BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Agency Theory
Teori keagenan Agency Theory adalah teori yang muncul akibat adanya hubungan antara stakeholder dengan manajer. Perbedaan peran di
antara keduanya menyebabkan suatu ketimpangan informasi. Dari ketimpangan informasi tersebut, satu pihak manajer dapat mengambil
keuntungan untuk diri mereka sendiri yang dapat merugikan pihak lainnya stakeholder. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa hubungan
keagenan adalah sebuah kontrak antara agent manajer dengan principal pemegang saham. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara
moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Terjadinya konflik
kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya
keagenan agency cost. Corporate governance
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, sehingga
diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan
menerima return atas dana yang telah mereka investasikan Sekaredi, 2011. Corporate governance juga berkaitan dengan bagaimana investor
dapat mengontrol manajer, sehingga para investor dapat mengetahui bagaimana kinerja manajer dalam meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan. Jika perusahaan menghasilkan keuntungan, maka investor akan mendapat pembagian keuntungan dalam bentuk dividen sehingga
dapat dikatakan bahwa jika kinerja keuangan perusahaan meningkat, maka keuntungan yang diterima investor juga akan meningkat.
Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam
hubungan keagenan, yaitu masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan prinsipal dan agen berlawanan dan merupakan suatu
hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat Eisenhardt, 1989.
Teori agensi dilandasi oleh tiga asumsi sifat manusia menurut Eisenhardt 1989 yaitu :
1 Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri, 2 Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang, dan 3
Manusia selalu menghindari resiko. Menurut pernyataan tersebut, dapat diasumsikan manajer sebagai
seorang manusia juga memiliki sifat yang mementingkan dirinya sendiri tanpa mempedulikan kepentingan manusia lainnya. Jika manajemen
memiliki seluruh atau sebagian saham perusahaan maka hal ini akan mempengaruhi manajemen dalam menjalankan perusahaan. Manajemen
akan lebih termotivasi karena mempunyai kepentingan dan rasa memiliki dalam perusahaan. Hal ini yang membuat kepemilikan manajerial akan
mempengaruhi kinerja perusahaan. Adanya komisaris independen juga
dapat memicu manajemen untuk bekerja lebih baik. Hal ini dikarenakan bahwa komisaris independen mempunyai kepentingan atas perusahaan
sehingga komisaris independen harus melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang dijalankan oleh manajemen. Begitu juga dengan
komite audit yang memiliki tugas untuk memonitor kinerja keuangan perusahaan dan mempengaruhi keputusan manajer. Komite audit
mendorong terjadinya interaksi antara manajemen dengan auditor eksternal, termasuk mengenai estimasi akuntansi, penilaian terhadap
manajemen, dan ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor eksternal, sehingga dengan adanya komite audit dapat menjadi penengah
diantara keduanya yang akan membantu manajer dalam pengambilan keputusan Ningrum, 2012.
2.1.2 Good Corporate Governance