Core Binding Factor Alpha Cbfa 1 Tipe I post manopausal Single Photon Absorptiometry SPA Dual Photon Absorptiometry DPA

1.1. Bone Morphogenic Proteins BMPs

Suatu kelompok protein yang disebut Bone Morphogenic Proteins BMPs menarik mesenchymal stem cell MSC untuk memulai proses diferensiasi menjadi sel osteoblas yang matang. BMP’s tidak bekerja secara langsung terhadap stem sel mesenkim mesenchymal stem cell [MSC], tetapi bekerja dengan cara mengaktifkan gen yang lain. 29,30,31

1.2. Core Binding Factor Alpha Cbfa 1

Cbfa 1 merupakan faktor transkripsi yang penting bagi diferensiasi MSC menjadi sel osteoblas yang matang. Cbfa 1 dieksresikan pada osteoblas dan juga terlibat dalam diferensiasi kondrosit. Kondrosit juga diturunkan dari sel mesenkim dan terlibat dalam proses pembentukan tulang. Cbfa 1 mengaktifkan transkripsi dari beberapa gen yang terlibat pada fungsi tulang, terutama zat ini akan berikatan pada daerah promotor dari gen osteokalsin. Osteokalsin adalah protein yang disekresikan dari osteoblas dan dapat memiliki efek penghambat pada fungsi osteoblas. 29,30,31

1.3. Osterix Osx

Osterix merupakan protein yang diperlukan pada diferensiasi osteoblas yang bekerja di bawah Cbfa1 eksresi osterix memerlukan Cbfa1 bukan sebaliknya. Osterix adalah zink yang mengandung faktor transkripsi dan terdapat pada tulang yang sedang berkembang. 29,30,31

2. Pembentukan Osteoklas dan Fungsinya.

Sel osteoklas juga terbentuk dari sel prekursor yang kemudian berdiferensiasi menjadi sel osteoklas matang. Sel prekursor adalah stem sel hematopoetik yang disebut monosit. Osteoklas mengabsorbsi tulang dengan cara menempel pada Universitas Sumatera Utara permukaan tulang dan menurunkan pH sekelilingnya sehingga mencapai kadar asam sekitar 4,5. Mineral tulang kemudian menjadi larut dan kolagen menjadi pecah. 29,30,31 Diferensiasi dan fungsi osteoklas terutama diatur dengan: 30,31

1. Macrophage Colony-Stimulating Factor M-CSF

Macrophage Colony-Stimulating Faktor M-CSF diperlukan untuk kelangsungan dan diferensiasi prekursor osteoklas. Zat ini dibentuk oleh sel osteoklas. M-CSF membantu diferensiasi osteoklas dengan cara berikatan pada reseptornya c-Fms pada awal prekursor osteoklas. Ketiadaan 1v1-CSF akan menyebabkan terhentinya diferensiasi pada tahap preosteoklas. 30,31

2. Receptor for Activation of Nuclear Factor Kappa 8 Ligand RANKL

RANKL merupakan reseptor yang berada pada permukaan sel prekursor osteoklas. RANKL diekspresikan pada permukaan sel osteoblas dan berikatan dengan merupakan suatu ligand RANKL. Pengikatan RANKL ke RANKL menyebabkan diferensiasi dan pematangan sel prekursor osteoklas menjadi sel osteoklas matang. Ikatan ini menghasilkan suatu kaskade, yaitu aktivasi Nuclear Factor Kappa B NF-Kappa B, sesuai dengan namanya. Ketiadaan NF-Kappa g dapat menyebabkan penyakit tulang berupa osteoporosis. 30,31

3. Osteoprotegerin OPG

Osteoprotegerin OPG dibentuk oleh osteoblas seperti halnya sejumlah jenis sel lainnya dan menghalangi pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang. Zat ini juga berkaitan dengan RANKL Receptor for Activation of Nuclear Faktor Kappa 8 Ligand, Ketika OPG berikatan dengan RANKL maka ini akan mencegah RANKL Universitas Sumatera Utara berikatan dengan RANKL, sehingga menyebabkan hambatan terhadap pembentukan osteoklas. 30,31

