Analisis Pemakaian Verba Ochiru, Korobu, Dan Taoreru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik)

(1)

ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU

DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

(DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)

NIHONGO NO BUN NI OKERU (OCHIRU, KOROBU, TAORERU) NO TSUKAIKATA NO BUNSEKI

(IMIRON TEKI NA BUNSEKI)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang

Ilmu Sastra Jepang

Oleh

JULIANIS CLARA DEBORA NIM : 080722011

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI EXTENSION SASTRA JEPANG

MEDAN


(2)

ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

(DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)

NIHONGO NO BUN NI OKERU (OCHIRU, KOROBU, TAORERU) NO TSUKAIKATA NO BUNSEKI

(IMIRON TEKI NA BUNSEKI)

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang

Ilmu Sastra Jepang

Oleh

JULIANIS CLARA DEBORA NIM : 080722011

Disetujui Oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

(Drs. Nandi S)

NIP: 19600919 198803 1 001 NIP: 19580704 198412 1 001

(Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M. S, PhD)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI EXTENSION SASTRA JEPANG

MEDAN


(3)

Disetujui oleh Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi Extension Sastra Jepang Ketua Program Studi

NIP: 19580704 198412 1 001


(4)

Pengesahan

Diterima Oleh:

Panitia ujian Fakultas Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan

NIP: 19511013 197603 1 001 Dr. Syahron Lubis, M.A

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Nandi S ( ) 2. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, PhD ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yag telah memberikan pertolongan dan kemudahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul ” Analisis Pemakaian Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru Dalam Kalimat

Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Semantik”.

Dalam penulisan skripsi ini pastilah banyak halangan dan rintangannya dalam penyelesaian skripsi ini. Disana-sini banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Tetapi, penulis sangat bersyukur karena adanya bantuan dan pertolongan yang diberikan kepada penulis. Maka dari itu penulis ingin berterimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, PhD, selaku ketua Jurusan Departemen sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Nandi S, selaku dosen pembimbing I, yang sangat sabar dalam membimbing penulis, dan banyak meluangkan waktunya yang begitu berharga.

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M, Hum, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis.

5. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, PhD, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis.

6. Para Staf Pengajar Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

7. Terima kasih penulis ucapkan untuk orang tua tercinta, Ibunda Aisyah yang selama ini telah membesarkan, membimbing, mendoakan penulis, memberi nasehat, mendidik


(6)

penulis hingga sekarang, serta telah memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis sehingga terselesainya skripsi ini, semoga Allah S.W.T melimpahkan kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah S.W.T. Amin...

8. Terima kasih juga buat seluruh keluarga besar nenek, yang sangat menyayangi dan mendoakan penulis disetiap waktu, abang, ibu-ibu, uncu, adang, serta semua keluarga yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

9. Terima kasih buat keluarga besar kak sri, bapak, ibu, kak sri, lia dan puput, yang telah menjadi keluarga kedua bagi penulis.

10.Teman-teman Extension Sastra Jepang angkatan ’08 yaitu kak Ade alias mama, Bang Putra alias oom, kak Hanum alias bundo Eka, kak Desi, kak Mila, Volga pacar yang setia, Reni, Angga, Morina si penolong, Melati, Irwan, yang telah memberikan motivasi kepada penulis agar terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan serta dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Medan, 2010


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2Perumusan Masalah ……….. 5

1.3Ruang Lingkup Pembahasan ……….. 6

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... ... 7

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.6Metode Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU, SERTA SEMANTIK 2.1. Verba Bahasa Jepang 2.1.1Pengertian Verba ... 13

2.1.2 Jenis Verba ... 14

2.1.3 Fungsi Verba ... 21

2.2. Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru ... 22

2.3. Makna Verba Jatuh dalam bahasa Indonesia ... 30

2.4. Semantik 2.3.1 Defenisi Semantik ... 32

2.3.2 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik ... 34

2.3.2. Manfaat Mempelajari Semantik ... 37

BAB III ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU 3.1 Verba Ochiru ... 39

3.2 Verba Korobu ... 44


(8)

3.4 Analisis Perbedaan Pemakaian Verba ochiru, korobu dan taoreru dalam kalimat ... 55

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 59 4.2 Saran ... 60


(9)

BAB I PENDAHULUAN .1 Latar Belakang Masalah

Robert Sibarani (1997: 65) mengemukakan, bahwa bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Setiap bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan benar, dengan kata lain pemakaian bahasa harus sesuai dengan situasi pemakaiannya dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Abdul Chaer (1994:42) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem dan bahasa adalah lambang dan bahasa adalah bunyi. Jadi, sistem itu berupa lambang dan wujudnya berupa bunyi.

Masih menurut Abdul Chaer (1995:1), sebagai alat komunikasi verba, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai yaitu referen dari kata atau leksem tersebut.

Selain itu Abdul Chaer (2007:11-12) mengungkapkan, bahasa merupakan objek kajian linguistik. Linguistik berarti “ ilmu bahasa “. Oleh sebab itu, dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep mengenai linguistik yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai

bunyi. Artinya, bagi linguistik bahasa lisan adalah yang primer, sedangkan bahasa tulis hanya sekunder.


(10)

Kedua, karena, bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan

kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.

Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan

sebagai kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan.

Keempat, karena bahasa itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan

perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis.

Sudjianto (2004:14) mengatakan bahwa dilihat dari aspek kabahasaan, bahasa Jepang memiliki karakteristik tertentu yang dapat kita amati dari huruf yang digunakan, sistem pengucapan, gramatika, ragam bahasa dan kosakata.

Dalam berbahasa, seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar. Terutama pada saat hendak berbicara kepada orang asing dalam hal ini kepada orang Jepang. Hal ini sangat penting bila ingin menjalin komunikasi dengan baik.

Poerwardaminta (1976:1024) mengemukakan :

Tata bahasa adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat.

Pada waktu berkomunikasi, khususnya dalam bahasa Jepang, verba sangatlah penting. Verba dalam bahasa Jepang disebut doushi. Verba merupakan kata kerja yang berfungsi menjadi predikat dalam kalimat, bisa berdiri sendiri juga mengalami perubahan bentuk (katsuyo). Apabila, melihat verba yang digunakan, ada beberapa makna dalam bahasa Indonesia sama, namun dalam bahasa Jepang berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Dedi Sutedi (2003:128) verba ochiru, korobu, dan taoreru merupakan verba yang


(11)

Indonesia. Ungkapan yang sama juga terdapat dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar yang menjelaskan bahwa makna awal dari kata ochiru, korobu, dan taoreru adalah ’jatuh’ (Nomoto,1988:608,865,1169). Dengan demikian verba ochiru, korobu, dan

taoreru yang apabila apabila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diartikan

dengan “ jatuh “.

Contoh :

1. つくえの上にあるかびんが倒れた

Tsukue no ue ni aru kabin ga taoreta

(vas bunga yang di atas meja jatuh)

2. 子供が転んだ

Kodomo ga koronda

(Anak jatuh)

(Dedi Sutedi, 2003:129)

3. 馬から落ちてけがをする

Uma kara ochite kega o suru (terluka karena jatuh dari kuda) (Kikou Nomoto, 1988:865)

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan “ jatuh “. Kata ’jatuh’ disini terbatas pada arti jatuh secara fisik saja. Ketiga verba tersebut karena memiliki


(12)

kesamaan arti, dalam bahasa Indonesia disebut sinonim. Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti ‘dengan’. Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Secara semantik Verhaar dalam Abdul Chaer (1995:82) mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.

Di dalam bahasa Jepang, verba yang memiliki arti yang sama apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ada banyak. Tetapi, cara pemakaian dan penggunaannya dalam kalimat berbeda. Dengan demikian, selaku pembelajar bahasa Jepang, sebaiknya kita paham benar cara pemakaian tersebut, agar lawan bicara paham betul apa yang kita bicarakan. Pembahasan ketiga verba tersebut lebih kepada perbedaan pamakaian dalam kalimat. Dengan alasan tersebut penulis tertarik untuk menganalisis verba tersebut yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul “ Analisis Pemakaian Verba Ochiru,

Korobu, dan Taoreru Dalam Kalimat Bahasa Jepang “

.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan sejarahnya, bahasa Jepang dibagi menjadi dua bagian besar yakni kougo (bahasa modern) dan bungo (bahasa klasik). Kougo dalam bahasa Jepang disebut juga


(13)

waktu berbicara dan ragam tulisan (kaki kotoba) yaitu bahasa yang dipakai secara tertulis (Sudjianto, 1996:12-13).

Verba yang bersinonim banyak sekali ditemukan dalam bahasa Jepang. Sepertiなら

う、べんきょうする、まなぶyang artinya belajar. Verba lain adalah ochiru, korobu,

dan taoreru. Jika kita melihat makna ketiga verba tersebut secara gramatikal, verba ochiru artinya jatuh, korobu artinya terpeleset, dan taoreru artinya tumbang. Tetapi kalau dilihat secara leksikal atau yang berhubungan dengan kamus, ketiga verba tersebut memiliki arti yang sama dan dapat kita lihat di dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar. Permasalahan yang sering muncul adalah pada saat menterjemahkan kalimat kedalam bahasa Jepang dari bahasa Indonesia dan sebaliknya. Apabila dalam bahasa Indonesia kata “ jatuh “ hanya satu, tetapi dalam konteks bahasa Jepang bisa menggunakan beberapa kata. Ada kemungkinan apabila kata jatuh dalam bahasa Indonesia diterjemahkan kedalam bahasa Jepang bukan ochiru yang digunakan tetapi bisa

korobu dan taoreru. Hal inilah yang menyulitkan penulis ataupun pembelajar

menterjemahkan kalimat dari bahasa Indonesia juga sebaliknya karena kurangnya pengetahuan dalam penggunaan kata tersebut. Untuk itu, dalam skripsi ini akan dibahas satu persatu ketiga verba tersebut.

Untuk membahas hal tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah makna verba ochiru, korobu, dan taoreru.

2. Bagaimanakah penggunaan verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat bahasa Jepang dan penerjemahannya kedalam bahasa Indonesia.


