Pengertian ilmu dan pembagiannya

disosialisasikan dan dikembangkan secara adapatatif. Dengan melibatkan para pakar disiplin ilmu tertentu dan penambahan tata nilai. Sebab dapat saja saya mengatakan: untuk membentuk generasi penerus yang terdidik lagi bertakwa kepada Allah swt belum ada pedoman khususnya selain kitab Ta’lîm al-Mutaalim. 7 Terlepas dari pro dan kontra di atas, kita tetap harus memberikan apresiasi yang tinggi terhadap al-Zarnûjî lewat kitab Ta’lîm-nya karena tujuan dari beliau menulis kitab tersebut semata-mata karena ingin mengungkapkan bagaimana cara yang sepantasnya bagi seorang pelajar dalam mencari ilmu. Akan tetapi hal ini perlu kita kaji kembali dan disesuaikan dengan kontekas pendidikan masa kini khususnya di Indonesia.

C. Tinjauan Pendidikan dalam Kitab Ta’lîm al-Muta’allim

1. Pengertian ilmu dan pembagiannya

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, bentuk masdar dari kata ‘alima- ya’lamu-‘ilman. Kata ini berarti: “mengerti, memahami benar-benar, mengetahui dan merasakan.” 8 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu diartikan dengan “pengetahuan dan kepandaian.” 9 Sementara itu menurut al-Zarnûjî sendiri ilmu adala: ُرْوُكْذَمْلا ِهِب َىِه ْتَماَق ْنَمِل اَهِب ىَلَجَتَ ي ٌةَفِص “suatu sifat yang dengannya dapat menjadi jelas pengertian suat hal yang dimaksud. ” 10 Dalam ajaran Islam, ilmu itu pada hakikatnya bukanlah teori semata, namun harus diamalkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki ilmu pengetahuan manusia akan mencapai tingkat kesempurnaan. Dengan ilmu pengethuan Allah swt memberikan 7 KH. M. Kholil Bisri, “Konsep Pendidikan dalam Kitab Ta’lîm al-Muta’allim dan Relevansinya dengan Dunia Pendidikan Masa Kini,” artikel diakses pada 15 November 2010 dari http:www.thohiriyyah.com201009kh-m-kholil-bisrikonsep-pendidikan.html 8 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1996, h. 965. 9 Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, Edisi ketiga, Cet. IV, h. 113. 10 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu Secara Islami, penerjemah Muhammadun Thaifuri, Surabaya: Menara Suci, 2008, h. 13. keunggulan kepada Nabi Adam as atas para malaikat. Oleh karenanya para malaikat diperintah oleh Allah agar bersujud kepada Nabi Adam. Dan dengan ilmu pula derajat seseorang akan diangkat oleh Allah swt sebagaimana firman-Nya:           “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang- orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” QS. al- Mujadalah58: 11 Muhammad bin Hasan bin Abdillah mengatakan dalam syairnya: ِهِلْهَِا ٌنْيَز َمْلِعْلا َنِاَف ْمَلَعت ِدِماَحَمْلا ِلُكِل ٌناَوْ ُعَو ٌلْضَفَو “Tuntutlah ilmu, karena sesungguhnya ilmu merupakan perhiasan bagi pemiliknya K eunggulan dan pertanda segala pujian.” 11 Perlu digarisbawahi bahwa dalam pembagian ilmu, al-Zarnûjî membagi ilmu pengetahuan kepada empat kategori. Pertama, ilmu fardhu `ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim secara individual. Adapun kewajiban menuntut ilmu yang pertama kali adalah mempelajari ilmu tauhid, yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya. Baru kemudian mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, shalat, zakat, haji dan lain sebagainya yang kesemuannya berkaitan dengan tatacara beribadah kepada Allah. 