15
2.3. Perkembangan Sistem Moneter
Sebelum membahas sistem moneter yang pernah berlaku, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang konsep nilai tukar karena hal ini akan sering
disebut pada bagian berikutnya. Nilai tukar exchange rate adalah harga satu mata uang currency dalam mata uang negara lain. Nilai tukar ini mempengaruhi
ekonomi dan kehidupan sehari-hari misalnya, ketika dolar AS menjadi lebih berharga secara relatif terhadap mata uang asing appreciation, maka barang-
barang asing menjadi lebih murah bagi orang Amerika dan barang-barang Amerika menjadi lebih mahal bagi orang asing. Sebaliknya, ketika nilai dolar AS
jatuh depreciation, maka barang-barang asing menjadi mahal bagi orang Amerika dan barang-barang Amerika akan menjadi murah bagi pihak asing
Mishkin, 2006:435. Dengan kata lain naik turunnya nilai tukar kurs akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan perdagangan luar negeri pada khususnya, dan perekonomian pada umumnya. Istilah apresiasi dan depresiasi digunakan apabila
suatu negara menerapkan sistem nilai tukar mengambang atau bebas floating or flexible exchange rate. Sedangkan dalam sistem nilai tukar tetap fixed exchange
rate digunakan istilah revaluasi revaluations dan devaluasi devaluations. Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan nilai tukar, maka pembahasan
akan dilanjutkan dengan sistem moneter. Disamping sistem moneter monetary system dikenal pula istilah order moneter monetary order.
16 Menurut Robert Mundell, sebagaimana dikutip oleh McKinnon 1993:7,
ketika kita membicarakan sistem moneter, kita sebenarnya sedang memperhatikan tentang interaksi perdagangan bangsa-bangsa dan khususnya
berkaitan dengan uang dan instrumen kredit masyarakat suatu bangsa dalam bentuk kurs, kapital dan pasar komoditas. Pengontrolannya dilakukan melalui
kebijakan-kebijakan pada tingkat nasional yang berkaitan satu dengan yang lain dalam bentuk kerjasama. Sedangkan order, dalam perbedaannya dengan sistem,
merupakan kerangka atau seting dimana sistem beroperasi. Hal ini adalah kerangka hukum, kesepakatan, peraturan, dan lain sebagainya yang membentuk
sistem dan sudah saling dimengerti oleh pihak-pihak yang ikut berpartisipasi dalam sistem yang bersangkutan. Secara informal, order moneter ini lebih sering
disebut sebagai aturan main the rule of the game. Terminologi ini pada awalnya digunakan tahun 1920-an untuk menjelaskan diterimanya aturan tentang
standar emas internasional sebelum 1914. Sistem dan order moneter internasional ini telah mengalami perubahan
seiring perjalanan waktu, tempat, lingkungan politik, dan teknologi keuangan. Menurut McKinnon 1993:8 aturan-aturan main tentang moneter ini secara
kronologis dapat dibedakan menjadi: a the International Gold Standard, 1879- 1913; b the Bretton Woods Agreement in 1945; c the Fixed-Rate Dollar
Standard, 1950-1970; d the Floating-Rate Dollar Standard, 1973-1984; e the Palza-Louvre Intervention Accords for the Dollar Exchange Rate, 1985-1992; f
the European Monetary System in 1979; g the European Monetary System as a
17 Greater deutsche Mark Area, 1979-1992. Akan tetapi dalam tulisan berikut ini
hanya akan dikemukakan aturan-aturan main dalam bentuk pengelompokan yang lebih umum yaitu sistem standar emas, sistem Bretton Woods dan sistem
modern.
1 Sistem Standar Emas 1870-1914
Sistem standar emas internasional muncul pada tahun 1870 di lnggris. Pemerintah Inggris menetapkanmengikatkan nilai poundsterling
dengan emas. Perkembangan industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang makin berkembang pada abad ke-19 menambah
kepercayaan dunia terhadap emas. Kepercayaan ini diperkuat juga dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika Utara.