(14)

.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri. Begitu pula bahasa Jepang yang memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam penggunaanya, terutama verba yang bersinonim. Verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi ‘jatuh’. Namun, apabila digunakan ke dalam kalimat ketiga verba tersebut berbeda pemakaiannya. Pengggunaanya juga harus disesuaikan dengan kondisi yang tepat dalam kalimat. Agar tulisan ini dapat terorganisir dengan baik, maka penulis membatasi masalah dengan hanya menganalisis verba ochiru, korobu, dan taoreru yang bermakna ‘jatuh’ dan bagaimana penggunaanya dalam kalimat bahasa Jepang.

Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas verba ochiru sebanyak 5, verba

korobu sebanyak 5, dan verba taoreru sebanyak 5, bahan yang dijadikan referensi dalam

pencarian data adalah buku-buku teks berbahasa jepang seperti minna no nihongo, buku tata bahasa jepang dan buku-buku yang berhubungan dengan pelajaran bahasa jepang.

Untuk mendukung penulisan, penulis juga akan membahas tentang semantik. Bahan yang diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan semantik dan juga teori-teori yang berhubungan dengan semantik.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori .4 .1 Tinjauan Pustaka

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Terkadang kita menggunakan bahasa bukan untuk menyampaikan isi pikiran kepada orang lain tetapi hanya ditujukan kepada diri sendiri,


(15)

seperti saat berbicara sendiri baik yang dilisankan maupun hanya di dalam hati. Tetapi, yang paling penting adalah ide, hasrat, pikiran, dan kegiatan tersebut dituangkan melalui bahasa. (Sutedi,2003:2)

Linguistik adalah ilmu tentang bahasa, atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer, 1994:1). Linguistik merupakan ilmu yang objek pengamatannya adalah bahasa, bahasa yang merupakan alat komunikasi utama manusia. Sedangkan yang menjadi objek pokok linguistik adalah masalah dasar yang menyangkut bahasa, seperti hakekat atau sifat bahasa. Proses kerja bahasa, perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam bahasa (Siregar, 2006:1)

Dalam tata bahasa baku, kata diklasifikasikan menjadi 10 kelas kata. Beberapa diantaranya adalah meishi (nomina), doushi (verba), keiyoushi (adjektiva I), keiyoudoushi (adjektiva II), jodoushi (verba bantu), dan lain sebagainya. (Sudjianto, 2004:98). Ochiru, korobu, dan taoreru yang akan dibahas ini termasuk doushi (verba).

Verba ochiru, korobu, dan taoreru mempunyai hubungan kemaknaan. Dalam hal ini hubungan kemaknaan berhubungan dengan kesamaan makna atau sinonim. Berbicara makna kalimat berarti berbicara semantik. Semantik merupakan bidang Linguistik. Sehingga jelas yang digunakan adalah pendekatan linguistik.

Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menanda” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik, seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dalam Chaer (1994:60), yaitu terdiri dari (1) komponen yang


(16)

mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan, (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.

Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam lingu istik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik. (Abdul Chaer, 2002:2)

Verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang sama, tetapi berbeda cara penggunaanya dalam kalimat. Dalam hal ini ketiga verba tersebut memiliki kesamaan makna, atau yang disebut dengan sinonim. J.D Parera (2004:61) mengatakan dua ujaran-apakah dalam bentuk morfem terikat, kata, frase, atau kalimat yang menunjukkan kesamaan makna disebut sinonim atau bersinonim. Seperti yang dituturkan oleh A. Chaedar dalam Linguistik Suatu Pengantar menyatakan , beberapa kata (leksem) yang berbeda mempunyai arti yang sama, dengan perkataan lain beberapa leksem mengacu pada satu unit semantik yang sama. Relasi ini dinamai sinonim.

Apabila kita cermati secara seksama bahwa bahasa Jepang kaya akan kosakata, selain itu dalam bahasa Jepang banyak juga kata yang memiliki bunyi ucapan yang sama tetapi ditulis dengan huruf kanji yang berbeda sehingga menunjukkan makna yang berbeda pula. (Sudjianto, 2004:15).

Dalam bahasa Jepang, berdasarkan urutannya verba berada diakhir kalimat. Verba adalah kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan, keadaan sesuatu, atau menjadi keterangan bagi kelas kata yang lain pada sebuah kalimat. Verba dalam bahasa Jepang


(17)

mengalami perubahan bentuk (katsuyou) tergantung pada kategori gramatikalnya antara lain tingkat kebahasaannya (teineisa), bentuk positif dan negatif (mitomekata), diatesis (tai), aspek (sou), kala atau tense (jisei), dan modalitas (hou).

.4.2 Kerangka Teori

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mempergunakan teori-teori berdasarkan pendapat para pakar yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka.

Penelitian ini akan membahas tentang makna yang terdapat pada verba ochiru,

korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat berarti

‘jatuh’. Namun sebenarnya dalam bahasa Jepang memiliki perbedaan makna yang berbeda dalam setiap konteks kalimat. Penelitian ini juga akan membahas cara pemakaian kata tersebut ke dalam kalimat bahasa Jepang. Dengan demikian penulis akan meneliti melalui pendekatan semantik yang membahas tentang makna.

Wittgstein dalam J.D Parera ( 1990:18 ) mengungkapkan kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks, karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Makna tidak diluar kerangka pemakaiannya. Wittgstein juga memberi nasehat : “ jangan menanyakan makna sebuah kata, tanyakanlah pemakaiannya “. Lahirlah pengertian tentang makna. Makna sebuah ujaran ditentukan oleh pemakainya dalam masyarakat bahasa.

Menurut Chaer (1994:59) makna itu terbagi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus (jisho teki imi) atau makna kata (goi teki imi) yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, bias juga dikatakan


(18)

sebagai makna asli suatu kata sedangkan makna gramatikal yang dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat (bunpou teki imi) yaitu makna yang muncul akibat dari proses gramatikal.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian .5 .1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam konteks kalimat bahasa Jepang

2. Untuk mengetahui pemakaian verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat bahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat penelitian

Manfaat yang akan didapat bila penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Memperkaya ilmu pengetahuan dibidang linguistik, khususnya mengenai makna

yang terdapat dalam verba ochiru, korobu, dan taoreru.

2. Setelah mengetahui makna dari verba ochiru, korobu, dan taoreru serta bagaimana cara pemakaiannya dalam kalimat, maka baik penulis maupun pembaca akan mengggunakan verba tersebut dengan tepat sesuai konteks dari kalimat sehingga tercipta suasana komunikasi yang baik.


(19)

Untuk mengerjakan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Winarno Surachmad (1988:5) bahwa metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah umumnya mencakup berbagai tekhnik deskriptif. Diantaranya ialah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi. Dan pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu.

Selain metode deskriptif, penulis juga menggunakan metode kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan teks (kepustakaan) dari berbagai literature, baik diperpustakaan maupun di tempat lain. Serta mengumpulkan buku-buku yang berisikan pendapat para ahli yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini.


(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA BAHASA JEPANG, VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TEORERU, SERTA SEMANTIK

2.1 Verba Bahasa Jepang 2.1.1 Pengertian Verba

Dalam tata bahasa Jepang, terdapat 10 jenis kata. salah satu dari jenis kata tersebut adalah verba (doushi). Nomura dalam Sudjianto (2004,149) menyatakan, kata kerja (doushi) adalah kata yang dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat.

Verba (動 詞), yaitu kata kerja yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat dan mengalami perubahan bentuk (Sutedi,2003:42). Menurut Sitomorang (2007:8), menjelaskan bahwa doushi (動詞) dalam bahasa Jepang mempunyai ciri-ciri (1) dapat berdiri sendiri, (2) berkonjugasi, mengalami perubahan bentuk, (3) bermakna sesuatu kegiatan, keberadaan, atau perubahan keadaan, (4) dapat menjadi predikat dalam kalimat. Makna verba (動詞) dapat dilihat dari kanjinya.

動く= ugoku, dou = gerak = kotoba, shi = kata


(21)

Sedangkan Isao (2000:364) menyebutkan bahwa verba (動 詞) adalah kata yang menyatakan peristiwa yang merupakan inti kalimat yang bisa dipakai bersama dengan frase nominal (pelengkap), dimana melibatkan kakujoshi.

Dari beberapa pengertian verba (動 詞) yang telah dikemukakan di atas, penulis menarik suatu kesimpulan bahwa verba (動詞) adalah salah satu kelas kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan (peristiwa), mengalami perubahan (katsuyou), dapat berdiri sendiri dan bisa menjadi predikat dalam suatu kalimat.

2.1.2 Jenis Verba

Banyak istilah yang menunjukkan jenis-jenis verba (doushi 動詞) tergantung pada dasar pemikiran yang dipakainya. Diantaranya Shimizu dalam Sudjianto (2007:150) menunjukkan jenis doushi sebagai berikut.

1. Jidoushi (verba intransitif)

Verba ini menunjukkan kelompok doushi yang tidak berarti mempengaruhi pihak lain, tidak disertai dengan objek penderita.

Contoh :

a. 行く iku (pergi)

b. 来る kuru (datang)

c. 起きる okiru (bangun) d. 出る deru (keluar)

e. 流れる nagareru (mangalir) f. 入る hairu (masuk)


(22)

g. 集まる atsumaru (berkumpul) h. 寝る neru (tidur)

2. Tadoushi (verba transitif)

Verba yang menunjukkan kelompok doushi yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain, dan memiliki objek penderita.

Contoh :

a. 起こす okosu (membangunkan) b. 出す dasu (mengeluarkan)

c. 流す nagasu (mengalirkan)

d. 入れる ireru (memasukkan) e. 集める atsumaru (mengumpulkan) f. 寝かす nekasu (menidurkan) g. 開ける akeru (membuka)

3. Shodoushi

Jenis verba ini adalah verba (doushi 動 詞) yang memasukkan pertimbangan pembicara, oleh karena itu tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif. Selain itu, tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan (ishihyoogen). Diantara kata-kata yang termasuk kelompok ini, kelompok doushi (動詞) yang memiliki makna potensial.