2.1.5. KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis diklasifikasikan atas: 26,32

1. Osteoporosis primer

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko meliputi merokok, aktifitas, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium yang rendah. 26,32

a. Tipe I post manopausal

Terjadi 5-20 tahun setelah menopause 55-75 tahun. Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles fraktur, dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut. Dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen. 26,32

b. Tipe II senile

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan. tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut. 26,32

2. Osteoporosis sekunder

Dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi gangguan tiroid hiperparatiroidisme, hipertirodisme, multipel mieloma, gagal ginjal kronis, malnutrisi, pemakaian kortikosteroid yang lama. 26,32 Universitas Sumatera Utara

2.1.6. PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya kerusakan dari arsitektur tulang sehingga terjadi peningkatan kerapuhan tulang yang dapat menyebabkan mudah terjadi fraktur. Massa tulang yang berkurang akan membuat tulang semakin tipis dan rapuh sehingga mudah patah pada trauma yang ringan. 33 Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya saat dewasa sekitar umur 30 tahun kemudian menurun sesuai pertambahan umur, kemudian terjadi keseimbangan antara aktivitas osteblastik dan osteoklastik pembentukan dan resorpsi tulang. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh hormon estrogen, paratiroid dan kalsitriol. 33 Pada pasca menopause, terjadi penurunan estrogen yang dapat menyebabkan meningkatnya resorpsi tulang, dan diduga berhubungan dengan peningkatan sitokin. Resorpsi tulang tersebut akan meningkatkan kadar kalsium dalam darah dan menyebabkan penekanan terhadap hormon paratiroid. Kadar hormon paratiroid yang rendah sering dijumpai pada penderita osteoporosis, yang juga akan menurunkan kadar 1,25 dehydroxy vitamin D kalsitriol, sehingga penyerapan kalsium jadi menurun. 20,33 Telah banyak diketahui bahwa osteoporosis pasca menopause menunjukkan bahwa ada gangguan penyerapan kalsium serta rendahnya kadar 1,25 Dehydroxy vitamin D dalam darah. 2,20,33 Faktor-faktor yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium pada usus adalah. 33 • Vitamin D Universitas Sumatera Utara • Hormon paratiroid • Diet rendah Kalsium • Enzim dan cairan garam empedu • Menyusui • Kehamilan • Laktosa • Estrogen • Alkalosis Faktor faktor yang dapat menurunkan penyerapan kalsium adalah. 33 • Pertambahan umur • Glukokortikoid • Hormon Tiroid • Diet fosfat yang berlebihan • Asam lemak yang berlebihan • Defisiensi magnesium • Reseksi lambung • Asidosis metabolik • Obat-obat Thiazide Universitas Sumatera Utara Selain di usus, penyerapan kalsium juga terjadi dilakukan oleh resorpsi dalam tubulus ginjal, baik secara interselular maupun transelular. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resorpsi di tubulus ginjal antara lain: 33 • PTH • Kalsitonin • Estrogen • Vitamin D • Alkalosis Sedangkan yang dapat menurunkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal adalah: 33 • Glukokortikoid • Mineralokortikoid • Renal tubular disorder • Magnesium Infusion • Diuretik • Asidosis • Imobilisasi yang lama

2.1.7. FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS

Terdapat dua macam faktor resiko terjadinya osteoporosis yaitu faktor resiko yang dapat dikendalikan dalam hal ini adalah jumlah kalsium yang kita konsumsi untuk membentuk tulang dan faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan Universitas Sumatera Utara berkurangnya massa tulang seiring dengan bertambahnya usia. Lokasi fraktur yang paling sering terjadi adalah pada pinggul dan tulang belakang. 34,35,36 Beberapa faktor resiko antara lain : 1,6,8,34,35,37,38 1. Faktor genetik : Apabila ada sejarah osteoporosis dalam keluarga, 60-80 kemungkinan akan menderita osteoporosis. 2. Jenis kelamin wanita : 80 penderita osteoporosis adalah wanita. 3. Masalah medis kronis: Individu dengan asma, diabetes, hipertiroidisme, penyakit liver, atau reumatoid artritis akan meningkat resiko terjadinya osteoporosis. 4. Defisiensi hormon : Menopause pada wanita dan penanganan medis tertentu pada pria dapat mengakibatkan defisiensi hormon estrogen dan androgen yang merupakan penyebab utama osteoporosis pada pria dan wanita. 5. Alkohol : Konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya osteoporosis. 6. Merokok : Dari beberapa penelitian, merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya fraktur tulang betakang pada pria dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan pria yang tidak merokok. 7. Kurangnya olahraga : Tulang memerlukan stimulasi latihan untuk mempertahankan kekuatannya. Tanpa latihan tulang akan kehilangan densitas dan menjadi lemah. Universitas Sumatera Utara 8. Faktor lain : Seperti kelainan makanan, berat badan yang rendah, jumlah kalsium yang rendah dalam makanan, menopause dini, absennya periode menstruasi amenorea dan penggunaan obat-obat seperti steroid dan antikonvulsan yang juga merupakan faktor osteoporosis. Glukokortikoid juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas tulang.