12 Kedua, ilmu fardhu kifayah, ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saatsaat tertentu saja misalnya ilmu tentang waris. Dengan demikian, seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan fardhu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Tetapi, bilamana seluruh penduduk kampung tersebut tidak melaksanakannya, maka seluruh penduduk kampung itu menanggung dosa. Dengan kata lain, ilmu fardhu kifayah adalah ilmu di mana setiap umat Islam sebagai 11 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h.7 12 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 4-5. suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu astronomi, dan lain sebagainya. 13 Ketiga, ilmu haram, yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari seperti ilmu nujum ilmu perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal. Sebab, hal itu sesungguhnya tiada bermamfaat dan justru membawa marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir Allah tidak akan mungkin terjadi. 14 Keempat, lmu jawaz, yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya boleh karena bermamfaat bagi manusia. Misalnya ilmu kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui sebab dari segala sebab sumber penyakit. Hal ini diperbolehkan karena Rasullah saw juga memperbolehkan. 15 Jadi tidak semua ilmu itu baik untuk dipelajari, ada ilmu-ilmu yang memang harus kita pelajari dan ada pula ilmu-ilmu yang harus kita hindari. Terlebih lagi di zaman modern seperti saat ini di mana ilmu sudah memiliki banyak cabang. Oleh karena itu kita hars lebih selektif dalam memilih ilmu yang kita pelajari. Menurut hemat penulis, al-Zarnûjî tidak membagi ilmu kepada ilmu agama atau non agama, karena segala sumber ilmu pengetahuan itu belasal dari Allah akan tetapi ilmu mana yang perlu dipelajari terlebih dahulu seperti ilmu tauhid, ilmu tentang shalat, puasa dan sebagainya dan ilmu-ilmu mana yang perlu dipelajari kemudian. Pembagian ilmu menurut al-Zarnûjî ini sejalan dengan pendapat imam al-Ghazâlî di mana beliau membagi ilmu kepada empat kategori, yaitu pertama, ilmu wajib ‘ain, yaitu ilmu-ilmu agama dengan segala jenisnya, seperti salat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Kedua, ilmu wajib kifayah, seperti ilmu pertanian, tenun administrasi dan sebagainya. Ketiga, ilmu-ilmu tercela atau yang haram, seperti judi, sihir, mantera, 13 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 10. 14 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 11. 15 Al-Zarnûjî, Pedoman Belajar…, h. 12. dan semacamnya. Keempat, ilmu yang jaiz yang diperbolehkan seperti, puisi, sejarah, geografi, biologi dan sebagainya. 16 Perhatian al-Zarnûjî terhadap ilmu fiqih sangat kental sekali. Hal ini bisa kita lihat dari sikapnya yang tidak sedikit menyebutkan dan menjelaskan kata fiqihtafaqquh secara khusus setelah kata ‘ilmuta’allum di berbagai tempat dalam karyanya Ta’lîm al-Muta’allim. Ia juga banyak mengutip pendapat fuqaha ahli fiqih tentang keutamaan ilmu fiqih. Seperti yang dikatakan oleh imam Syafi‟i: ِناَدْبَْاِل ِبِطلا ُمْلِعْلاَو ِناَيْدَْاِل ِهْقِفْلا ُمْلِع ِناَمْلِع ُمْلِعْلأ “Ilmu itu ada dua macam, yaitu ilmu fiqih untuk mengetahui hukum- hukum agama dan ilmu kedokteran pengobatan untuk memelihara kesehatan badan .” 17 Menurut imam Abu Hanifah ilmu fiqih adalah “ilmu untuk mengetahui tentang hal- hal yang bermanfaat bagi jiwa diri seseorang.” 18 Muhammad bin Hasan mengatakan: “Pelajarilah ilmu fiqih, sesungguhnya fiqih merupakan penuntun yang terbaik menuju kebaikan dan ketakwaan serta tujuan paling tepat.” 19 Sebagaimana pendapat para ulama di atas bahwa ilmu fiqih itu sangat penting sekali untuk dipelajari karena dalam ilmu fiqih mencakup tentang ibadah hubungan manusia dengan Tuhannya dan muamalah hubunga sesama manusia. Apabila seorang sudah mendalami ilmu fiqih tersebut, maka kehidupannya akan tersusun dengan rapi dan pastinya aka mudah menuju surga-Nya.

2. Tujuan pendidikan