Contoh :

1. 見える mieru (terlihat)


(23)

4. 行ける ikeru (dapat pergi)

Selain jenis verba di atas ada juga jenis verba bahasa Jepang lainnya. (Sutedi,2003:47)

1. Kelompok I

Kelompok ini disebut dengan (godan doushi 五段動 詞), karena mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang. Yaitu [あ、い、う、え、お a, i, u, e,

o] cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf (う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、ぶ、

u, tsu, ru, ku, gu, mu, nu, bu, su).

Contoh :

1. 言う i-u (berkata)

2. 待つ ma-tsu (menunggu)

3. 帰る kae-ru (pulang)

4. 書く ka-ku (menulis)

5. 急ぐ iso-gu (terburu-buru)

6. 飲む no-mu (minum)

7. 死ぬ shi-nu (mati)

8. 呼ぶ yo-bu (memanggil)

9. 貸す ka-su (meminjamkan)


(24)

Kelompok ini disebut dengan [ichidan doushi 一 段 動 詞]、karena perubahannya terjadi pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini, yaitu yang berakhiran suara [

え ー る e-ru] atau yang disebut kami-ichidan doushi dan yang berakhiran [い ー る i-ru]

disebut shimo-ichidan-doushi. Contoh :

1. 食べる tabe-ru (makan) 2. 入れる ire-ru (memasukkan) 3. 浴びる abi-ru (mandi) 4. 見る mi-ru (melihat)

5. 借りる kari-ru (meminjam) 6. 折りる oriru-ru (melipat)

3. Kelompok III

Kelompok verba ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga disebut (henkaku-doushi変格動詞) yang hanya terdiri dari dua verba berikut.

1. する suru (melakukan)

2. 来る kuru (datang)

Menurut Terada Takango dalam Sudjianto (2007:150-151) menambahkan jenis-jenis verba lainnya, yaitu :


(25)

Fukugou doushi adalah doushi yang terbentuk dari gabungan dua buah kata atau lebih.

Gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Contoh :

1. 話し合う hanashiau (berunding)

2. 調査する chousa suru (menyelidiki)

3. 近寄る chika yoru (mendekati)

2. Haseigo toshite no doushi

Diantara doushi (動 詞) ada juga doushi yang memakai prefiks atau doushi yang terbentuk dari kelas kata lain dengan cara menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata.

Contoh :

1. さ迷う samayou (mengembara, berkelana)

2. 汗ばむ asebamu (berkeringat)

3. 春めく harumeku (bersuasana musim bunga)

3. Hojo doushi

Hojo doushi adalah doushi (動詞)yang menjadi bunsetsu tambahan.

Contoh :

1. 机の上に本がある

Tsukue no ue ni hon ga aru

(di atas meja ada buku)


(26)

Kare wa asoko ni iru

(dia ada di sana)

3. 姉に河合人形をもらう

Ane ni kawai ningyou o morau

(mendapat boneka baru dari kk pr saya)

Verba juga bisa diklasifikasikan secara semantik, seperti dijelaskan dalam buku A Dictionary of Basic Japanese Grammar (Seichimakino dan Tsutsui, 1997:582-584) yaitu :

1. Verba Stative

Verba ini menunjukkan keberadaan, yang menyatakan diam/tetap. Biasanya verba ini tidak muncul bersamaan dengan verba bantu-iru.

Contoh :

1. いる iru (ada)

2. できる dekiru (dapat)

3. 要る iru (membutuhkan)

2. Verba Continual

Verba ini berfungsi dengan verba bantu-iru untuk menunjukkan aspek pergerakan, yang menyatakan selalu, terus menerus.

Contoh :

1. 食べる taberu (makan) 食べているtabete iru (sedang makan)

2. 飲む nomu (minum) 飲んでいる nonde iru (sedang minum)


(27)

Verba ini berkonjungsi dengan verba bantu-iru untuk menunjukkan tindakan atau perbuatan yang berulang-ulang atau suatu tingkatan/posisi setelah melakukan suatu tindakan atau penempatan suatu benda. Verba ini menyatukan tepat pada waktunya.

Contoh :

1. 知る shiru (tahu) 知っている shitte iru (mengetahui)

2. 打つ utsu (memukul) 打っている utte iru (memuku li)

4. Verba Non-volitional

Verba ini biasanya tidak memiliki bentuk ingin, bentuk perintah, dan bentuk kesanggupan. Diklasifikasikan menjadi verba yang berkenaan dengan emosi atau perasaan. Verba ini menyatakan bukan kemauan.

Contoh :

1. 愛するaisuru (mencintai, berkenaan dengan perasaan )

2. 好む konomu (menyukai, mengingini, berkenaan dengan perasaan)

5. Verba movement

Verba ini menunjukkan pergerakan. Contoh :

1. 走る hashiru (berlari) 2. 歩く aruku (berjalan)


(28)

Verba berfungsi menjadi predikat dalam kalimat, untuk itu posisinya terletak di akhir kalimat.

Contoh :

1. 私はパンを食べます。

Watashi wa pan o tabemasu.

Saya makan roti

2. 妹はビデオを見ました。

Imouto wa bideo o mimashita

Adik(pr) menonton video

(Minna no nihongo I, 1998:48,51)

Ada juga verba berfungsi membantu verba-verba yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat sebagaimana halnya fuzokugo. (Sudjianto, 2004:159)

Contoh :

1. カレンダーに今角予が書いてあります。

Karendaa ni kongetsu no yotei ga kaite arimasu.

Di kalender ada tertulis rencana bulan ini.

2. 山田さんにワゴン車を貸してもらいます。

Yamada san ni wagonsha o kashite moraimasu.

Mendapat pinjaman mobil dari Yamada. (Minna no nihongo I,1998:198,200)

Verba juga berfungsi sebagai keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vocal /u/. (Sudjianto,2004:149)


(29)

1. これは日本で売っていない雑誌だ。

Kore wa nihon de utte inai zasshida.

Ini adalah majalah yang tidak dijual di jepang.

2. 会議で意見を言った人は山田さんだ。

Kaigi de iken o itta hito wa yamada san da.

Orang yang menyatakan pendapatnya dirapat adalah Yamada. (Minna no nihongo I, 1998:182)

2.2 Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru 1. Verba Ochiru

Verba ochiru adalah termasuk ke dalam kelompok II (ichidan doushi一段動詞). Di bawah ini akan dijelaskan pengertian dari verba tersebut.

a. Nomoto (1988:865) menyatakan bahwa verba ochiru adalah jatuh, yang didefenisikan pindah ke tempat yang lebih rendah karena gaya berat, atau disebabkan tidak ada lagi penopangnya.

Contoh :

飛行機が落ちる

Hikuouki ga ochiru

Kapal terbang jatuh

b. Makino Michio menyatakan bahwa :

Ochiru : to become no longer balanced or supported and drop suddenly.


(30)

Ochiru adalah tidak memiliki keseimbangan dan daya tahan ataupun dapat kecewa, dan

dapat jatuh seketika Contoh :

秋になると、木の葉が落ちる。

Aki ni naruto, ki no ha ga ochiru

Pada saat musim gugur, daun-daun jatuh

c. Menurut Nomoto, verba ochiru juga bermakna hilang, berkurang yang berhubungan dengan benda atau barang yang ada selama ini atau yang seharusnya ada jadi tidak ada lagi.

Contoh :

選択したら、汚れが落ちる

Sentaku shitara, yogore ga ochir

Apabila dicuci, noda akan hilang.

d. Sutedi (2003:133) menyatakan bahwa verba ochiru adalah jatuh yang bisa menggunakan semua jenis benda sebagai subjeknya, baik benda hidup maupun tidak. Conntoh :

さるが木から落ちる。

Saru ga ki kara ochiru.

Kera jatuh dari pohon.

e. Masih menurut Nomoto juga, verba ochiru selain mengandung makna jatuh, juga bisa bermakna turun, menjadi lebih bawah atau lebih baik buruk kalau dibandingkan dengan keadaan sebelumnya atau keadaan biasa sebagai tolak ukur.


(31)

あの店は最近評判が落ちている。

Ano mise wa saikin hyouban ga ochite iru.

Toko itu akhir-akhir ini kepopulerannya menurun. f. Dalam Kokugo Jiten 国語辞典 menyatakan bahwa

Ochiru : 高い所から急に下がる。

Takai tokoro kara kyuu ni shita ga aru.

Dari tempat yang tinggi tiba-tiba ada di bawah Contoh :

階段から落ちる

Kaidan kara ochiru

Jatuh dari tangga

g. Nomoto juga menambahkan verba ochiru selain bermakna jatuh dan hilang juga bisa bermakna gagal, seperti hal dalam ujian.

Contoh :

入学試験に落ちてしまった。

Nyuugaku shiken ni ochite shimatta. Saya gagal dalam ujian masuk.

h. Verba ochiru menurut Michizuki adalah

Ochiru : あるものが上から下へ自然に移動する。 Terjemahannya :

Ochiru : barang-barang yang ada berpindah tempat secara alami dari atas ke bawah. Contoh :


(32)

Nimotsu ga ochisouda.

Barang-barang kelihatannya akan jatuh.

2. Verba Korobu

Verba korobu adalah termasuk ke dalam kelompok I (godan doushi 五 段 動 詞). Berikut akan dijelaskan tentang pengertian verba tersebut di bawah ini.

a. Nomoto (1988: 608) menjelaskan bahwa, verba korobu adalah jatuh, yang didefenisikan tergelincira karena kehilangan keseimbangan sebab didorong maupun terantuk.

Contoh :

転んで足に怪我をしました

Koronde ashi ni kega o shimashita

Karena jatuh mendapat luka di kaki.

b. Sutedi (2003:129) menyatakan bahwa verba korobu adalah jatuh, apabila dilihat dari subjeknya, verba korobu hanya berupa manusia atau binatang (sesuatu yang bernyawa saja) yang hanya bias digunakan.

Contoh : 馬が転んだ。

Uma ga koronda.

Kuda jatuh.

c. Makino Michio dan Tsutsui menyatakan bahwa,

Korobu : to drop suddenly from upright position and lie flat or broken


(33)

Contoh :

子供が転んだ。

Kodomo ga koronda.