2.1.8. FAKTOR LAIN YANG TERLIBAT DALAM OSTEOPOROSIS 1. Hormon Paratiroid Parathyroid Hormone

Hormon paratiroid merupakan suatu polipeptida asam amino, yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid terdiri 4 struktur kecil yang terletak di belakang kelenjar tiroid. Hormon paratiroid merangsang resorpsi tulang sehingga terjadi peningkatan kadar kalsium darah. Hormon paratiroid tidak dapat berikatan erat dengan reseptor pada osteoklas, sehingga tidak dapat mempengaruhi secara langsung perilaku osteoklas. Tetapi hormon ini dapat berikatan dengan reseptor pada sel osteoblas, yang dapat menstimulasi pembentukan tulang. Telah dipercaya bahwa ikatan antara hormon paratiroid dengan sel osteoblas menghasilkan peningkatan ekspresi RANKL, sehingga secara tidak langsung terjadi peningkatan aktivitas osteoklas. 8,20,30,39,40,41

2. Estrogen

Pada wanita menopause terjadi penurunan kadar hormon estrogen sehingga terjadi peningkatan resorpsi tulang. Kadar estrogen yang menurun pada wanita yang telah menopause, menghasilkan peningkatan resorpsi tulang. Keadaan ini disebabkan adanya peningkatan dalam jumlah osteoklas. Estrogen secara langsung Universitas Sumatera Utara atau pun tidak langsung dalam pengaturan jumlah molekul yang memiliki efek pada osteoklas. 8,20,30,39,40,41

3. Kalsium

Untuk membentuk tulang dibutuhkan kalsium dalam jumlah yang besar. Jumlah kalsium yang besar digunakan untuk membentuk tulang. Bahkan 99 kalsium dalam tubuh terdapat dalam bentuk tulang yang disimpan dalam bentuk Ca3POa2. Walaupun suplemen, kalsium dianjurkan untuk mencegah atau memperlambat . terjadinya osteoporosis, tetapi kegunaannya terbatas. Kalsium tidak diserap dengan mudah, ketika diberikan dalam bentuk kalsium karbonat, yang merupakan bentuk paling sering digunakan dalam suplemen. Kalsium dalam susu mungkin merupakan cara yang paling efekif dalam meningkatkan kadar kalsium. Tetapi pilihan ini akan sulit dilakukan pada orang-orang dengan intoleransi laktosa. Kalsium karbonat tidak larut dalam air, tetapi dalam cairan asam mungkin dapat diserap lebih baik. Juga kalsium glukonat dan kalsium laktat dapat diserap lebih baik. 8,20,30,39,40,41

4. Kalsitonin

Kalsitonin merupakan hormon polipeptida asam amino 32 yang dapat menghambat resorpsi dengan cara menghalangi aktivitas osteoklas. Kalsitonin diproduksi oleh sel tiroid. Sel-sel ini melepaskan kalsitonin ketika kadar kalsium darah meningkat. Sel-sel tulang merespon kalsitonin dengan cara memindahkan kalsium dalam darah dan menyimpannya dalam tulang, sementara sel ginjal akan membantu meningkatkan ekskresi. 8,20,30,39,40,41

