Studi -Studi Terkait dengan Kestabilan Nilai Tukar

27 Dalam hal ini, konsep inflasi sering dikaitkan dengan keberadaan uang dengan barang dan jasa yang tersedia. Inflasi terjadi ketika jumlah uang beredar meningkat secara relatif terhadap barang dan jasa yang tersedia, yang mengakibatkan nilai uang atau daya belinya turun. Dengan kata lain, ada kecenderungan kenaikan harga-harga barang dan jasa. Dari sisi eksternal, nilai mata uang suatu negara dibandingkan dengan nilai mata uang asing. Dalam kasus ini, apresiasi atau depresiasi suatu mata uang bisa terjadi tergantung dengan siklus bisnis dan kondisi ekonomi masing-masing. Mata uang akan terdepresiasi apabila mata uang itu nilainya turun terhadap mata uang asing lainnya. Sebaliknya mengalami apresiasi bila nilainya meningkat dari mata uang pembandingnya. lihat Hamidi, 2007:33.

2.4. Studi -Studi Terkait dengan Kestabilan Nilai Tukar

Rashid, Siswanto Brozovsky 2002 telah melakukan penelitian tentang perbandingan tingkat stabilitas serta korelasi antara uang berbasis emas gold- based currency dengan uang berbasis fiat Fiat Based Currency. Alat uji yang digunakan untuk mengukur tingkat stabilitas adalah koefisien variasi coefficient of variation. Model pengujian ini mengukur penyebaran absolut standard deviation terhadap nilai rata-rata mean dari distribusi data. Sedangkan untuk mengetahui hubungan korelasi diantara dinar, dirham dan SDR digunakan analisis korelasi correlation analysis. 28 Proksi dari gold-based currency adalah harga emas per ons, Special Drawing Rights SDR dan harga perak per ons dalam Dolar AS. Nilai dinar emas dapat disesuaikan sebagai nilai intrinsiknya yang terdiri dari 4,25 gram dari Emas 22 karat. Nilai dari emas 24 karat dapat dikonversi dengan emas 22 karat dengan cara mengalikan 0.917 untuk tiap 1 gram emas 24 karat. Sementara, untuk nilai dirham dinilai dengan 3 gram logam perak murni. Sedangkan proksi dari fiat- based currency adalah Euro, poundsterling dan Yen dalam Dolar AS. Periode pengamatan adalah dari 1 Juli 1997 sampai 31 Desember 2001. Penelitian Rashid, dkk ini bertolak dari dua hipotesa yaitu: 1 mata uang berbasis emas lebih stabil secara signifikan daripada nilai tukar uang berbasis fiat; 2 terdapat korelasi yang signifikan untuk tiga proksi mata uang berbasis emas Dinar Emas, Dirham dan SDR IMF. Munculnya hipotesis yang kedua disebabkan adanya perbedaan penilaian terhadap mata uang berbasis emas. Oleh karena itu, variasi pengukuran mata uang berbasis emas diperkirakan tidak bersifat substitusi sempurna antara yang satu dengan yang lainnya. Temuan penting dari penelitian Rashid, dkk. adalah nilai tukar mata uang berbasis emas gold-based currencies lebih stabil dari nilai tukar uang berbasis fiat fiat-based currencies. SDR-IMF adalah yang paling stabil diantara enam nilai tukar dari hasil analisa dengan koefisien variasi coefficient of variation yang paling rendah, yakni 0.03453. Perbandingan seluruhnya antara uang berbasis emas dan uang berbasis fiat menunjukkan bahwa Dinar dan SDR IMF mempunyai koefisien variasi yang lebih rendah dibandingkan dengan koefisien variasi dari 29 tiga proksi mata uang berbasis fiat. Koefisien variasi rata-rata untuk proksi uang berbasis emas adalah 0.06678 yang secara signifikan lebih rendah daripada koefisien variasi rata-rata untuk proksi uang berbasis fiat sebesar 0.08315. Diantara ketiga sampel uang fiat, terlihat poundsterling memiliki stabilitas yang lebih baik karena koefisien variasinya paling kecil, selanjutnya diikuti secara berturut-turut oleh yen Jepang dan euro. Berkenaan dengan hipotesa kedua, hubungan antara tiga proksi gold- based currencies dinar, dirham dan SDR-IMF secara signifikan berhubungan. Walaupun hubungannya tidak begitu kuat kurang dari 50, kecuali untuk dinar dan SDR-IMF. Hal ini dapat disimpulkan walaupun ada hubungan yang signifikan antara tiga proksi dari gold-based currencies tetapi tidak dapat disubtitusikan secara sempurna untuk dinar emas diantara tiga proksi tersebut karena persentase hubungannya di bawah 50, kecuali hubungan antara dirham dan SDR-IMF. Salah satu alasan terhadap fenomena ini disebabkan kesulitan menetapkan nilai yang sebenarnya dari dinar emas. Sekarang ini, nilai dinar emas masih di bawah nilai intrinsik. 