Anak jatuh

d. Sutedi juga menambahkan (2003:130) verba korobu adalah jatuh dan bias digunakan apabila jatuhnya subjek dari posisi yang sedang bergerak (berjalan atau berlari).

Contoh :

ゴールを目前にして、池田選手が転んだ。

Gooru wo mokuzen ni shite, Ikeda senshu ga koronda. Ketika mendekati finish, atlit Ikeda jatuh.

e. Ichirou (1950:381) menyatakan bahwa korobu adalah taoreru yang artinya jatuh Contoh : 転ばないように、注意してください

Supaya tidak terjatuh, hati-hati

f. Verba korobu bisa digunakan apabila jatuhnya subjek sampai tergeletak, atau terbaring juga bias jatuh hanya terduduk atau jongkok (Sutedi, 2003:131)

Contoh :

次郎さんは転んで日是を打った。

Jirou san wa koronde hize o utta.

Jiro terjatuh, dan lututnya terbentur.

g. Menurut Shoji dan Hirotase menyatakan bahwa

Korobu : to stumble, slip, or lose one`s balance while walking or running.


(34)

Korobu : tersandung, terpeleset, atau kehilangan keseimbangan ketika berjalan ataupun berlari.

Contoh ;

スキーで転んで、あの骨を折った。

Sukii de koronde, ano hone o otta.

Jatuh ketika bermain ski dan mematahkan kaki.

3. Verba Taoreru

Verba taoreru termasuk dalam kelompok II (ichidan doushi一段動詞), untuk lebih jelasnya akan dijelaskan di bawah ini.

a. Nomoto (1988:1169) menyatakan verba taoreru adalah jatuh, rubuh, tumbang atau juga jatuh terbaring dari benda yang semula tegak.

Contoh :

地震で本棚が倒れる。

Jishin de hondana ga taoreru.

Karena gempa bumi, rak buku jatuh.

b. Menurut Sutedi (2003:129) verba taoreru adalah jatuh dan bisa digunakan baik benda bernyawa maupun benda mati sebagai subjeknya.

Contoh :

机の上にある花瓶が倒れた。

Tsukue no ue ni aru kabin ga taoreta.


(35)

Taoreru : to fall down or fall in suddenly, often after breaking apart.

Terjemahan

Taoreru : jatuh atau terjatuh tiba-tiba, patah jadi dua Contoh :

地震で棚に並べている本が倒れた。

Jishin de tana ni narabete iru hon ga taoreta.

Karena gempa buku yang tersusun di rak jatuh.

d. Sutedi juga menambahkan (2003:130) bahwa verba taoreru untuk menyatakan arti jatuh atau terjatuh ketika subjek dalam kondisi bergerak seperti berjalan atau berlari dan juga bisa dalam kondisi diam.

Cintoh :

山田君は貧血なので、朝礼のとき倒れてしまった。

Yamada kun wa hinketsu nanode, chourei no toki taorete shimatta.

Yamada karena kekurangan darah, ketika sedang berlangsung apel pagi terjatuh/ tergeletak.

e. Menurut Shoji dan Hirotase verba taoreru adalah

Taoreru : taoreru is used when upright objects becomes horizontal Terjemahannya :

Taoreru : taoreru digunakan ketika objek tegak lurus menjadi mendatar. Contoh :

台風で木が倒れた。

Taifuu de ki ga taoreta.


(36)

f. Menurut Sutedi juga (2003:131) setelah objek terjatuh, verba taoreru bisa digunakan apabila subjek terjatuh sampai tergeletak atau berbaring.

Contoh :

太郎さんは倒れて頭を打った。

Tarou wa taorete atama o utta.

Taro terjatuh dan kepalanya terbentur.

g. Dalam Kokugo Jiten 国語辞典 verba taoreru adalah sama denagan korobu yaitu jatuh. Contoh :

石つまずいてた倒れる

Ishi tsumazuiteta taoreru

Karena tersandung batu, terjatuh.

h. Verba taoreru selain bermakna jatuh, juga memilliki makna lain, yaitu bersifat ragam sastra seperti tidak dapat bangun dan berdiri sebab kehilangan tenaga.

Contoh :

独裁政権は感嘆には倒れないようだ。

Dokusai seiken wa kantan ni wa taorenai youda.

Pemerintahan diktator rupanya tidak dapat digulingkan dengan mudah.

2.3 Makna Verba `jatuh` Dalam Bahasa Indonesia

Verba atau kata kerja adalah merupakan salah satu kelas kata yang penting dalam bahasa termasuk bahasa Indonsia. (Salim, 2002:1703).


(37)

Menurut Chaer (2006:100) menyebutkan bahwa kata-kata yang dapat diikuti oleh frase dengan ..., baik yang menyatakan alat, yang menyatakan keadaan, maupun yang menyatakan penyerta, disebut kata kerja.

Ciri-ciri verba bahasa Indonesia menurut Drs. Peter Salim M.A (2002:1703) yaitu : a. Berfungsi sebagai predikat

b. Mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses atau keadaan

c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan tidak dapat dibri prefix ter- yang berarti

paling

Pembagian verba, dari segi bentuknya verba bahasa Indonesia dapat dibagi atas : a. Verba asal, verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Contoh : makan, duduk dll. b. Verba turunan : verba yang dibentuk dengan membubuhkan afiks pada dasar kata atau

kelompok kata.

1. Dasar bebas, afiks wajib. Mendasar, memanjang, membekas, berlari 2. Dasar bebas, afiks manasuka (mem)-buang, (men)-jual

3. Dasar terikat, afiks wajib, bertamu, beperang, mempermalukan 4. Reduplikasi, berlari-lari, memaki-maki

5. Majemuk, cuci tangan, campur aduk

Ada juga pembagian verba menurut fungsinya, yang lazim terdapat dalam bahasa Indonesia adalah :

a. Verba intransitif atau tak transitif yaitu verba yang mempunyai objek

b. Verba kausatif yaitu verba yang menyebabkan sesuatu terjadi, biasanya diikuti oleh akhiran –kan, dan –i


(38)

Dalam pembahasan skripsi ini akan dibahas verba ochiru, korobu, dan taoreru yang artinya ‘jatuh’ dalam bahasa Indonesia. Untuk itu juga harus diketahui makna dari kata ‘jatuh’ dalam bahasa Indonesia.

Suharso dan Ana (2005:201) mengatakan bahwa ‘jatuh’ adalah terlepas dan turun kebawah dengan cepat, bertepatan dengan cepat, berhenti memegang kekuasaan.

Jatuh dalam bahasa Indonesia merupakan verba. Seperti yang diungkapkan oleh Moeliono (1988:353) ada 10 makna jatuh dalam bahasa Indonesia, yaitu:

1. (Terlepas dari) turun ke bawah dengan cepat baik ketika masih dalam gerakan turun maupun sudah sampai ke tanah.

2. Merosot, turun banyak (harga, nilai) 3. Sampai ke….;tiba di….;tembus ke….. 4. Bertepatan dengan, berbetulan dengan…..

5. Berhenti memegang kekuasaan (tentang pemerintah, cabinet) 6. Bangkrut (took, kongsi)

7. Kalah atau dirampas musuh (kota, bentng)

8. Tidak lulus (ujian) sangat menderita (rugi, sengsara) 9. Tidak tahan lagi (oleh godaan,pnderitaan,cobaan) 10.Menjadi (sakit, miskin,cinta)

2.4 Semantik

2.4.1 Defenisi Semantik

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang


(39)

berarti ”tanda’ atau ”lambang”. Yang dimaksud tanda atau lambang disini sebagai pedoman kata sema itu adalah tanda linguistik. Seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Sausure dalam Chaer (1994:60), yaitu bahwa setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu: (1) yang diartikan (perancis:signifie, inggris:signified) dan (2) yang mengartikan (perancis:signifiant, inggris:signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dadripada konsep atau makna sesuatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant, signifier) itu adalah tidak lain daripada bunyi-bunyi itu, yang berbentuk fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Jadi dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna.

Kemudian kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan tanda-tanda linguistik denngan hal-hal yang ditandainya. Dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tenatang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa fornologi, gramatika, dan semantik. (Abdul Chaer,2002:2).

Batasan semantik dalam Ensiklopedia Britanika (Encyclopedia Britanica, vol 20) dalm Pateda (2001:7) yang terjemahannya ”semantik adalah studi tentang hubungan antar suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam ativitas bicara.” secara empiris sebelum seseorang berbicara dan ketika seorang mendengar ujaran seseorang terjadi proses mental pada diri keduanya. Dengan kata lain, baik pada pembicara maupun pada pihak pendengar terjadi proses pemaknaaan. Soal makna menjadi urusan semantik. Dapat disimpulakan bahwa semantik adalah subdisiplin lingiustik yang memberikan makna. Dengan kata lain, semantik berojebkan makna.


(40)

Sutedi (Sutedi,2003:103) menjelaskan semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tiada lain adalah untuk menyampaikan suatu makna. (Sutedi,2003:103). Apabila seseorang nenyampaikan ide kepada orang lain, kemudian lawan bicara bisa memahami apa yang disampaiakn, hal ini disebabakan karana ia bisa menyerap makna yang disampaikan dengan baik.

2.3.2 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik

Menurut Chaer (1995:59) jenis atau tipe makan dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria atau sudut pandang, yaitu :

a. Berdasarkan jenis makna semantiknya, makna dapat dibedakan menjadi makan leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal adalah makan yang sesuiai dengan referennya, makna yang sesuai dengan observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya kata makan, makna leksikalnya adalah memasukkan makanan ke dalam mulut, mengunyah dan menelannya.

Apabila dicontohkan ke dalam kalimat, makna itu tamapak pada kalimat : kami makan

tiga kali sehari; adik makan bubur. Kata makan dalam kalimat ini sangat jelas bahwa

makan bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, mengunyah dan menelannya.

Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses aviksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Contoh proses afiksasi /ter-/pada kata/angkut/ dalam kalimat barang yang sebanyak itu terangkut juga

oleh kenderaan mini tersebut, awalan ter- pada kata terangkut melahirkan makna ’dapat’,


(41)

kalimat ini melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’. Contoh reduplikasi dapat dilihat pada buku yang bermakna ’sebuah buku’ menjadi ’buku-buku’. Sebagai contoh komposisi dapat dilihat dari kata sate ayam tidak sama dengan komposisi sate padang. Yang pertama menyatakan asal bahan, yang kedua menyatakan asal tempat.

b. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksern, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna non referensial.

Makna referensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu. Contoh kata spidol dan pensil, kedua kata itu disebut makna referensial karena kedua kata itu mempunyai referen yaitu sejenis alat tulis.

Sedangkan kata-kata yang tidak memiliki referen, maka kata itu disebut kata bermakna non referensial. Contohnya seperti kata ’karena’ dan ’tetapi’ tidak mempunyai referen, sehingga kata itu bermakna non referensial.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata-kata yang memiliki makna referensial adalah kata-kata seperti spidol dan pensil, yang termasuk kelas kata tugas seperti; preposisi, konjugasi, dan kata tugas lain adalah kata-kata yang bermakna non referensial.

c. Berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, makna dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makan referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif karena itu sering disebut sebagai makna sebenarnya. Contoh kata wanita dan perempuan, karena kata-kata ini mempunyai denotasi yang sama, yaitu manusia dewasa bukan laki-laki. Walaupun kata


(42)

perempuan dan wanita mempunyai makna denotasi yang sama, tetapi dewasa ini kedua kata tersebut mempunyai nilai rasa yang berbeda, yakni kata perempuan mempunyai nilai rasa yang rendah, sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa yang tinggi. Makna tambahan pada suatu kata yang sifatnya memberi nilai rasa positif atau negatif disebut makna konotasi, atau disebut juga bukan makna yang sebenarnya.

d. Berdasarkan kesepakatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata atau makna istilah

Makna kata sering disebut sebagai makna bersifat umum, sedangkan makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Lebih jelasnya bisa dilihat dari contoh kata tangan dan lengan, yang dalam bidang kedokteran istilah untuk kata-kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Makna tangan adalah ’pergelangan sampai ke jari-jari’, sedangkan makna lengan adalah ’pergelangan sampai ke pangkal bahu’. Sedangkan dalam bahasa sehari-hari atau dalam bahasa umum, tangan dan lengan dianggap bersinonim (sama maknanya).

e. Berdasakan kriteria atau sudut pandang lain, jenis makna dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, dan kolokatif

Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan perlambang-lambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Contohnya kata melati digunakan sebagai perlambang kesucian, kata merah digunakan sebagai perlambang keberanian, dan kata srikandi digunakan sebagai perlambang kepahlawanan wanita.

Lain halnya dengan makna idiomatik, kata idiom berarti satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contohnya frase menjual rumah bermakna ’si pembeli menerima rumah dan si penjual menerima uang’, tetapi


(43)

berbeda dengan frase menjual gigi bukan bermakna ’si pembeli menerima gigi dan si penjual menerima uang’, melainkan bermakna ’tertawa kera-keras’. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (kata,frase, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.

Sedangkan makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase. Contohnya seperti pada frase gadis itu cantik dan pemuda itu tampan. Kedua frase itu tidak sama maknanya walaupun informasinya sama.

2.3.3 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari (Chaer,1994:11). Bagi orang-orang yang menggeluti suatu bidang seperti bahasa apabila ingin melakukan penelitian bahasa, yang belajar di Fakultas Sastra, pengetahuan akan semantik memberi bekal teorutis kepadanya untuk menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajari. Tidak jauh bedanya dengan seorang guru apabila mempelajari semantik maka manfaat semantik akan memberiakn manfaat teoritis dan juga manfaat praktis baginya.manfaat teoritis disini bagi seorang guru perlunya karena dia sebagai guru bahasa harus benar-benar mempelajari akan bahasa yang diajarkannya. Teori-teori semantik ini akan membantunya nemahami lebih baik akan konsep-konsep bahasa yang akan diajarkan olehnya. Lain halnya dengan manfaat


(44)

praktis, manfaat yang akan diperolehnya adalah berupa kemudahan baginya dalam mengajarkan bahasa itu kepada peserta didiknya.

Bisa juga dilihat manfaat mempelajari semantik bagi wartawan atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia yang berhubungan dengan mengumpulkan berita atau persuratkabaran. Mereka juga akan memperoleh manfaaat praktis dari mempelajari semantik. Pengetahuan akan semantik akan memudahkannya dalam memilih kata-kata yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.

Beda halnya dengan orang awam kebanyakan, pengetahuan yang luas akan teori tentang semantik dan manfaat mempelajari semantik tidaklah begitu diperlukan. Hanya saja dasar-dasar semantik masih diperlukan yang berguna untuk mengetahui bagaimana sekelilingnya, yang selalu adanya informasi-informasi baru. Mereka perlu mencerna apa saja informasi yang hadir disekitarnya, yang mana seharusnya diserap atau tidak. Sebagai masyarakat yang hidup di tengah-tengah lingkungan umum, tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekitar mereka yang berlangsung melalui bahasa.


(45)

BAB III

ANALISIS PEMAKAIAN VERBA OCHIRU, KOROBU, DAN TAORERU

Pada bab II sebelumnya penulis sudah membahas tentang verba ochiru, korobu dan

taoreru. Setelah mengetahui arti dan defenisi dari masing-masing verba, maka di bab III ini

akan menganalisis pemakaian ketiga verba tersebut di dalam kalimat.

3.1 Verba Ochiru

Contoh :

1. 地震で棚に並べている本が落ちた。


(46)

Karena gempa buku yang tersusun di lemari, jatuh. (Dasar Linguistik bahasa Jepang:132)

Analisis :

Pemakaian verba ochiru pada kalimat di atas sudah tepat. Kalimat tersebut menggambarkan bahwa buku-buku sebelum gempa masih berada di lemari dan tersusun rapi. Buku-buku tersebut bukan begitu saja adanya, pastinya sudah ada yang menyusun dengan rapi dan teratur. Tetapi begitu adanya gempa yang terjadi, buku-buku yang semula berderet rapi tiba-tiba berjatuhan dari lemari. Dari yang semula berada di atas, karena adanya gempa atau penyebab buku-buku tersebut jatuh ke bawah, seperti ada proses yang terjadi pada saat itu. Yaitu proses perpindahan tempat dari atas ke bawah. Seperti sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kindaichi (1965:188) menyatakan bahwa verba ochiru adalah jatuh dari tempat yang tinggi dan tiba-tiba ada di bawah. Pada kalimat ini sudah jelas digambarkan tentang proses terjadinya jatuh. Jatuh yang secara fisik.

2. いつ岩石が落ちてくるかわからないから、注意せよというのであるが、この注

意書きを見てから落ちてくる石をよけるひまはない。

Itsu ganseki ga ochite kuru kawakaranaikara, chuui seyo to iu no dearu ga, kono chuui

kaki o mite kara ochite kuru ishi wo yokeru himawanai.

Di atas tergantung tanda yang berarti peringatan “hati-hati batu jatuh”, karena tidak pernah tau kapan batu akan jatuh, jadi tanda itu menyuruh kamu berhati-hati.

(日本語中級:確率:204)

Analisis :


(47)

adalah jurang. Pada saat mengendarai mobil ia melihat peringatan yang tergantung di atas, yang berisi peringatan tentang batu akan jatuh, karena batu bisa tiba-tiba jatuh tanpa tau kapan jatuhnya. Jadi, peringatan itu diintruksikan kepada orang-orang yang melintasi jalan tersebut. Tujuannya adalah supaya orang-orang yang melintasi jalan tersebut bisa tetap waspada akan jatuhnya batu. Verba ochiru disini menggambarkan situasi batu yang berada di atas tiba-tiba bisa saja jatuh ke bawah. Sudah jelas digambarkan bahwa batu berada di atas ditempat yang tinggi, apabila jatuh ke tempat yang lebih rendah. Sesuai dengan pendapat Michizuki (1986:211) yang menyatakan verba ochiru : aru mono ga ue kara shita e shizen ni

idou suru. Yang terjemahannya adalah barang-barang yang ada berpindah tempat secara

alami dari atas ke bawah. Pemakaian verba ochiru disini sudah jelas situasi dan kondisinya.

3. また、へたによけたら反対側のがけから車が落ちてしまう。

Mata, heta ni yoketara hantai gawa no gake kara kuruma ga ochhite shimau.

Kemudian, ketika kamu menghindari batu, dan jika kamu membuat kejanggalan untuk keluar dari jalan, mobilmu akan jatuh ke jurang yang disisi lain.

(日本語中級:確率:204)

Analisis :

Pemakaian verba ochiru disini sudah tepat.Kalimat no 3 ini adalah sambungan dari kalimat no 2 di atas. Situasi dan kondisi sudah jelas terlihat, bahwa si pengendara mobil karena melihat tanda peringatan yang ada, ia kemudian berinisiatif untuk menghindari batu yang bisa saja jatuh kapanpun. Tetapi, ada masalah lain apabila ia melakuakan kesalahan dalam menghindari batu, mobilnya sendiri yang akan jatuh ke jurang yang ada di sisi lain. Kata jatuh di sini adalah menggunakan verba ochiru, karena mobil yang berada di jalan berarti posisinya di atas dan jurang pastinya ada di bawah. Perbedaan posisi yang sangat


(48)

jauh, apabila mobil jatuh akan berpindah tempat. Seperti yang dikemukakan oleh Kindaichi (1965:122) verba ochiru adalah takai tokoro kara kyuu ni shita ga aru. Yang terjemahannya dari tempat yang tinggi tiba-tiba ada di bawah. Pemakaian verba ochiru di sini sama dengan makna jatuh dalam bahasa Indonesia yaitu terlepas dari atau turun ke bawah dengan cepat baik ketika masih dalam gerakan atau maupun sudah sampai ke tanah. (Moeliono, 1998:353)

4. 1991年からの統一されたドイツの生産台数は500万台程度であり、19

92年までに少し増加してきたが、1993年には急に400万台に落ちてし

まった。

1991 nen kara no touitsu sareta doitsu no seisan dai suu wa 500 man dai teidou deari,

1992 nen made ni sukoshi zoukashite kita ga, 1993 nen ni wa kyuu ni 400 man dai ni

ochiteshimatta.