5. Vitamin D Kalsitrol

Universitas Sumatera Utara Bentuk aktif vitamin D dikenal sebagai kalsitrol. Vitamin D bekerja meningkatkan jumlah kalsium yang diserap oleh usus. Vitamin D merangsang menginduksi osteoblas untuk memproduksi RANKL. Salah satu prekursor vitamin D adalah kalsitrol, yang dibentuk oleh kulit ketika terpapar matahari. Hormon paratiroid diperlukan sebagai langkah terakhir dalam pembentukan vitamin D. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan kelainan bentuk tulang pada anak-anak yang dikenal sebagai Ricket. Pada orang dewasa kekurangan vitamin D akan menyebabkan kelemahan pada tulang sehingga terjadi osteomalasia. Dosis harian vitamin D yang diberikan adalah 700 hingga 800 IU. 8,9,20,30,39,40,41

6. Leptin

Leptin adalah hormon yang dibentuk oleh sel lemak yang dilepaskan dalam darah, jumlah leptin yang dilepaskan dalam darah tergantung dari jumlah lemak tubuh yang ada. Leptin kemudian dibawa ke otak kemudian berikatan dengan neuron hipotalamus. Salah satu efek dari leptin adalah kekurangan nafsu makan dan meningkatkan kegunaan energi tubuh. Obesitas kadang-kadang disebabkan adanya resistensi terhadap efek penurunan nafsu makan dari leptin. Orang yang kelebihan berat badan cenderung tidak banyak mengalami osteoporosis untuk jangka waktu yang lama dan tidak diketahui sebabnya. Akhir-akhir ini ditemukan adanya hubungan antara leptin dan penurunan masa tulang. 30,38,40,41,42

7. Interferon beta

Pada april 2002 kelompok Tadatsugu taniguchi dari Universitas Tokyo menyajikan bukti keterlibatan interferon beta pada diferensiasi osteoklas. Mereka mengajukan bukti bahwa osteoklas dapat berpengaruh terhadap diferensiasi sendiri dan fungsi pada mekanisme umpan balik negatif. Trankripsi faktor c-Fos yang Universitas Sumatera Utara diaktifkan oleh RANKL telah lama diketahui. Kelompok Taniguchi percaya bahwa c-- Fos dapat secara langsung mengaktifkan ekspresi dari gen. Interferon beta dapat menyebabkan penurunan kadar c-Fos sehingga mendesak fungsi osteoklas. 30,38,40,41,42

8. Vitamin K

Osteokalsin memerlukan tambahan kelompok karboksil agar dapat menjadi aktif dan vitamin K diperlukan agar karboksil dapat ditambahkan. Osteokalsin adalah protein yang disekresikan dari sel osteoblas dan dapat memiliki efek pada fungsi osteoblas. Secara umum, vitamin K membantu pembentukan tulang dan dapat menurunkan resorpsi lemak. 30,38,40,41,42

9. Faktor pertumbuhan Growth Factor

Faktor pertumbuhan merupakan protein yang terlibat dalam replikasi, diferensiasi dan fungsi sel. Banyak dari mereka yang memiliki peran penting dalam tulang. Di bawah ini adalah yang paling penting: 30,38,40,41,42 • Insulin -Like Growth Faktor-I IGF-Idan IIIGF-II- keduanya terlibat dalam pembentukan tulang. • Transforming Growth Faktor Beta TGF-B-terlibat dalam pembentukan tulang dan resorbsi.

10. Apoliprotein E

Apoliprotein E adalah protein yang diperlukan dalam pertumbuhan lipoprotein dengan kepadatan sangat rendah Very Low-Density Lipoprotein [VLDL] dan lipoprotein dengan kepadatan tinggi High Density Lipoprotein [HDL]. Salah satu variasi gen Apoliprotein E Apoliprotein E4 yang telah diketahui, memiliki kaitan Universitas Sumatera Utara untuk meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis. Hal ini belum diketahui mengapa, tetapi hal itu mungkin berkaitan dengan kadar vitamin K. 30,38,40,41,42 Universitas Sumatera Utara