1 Dinar Emas sama dengan 30 SDR-IMF. Sebaliknya, dinar mempunyai distribusi normal dari SDR-IMF. Jika dinar digunakan maka rasio antara dinar-dirham menjadi 1 : 15, berarti nilai dirham di atas nilai intrinsik. Sementara itu, Hamidi 2007 melakukan penelitian tentang gold dinar dalam. perdagangan internasional. Ada tiga pertanyaan penting yang diajukan dalam penelitian tersebut yaitu: a apakah volatilitas dolar terhadap emas relatif 30 tinggi? Atau dengan kata. lain, manakah yang lebih stabil antara dolar dan emas?; b apakah penerapan gold dinar akan menciptakan peluang ekonomi yang lebih luas trade creating effect?; c apakah pelaksanaan gold dinar feasible dan applicable? Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pertama, Hamidi, 2007:200-201 juga menggunakan metode coefficient of variation CV. Penerapan metode ini menggunakan. data nilai tukar dolar terhadap emas. Sebagai pembanding, Hamidi menggunakan nilai tukar deutsche mark DM dan yen terhadap dolar. Hasil pengujian yang dilakukan Hamidi memperlihatkan volatilitas dolar terhadap emas mendekati 60 persen di titik tertinggi dan 10 persen di titik terendah antara tahun 1972-1980. Periode berikutnya, 1980-1996, volatilitas mulai mengalami penurunan yaitu antara 5-10 persen, dan selanjutnya menurun lagi di bawah 5 persen sampai tahun 2002. Selanjutnya, Hamidi 2007:111 menjelaskan bahwa volatilitas dolar terhadap emas boleh dikatakan paling tinggi dibandingkan dengan volatilitas DM dan yen terhadap dolar. Tingkat volatilitas dolar terhadap emas semakin mendekati titik nol ketika memasuki tahun 1999. Hal ini berarti dolar semakin stabil terhadap emas. Temuan ini menurut Hamidi adalah suatu hal yang aneh karena pada tahun itu dan sesudahnya, Amerika memikul beban defisit perdagangan yang kian tak tertanggungkan, sehingga mustahil dibayar kecuali dengan menciptakan debt instrument dan mencetak lebih banyak dolar yang berarti akan meningkatkan inflasi. Tapi mengapa, harga emas justru lebih stabil? 31 Menurut Speck 2003 hal ini terkait dengan diratifikasinya Washington Agreement pada tahun 1999 yang mempunyai maksud terselubung untuk menekan harga emas. Hal ini dilakukan supaya emas tidak menjadi pesaing bagi dolar dan debt instrument lain yang diterbitkan oleh pemerintah Amerikat Serikat. Akhirnya Hamidi 2007:131 menyimpulkan bahwa gold dinar lebih stabil dibandingkan dengan fiat money manapun, termasuk dolar AS. Istilah stabil di sini merujuk pada alasan praktis, yaitu rendahnya tingkat volatilitasnya, dimana fiat money dibandingkan dengan emas terbukti lebih volatil. Hasil empiris yang ditemukan dalam studi ini menunjukkan bahwa dolar terhadap emas cenderung terus terdepresiasi dan nilai tukar riilnya berpengaruh pada menurunnya ekspor dari negara-negara berkembang. Berkaitan dengan pertanyaan penelitiannya yang kedua, Hamidi 2007:102 menyimpulkan bahwa implementasi gold dinar dalam perdagangan internasional diproyeksikan akan mendatangkan banyak manfaat, Bentuk manfaat yang dimaksud antara lain: a mengurangi dampak volatilitas yang disebabkan oleh fluktuasi mata uang; b trader tidak perlu lagi melakukan hedging; c transaksi semakin efisien karena semakin banyak negara yang bergabung, hanya diperlukan gold dinar relatif kecil untuk volume perdagangan yang difasilitasi; 32 d gold dinar akan berperan sebagai mata uang bersama common currency yang berimplikasi pada pengurangan biaya transaksi; dan e keuntungan politis dimana para pendukung gold dinar akan menjadi blok yang solid sehingga diperhitungkan kiprahnya dalam percaturan perdagangan internasional. Apakah volatilitas mata uang currency volatility berdampak pada perdagangan internasional. Tidak sederhana untuk menjawabnya. Penelitian tentang dampak dari volatilitas nilai tukar terhadap perdagangan internasional telah banyak dilakukan baik dari sisi teori maupun empiris. Akan tetapi, tidak ada konsensus yang jelas tentang dampak resiko nilai tukar terhadap volume perdagangan. Meskipun banyak model-model perdagangan menyimpulkan bahwa semakin besar ketidakpastian dalam pergerakan nilai tukar akan mengurangi volume perdagangan, namun ada pula pihak yang memperkirakan dampak sebaliknya Pozo, 1992:1. Berikut ini akan dikemukakan beberapa penelitian terkait dengan