Jumlah produksi Jerman telah digabungkan dari tahun 1991 jumlah kualitas 5.000.000 unit, sampai pada tahun 1992 sedikit bertambah meningkat, tetapi pada tahun 1993 tiba-tiba turun menjadi 4.000.000 unit.

(文法があなたへ、2002;45)

Analisis :

Pada contoh kalimat ini, situasinya adalah membicarakan tentang hasil produksi mobil Jerman. Produksi Jerman yang naik turun. Seperti yang di data, pada tahun 1991 hasil produksinya berkisar 5.000.000 unit dan bahkan meningkat pada tahun 1992. Tetapi, pada tahun 1993 produksinya menurun menjadi 4.000.000 unit. Jadi hasil produksinya mengalami penurunan. Pada kalimat di atas, pemakaian verba ochiru sudah tepat, yang berarti jatuh yang bermakna turun. Dalam hal ini adalah hasil produksi. Seperti yang diungkapkan oleh Nomoto


(49)

menjadi lebih bawah atau lebih buruk bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya atau keadaan biasa sebagai tolak ukur. Seperti kalimat ini dapat diketahui bahawa dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini mengalami penurunan. Dan dalam bahasa Indonesiapun makna kata jatuh juga bisa untuk turun harga, atau nilai (Moeliono,1988:353)

5. 昔、き という国の人が、今に天が落ちてくるかもしれないと心配したのが、

「杞憂」すなわち不必要な心配という語の始まりだというが、現在は空から原

爆の放射能が降ってくる時代である。

Mukashi, ki to iu kuni no hito ga, ima ni ten ga ochite kuru kamoshirenai to

shinpaishita no ga, [kiyu] sunawachi fuhitsuyouna shinpai to iu go no hajimari dato iu

ga, genzai wa sora kara genbaku no houshano ga futte kuru jidai de aru.

Pada zaman dahulu, ketidaktentuan dari Qi (provinsi China), yang khawatir akan langit mungkin jatuh kapan saja, telah memberikan reaksi dari kata kiyuu, yang artinya ketakutan yang tidak beralasan, tetapi zaman sekarang, kita hidup lebih mungkin di zaman ketika dimana radio aktif ternyata dari bom atom.

(日本語中級、1987:204)

Analisis :

Pada kalaimat ini, mempunyai situasi yang menjelaskan perbedaan antara zaman dahulu dan zaman sekarang. Dimana zaman dahulu masih percaya akan hal-hal gaib, seperti pemikiran yang khawatir akan jatuhnya langit yang bisa kapan saja, pemikiran-pemikiran yang datang dari pengaruh-pengaruh cerita nenek moyang. Sedangkan zaman sekarang, sangat bertolak belakang, dimana sudah munculnya radio aktif, kemudian bom atom. Pemakaian verba ochiru dalam kalimat ini sudah tepat, karena dalam hal ini adanya pemikiran yang beranggapan langit yang di atas akan jatuh ke bawah, walaupun


(50)

kemungkinan besar tidak terjadi. Tetapi, dengan adanya pemikiran tentang sesuatu yang di atas berpindah tiba-tiba ke bawah, maka verba ochiru bisa digunakan. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Ichirou(1986:211) ochiru: takai tokoro kara kyuu ni shita ga aru. Yang artinya adalah di tempat yang tinggi tiba-tiba ada di bawah. Seperti yang difikirkan oleh orang-orang zaman dahulu langit yang berada di atas, bisa tiba-tiba jatuh ke bawah.

3.2 Verba Korobu

Contoh :

1. 人々は凍った雪道で次々と転び、救急車が一日中怪我人の収容に走り回った。

Hitobito wa kootta yukimichi de tsugitsugi to korobi, kyuukyuusha ga ichinichijuu kega

hito no shuuyou ni hashirimawatta

Orang banyak terjatuh satu persatu di jalan bersalju yang beku dan ambulance berkeliling seharian untuk menampung orang yang terluka.

(日本語中級:雪:184)

Analisis :

Pada contoh kalimat ini, pemakaian verba korobu sudah tepat. Keadaan atau kondisi dalam kalimat tersebut adalah musim dingin dan jalan-jalan dipenuhi dengan salju. Salju yang turun menjadikan jalan sangat licin dan tentunya beku dengan es. Karena jalan adalah tempat orang banyak melintas, maka tidaklah heran jalan yang seharusnya gampang dilalui tetapi akibat salju jalan berubah menjadi licin. Dan mengakibatkan orang-orang yang melintas sering terjatuh atau tergelincir. Pemakaian verba korobu adalah untuk menyatakan hal jatuh, atau terpeleset juga tergelincir karena sesuatu hal, dalam kalimat ini dikarenakan jalan yang penuh dengan salju. Sesuai dengan pendapat Shoji dan Hirotase (2001:311) bahwa


(51)

verba korobu to stumble, slip, or lose one`s balance while walking or running. Terjemahannya verba korobu adalah tersandung, terpeleset, atau kehilangan keseimbangan ketika berjalan ataupun berlari.

2. 入試の朝、雪で転ぶ。

Nyuushi no asa , yuki de korobu

Terjatuh di salju saat pagi menjelang ujuan masuk.

(日本語中級:185)

Analisis :

Dalam contoh kalimat di atas, pemakaian verba korobu sudah tepat. Situasi jalan bersalju dan jalan yang hendak dilalaui licin dipenuhi dengan es. Pagi hari menjelang ujian masuk, mahasiswa yang hendak ikut ujian masuk terjatuh pada pagi hari menjelang ujian masuk. Jatuhnya mahasiswa disini tidak sampai terlentang, hanya terduduk. Maka verba

korobu disini menjelaskan kondisi saat subjek jatuh seperti apa. Dan tidak dalam kondisi

diam melainkan berjalan. Seperti yang dikemukakan oleh Sutedi (2003:130) verba korobu adalah jatuh dan bisa digunakan apabila jatuhnya subjek dari posisi yang sedang begerak (berjalan atau berlari).

3. 歩き始めたばかりの子供は、よく転ぶ。

Aruki hajimeta bakari no kodomo wa yoku korobu

Anak yang baru mulai berjalan, sering jatuh (nipponia,2003;22)


(52)

Verba korobu dalam kalimat ini sudah tepat. Subjek adalah anak balita, dia baru belajar berjalan. Dalam hal ini anak yang baru mulai jalan pastinya akan mengalami kesulitan dalam berjalan dengan lancar, yang membuat anak tersebut jatuh berulang-ulang. Jatuh disini mungkin hanya terduduk, tidak sampai terlentang, karena anak akan bangun lagi dan mencoba kembali berjalan. Anak tersebut berjalan berarti bergerak dan tidak diam. Dalam pemakaian verba korobu, apabila subjek bergerak dan tiba-tiba jatuh maka verba korobu sangat tepat digunakan. Seperti yang diungkapkan Sutedi (2003:130) bahwa verba korobu adalah jatuh dan bisa digunakan apabila jatuhnya dari posisi sedang bergerak (berjalan atau berlari). Sama dengan halnya si anak yang berjalan kemudian jatuh.

4. 草の上に転んだので、手に少しけがをした。

Kusa no ue ni koronda node, te ni sukoshi kega wo shita.

Karena jatuh di atas rumput, hanya terluka sedikit di tangan. (nipponia,2005:17)

Analisis :

Pada kalimat ini pemakaian verba korobu sudah tepat. Situasi dalam kalimat ini, seseorang berjalan atau berlari dan tiba-tiba jatuh di atas rumput dan mengakibatkan luka ditangannya. Dalam hal ini jatuhnya karena kurangnya keseimbangan yang mengakibatkan terjatuh. Verba korobu digunakan pada saat-saat seseorang sedang bergerak akibat sesuatu hal, orang tersebut tiba-tiba jatuh. Bisa terlentang ataupun hanya jatuh terduduk. Sesuai yang diungkapkan oleh Sutedi (2003:131) verba korobu bisa digunakan apabila jatuhnya subjek sampai tergeletak ataupun hanya terduduk atau jongkok.


(53)

妻 : 明日、雪ですって。

夫 : 道理で冷えるな。

妻 : また、つまったらどうしましょう。

夫 : おれが雪かきしてやるよ。

妻 : そう、助かるわ。すみません。

夫 : 雪国育ちから、なれてるよ。シャベル、あるね。

妻 : ええ、紺やきれいにしておくわ。

夫 : おれの子供のころは3メートルもつまったからな。

妻 : ジャ、屋根より高いのね。

夫 : うん、雪かきしないと外へ出られなくなっちゃうんだ。

妻 : たいへんねえ。

夫 : 若い男がいない家なんか、ひどいもんだった。そりゃ近所の人も

手伝うけど、全部人も貸せってわけにもいかないから、じいさんなんかも屋根

にのぼって…….。

妻 : あぶないわね。

夫 : あぶないよ。おやじもいちどけがしたし。

妻 : けがって言えば、2,3年前の雪のとき、ひどかったわね。私も

転んで、しばらく病院通いしたもの。

夫 : 雪国育ちじゃないと歩き方もへたなんだよ。

Tsuma to otto


(54)

Otto : douri de hieruna.

Tsuma : mata tsumattara doushimashou.

Otto : ore ga yukikaki shiteyaruyo.

Tsuma : sou, tasukatuwa. Sumimasen.

Otto : yukikuni sodachitakara. Nareteruyo. Shaberu, arune.

Tsuma : ee, konya kirei ni shite okuwa.

Otto : ore no kodomo no koro wa 3 meetoru mo tsumatta karana.

Tsuma : ja, yane yori takai none.

Otto : un, yukikaki shinai soto e derarenakunacchaunda.

Tsuma : taihen ne.

Otto : wakai otoko ga inai ie nanka, hidoimondatta. Sorya Kinjo no hito mo

tetsudaukedo, zenbu hito makasette wakeni mo ikanaikara, jii san nanka mo yane ni

nobotte….

Tsuma : abunaiwane.

