Pendidik dan peserta didik

membentuk akhlak mulia, 2 mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat, 3 persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya, 4 menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik, 5 mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.” 24 Al-Syaibani mengemukakan bahwa tujuan tertingg pendidikan Islam adalah” mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fil ardh .” 25 Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah membentuk insan kamil, manusia yang sempurna, yaitu manusia yang dewasa jasmani dan rohaninya, baik secara intelektual, moral, sosial dan sebagainya. Maka dari itulah betapa pentingnya pendidikan Islam, yaitu membentuk pribadi yang sempurna yang tidak hanya bertujuan untuk kebahagian di dunia saja akan tetapi bahagia dunia dan akhirat. Jangan samapai tujuan pendidikan Islam yang mulia ini yang berorientasi untuk kebahagian akhirat kita nodai dengan hal-hal yang bersifat keduniawian yang hina.

3. Pendidik dan peserta didik

a. Kedudukan pendidik Pendidik adalah “individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Individu yang dimaksud adalah orang yang dewasa yang bertanggung 24 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, h. 37. 25 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 36. jawab, sehat jasmani dan rohani, mampu berdiri sendiri dan mampu menanggung resiko dari segala perbuatannya.” 26 Secara umum, pendidik dalam Islam adalah “siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.” 27 Secara khusus, pendidik dalam perspektif penddiikan Islam adalah “orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. ” 28 Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan guru sangat penting sekali, artinya guru memiliki tanggung jawab untuk menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu. Ada beberapa istilah yang dipakai al-Zarnûjî dalam kitab Ta’lîm-nya untuk menunjukkan arti pendidik, yaitu al- Mu’allim orang yang mengajar, al-Ustadz guru besar, dan al-Syaikh guru besar. Kedudukan pendidik dalam pendidikan Islam adalah sebagai bapak rohani spiritual father bagi seorang murid, ialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya. 29 Al-Zarnûjî memberikan kedudukan yang sangat tinggi terhadap guru. Dia harus dihormati dan dimuliakan. Kedudukan guru bagi muridnya tak ubahnya seperti orang tua terhadap anaknya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Zarnûjî: ِنْيِدلا ىِف َ ْوُ بأ َوُهَ ف ِنْيِدلا ىِف ِهْيَلِا ُااَتْحَي اَمِم ًافْرَح َكَمَلَع ْنَم َن َف 26 Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, Cet. II. H. 122. 27 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994, Cet. II, h. 74. 28 Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 41. 29 Muhammad „Atiyyah al-Abrasyi, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, Penerjemah Bustami , Jakarta: Bulan Bintang, 1970, h. 131. “Sesungguhnya orang yang mengajarkan padamu satu huruf yang kamu butuhkan dalam urusan agamamu, maka ia merupakan ayahmu dalam kehidupan agamamu .” 30 Bahkan satu huruf yang dia ajarkan kepada kita tidak cukup bagi kita untuk membayarnya seribu uang dirham. 31 Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Miskawaih sebagaimana dikutip Abudin Nata, yaitu sebagai berikut: Cinta seseorang terhadap gurunya harus melebihi cintanya terhadap orang tuanya sendiri. Kecintaan anak didik atau murid disamakan kedudukannya dengan kecintaan hamba terhadap Tuhannya. Akan tetapi karena kecintaan terhadap Tuhan ini jarang ada yang mampu melakukannya, maka Ibnu Miskawaih mendudukkan cinta murid terhadap guru berada di antara kecintaan terhadap orang tua dan kecintaan terhadap Tuhan. 