo bahasa klasik. Kougo dalam bahasa Jepang disebut juga gendaigo. Di dalam bahasa Jepang modern kougogendaigo terdapat ragam lisan hanashi kotoba yaitu bahasa yang diungkapkan secara lisan yang diperlukan pada Universitas Sumatera Utara waktu berbicara dan ragam tulisan kaki kotoba yaitu bahasa yang dipakai secara tertulis Sudjianto, 1996:12-13. Verba yang bersinonim banyak sekali ditemukan dalam bahasa Jepang. Seperti なら う、べんきょうする、まなぶ yang artinya belajar. Verba lain adalah ochiru, korobu, dan taoreru. Jika kita melihat makna ketiga verba tersebut secara gramatikal, verba ochiru artinya jatuh, korobu artinya terpeleset, dan taoreru artinya tumbang. Tetapi kalau dilihat secara leksikal atau yang berhubungan dengan kamus, ketiga verba tersebut memiliki arti yang sama dan dapat kita lihat di dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar. Permasalahan yang sering muncul adalah pada saat menterjemahkan kalimat kedalam bahasa Jepang dari bahasa Indonesia dan sebaliknya. Apabila dalam bahasa Indonesia kata “ jatuh “ hanya satu, tetapi dalam konteks bahasa Jepang bisa menggunakan beberapa kata. Ada kemungkinan apabila kata jatuh dalam bahasa Indonesia diterjemahkan kedalam bahasa Jepang bukan ochiru yang digunakan tetapi bisa korobu dan taoreru. Hal inilah yang menyulitkan penulis ataupun pembelajar menterjemahkan kalimat dari bahasa Indonesia juga sebaliknya karena kurangnya pengetahuan dalam penggunaan kata tersebut. Untuk itu, dalam skripsi ini akan dibahas satu persatu ketiga verba tersebut. Untuk membahas hal tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah makna verba ochiru, korobu, dan taoreru. 2. Bagaimanakah penggunaan verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat bahasa Jepang dan penerjemahannya kedalam bahasa Indonesia. Universitas Sumatera Utara .3 Ruang Lingkup Pembahasan Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri. Begitu pula bahasa Jepang yang memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam penggunaanya, terutama verba yang bersinonim. Verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi ‘jatuh’. Namun, apabila digunakan ke dalam kalimat ketiga verba tersebut berbeda pemakaiannya. Pengggunaanya juga harus disesuaikan dengan kondisi yang tepat dalam kalimat. Agar tulisan ini dapat terorganisir dengan baik, maka penulis membatasi masalah dengan hanya menganalisis verba ochiru, korobu, dan taoreru yang bermakna ‘jatuh’ dan bagaimana penggunaanya dalam kalimat bahasa Jepang. Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas verba ochiru sebanyak 5, verba korobu sebanyak 5, dan verba taoreru sebanyak 5, bahan yang dijadikan referensi dalam pencarian data adalah buku-buku teks berbahasa jepang seperti minna no nihongo, buku tata bahasa jepang dan buku-buku yang berhubungan dengan pelajaran bahasa jepang. Untuk mendukung penulisan, penulis juga akan membahas tentang semantik. Bahan yang diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan semantik dan juga teori-teori yang berhubungan dengan semantik.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori .4 .1 Tinjauan Pustaka