Otto : abunaiyo, oyajimo ichidokegashitashi.

Tsuma : kegatte ieba, 2,3 nen mae no yuki no toki, hidokattawane. Watashi mo

koronde, shibaraku byouin ga yoishita mono.

Otto : yukikuni sodachi janai to aruki kata mo heta nan dayo.

(日本語中級、1987:187)

Suami dan istri

Istri : besok, salju ya.

Suami : sewajarnya menjadi dingin.


(55)

Suami : aku akan menyapu/menyingkirkan saljunya. Istri : oh begitu ya, sangat membantu. Maaf.

Suami : karena besar di Negara bersalju, sudah teerbiasa. Ada sekop kan? Istri : ya, malam ini saya bersihkan untuk mu.

Suami : pada waktu kecil, salju akan bertumpuk setebal 3 meter. Istri : ohya, dibandingkan atap salju lebih tinggi ya?

Suami : ya, juka tidak disingkirkan, maka tidak akan bisa keluar rumah. Istri : susah ya.

Suami : rumah jika tidak ada laki-laki muda, benar-benar berat. Maka dari itu, tetangga akan membantu, tetapi karena tidak mempercayakan semuanya kepada mereka, bahkan kakekpun akan memanjat atap mereka.

Istri : bahaya sekali ya.

Suami : ya sangat bahaya. Ayahpun pernah terluka sekali.

Istri : berbicara tentang terluka, saya juga ketika salju turun 2,3 tahun yang lalu, sangat buruk. Saya juga terjatuh dan harus masuk rumah sakit untuk sementara.

Suami : yang tidak tinggal di Negara bersalju, tidak tahu bagaimana cara jalan di salju.

Analisis :

Percakapan di atas adalah percakapan antara suami istri. Percakapan mereka membahas tentang salju yang akan turun, dan apa yang mereka lakukan. Kemudian, si suami menceritakan pengalaman-pengalamannya besar di Negara yang berslaju. Dan dia sudah terbiasa dengan salju. Dan apabila di rumah tidak ada laki-laki yang muda pekerjaan untuk menyingkirkan salju akan sulit dan tetangga akan membantunya. Tetapi, si empunya rumah


(56)

tidak bisa mempercayakan semua kepada tetangga, maka dari itu kadang kakek-kakekpun akan memanjat atap sendiri untuk membersihkan salju di atap mereka. Dalam percakapan ini, menggunakan verba korobu untuk kata jatuh, dan penggunaan verba korobu disini sudah tepat. Karena tidak adanya keseimbangan jalan di salju, bisa menyebabkan jatuh, atau tergelincir. Seperti yang diungkapakan oleh Shoji dan Hirotase() korobu : to stumble, slip, or

lose one`s balance while walking or running. Artinya korobu adalah tersandung, terpeleset,

atau kehilangan keseimbangan ketika berjalan ataupun berlari. Jadi pada percakapan di atas si istri terjatuh karena kurang pandai berjalan di salju.

3.3 Verba Taoreru

Contoh :

1. 私はテーブルの下にあった氷の入った袋を取って、富子さんを殴りました。そ

したら、富子さんは倒れて、テーブルに頭をぶつけて、動かなくなったんです

Watashi wa teeburu no shita ni atta koori no haitta fukuro wo totte, Tomiko san wo

nagurimashita. Soshitara, Tomiko san wa taorete, teeburu ni atama wo butsukete,

ugookanakunattandesu.

Saya mengambil kantong yang telah di isi dengan batu es yang ada di bawah meja dan menampar Tomiko. Kemudian Tomiko jatuh/pingsan, kepalanya menghantam meja dan tidak bergerak lagi.


(57)

Pemakaian verba taoreru dalam contoh kalimat ini sudah tepat. Situasi dalam kalimat ini adalah dua orang yang sedang minum di rumah minum. Mereka minum sambil ngobrol. Tetapi, saudara Tomiko lebih banyak minum daripada temannya. Karena Tomiko sangat banyak minum dia bercerita apa saja yang dia mau ceritakan. Ceritanya sampai menyinggung temannya. Kemudian temannya itu mencari kantong plastik yang berisi es batu di dalamnya dengan tujuan untuk menampar Tomiko. Subjek kemudian menampar Tomiko dengan menggunakan kantong tadi, kemudian Tomiko jatuh pingsan dengan kepalanya langsung menghantam meja. Dalam kalimat ini pemakaian verba taoreru sudah tepat, karena verba

taoreru digunakan untuk menyatakan sesuatu yang semulanya diam tidak bergerak, tiba-tiba

jatuh begitu saja, tidak berubah posisi, hanya saja bergeser sedikit dari tempat semula. Seperti yang dikemukakan oleh Sutedi (2003:130) verba taoreru untuk menyatakan jatuh ketika subjek dalam kondisi bergerak seperti halnya berjalan atau berlari juga bisa digunakan apabila dalam keadaan diam.

2. 古いビルが駅前の広い道に倒れている。倒れていないビルも窓のガラスが割れ

ている。

Furui biru ga eki mae no hiroi michi ni taoreteiru. Taoreteinai biru mo mado no garasu

ga wareteiru.

Bangunan tua tmbang di jalan lebar di depan stasiun. Kaca dan jendela gedung-gedung yang tidak tumbang pun juga pecah.

(Minna no Nihongo 2 : 33) Analisis :

Pemakaian verba taoreru sudah tepat. Kondisi pada kalimat ini telah terjadi gempa yang sangat kuat. Banyak bangunan-bangunan yang tumbang atau roboh akibat gempa tersebut,


(58)

selain itu bangunan-bangunan yang tidak roboh juga terkena dampaknya, kaca dan jendela gedung pecah. Bangunan-bangunan yang roboh adalah bangunan yang sudah tua, yang robohnya di depan stasiun di jalan yang lebar. Dalam kalimat ini menggunakan verba taoreru untuk menyatakan tumbang/roboh. Verba taoreru digunakan untuk suatu hal yang pada awalnya berdiri tegak menjadi tergeletak atua terbaring. Seperti yang diungkapkan oleh Shoji dan Hirotase (2001 : ) bahwa verba taoreru adalah

Taoreru is used when upright object become horizontal.

Yang terjemahannya bahwa verba taoreru digunakan ketika objek tegak lurus menjadi mendatar atau terbaring.

3. 山田さんは気を失って倒れました。

Yamada san wa ki wo ushinatte taoremashita.

Yamada karena kesehatannya berkurang jatuh. (Nipponia,2005:6)

Analisis :

Penggunaan verba taoreru pada kalimat ini sudah tepat. Yamada karena kondisi kesehatannya tidak baik, maka ia jatuh sakit. Dalam kalimat ini makna jatuh bukan seperti jatuh untuk benda, melainkan untuk kondisi tubuh atau kesehatan. Pamakaian verba taoreru yang bermakna jatuh disini sama halnya seperti makna jatuh yang ada dalam bahasa Indonesia, kata jatuh bisa bermakna menjadi (sakit). (Moeliono,1988:353). Sama halnya seperti yang dikemukakan Michio (1986:256) bahwa verba taoreru jatuh yang semula berdiri, juga jatuh yang kehilangan keseimbangan atau tidak berdaya.

4. 暑い日に外で何時間も働いたために、倒れてしまった。


(59)

Karena diluar hari panas, untuk bekerja berapa jam pun, tumbang. (New approach Japanese Intermediate Course:89)

Analisis :

Pada kalimat ini penggunaan verba taoreru sudah tepat. Verba taoreru pada kalimat ini lebih mengungkapkan emosi, atau perasaan yang dirasakan. Karena hari yang panas, untuk bekerja dalam waktu yang sebentar maupun lama merasa tidak sanggup. Karena pengaruh cuaca yang sangat panas. Situasi yang terjadi disini, subjek berpikir dan merasa kalau ia bekerja pada cuaca yang sangat panas, ia tidak akan sanggup atau mampu bertahan lama. Dia memikirkan kondisi tubuhnya apabila tetap melanjutkan pekerjaannya. Verba taoreru disini bermakna tumbang dalam kondisi kesehatan. Pemakaian verba taoreru disini lebih ke arah gaya bahasa seperti yang dikemukakan oleh Nomoto (1988:1169) taoreru juga bisa digunakan bahasa yang agak bersifat sastra, dikalahkan, atau juga tidak dapat bangun dan berdiri sebab kehilangan tenaga. Makna kalimat ini tidak menggambarkan verba taoreru yang jatuh secara fisik atau dapat dilihat objeknya hanya berpendapat dalam gaya bahasa.

5. 台風の季節には天気予報で注意を呼びかけるので、台風が近づいてきたとわか

ろと、倒れやすいものや、飛んでいってほいそうなものを屋内に入れたり、雨

戸(普通の窓の外側にある、丈夫で、ガラス以外のものでできている窓)を閉

めておいたりする。

Taifuu no kisetsu ni wa tenkiyohou de chuui o yobikakeru node, taifuu chikazuite kita to

wakaru to, taoreyasui mono ya, tondeitte hoisouna mono o okunai ni iretari, amado

(futsuu no mado no soto gawa ni aru, shoubu de, garasu igai no mono de dekite iru


(60)

Melalui perkiraan cuaca supaya hati-hati pada musim topan, ketika tahu topan mendekat penduduk melakukan persiapan sepeti memasukkan benda-benda yang mudah tumbang jika tertiup angin seperti pot tanaman ke dalam rumah, menutup jendela luar(yang kuat dan tidak terbuat dari kaca).

(egao, 2005:8) Analisis :

Dalam kalimat ini menggambarkan situasi yang akan datang angin topan, yang telah diperkirakan oleh perkiraan cuaca. Penduduk diperingati supaya berhati-hati dan melakukan persiapan akan datangnya angin topan. Seperti memasukkan barang-barang yang mudah tumbang ke dalam rumah apabila terkena angin topan. Contohnya pot tanaman, serta menutup jendela-jendela dengan ekstra kuat dan menghindari jendela yang terbuat dari kaca. Kalimat ini menggunakan verba taoreru untuk menyatakan tumbang, dan penggunaannya sudah tepat. Karena pot tanaman, posisinya pastilah semulanya tegak, karena adanya angin topan pot tersebut bisa tumbang dan bergeser dari posisi awalnya. Verba taoreru digunakan apabila posisi awal dari benda tersebut adalah lurus dan kemudian jatuh terbaring, seperti yang di ungkapkan oleh Nomoto (1988:1169) menyatakan bahwa verba taoreru adalah jatuh, rubuh, tumbang, atau juga jatuh terbaring dari benda yang semula tegak.