32 Pendidik juga harus dimuliakan dan dicari keridaan serta keberkahannya. Karena kalau tidak maka akan hilang keberkahan dan sedikit manfaat yang diperoleh. Sebagaimana yang dikatakan oleh al- Zarnûjî: ِهِلْهأَو ِمْلِعْلا ِمْيِظْعَ تِبَاإ ِهِب ُعِفَتْ َ يَاَو َمْلِعْلا ُلاَ َ ي َا ِمْلِعْلا َبِلاَط َنَاِب ْمَلْعإ ِهِرْيِقْوَ تَو ِذاَتْسُاا ِمْيِظْعَ تَو “Ketahuilah, sesungguhnya pelajar tidak dapat meraih ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali dengan mengagungkan ilmu dan ahli ilmu serta menghormati dan mengagungkan gurunya.” 33 ًاْيِلَق َاإ ِهِب ُعِفَتْ َ ي َاَو ِمْلِعْلا َةَكَرَ ب ُمُرْحَي ُهُذاَتْسُأ ُهْ ِم ىَذأَت ْنَمَف “Barang siapa menyakiti hati gurunya, maka ia tidak akan mendapatkan berkah ilmu dan tidak dapat memanfaatkan ilmunya kecuali hanya sedikit.” 34 Menghormati guru adalah keharusan yang tidak dapat ditawar. Tanpa menghormati guru proses pendidikan berjalan tidak sesuai dengan 30 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 36. 31 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h.35-36. 32 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001, Cet. II, h. 17. 33 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 34. 34 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 40. koridornya. Proses pendidikan dianggap mengalami kegagalan. Pendidikan hanya memunculkan generasi yang cerdas tetapi tuna-akhlak. Akibatnya, tidak jarang siswa tidak menghormati guru. Tragisnya beberapa siswa mencaci-maki guru. Padahal, kecerdasan otak dan luasnya cakrawala pengetahuan siswa tidak hadir sendirinya tanpa sentuhan dan doa para guru mereka yang mengajarkan secara ikhlas. Walau demikian guru bukanlah Tuhan yang harus sangat diagung- agungkan. Menghormati guru tidaklah meninggalkan dimensi rasional, ada batas-batas tertentu secara akal terhadap penghormatan kepada guru. Dengan kata lain bukan berarti seorang murid harus meninggalkan proses pembelajaran dan harus semnghormati guru saja melainkan murid harus tetap berikhtiar yaitu dengan tetap belajar kemudian menghormati guru yang mengajari kita, maka dari itu ilmu kita akan bermanfaat. Dalam kitab Ta’lîm-nya, al-Zarnûjî menganjurkan agar memilih guru yang tidak hanya memiliki kwalitas keilmuan yang tinggi tapi juga memiliki karakter wira‟i, yang lebih tua dan berpengalaman. 35 b. Anak Didik Sebutan anak didik dalam ilmu pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan sifat ketergantungan seorang anak terhadap pendidik. Secara fitrah, anak memerlukan bimbingan dari orang yang lebih dewasa hal ini dapat dipahami dari kebutuhan dasar oleh setiap orang yang baru lahir, di mana Allah mengeluarkan kita dari perut ibu kita tanpa mengetahui sesuatu apapun. 36 Al-Zarnûjî dalam kitab Ta’lîm-nya, istilah yang digunakan untuk menunjukkan arti anak didik adalah al-m uta’allim orang yang belajarpelajar dan thalib al-ilmithalib orang yang mencari ilmu pengetahuanpenuntut ilmu. 35 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 25. 36 Lihat QS. an-Nahl: 78. Al-Zarnûjî banyak memberikan gambaran tentang sifat-sifat yang mulia yang harus dimiliki oleh anak didik saat menuntut ilmu, yaitu: 1. Ikhlas. Anak didik harus memiliki niat yang terpuji dalam mencari ilmu, yaitu mencari ridha Allah. 