2.1.9. GEJALA-GEJALA PENGEROPOSAN TULANG

Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena pengeroposan tulang terjadi secara progresif selama beberapa tahun tanpa disertai dengan adanya gejala. Beberapa gejala yang terjadi umumnya baru muncul setelah mencapai tahap osteoporosis lanjut. Gejala-gejala umum yang terjadi pada kondisi osteoporosis adalah : fraktur tulang, postur yang bungkuk Toraks kifosis atau Dowagers hump, berkurangnya tinggi badan, nyeri pada punggung, nyeri leher dan nyeri tulang. 6,30,38 Fraktur yang terjadi pada leher femur dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan mobilitas penderita baik yang bersifat sementara maupun menetap. Fraktur pada distal radius akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan kekuatan genggaman, sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi gerak. 2,2, Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebra adalah nyeri punggung, penurunan gerak spinal dan spasme otot di daerah fraktur. Semua keadaan di atas menyebabkan adanya keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. 2,6,27,34

2.1.10. DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Oleh karena penyediaan DEXA dan pemeriksaan laboratorium masih sangat terbatas maka untuk menegakkan diagnosis osteoporosis pemeriksaan klinis berupa anamnesis yang luas dan pemeriksaan fisik yang teliti masih merupakan pegangan. 4,9 Anamnesis meliputi keadaan kesehatan, aktivitas sehari-hari, pemakaian obat-obatan, riwayat merokok dan minum alkohol dan penyakit-penyakit sebagai faktor predisposisi misalnya penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit endokrin, Universitas Sumatera Utara defisiensi vitamin D atau kurang terpapar sinar matahari, penyakit saluran cerna, penyakit reumatik, riwayat haid menopause dan lain-lain. 4,9 Pemeriksaan fisik dengan melihat pada tulang vertebra dengan melihat adanya deformitas kiposis, nyeri, tanda-tanda fraktur, adanya fraktur, penurunan tinggi badan dan adanya tanda-tanda penyakit yang dijumpai pada anamnesis. 4,9 Pemeriksaan fisik hendaknya menyeluruh, misalnya pembesaran tiroid pada pasien dengan sangkaan parathyroidism. Fraktur adalah merupakan manifestasi lanjut dari osteoporosis. Daerah yang sering mengalami fraktur adalah vertebra, pergelangan tangan, colum femoris clan proksimal humerus. Munculnya Dowagers Hump curvatura punggung pada pasien tua menunjukkan adanya fraktur multipel pada vertebra dan adanya penurunan volume tulang. 4,9 Aktivitas tubuh yang kurang apalagi sejak usia muda cenderung menimbulkan osteoporosis. Orang yang pekerjaannya selalu dalam posisi duduk lebih sering menderita osteoporosis dibandingkan orang yang selalu sibuk dan sering bergerak. Wanita pasca menopause berumur 60 tahun sering kali disertai adanya osteoporosis. 4,9