3.4 Analisis Perbedaan Pemakaian Verba ochiru, korobu dan taoreru Dalam Kalimat

1. 地震で棚に並べている本が落ちた。

Jishin de tana ni narabete iru hon ga ochita.


(61)

2. 入試の朝、雪で転ぶ。

Nyuushi no asa , yuki de korobu

Terjatuh di salju saat pagi menjelang ujuan masuk.

3. 台風の季節には天気予報で注意を呼びかけるので、台風が近づいてきたとわか

ろと、倒れやすいものや、飛んでいってほいそうなものを屋内に入れたり、雨

戸(普通の窓の外側にある、丈夫で、ガラス以外のものでできている窓)を閉

めておいたりする。

Taifuu no kisetsu ni wa tenkiyohou de chuui o yobikakeru node, taifuu chikazuite kita to

wakaru to, taoreyasui mono ya, tondeitte hoisouna mono o okunai ni iretari, amado

(futsuu no mado no soto gawa ni aru, shoubu de, garasu igai no mono de dekite iru

mado) o shimete oitarishuru.

Melalui perkiraan cuaca supaya hati-hati pada musim topan, ketika tahu topan mendekat penduduk melakukan persiapan sepeti memasukkan benda-benda yang mudah tumbang jika tertiup angin seperti pot tanaman ke dalam rumah, menutup jendela luar(yang kuat dan tidak terbuat dari kaca).

Analisis :

Pada contoh kalimat no 1, karena adanya gempa buku-buku yang tersusun di lemari jatuh. Kata `jatuh` disini yaitu dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, ada proses perpindahan tempat yang terjadi. Buku yang semula berda di lemari yang posisinya di atas, jatuh ke bawah atau ke lantai. Buku tersebut tidak berada di lemari lagi. Jadi verba

ochiru digunakan untuk benda-benda yang semulanya berada di atas kemudian ada di bawah.

Kalimat ini tidak bisa menggunakan verba korobu, karena subjeknya benda mati. Verba


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setelah menganalisis ketiga verba ochiru, korobu dan taoreru maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut :

1. Verba ochiru dan taoreru termasuk kedalam jenis verba kelompok dua (一 段 動 詞 ichidan doushi) sedangkan korobu termasuk ke dalam verba jenis kelompok satu (五段 動詞).

2. Ketiga verba ochiru, korobu dan taoreru adalah verba yang bersinonim, yaitu apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah ‘jatuh’.

3. Verba ochiru adalah jatuh. Dimana didefenisikan pindah ke tempat yang lebih rendah karena gaya berat, atau disebabkan karena tidak ada lagi penopangnya.

4. Verba korobu adalah jatuh. Dijelaskan tergelincir karena kehilangan keseimbangan sebab di dorong maupun terantuk.


(2)

5. Verba taoreru adalah jatuh, rubuh, tumbang atau juga jatuh terbaring dari benda yang semula tegak.

6. Setelah dianalisis dalam kalimat, verba ochiru selain bermakna jatuh atau dari tempat yang tinggi tiba-tiba ke tempat yang lebih rendah, verba ochiru juga bisa bermakna menurun, yang dalam hal ini untuk hasil produksi dari suatu Negara.

7. Verba korobu setelah dianalisis bermakna jatuh yang apabila diliohat dari setiap analisis bahwa korobu digunakan apabila subjeknya jatuh terduduk atau jongkok, juga bisa tergeletak. Selain itu verba korobu hanya bisa digunakan apabila subjek bergerak, berjalan atau berlari.

8. Verba taoreru bermakna jatuh juga bisa tergelincir, dalam contoh kalimat setelah dianalisis, verba taoreru bermakna jatuh yang benda semulanya berdiri tegak kemudian menjadi terbaring. Verba taoreru hanya digunakan apabila subjek jatuh tergeletak/terbaring. Selain itu verba taoreru juga bisa digunakan untuk ragam gaya bahasa sastra.

9. Setelah dianalisis dalam beberapa contoh kalimat, ternyata kata `jatuh` dalam bahasa Indonesia dengan `jatuh` dalam bahasa Jepang, lebih luas makna jatuh dalam bahasa Indonesia.

10. Apabila dalam kalimat bahasa Jepang, subjeknya adalah makhluk hidup, ketiga verba ochiru, korobudan taoreru bisa digunakan, hanya saja berbeda proses jatuh di masing-masing kalimat.


(3)

1. Setelah membahas verba ochiru, korobu dan taoreru diharapkan baik penulis maupun pembelajar bahasa Jepang dapat memahami pengertian, dan cara pemakaian ketiga verba tersebut di dalam kalimat.

2. Verba bahasa Jepang sangatlah banyak dijumpai yang bersinonim atau memiliki pengertian yang sama, karena hal itu sangat diharapkan kepada penulis maupun pembelajar berhati-hati dalam penggunaan kata-kata tersebut. Seperti halnya dalam pemahaman verba ochiru, korobu, dan taoreru.

Abstrak

Robert Sibarani (1997:65) menyatakan bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan objek kajian linguistik. Linguistik berarti ilmu bahasa . oleh sebab itu, dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep mengenai linguistik yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer,2007:11).

Dalam berbahasa seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar. Terutama pada saat hendak berbicara kepada orang asing, terutama kepada orang Jepang. Hal ini sangat penting bila ingin menjalin komunikasi dengan baik. Pada waktu berkomunikasi, khususnya dalam bahasa Jepang, verba sangatlah penting. Dalam bahasa Jepang verba disebut doushi. Doushi merupakan kata kerja yang befungsi menjadi prediakat dalam kalimat, bisa berdiri sendiri, juga mengalami perubahab bentuk (katsuyo). Verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang sama apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang artinya adalah ‘jatuh’ karena ketiga verba tersebut memiliki kesamaan arti, dalam bahasa Indonesia disebut sinonim.

Seperti yang diungkapkan Abdul Chaer (1995:82) mendefenisikan bahwa sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama


(4)

dengan makna ungkapan lain. Ketiga verba ini, mempunyai hubungan kemaknaan. Dalam hal ini, apabila berbicara mengenai makna, berarti berbicara mengenai semantik. Akata semantik telah disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan samantik (Abdul Chaer,2002:2).

Ketiga verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki hubungan kemaknaan, tetapi berbeda masing-masing penggunaannya dalam kalimat. Verba ochiru adalah jatuh, pindah ketempat yang lebih rendah karena gaya berat, atau disebabkan tidak ada lagi penopangnya.(Nomoto,1988:865), apabila dalam kalimat, ochiru bisa menggunakan semua jenis benda sebagai subjeknya. Selain jatuh ochiru juga bisa bermakna turun/menurun tergantung konteks kalimatnya.

Verba korobu juga bermakan jatuh apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Verba korobu adalah jatuh, tergelincir karena kehilangan sebab di dorong maupun terantuk (Nomoto,1988:608). Penggunaan verba korobu dalam kalimat, apabila subjeknya hanya benda-benda hidup saja, dan juga dilihat di kalimat yang makna jatuh di dalamnya bisa seperti tergeletak, maupun duduk. Jatuh disini apabila dalam proses bergerak, seperti berjalan atau berlari.

Verba yang ketiga adalah taoreru, maknanya juga jatuh. Dalam konteks kalimat verba ochiru dan taoreru sama-sama bisa menggunakan subjek apa saja. Tetapi, verba taoreru adalah jatuh, rubuh, tumbang, atau juga jatuh terbaring dari benda yang semula tegak (Nomoto,1988:1169). Dan verba taoreru apabila dalam kalimat, subjek bisa pada saat bergerak ataupun diam.

Penggunaan ketiga verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat sudah jelas. Memiliki persamaan makna tetapi dalam kalimat berbeda cara pemakaiannya. Apabila kalimat bahasa Jepang menggunakan subjek makhluk hidup, ketiga verba ochiru, korobu,


(5)

dan taoreru bisa digunakan. Hanya saja berbeda proses jatuhnya masing-masing disetiap kalimat.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar . Bandung : Angkasa Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta

__________ 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta __________ 2002. Linguistik Umum. Jakarta : PT.Rineka Cipta

__________ 2007. Linguistik Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta Hadinidjoyo, MMPurbo. 1993. Kata dan Makna. Bandung : ITB

Hirotase Masayori, Shoji Kokuo. 2001. Effective Japanese Usage Dictionary. Tokyo : Kondansha

Iori, Isao dkk. 2000. Nihongo Bunpou Handbook. Tokyo : Surieto Wooku

Kikuo, Nomoto. 1988. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa Indonesia. Tokyo : Kokuritsu Kokugo Kenkyusho


(6)

Makino Seichi dan Sutsuji Michio. 1996. A Dictionary Off Intermediate Japanese Grammar. Tokyo : Japan Times

Moeliono, M. Anton. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Mizutani, Nobuko. 1987. Intermediate Japanese. Japan : Bonjinsha

---, 1998. Minna no Nihongo I. Surabaya : PT. Lintas Budaya ---, 2002. Minna no Nihongo II. Surabaya : PT. Lintas Budaya Parera J.D. 1990. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga

_________ 1991. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga _________ 2004. Teori Semantik. Jakartra : Erlangga

Poeerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Suharso, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang : CV Widya Karya Salim, Peter. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta : Balai Pustaka Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan : USU Presss

Siregar, Bahren. U. 2006. Pengantar Linguistik Umum. Medan : Bahan Kuliah

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan : USU Press Sudjianto. 1996. Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri B. Jakarta : Kesaint Blanc ________ 2004. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta : Kesaint Blanc Suracmad, Winarno. 1998. Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung : Angkasa

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora Utama Press

Ullman, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : UGM Press