Perbandingan Stabilitas Dinar Emas, Dirham Perak, dan Dolar AS

57 harga perak mulai mengalami kenaikan kembali dengan cepat hingga mencapai 17.67 US per ounce pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010. lihat grafik 4.2 Lebih cepatnya peningkatan harga perak dibandingkan dengan harga emas beberapa tahun beberapa belakangan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya permintaan di pasar dunia. Permintaan dunia terhadap perak telah melebihi produksi tahunan semenjak tahun 1990 yang berakibat pada terkurasnya cadangan perak yang ada http:www.monex.comwhy silver_market.html.

4.5. Perbandingan Stabilitas Dinar Emas, Dirham Perak, dan Dolar AS

Hasil perhitungan koefisien variasi dinar emas, dirham perak dan dolar AS dalam denominasi rupiah disajikan dalam tabel 4.1. dibawah ini: Tabel 4.1. Koefisien Variasi Nilai Tukar Dinar Emas, Dirham Perak, dan Dolar AS Dalam Denominasi Rupiah, Ringgit Malaysia, dan Dolar Singapura Denominasi Periode Dinar Emas Dirham Perak Dolar AS Rupiah Jan 2006- Apr 2010 3.066 2.986 7.996 Ringgit Malaysia Jan 2006- Apr 2010 2.359 3.050 4.593 Dolar Singapura Jan 2006- Apr 2010 2.236 2.770 3.792 Rata-rata 2.553 2.935 5.460 Sumber : Hasil Perhitungan Sendiri 58 Berdasarkan data koefisien variasi tersebut dapat ditarik beberapa catatan yaitu : a Dalam denominasi rupiah, nilai tukar dirham perak memiliki koefisien variasi terkecil yaitu 2.986 persen, kemudian koefisien variasi dinar emas terhadap rupiah 3.066 persen dan koefisien variasi dolar AS terhadap rupiah 7.996 persen. Artinya, volatilitas atau naik turunnya nilai tukar dirham perak relatif lebih kecil dibandingkan dengan volatilitas nilai tukar dirham perak dan dolar AS dalam denominasi Rupiah. b Dalam denominasi ringgit Malaysia, nilai tukar dinar emas memiliki koefisien variasi lebih kecil yaitu sebesar 2.359 persen, kemudian nilai tukar dirham perak 3.050 persen, sedangkan nilai tukar dolar AS memiliki koefisien variasi paling besar yaitu 4.593 persen. Dengan demikian, nilai tukar dinar emas lebih stabil dibandingkan nilai tukar dirham perak dan nilai tukar dolar AS. c Dalam denominasi dolar Singapura, pola perbandingannya mengikuti pola denominasi ringgit Malaysia. Dimana nilai tukar dinar emas lebih stabil dengan koefisien variasi terkecil yaitu 2.236 persen, kemudian diikuti oleh dirham perak dengan koefisien variasi 2.770 persen, dan dolar AS dengan koefisien variasi 3.792 persen. d Apabila dirata-ratakan, maka nilai koefisien variasi nilai tukar dinar emas adalah paling kecil yaitu 2.553 persen, selanjutnya diikuti oleh koefisien variasi nilai tukar dirham perak sebesar 2.935 persen, dan dolar AS dengan koefisien variasi 5.460 persen. Artinya, secara rata-rata fluktuasi 59 nilai tukar dinar emas relatif lebih kecil dibandingkan dengan fluktuasi nilai tukar dirham perak dan dolar AS. e Berdasarkan nilai koefisien diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan dinar emas dalam perdagangan internasional memiliki potensi lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan dirham perak dan dolar AS karena tingkat pergerakan nilai tukarnya relatif lebih stabil. Hasil perhitungan ini sejalan dengan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Rashid, Siswantoro dan Brozovsky 2002 dan Rosnah 2003. Sebagaimana telah dijelaskan didepan, Rashid dkk. juga menemukan koefisien variasi dinar emas lebih kecil dibandingkan dengan koefisien uang fiat yang dalam hal ini diwakili oleh