Metode Pengumpulan Data Data Penelitian Analisis Koefisien Determinasi

b. Laporan tahunan annual report dan laporan keuangan tahunan financial report perusahaan yang terpilih menjadi sampel yang diperoleh dari www.idx.co.id.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode dokumentasi dengan mengumpulkan dan menganalisis data sekunder atau data untuk perusahaan sektor keuangan pada tahun 2011 hingga 2013 yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara yaitu internet dari Bursa Efek Indonesia melalui laporan tahunan dan laporan keuangan yang telah diaudit dan diterbitkan setiap tahunnya yang diunduh melalui situs www.idx.co.id.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi uji asumsi klasik yang dilakukan sebagai persyaratan hipotesis, descriptive statistic, dan pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 17. Berikut ini dijelaskan tahapan- tahapan pengujian dalam penelitian ini:

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif descriptive statistic memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata mean, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness Ghozali, 2006:29. Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut.

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

Ada empat macam uji asumsi klasik yang dipakai dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

3.7.2.1 Uji Normalitas

Menurut Ghozali, 2006:110 Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan baha nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk menguji normalitas, peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Kriteria pengujian yang digunakan adalah nilai p-value, apabila nilai p-value0,05, maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal, dan apabila jika p-value0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data tidak berdistribusi normal.

3.7.2.2 Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali, 2006:91 uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesame variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: a. Nilai R 2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel- variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. b. Menganalisis matrik korelasi varariabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya di atas 90, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen. c. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari 1 nilai tolerance dan lawannya 2 variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen mankah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregress terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1Tolerance. Nilai cut off yang umum dipaki untuk menunjukkjan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF10.

3.7.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali, 2006:105 uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidkasamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamtan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross section mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual Y prediksi – Y sesungguhnya yang telah di studentized. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan si bawah angka 0 pada sumbu Y, maka terjadi heteroskedastisitas.

3.7.2.4 Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali, 2006:95 uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series karena “gangguan” pada seorang individukelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individukelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data crosssection, masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena “gangguan” pada observasi yang berbeda berasal dari individu kelompok yang berbeda. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Cara menguji autokorelasi adalah dengan melihat model regresi linier berganda terbebas dari autokorelasi apabila nilai Durbin Watson berada dibawah angka 2.

3.7.3 Pengujian Hipotesis

Untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Adapun persamaaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai beikut: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + e Keterangan: a = Konstanta Y = Return on asset b 1 -b 3 = Koefisien regresi variabel independen X 1 = Proporsi dewan komisaris independen X 2 = Komite audit X 3 = Struktur Kepemilikan e = Standard error Atas dasar model regresi berganda di atas, maka dilakukan analisis dengan menggunakan langkah sebagai berikut ini:

3.7.3.1 Koefisien Determinasi R

2 Koefisien determinasi R 2 bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Nilai R Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square berkisar antara 0 sampai 1. Pada umumnya sampel dengan data deret waktu time series memiliki R Square maupun Adjusted R Square cukup tinggi diatas 0,5, sedangkan sampel dengan data item tertentu yang disebut data silang cross section pada umumnya memiliki R Square maupun Adjusted R Square agak rendah di bawah 0,5, namun tidak menutup kemungkinan data jenis cross section memiliki nilai R Square maupun Adjusted R square yang cukup tinggi.

3.7.3.2 Uji Parsial dengan T-Test

T-test bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual parsial terhadap variabel dependen. Hasil uji ini pada output SPSS dilihat pada tabel Coefficients. Nilai dari uji t-test dapat dilihat dari p- value pada kolom Sig. pada masing-masing variabel independen, jika p-value lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, atau t-hitung pada kolom t lebih besar dari t-tabel.

3.7.3.3 Uji Simultan dengan F-Test

Hasil F-test dapat dilihat dari hasil regresi pada tabel ANOVA. Hasil F-test menunjukkan variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen jika p- value pada kolom sig. lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, atau F hitung pada kolom F lebih besar dari F tabel. F tabel dihitung dengan cara df1=k-1, dan df2=n-k, k adalah jumlah variabel dependen dan independen. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik yang menggunakan persamaan regresi berganda. Analisis data dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan Microsoft Excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik, pengujian menggunakan regresi berganda dan diakhiri dengan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 16. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Objek penelitian ini adalah perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011 sampai dengan 2013, dimana jumlah perusahaan keuangan tersebut adalah 84 perusahaan. Dari jumlah tersebut, perusahaan yang memenuhi kriteria dalam pemilihan sampel tersebut adalah sejumlah 55 perusahaan.