volatilitas nilai tukar dengan perdagangan dan permasalahan ekonomi lainnya. Grauwe 1998:240 sebagaimana dikutip Hamidi 2007:40-41, menjelaskan bahwa semenjak tahun 1973, banyak negara maju yang menerapkan sistem kurs mengambang floating rate rezim pada mata uang nasional mereka. Hal yang paling mencolok dari pemberlakuan sistem baru itu adalah kecenderungan tingginya volatilitas mata uang yang menyebabkan ketidakpastian uncertainty dalam usaha. Karena itu, importir atau eksportir 33 cenderung menghindari resiko dengan mengurangi transaksi perdagangan internasional yang menggunakan mata uang dengan tingkat uncertainty yang tinggi dan mengalihkan kegiatan dengan berkonsentrasi dalam perdagangan lokal yang resikonya lebih rendah. Langkah ini pada akhirnya memukul perdagangan internasional secara keseluruhan dan pada gilirannya berakibat pada melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Setelah pemberlakuan kurs mengambang ini, negara-negara industri itu mulai menuai perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sebelum pemberlakuan sistem baru itu, antara tahun 1960-1973 pertumbuhan ekonomi tahunan mereka rata-rata mencapai 4,4 persen pertahun. Namun begitu sistem kurs mengambang itu diterapkan, selama periode 1973-1990 pertumbuhan ekonomi mereka merosot menjadi hanya sekitar 1.3 persen. Orang mungkin bisa berkilah semestinya baik importir atau eksportir itu tidak perlu mengurangi kegiatan ekspor-impornya karena mereka bisa mengurangi resiko dengan melakukan hedging untuk melindungi dari risiko naik dan turunnya kurs. Namun, upaya hedging itu tentu bukan sesuatu yang gratis. Hedging bagi eksportir dan importir berarti mengeluarkan tambahan biaya additional cost yang berarti benefit yang mereka peroleh dari perdagangan itu akan berkurang karena sebagian dari keuntungan harus dialihkan untuk menutup biaya hedging. Dalam kaitan dengan kestabilan nilai tukar, Meera 2002 telah mengusulkan untuk menerapkan kembali sistem Dinar Emas Islam. Penulis ini 34 meyakini langkah tersebut dapat dijadikan solusi atas kelemahan sistem moneter yang berbasis uang fiat dan bunga serta berbagai dampak negatif ikutannya. Walaupun dalam sejarah Islam dinar dan dirham adalah uang logam, namun sistem dinar Islam yang dimaksud dalam era modern sekarang ini pada dasarnya adalah suatu sistem pembayaran elektronik yang disokong oleh emas. Transaksi yang dilakukan memang melalui internet dengan peralatan transfer elektronik, namun semua transaksi tersebut disandarkan pada emas. Inovasi dari bentuk tradisional ini adalah untuk menghindari membawa emas dalam jumlah yang banyak, untuk kenyamanan dan keamanan, Sistem kartu seperti kartu debit dan kartu kredit juga dapat dimasukkan dalam sistem pembayaran. Dibandingkan dengan uang fiat berbasis bunga, implementasi sistem dinar Islam akan mempunyai implikasi sebagai berikut: a Penciptaan dan penghancuran uang sebagaimana terjadi pada sistem yang sekarang ini tidak mungkin terjadi karena dinar adalah emas yang mempunyai nilai intrinstik. Oleh karena itu, sistem moneter dan mata uang akan menjadi stabil. Pertumbuhan penawaran uang emas diperkirakan tidak akan melebihi pertumbuhan sektor riil, sehingga dapat menghilangkan tekanan inflasi. b Dinar adalah alat tukar Medium of Exchange yang baik karena emas dihargai dan berputar secara global. Dengan peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi, tetapi penawaran emas yang relatif terbatas, maka dampak jangka panjangnya harga emas akan meningkat. 35 c Sistem dinar Islam akan meminimalisasi spekulasi, manipulasi dan arbitrase. d Dampak-dampak dari siklus bisnis akan diminimalkan. Dengan pertumbuhan penawaran uang dalam sistem dinar, maka pertumbuhan harga-harga agregat dan utang akan sangat terbatasi. Dengan demikian, aktivitas bisnis dan ekonomi akan menjadi lebih stabil. e Dinar akan mengurangi risiko nilai tukar dan mendorong perdagangan. Hal ini terjadi bila dinar digunakan sebagai mata uang tunggal bagi negara-negara muslim, sebagaimana Euro. Penyatuan mata uang tersebut juga akan mengurangi biaya transaksi secara signifikan, karena ketika seseorang mengimpor atau mengekspor barang, dia tidak lagi perlu menukar mata uang yang menjadi bagian biaya transaksi.

2.5. Kerangka Pemikiran