euro, poundsterling, dan yen yang diukur dalam dolar. Artinya, dinar emas lebih stabil dibandingkan dengan uang fiat. Sementara itu, Rosnah yang menghitung koefisien variasi secara tahunan dalam periode 1995-2002 juga menemukan pergerakan harga emas lebih stabil dibandingkan dengan harga poundsterling, euro, dan yen pada tahun 1995. Akan tetapi perlu dicermati disini bahwa : a Penelitian Rashid, dkk. 2002 dan Rosnah 2003 menggunakan dolar AS sebagai ukuran denominasi, sementara penelitian yang penulis lakukan mneggunakan rupiah, ringgit malaysia, dan dolar singapura sebagai ukuran denominasi. 60 b Data nilai tukar yang digunakan oleh Rashid, dkk. 2002 dan Rosnah 2003 adalah dalam bentuk nominal. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk riil. Kestabilan nilai tukar suatu mata uang tidak hanya dapat dilihat perbandingannya dangan nilai tukar mata uang lain, tetapi bisa juga ditinjau dari kestabilan daya belinya untuk mendapatkan berbagai komoditas lainnya. Daya beli merupakan faktor yang sangat penting dari satu mata uang. Walaupun nilai nominal atau jumlah uang yang dimiliki bertambah banyak, namun jika daya belinya merosot dengan tajam, maka tidak ada manfaat bagi orang yang memilikinya. Menurut Saidi 2003:56, harga emas dan dan dinar memang berubah-ubah mengikuti harga pasar. Tetapi, perubahan tersebut mengikuti nilai nominal uang kertas. Dinar sebenarnya tidak mengenal nilai nominal, karena nilainya ditentukan oleh nilai intrinsik yang dimilikinya. Oleh karena itu, hal yang relevan untuk memahami nilai tukar dinar bukan soal harga emas itu, melainkan nilai yang disimpannya yang dicerminkan oleh nilai tukar dinar tesebut terhadap komoditas lain. Sementara itu, menurut Iqbal 2007:56-57 telah menghitung koefisien korelasi coefficient of correlation untuk mengetahui keeratan hubungan pola perkembangan harga emas dengan perkembangan harga minyak bumi dari tahun 1946 sampai 2006. Angka koefisien korelasi yang didapat adalah +0.88, artinya uang yang dibuat dari emas, dalam hal ini dinar akan mempunyai daya beli yang stabil terhadap minyak mentah. Sedangkan harga minyak mentah 61 dalam dolar AS telah mengalami kenaikan sekitar 40 kali lipat dalam masa 60 tahun terakhir. Apabila yang digunakan data indeks harga emas dan perak periode 1970-2004, koefisien korelasi yang positif dengan indeks harga bahan pangan masing-masingnya adalah 0.56 dan 0.64. Demikian juga dengan indeks harga minyak mentah yang masing-masingnya menunjukkan angka koefisien korelasi sebesar 0.75 dan 0.69. Sementara itu, dolar AS mempunyai koefisien korelasi yang negatif terhadap indeks harga bahan pangan dan minyak mentah masing-masing dengan angka -0.05 dan -0.44. Angka-angka koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa emas dan peraklah yang selalu mampu mengimbangi fluktuasi atau naik turunnya harga bahan pangan maupun kebutuhan esensial lainnya dari waktu ke waktu, bukan uang dolar AS atau uang fiat lainya. lihat Iqbal, 2007:57-58. Mengapa emas bisa lebih terjaga daya belinya dibandingkan dengan daya beli mata uang kertas. Jawabannya menurut Iqbal 2007:58 adalah sebagai berikut: a Ketersediaan emas di seluruh dunia yang terakumulasi sejak pertama kali manusia menggunakannya sampai sekarang diperkirakan hanya sekitar 130.000 sampai 150.000 ton. Peningkatan per tahun hanya sekitar 1.5 - 2.0 . Ini cukup dan tidak berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia di seluruh dunia yang jumlah penduduknya tumbuh sekitar 1.2 persen pertahun. 