Dengan kejadian-kejadian tersebut sistem standar emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh banyak negara semenjak 1870 hingga
perang dunia I, keadaan ekonomi dan perdagangan yang relatif stabil selama periode tersebut merupakan faktor utama keberhasilan sistem
standar emas Lihat Nopirin, 1999:225. Dari sudut pandang yang lain tentunya dapat pula dikatakan bahwa standar emas telah mampu
menciptakan atau paling tidak mendorong terwujudnya stabilitas perdagangan
dan perekonomian
bagi negara-negara
yang menerapkannya. Menurut Mc.Kinnon 1993:3, sistem standar emas ini
berakhir pada tahun 1914 yaitu setelah negara-negara Eropa
18 mendeklarasikan bahwa mata uang mereka tidak dapat ditukarkan
kedalam bentuk emas, dan demikian pula sebaliknya. Suatu negara dikatakan memakai standar emas apabila: a nilai
mata uangnya dijamin dengan nilai seberat emas tertentu; b setiap orang boleh membuat serta melebur uang emas; c pemerintah sanggup
membeli atau menjual emas, dalam jumlah yang tidak terbatas pada harga tertentu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Selain memiliki
keunggulan, sistem standard emas ini juga banyak mendapat kritikan. Misalnya Temim 1989, sebagaimana dikutip oleh Shah 2007:9,
menyebutkan dua kelemahan dari sistem standar emas yaitu: a akan menyebabkan hilangnya koordinasi diantara organisasi-
organisasi internasional; dan b akan menimbulkan ketidakseimbangan neraca pembayaran dalam
bentuk surplus dan defisit. Banyak ekonom berpendapat bahwa jatuhnya standar emas
disebabkan oleh disiplin keuangan yang terlalu keras terhadap ekonomi domestik sehingga output dan kesempatan kerja dikorbankan untuk
keseimbangan eksternal. Pandangan ini, bersamaan dengan pengalaman yang tidak menggembirakan dari penerapan nilai tukar mengambang
floating exchange rate dalam periode 1920-an, telah menjadi motivasi setelah Perang Dunia Kedua untuk mempertimbangkan sistem moneter
19 internasional baru, tetapi masih mengaitkannya terhadap emas untuk
menjaga kestabilan harga lihat Hallwood and MacDonald, 2000:353.
2 Sistem Bretton Woods
Perjanjian Bretton Woods tahun 1944 ditujukan untuk menciptakan stabilitas dalam nilai tukar antara mata uang penting dunia.
Dalam mengejar tujuan ini, Amerika Serikat berpatokan pada harga emas sebelum perang 35 per ons yang telah ditetapkan berdasarkan Gold
Reserve Act tahun 1934. Dapat diperhatikan proses devaluasi dolar AS dari sebelumnya sebesar 20.67 per ons. Dengan implementasi nilai tukar
yang disepakati antara mata uang yang terkait dan dolar AS, emas secara tidak langsung akan bersifat sebagai jangkar patok untuk menguatkan
uang beredar internasional. Sebagai bagian dari perjanjian Bretton Woods, didirikanlah International Bank for Reconstruction and
Development World Bank dan International Monetary Fund IMF. Tujuan utama dari World Bank jelas untuk menyediakan dana-dana bagi
negara sedang berkembang dengan suku bunga subsidi. Sementara itu, tujuan keberadaan IMF adalah untuk mempertahankan cadangan emas
dan mata uang asing yang mencakup kontribusi negara-negara anggota IMF. Cadangan ini bisa dipinjamkan atas permintaan negara peminjam
dan dengan pertimbangan IMF, dan digunakan untuk mempertahankan nilai tukar antara negara-negara terkait El-Diwany, 2003:112.
20 Secara lebih rinci, sesuai dengan ayat-ayat persetujuan Bretton
Woods, tujuan dari sistem moneter internasional yang baru tersebut adalah untuk:
a meningkatkan stabilitas nilai tukar kurs; b memberikan kepercayaan diri kepada negara-negara anggota
dengan menyediakan sumber-sumber oleh IMF dengan jaminan yang seimbang;
c meningkatkan kerjasama moneter internasional dengan konsultasi dan kolaborasi atas permasalahan moneter internasional;
d memfasilitasi terciptanya pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan internasional, kesempatan kerja dan pendapatan riil;
e membentuk sistem pembayaran multilateral transaksi berjalan; f memperpendek
jangka waktu
dan mengurangi
tingkat ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran; Hallwood and
MacDonald, 2000:353. Sistem kurs valuta asing yang dipakai IMF menurut peraturan
mula-mulanya adalah kurs tetap dan tidak memperbolehkan negara anggota melakukan pengawasan devisa exchange control kecuali
kalau suatu negara mengalami krisis moneter yang hebat atau defisit neraca pembayaran yang cukup besar. Kemudian semenjak 1944-1973
sistem ini menjadi apa yang disebut dengan adjustable peg dimana satu mata uang nilainya ditetapkan dalam perbandingan dengan mata
21 uang negara anggota lainnya. Perbandingan ini hanya boleh diubah
apabila negara tersebut mengalami ketidakseimbangan neraca pembayaran setelah konsultasi dengan IMF Nopirin, 1999:227.
Selama periode 1944-1973 tersebut dolar AS merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran internasional.