4.2. Analisis Hasil Penelitian

4.2.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif descriptive statistic memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata mean, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness Ghozali, 2006:29. Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut. Statistik deskriptif dari variabel komisaris independen, komite audit, dan struktur kepemilikan yang diperoleh dari sampel perusahaan dalam periode pengamatan 2011-2013 disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation X1 165 .200 1.000 .51657 .129454 X2 165 .333 .750 .61273 .103653 X3 165 .000 .989 .41320 .371053 Y 165 -.025 .075 .02488 .018768 Valid N listwise 165 Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015 Berdasarkan dari tabel di atas, menunjukkan bahwa penelitian ini menggunakan sampel N sebanyak 165; 1. Variabel komisaris independen X1 mempunyai nilai minimum 0,2 dan nilai maksimum 1. Nilai rata-rata dari komisaris independen 0,516 dengan standar deviasi 0,129 menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel komisaris independen. 2. Variabel komite audit X2 memiliki nilai minimum 0,33 dan nilai maksimum 0,75. Nilai rata-rata dari komite audit 0,6127 dengan standar deviasi 0,10365 menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel komite audit. 3. Variabel struktur kepemilikan X3 nilai minimum 0,00 dan nilai maksimum 0,98. Nilai rata-rata dari struktur kepemilikan 0,4132 dengan standar deviasi 0,371 menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel struktur kepemilikan. 4. Variabel kinerja keuangan Y nilai minimum -0,025 dan nilai maksimum 0,075. Nilai rata-rata dari kinerja keuangan 1.3167 dengan standar deviasi 0,0248 menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel kinerja keuangan. 4.2.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.2.1 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan grafik berupa histogram dan P-Plot serta uji Kolmogorov Smirnov. Uji normalitas yang pertama dengan melihat grafik histogram berikut: Gambar 4.1 Grafik Histogram Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015 Pada tampilan grafik histogram diatas, menunjukkan bahwa grafik histogram tersebut berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari bentuk kurva yang memiliki kemiringan yang cenderung seimbang, baik sisi kanan dan sisi kiri atau kurva membentuk seperti lonceng. Uji normalitas yang kedua adalah dengan melihat grafik P- Plot berikut. Gambar 4.2 Normal P-Plot Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015 Dari hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik P- Plot , peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa tampilan pada grafik P-Plot memberikan pola yang terdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mendekati garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi secara normal. Uji normalitas yang ketiga dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov. Uji ini dilakukan untuk mengetahui distribusi suatu data secara normal. Uji Kolmogorov Smirnov menggunakan tingkat signifikansi 5, maka nilai asymp.sig 2- tailed di atas nilai signifikan 5 artinya variabel residual berdistribusi normal. Tabel 4.2 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 165 Normal Parameters a Mean .0000000 Std. Deviation .01727556 Most Extreme Differences Absolute .104 Positive .104 Negative -.068 Kolmogorov-Smirnov Z 1.330 Asymp. Sig. 2-tailed .058 a. Test distribution is Normal. Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015 Hasil analisis metode One Sample Kolmogorov-Smirnov, menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov dengan sampel N 165 sebesar 1,330 dan berada di atas signifikan 0,05 karena Asymp. Sig . 2-tailed 0,058 0,05, maka dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal.

4.2.2.2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari 1 nilai tolerance dan lawannya 2 variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1Tolerance. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari Value Inflation Factor VIF dan nilai Tolerance. Apabila nilai VIF 10, terjadi multikolinearitas. Sebaliknya, jika VIF 10, tidak terjadi multikolinearitas dan apabila nilai Tolerance 0,10 tidak terjadi multikolinearitas dan sebaliknya jika nilai Tolerance 0,10, maka terjadi multikolinearitas. Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients a Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 Constant X1 .997 1.003 X2 .987 1.013 X3 .988 1.012

a. Dependent Variable: Y Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

Masing-masing variabel independen memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1 yaitu variabel komisaris independen X1 dengan nilai tolerance 0,997; variabel komite audit X2 memiliki nilai tolerance 0,987; variabel struktur kepemilikan X3 memiliki nilai tolerance 0,988. Jika dilihat dari VIF, masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih kecil dari 10 yaitu untuk VIF komisaris independen 1,003; VIF komite audit 1,013; dan VIF struktur kepemilikan 1,012. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas.

4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dasar pengambilan keputusannya adalah: 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat dari scatterplot pada gambar 4.3. Gambar 4.3 Grafik Scatterplot Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015 Dari grafik scatterplot di atas dapat disimpulkan bahwa titik-titik tidak membentuk pola tertentu dan menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. dengan demikian, dpat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

4.2.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahn pengganggu pada periode t-1 sebelumnya Ghozali, 2006. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Uji yang digunakan untuk melihat autokorelasi dalam penelitian ini adalah Uji Durbin- Watson DW. Hasil uji Durbin Watson dapat dilihat pad atabel di bawah ini. Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 .391 a .153 .137 .017436 1.830 a. Predictors: Constant, X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015 Pada tabel 4.4 menunjukkan hasil Durbin-Watson sebesar 1,830. Pada signifikansi 0,05 5 dengan jumlah sampel 165 dan jumlah variabel independen 3 k=3, maka diperoleh nilai batas atas du 1,7825 dan nilai batas bawah dl 1,7085. Sesuai dengan syarat yang dikatakan data yang baik adalah data yang tidak mempunyai gejala autokorelasi dengan syarat du d 4 – du 1,7825 1,830 2,2175, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi positif atau negatif.

4.3 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi R square menunjukkan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependennya. Apabila nilai R Square berada di atas 0,5 dan mendekati 1 maka variabel-variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan. Sebaliknya, semakin kecil nilai R square, maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen semakin terbatas. Hasil koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .391 a .153 .137 .017436 a. Predictors: Constant, X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015 Nilai R pada tabel di atas menunjukkan tingkat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dari hasil olah data yang dilakukan, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,391 atau 39,1, artinya hubungan antara komisaris independen, komite audit, dan struktur kepemilikan adalah kurang kuat karena di bawah 50. Koefisien determinasi R square menggambarkan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependennya. Dari hasil perhitungan diperoleh R Square sebesar 15,3, artinya seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependennya hanya sebesar 15,3 sedangkan sisanya sebesar 84,7 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Nilai R square sebesar 15,3 menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas.

4.4 Analisis Regresi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 81 85

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 154 83

PENGARUH UKURAN DEWAN KOMISARIS, UKURAN DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, UKURAN KOMITE AUDIT DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN(Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

0 5 63

PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 2 87

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 7

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Agency Theory - Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 18

SKRIPSI PENGARUH KOMISARIS INDEPENDEN, KOMITE AUDIT, DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

0 0 12