62 b Emas tidak bisa rusak atau dirusak. Emas memang bisa dirubah bentuknya dari keping uang emas menjadi perhiasan yang dicampur bahan lain seperti perak, tembaga, dan lain sebagainya, namun apabila dilebur perhiasan tersebut dan dipisahkan campurannya, maka akan didapatkan kembali emas yang asli dalam jumlah yang sama. c Kepadatannya sangat tinggi sehingga mudah disimpan. Seluruh emas di dunia yang seberat 150.000 ton itu dapat disimpan dalam satu kolam renang yang besar. d Emas mudah dibentuk, dibagi dan dipecah kecil-kecil sehingga memudahkan untuk menggunakannya sebagai alat tukar dengan cara yang paling primitif sekalipun. Sementara itu, relatif tidak stabilnya nilai tukar uang fiat antara lain disebabkan oleh adanya kecenderungan peningkatan jumlah uang beredar yang dapat mempengaruhi nilai tukar. Pertumbuhan penawaran uang yang sedang berkembang saat ini cenderung tidak terkendali karena diberlakukannya sistem cadangan minimum dan tingkat bunga. Bank-bank umum diwajibkan oleh bank sentral untuk menyimpan sebagian dana pihak ketiga sebagai cadangan. Hal inilah yang disebut sebagai kewajiban cadangan terbatas fractional reserve requirement. Pada umumnya porsi cadangan yang disyaratkan kurang dari 100 persen. Jika cadangan yang diwajibkan adalah 10 persen, maka dari simpanan nasabah sebesar Rp. 1. 000, bank hanya diwajibkan menyisihkannya sebagai cadangan sebesar Rp. 100, sedangkan sisanya dapat dipinjamkan kepada pihak 63 lain. Simpanan deposit awal sebesar Rp. 1.000 akan memungkinkan sektor perbankan untuk meningkatkan jumlah simpanan menjadi Rp. 10.000 yaitu Rp. 1.000 dibagi dengan cadangan yang disyaratkan sebesar 0.10 melalui penciptaan pinjaman lihat Meera, 2002:10-14,. Sebagaimana dijelaskan oleh Mishkin 2006:454, peningkatan penawaran uang dapat menyebabkan harga-harga domestik menjadi meningkat dalam jangka panjang yang pada gilirannya akan menyebabkan menurunnya ekspektasi nilai tukar. Akibat dari penurunan ekspektasi apresiasi nilai tukar akan menyebabkan meningkatnya ekspektasi pengembalian expected return memegang deposito asing pada tingkat nilai tukar tertentu. Dengan demikian, peningkatan jumlah penawaran uang domestik akan menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terdepresiasi. Proses penciptaan uang tersebut akan berjalan terus walaupun perekonomian sektor riil sudah mencapai tingkat optimum yang ditandai oleh kelangkaan barang-barang kapital, keterbatasan tenaga kerja, dan rendahnya tingkat pengangguran. Kelebihan uang beredar akan mendorong turunnya tingkat bunga, sehingga akses untuk mendapatkan kredit menjadi lebih mudah dan sebagian besar dana akan tersalur kedalam sektor usaha yang kurang produktif, termasuk pasar saham dan properti. Kejenuhan dalam bidang-bidang usaha yang kurang produktif tersebut akan menyebabkan menurunnya keuntungan yang dapat dihasilkan, sehingga bermunculan kredit-kredit bermasalah, pengurangan jumlah uang beredar, kebangkrutan usaha, 64 pengurangan karyawan dan tekanan lainnya menuju krisis ekonomi Lihat Meera, 2002:23-26. Dari uraian diatas terlihat bahwa proses penciptaan uang fiat pada awalnya mengalami peningkatan, namun pada suatu titik kembali akan mengalami penurunan. Siklus seperti ini akan terjadi silih berganti, sehingga menimbulkan gangguan terhadap kestabilan nilai tukar mata uang dan perekonomian pada umumnya.

4.6. Keterkaitan Volatilitas Dinar Emas, Dirham Perak, dan Dolar AS