2. Pemeriksaan Densitometri Tulang

DEXA Dual Energy X-ray Absorbsimetry masih merupakan pemeriksaan gold standart untuk mendiagnosis osteoporosis. Dengan bone mass densitometri atau bone mineral content suatu kelompok kerja WHO yang telah membuat suatu klasifikasi yang praktis sebagai berikut: 1,2,4,8,9,20,33,37 • BMD orang normal BMD diatas -1 SD rata-rata nilai BMD orang dewasa muda normal T-score Universitas Sumatera Utara • BMD rendah osteopenia BMD antara -1 SD sampai -2,5 SD • Osteoporosis BMD -2,5 SD • Osteoporosis Berat BMD ≤ -2,5 SD disertai adanya fraktur Klasifikasi tersebut di atas sebenarnya hanya ingin memberikan peringatan bahwa derajat bone mineral density tertentu, seseorang menunjukkan resiko untuk mengalami fraktur. Semakin rendah densitas mineral tulang maka semakin besar resiko untuk mengalami fraktur. 1,2,4,8,9,20,33,37 Tidak semua daerah, maupun rumah sakit di Indonesia dilengkapi dengan fasilitas DEXA dan jikapun ada biaya untuk pemeriksaan dengan alat ini cukup mahal. Dengan adanya hambatan tersebut di atas maka dicoba untuk mencari alternatif pemeriksaan yang mungkin lebih sederhana lebih murah dan tepat sebagai petunjuk adanya osteoporosis. Beberapa alat yang dipakai adalah: 13,16,33,43 • Quantitative Computed Tomography • Peripheral QCT • Ultrasonometry Prinsip dasar Densitometri Penilaian dan pengukuran densitas tulang Bone mineral density test merupakan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif. Densitas tulang dilaporkan dalam satuan mgcm 2 . WHO membagi densitas tulang ke dalam : a lebih dari 833 mgcm 2 adalah normal. b antara 648-833 mgcm 2 adalah dimasukkan kedalam osteopenia, sedangkan c kurang dari 648 mgcm 2 adalah osteoporosis. Hasil pemeriksaan densitometri dapat dibaca dalam bentuk T-score. 4,13,16,43 Selain untuk diagnosis awal osteoporosis, densitometri juga dapat dipergunakan untuk follow up pasca pengobatan. Banyak metode yang telah Universitas Sumatera Utara diperkenalkan dan semuanya berada dalam ruang lingkup radiologi mulai dari pemanfaatan radio isotop SPA dan DPA, X-ray DEXA, CT scaning QCT clan bahkan yang terakhir adalah penggunaan ultrasonografi yang paling belakangan diakui oleh FDA, dan Bone Sonometer tahun 1998. Tehnik yang sering paling sering digunakan adalah dengan dual-energy x-ray absorptiometry DEXA, dan tehnik ini lebih sensitif dan akurat dalam menilai densitas mineral tulang. 4,13,16,43 Empat metode tersebut yang diukur adalah tingkat kepadatan mineral tulang Bone mineral density. Pemeriksaan densitometri tersebut bersifat non invasif dengan akurasi dan presisi yang tinggi. 44 Tipe pemeriksaan densitas mineral tulang. 44 ƒ DEXA Dual Energy X-ray Absorptiometry, mengukur tulang belakang, panggul atau total tubuh. ƒ pDEXA peripheral Dual Energy X-ray Absorptiometry, mengukur pergelangan, tumit. atau jari. ƒ SXA single Energy X-ray Absorptiometry, mengukur pergelangan atau tumit ƒ QUS Quantitative Ultrasound menggunakan gelombang suara untuk mengukur densitas pada tumit dan lutut. ƒ QCT Quantitative Computed Tomography, banyak digunakan pada pemeriksaan tulang belakang. ƒ pQCT Peripheral Quantitative Computed Tomography mengukur persendian. ƒ RA Radiographic Absorptiometry, menggunakan x-ray pada tangan dan metal kecil untuk menghitung densitas tulang. Universitas Sumatera Utara ƒ DPA Dual Photon Absorptiometry, mengukur tulang belakang, panggul atau total tubuh. ƒ SPA Single Photon Absorptiometry, mengukur pergelangan.

a. Single Photon Absorptiometry SPA

Alat ini memanfaatkan isotop yang dengan poton monoenergic biasanya 1- 125. Tulang yang dijadikan tempat pengukuran adalah tulang-tulang di perifer pada 13 distal os radius. 10,13,35,39 Tidak sensitif untuk melihat perubahan pada tulang trabekular dimana destruksi pada tulang trabekular lebih tinggi dibanding tulang kortikal. Keuntungan utama SPA adalah relatif lebih mudah dan adekuat untuk melihat penurunan massa korteks tulang. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan berkisar sekitar 10-15 menit, dengan tingkat presisi 1-2 clan paparan radiasi 2-5 mrem. 10,13,35,39

b. Dual Photon Absorptiometry DPA

Dengan alat ini tulang yang dinilai adalah tulang axialsentral yaitu tulang vertebra lumbal. Berbeda dengan SPA, sistem ini memakai isotop 2 energi, yaitu dengan radio nuklir, Gadolinium-153. Dari banyak laporan, pengukuran dengan DPA, terlihat hasil lebih efektif untuk menentukan ada tidaknya osteoporosis pada kasus yang diperiksa. Metode ini mempunyai nilai presisi 1,1-3,7 dan akurasi 90- 97. Mampu mengukur material radio-opak yang dilalui oleh sinar misalnya osteofit, perkapuran dalam aorta atau ligamen. Karena harganya yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama dalam pemeriksaan, alat ini tidak digunakan untuk Universitas Sumatera Utara penjajakan rutin. Waktu peneraan alat ini 20-45 menit dengan paparan radiasi 5-10 mrem. 10,13,35,39

c. Dual X-ray Absorptiometry DEXA