Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori .4 .1 Tinjauan Pustaka

.3 Ruang Lingkup Pembahasan Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri. Begitu pula bahasa Jepang yang memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam penggunaanya, terutama verba yang bersinonim. Verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi ‘jatuh’. Namun, apabila digunakan ke dalam kalimat ketiga verba tersebut berbeda pemakaiannya. Pengggunaanya juga harus disesuaikan dengan kondisi yang tepat dalam kalimat. Agar tulisan ini dapat terorganisir dengan baik, maka penulis membatasi masalah dengan hanya menganalisis verba ochiru, korobu, dan taoreru yang bermakna ‘jatuh’ dan bagaimana penggunaanya dalam kalimat bahasa Jepang. Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas verba ochiru sebanyak 5, verba korobu sebanyak 5, dan verba taoreru sebanyak 5, bahan yang dijadikan referensi dalam pencarian data adalah buku-buku teks berbahasa jepang seperti minna no nihongo, buku tata bahasa jepang dan buku-buku yang berhubungan dengan pelajaran bahasa jepang. Untuk mendukung penulisan, penulis juga akan membahas tentang semantik. Bahan yang diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan semantik dan juga teori-teori yang berhubungan dengan semantik.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori .4 .1 Tinjauan Pustaka

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Terkadang kita menggunakan bahasa bukan untuk menyampaikan isi pikiran kepada orang lain tetapi hanya ditujukan kepada diri sendiri, Universitas Sumatera Utara seperti saat berbicara sendiri baik yang dilisankan maupun hanya di dalam hati. Tetapi, yang paling penting adalah ide, hasrat, pikiran, dan kegiatan tersebut dituangkan melalui bahasa. Sutedi,2003:2 Linguistik adalah ilmu tentang bahasa, atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya Abdul Chaer, 1994:1. Linguistik merupakan ilmu yang objek pengamatannya adalah bahasa, bahasa yang merupakan alat komunikasi utama manusia. Sedangkan yang menjadi objek pokok linguistik adalah masalah dasar yang menyangkut bahasa, seperti hakekat atau sifat bahasa. Proses kerja bahasa, perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam bahasa Siregar, 2006:1 Dalam tata bahasa baku, kata diklasifikasikan menjadi 10 kelas kata. Beberapa diantaranya adalah meishi nomina, doushi verba, keiyoushi adjektiva I, keiyoudoushi adjektiva II, jodoushi verba bantu, dan lain sebagainya. Sudjianto, 2004:98. Ochiru, korobu, dan taoreru yang akan dibahas ini termasuk doushi verba. Verba ochiru, korobu, dan taoreru mempunyai hubungan kemaknaan. Dalam hal ini hubungan kemaknaan berhubungan dengan kesamaan makna atau sinonim. Berbicara makna kalimat berarti berbicara semantik. Semantik merupakan bidang Linguistik. Sehingga jelas yang digunakan adalah pendekatan linguistik. Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema kata benda yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menanda” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik, seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dalam Chaer 1994:60, yaitu terdiri dari 1 komponen yang Universitas Sumatera Utara mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan, 2 komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam lingu istik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik. Abdul Chaer, 2002:2 Verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang sama, tetapi berbeda cara penggunaanya dalam kalimat. Dalam hal ini ketiga verba tersebut memiliki kesamaan makna, atau yang disebut dengan sinonim. J.D Parera 2004:61 mengatakan dua ujaran- apakah dalam bentuk morfem terikat, kata, frase, atau kalimat yang menunjukkan kesamaan makna disebut sinonim atau bersinonim. Seperti yang dituturkan oleh A. Chaedar dalam Linguistik Suatu Pengantar menyatakan , beberapa kata leksem yang berbeda mempunyai arti yang sama, dengan perkataan lain beberapa leksem mengacu pada satu unit semantik yang sama. Relasi ini dinamai sinonim. Apabila kita cermati secara seksama bahwa bahasa Jepang kaya akan kosakata, selain itu dalam bahasa Jepang banyak juga kata yang memiliki bunyi ucapan yang sama tetapi ditulis dengan huruf kanji yang berbeda sehingga menunjukkan makna yang berbeda pula. Sudjianto, 2004:15. Dalam bahasa Jepang, berdasarkan urutannya verba berada diakhir kalimat. Verba adalah kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan, keadaan sesuatu, atau menjadi keterangan bagi kelas kata yang lain pada sebuah kalimat. Verba dalam bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara mengalami perubahan bentuk katsuyou tergantung pada kategori gramatikalnya antara lain tingkat kebahasaannya teineisa, bentuk positif dan negatif mitomekata, diatesis tai, aspek sou, kala atau tense jisei, dan modalitas hou. .4.2 Kerangka Teori Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mempergunakan teori-teori berdasarkan pendapat para pakar yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka. Penelitian ini akan membahas tentang makna yang terdapat pada verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat berarti ‘jatuh’. Namun sebenarnya dalam bahasa Jepang memiliki perbedaan makna yang berbeda dalam setiap konteks kalimat. Penelitian ini juga akan membahas cara pemakaian kata tersebut ke dalam kalimat bahasa Jepang. Dengan demikian penulis akan meneliti melalui pendekatan semantik yang membahas tentang makna. Wittgstein dalam J.D Parera 1990:18 mengungkapkan kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks, karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Makna tidak diluar kerangka pemakaiannya. Wittgstein juga memberi nasehat : “ jangan menanyakan makna sebuah kata, tanyakanlah pemakaiannya “. Lahirlah pengertian tentang makna. Makna sebuah ujaran ditentukan oleh pemakainya dalam masyarakat bahasa. Menurut Chaer 1994:59 makna itu terbagi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus jisho teki imi atau makna kata goi teki imi yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, bias juga dikatakan Universitas Sumatera Utara sebagai makna asli suatu kata sedangkan makna gramatikal yang dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat bunpou teki imi yaitu makna yang muncul akibat dari proses gramatikal.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian .5 .1 Tujuan Penelitian