Peranan dolar AS ini timbul sejak berakhirnya Perang Dunia II, dimana pada saat itu terjadi kekurangan dana. Negara-negara Eropa sangat
memerlukan dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu- satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dolar AS banyak
diminta konsekwensinya, emas menjadi tergeser oleh dolar AS karena disamping mempunyai daya beli yang kuat di Amerika, cadangan
reserves dalam bentuk dolar akan menghasilkan bunga. Dengan makin pentingnya fungsi dolar, maka setiap negara anggota
menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian apabila perlu dapat ditukarkan dengan emas dengan
perbandingan dolar:emas tertentu ibid. 1999:227. Dengan makin berkembangnya perdagangan internasional,
maka makin besar pula kebutuhan alat-alat liquid untuk pembayaran transaksi. Untuk memenuhi tujuan ini IMF menciptakan apa yang
disebut dengan surat emas Special Drawing Rights, SDR. Penggunaan SDR diatur dengan menggunakan suatu rekening di IMF. Pada
permulaannya SDR yang diciptakan sebesar US 10 milyar dan
22 dibagikan kepada negara anggota sesuai dengan kuota masing-masing.
1 SDR dinilai sama dengan US 1. Kemudian dilakukan devaluasi tahun 1971-1973, sehingga nilai SDR meningkat menjadi US 1,20. Pada
pertengahan tahun 1974 SDR dinilai berdasarkan rata-rata tertimbang dari sejumlah 16 mata uang. Setiap negara anggota dapat
menggunakan SDR untuk tujuan berikut: a. Memperoleh mata uang asing untuk mengatasi kesulitan
neraca pembayaran. Caranya dengan mentransfer rekening SDR kepada negara yang ditunjuk oleh IMF untuk
menerimanya. b. Memperoleh kembali mata uangnya yang dipegang oleh
negara lain. c. Membeli kembali mata uangnya yang ada pada IMF.
Dibawah sistem Bretton Woods, nilai tukar kurs diperkirakan akan berubah hanya ketika suatu negara mengalami ketidakseimbangan
yang fundamental yaitu ketika terjadi defisit atau surplus neraca pembayaran dalam waktu yang lama. Untuk menjaga nilai tukar tetap
ketika suatu negara mengalami defisit neraca pembayaran dan kehabisan cadangan internasionl, maka IMF akan meminjamkan cadangan
internasional yang diambilkan dari negara anggota lainnya. Sebagai hasil dari kekuasannya untuk menentukan pinjaman, IMF dapat menekan
negara-negara yang mengalami defisit untuk menjalankan kebijakan
23 moneter yang bersifat kontraksi yang dapat memperkuat mata uang
mereka atau menghilangkan defisit neraca pembayaran. Apabila pinjaman IMF tidak cukup untuk menahan depresiasi dari mata uang
bersangkutan, maka negara tersebut diperbolehkan untuk mendevaluasi nilai mata uangnya pada tingkat yang baru yaitu kurs yang makin rendah
Mishkin, 2006:437. Meskipun defisit negara-negara yang kekurangan cadangan
internasional dapat ditekan dengan cara mendevaluasi mata uangnya atau menjalankan kebijakan kontraksi, namun IMF tidak memiliki cara
untuk mendorong negara-negara yang memiliki surplus untuk meningkatkan nilai tukar mata uang mereka atau menjalankan kebijakan
yang lebih bersifat ekspansi. Hal ini menurut Mishkin ibid, adalah kelemahan utama dari sistem Bretton Woods. Fakta yang sangat
mengganggu dalam hal ini adalah negara yang mata uangnya menjadi cadangan mata uang dunia yaitu Amerika Serikat tidak dapat
mendevaluasi mata uangnya dalam sistem Bretton Woods, walaupun dolar sudah dinilai terlalu tinggi overvalued. Ketika Amerika Serikat
mencoba untuk mengurangi tingkat pengangguran domestik pada tahun 1960-an dengan menjalankan kebijakan moneter yang bersifat
inflasioner, maka terjadi ketidakseimbangan yang fundamental akibat overvalued dolar. Akibat surplus negara-negara tidak dapat mendorong
peningkatan nilai tukar, maka penyesuaian dalam sistem Bretton Woods
24 tidak terlaksana, sehingga sistem ini jatuh pada tahun 1971. Upaya
tambal sulam terhadap Sistem Bretton Woods dengan Smithsonian Aggreemen pada bulan Desember 1971 terbukti tidak sukses, dan
semenjak 1973 Amerika Serikat dan negara-negara partner dagangnya telah sepakat untuk mengambangkan nilai tukar mata uang mereka.