2. Tawadh u’. Yaitu sikap antara sombong dan rendah diri. 37 bagi seorang murid sangat penting untuk dimiliki dalam proses pembelajaran dengan senantiasa mengikuti pendapat dan petunjuk seorang guru, sebab pada umumnya dengan memperhatikan nasehat seorang guru, maka murid akan lebih mudah memahami suatu pelajaran, setiap kesulitan yang dihadapi dapat diatasi dengan melalui petunjuk dan nasehat guru dengan tidak ada maksud untuk mengingkarinya. 3. Iffah. Yaitu sifat yang menunjukkan harga diri yang menyebabkan seseorang terhindar dari perbuatan tingkah laku yang tidak patut. 38 4. Sabar dan tabah di saat belajar. Anak didik harus istiqamah terhadap guru, kitab, ilmu dan tempat belajar. Sabar terhadap kemauan nafsunya, dalam menghadapi cobaan dan bencana. . 39 Sabar merupakan kunci utama dalam mencapai ilmu dan hanya orang sabar yang akan sampai. 5. Cinta ilmu dan hormat terhadap guru dan keluarganya, karena dengan demikian ilmu akan mudah diperoleh dan akan bermanfaat. 40 6. Memuliakan kitab. Bagi penuntut ilmu sebagiknya mengambil kitab dengan keadaan suci, yaitu berwudu terlebih dahulu. Hal ini disebabkan ilmu adalah 37 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 20. 38 Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan para Filosofi Muslim, Yogyakata: Al-Amin Press, 1997, h. 106. 39 Al-Zarnûjî, Ta’lîm al-Muta’allim…, h. 15-16. 40 Al-Zarnuji, Ta’liîm al-Muta’allim…, h. 17. cahaya dan wudu juga cahaya. Dengan demikian cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudu. Selain itu anak didik tidak diperbolehkan menyelonjorkan kaki ke arah kitab. Kemudian dianjurkan menulis pada kitab dengan baik, jelas dan tidak kabur dan juga tidak diperbolehkan membuat catatan di pinggirnya kecuali bila hal itu benar-benar diperlukan serta tidak diperbolehkan menulis dengan tinta merah. 41 7. Hormat kepada sesama penuntut ilmu teman. 42 Bagi para pelajar harus saling menghormati dan harus mengikat tali persaudaraan. Hal ini senada dengan apa yang dikataka oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi bahwa sesama murid harus menciptakan suasana kecintaan dan kesenangan, sehingga terlihat seolah-olah mereka merupakan anak dari satu orang. 43 8. Menghindari akhlak tercela. 44 Sebagai seorang pelajar harus menghindari akhlak tercela agar ilmu yang dia cari mudah untuk didapatkan. 9. Sungguh-sungguh, ajeg dan bercita-cita tinggi dalam belajar. 45 Apabila murid sudah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu maka dia akan memperoleh ilmu pengetahuan dengan hasil yang mendalam dan memuaskan. 10. Tawakal. Maksdunya menyerahkan kepada Tuhan segala perkara. Bertawakkal adalah akhir dari proses dan ikhtiar seorang mukmin untuk mengatasi urusannya. 46 Demikianlah di antara sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu yang telah dikemukakan oleh al-Zarnûjî, di mana di 41 Al-Zarnûjî, Ta’lîm al-Muta’allim…, h. 21-23. 42 Al-Zarnûjî, Ta’lîm al-Muta’allim…, h. 23. 43 al-Abrasyi, Dasar- dasar pokok Pendidikan Islam…, h. 74 44 Al-Zarnûjî, Ta’lîm al-Muta’allim…, h. 25. 45 Al-Zarnûjî, Ta’lîm al-Muta’allim…, h. 25. 46 Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan para Filosofi Muslim …, h. 107. Lihat juga Al- Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim…, h. 49. dalamnya banyak disisipkan syair-syair para pujangga dan ulama. Begitu besar perhatian al-Zarnûjî melalui kita Ta’lîm-nya tersebut terhadap sifat- sifat yang harus dimiliki oleh anak didik, karena sifat-sifat tersebut bisa mengantarkan anak didik menuju kesuksesan di dunia dan akhirat.

4. Materi pendidikan