3 Sistem Moneter Modern
Sejak tahun 1973 sistem moneter internasional telah ditandai oleh berbagai regim nilai tukar. Beberapa negara beroperasi dibawah nilai
tukar bebas flexible exchange rate; sebagian menerapkan nilai tukar tetap fixed exchange standard; dan sebagian yang lainnya bolak balik
diantara kedua regim nilai tukar tersebut. Menurut Kindleberger 1983:278 sistem yang lebih sederhana
adalah standar nilai tukar mengambang atau bebas tanpa adanya campur tangan pemerintah dan penguasa bank sentral. Tingginya volatilitas nilai
tular dapat mengejutkan banyak orang. Tiga puluh tahun yang lalu atau lebih, para ekonom pada umumnya percaya bahwa menyerahkan nilai
tukar kepada pasar bebas tidak akan menyebabkan fluktuasi yang besar. Namun, pengalaman beberapa tahun belakangan ini telah
membuktikan bahwa para ekonom tersebut salah. Nilai tukar sepanjang 1980-2002 ternyata sangat berfluktuasi. Harga kurs tukar ditentukan oleh
berbagai faktor seperti ekspektasi apresiasi dan depresiasi nilai tukar, harga di dalam negeri dan di luar negeri dari barang-barang dan jasa-jasa,
25 hambatan perdagangan trade barriers, permintaan impor, permintaan
ekspor, produktivitas, perpindahan modal internasional, pengharapan sebelumnya dari kaum spekulan mengenai masa depan kurs-kurs tukar,
dan penawaran uang Mishkin, 2006:455; dan Kindleberger 1983:278. Peningkatan penawaran uang dapat menyebabkan harga-harga
domestik menjadi meningkat dalam jangka panjang yang pada gilirannya akan menyebabkan menurunnya ekspektasi nilai tukar. Akibat dari
penurunan ekspektasi apresiasi nilai tukar akan menyebabkan meningkatnya ekspektasi pengembalian expected return memegang
deposito asing pada tingkat nilai tukar tertentu. Dalam contoh kasus AS yang dikemukakan dalam gambar 2.1
dibawah ini:
Nilai Tukar
,
GBPS
E
4
R
D1
R
D2
R
F1
E
1 1
R
F2
E
3 3
E
2 2
I
D2
I
D1
Expected Return dalam S
Gambar 2.1 Dampak Peningkatan Penawaran Uang
26 Perubahan tersebut akan menggeser kurva R
F
ke kanan bawah dari R
F1
ke R
F2
. Sementara itu, peningkatan penawaran uang akan menyebabkan bertambahnya penawaran uang riil MP karena tingkat
harga tidak dapat segera meningkat dalam jangka pendek. Dengan demikian hasil dari peningkatan penawaran uang riil adalah jatuhnya
tingkat bunga domestik, yaitu dari I
D1
ke I
D2
sehingga expected return deposito domestik dolar AS juga ikut turun. Hal ini akan menggeser
kurva R
D
ke kanan bawah dari R
D1
ke R
D2
Akibatnya, dalam jangka pendek akan terjadi penurunan nilai tukar dari E
1
ke E
2
. Namun dalam jangka panjang, bagaimanapun bunga akan meningkat ke I
D1
dan R
D
kembali ke R
D1
, sehingga nilai tukar akan meningkat kembali dari E
2
ke E
3
. Kesimpulannya adalah peningkatan jumlah penawaran uang domestik
akan menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terdepresiasi. Lihat Mishkin, 2006:454.
Stabilitas merupakan kriteria pertama yang perlu dimiliki oleh sebuah mata uang yang kuat. Menurut Mishkin 2001:456 stabilitas
suatu mata uang bisa dilihat dari dua arah yaitu internal dan eksternal. Sisi internal didefinisikan sebagai nilai mata uang itu bila dihubungkan
dengan harga barang dan jasa. Hal ini merefleksikan penggunaan mata uang tersebut dalam sebuah negara dengan tipe ekonomi tertutup
kegiatan ekspor dan impor diasumsikan tidak ada.
27 Dalam hal ini, konsep inflasi sering dikaitkan dengan keberadaan
uang dengan barang dan jasa yang tersedia. Inflasi terjadi ketika jumlah uang beredar meningkat secara relatif terhadap barang dan jasa yang
tersedia, yang mengakibatkan nilai uang atau daya belinya turun. Dengan kata lain, ada kecenderungan kenaikan harga-harga barang dan jasa.
Dari sisi eksternal, nilai mata uang suatu negara dibandingkan dengan nilai mata uang asing. Dalam kasus ini, apresiasi atau depresiasi
suatu mata uang bisa terjadi tergantung dengan siklus bisnis dan kondisi ekonomi masing-masing. Mata uang akan terdepresiasi apabila mata
uang itu nilainya turun terhadap mata uang asing lainnya. Sebaliknya mengalami apresiasi bila nilainya meningkat dari mata uang
pembandingnya. lihat Hamidi, 2007:33.
2.4. Studi -Studi Terkait dengan Kestabilan Nilai Tukar