BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun
1983 Pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-
Undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma
hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum
http:id.wikipedia.orgwikiPajak .
Ilyas dan Burton 2007:5 mengutip beberapa pengertian pajak dari Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum
Pajak ” mengemukakan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak,
beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: a.
Feldmann Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada penguasa, menurut norma-norma yang ditetapkan
9
secara umum, tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
b. M.J.H. Smeets
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya
kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Smeets
mengakui bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter saja, baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya.
c. Soeparman Soemahamidjaja
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-orma hukum, guna
menutup biaya-biaya prduksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Ia mencantumkan istilah iuran
wajib dengan harapan terpenuhinya ciri bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerja sama dengan Wajib Pajak, sehingga perlu juga
dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya ia berpendapat terlalu berlebihan kalau khusus mengenai pajak, ditekankan
pentingnya unsur paksaan karena dengan mencantumkan unsur paksaan seakan-akan tidak ada kesadaran bagi masyarakat untuk
melakukan kewajibannya.
10
d. Rochmat Soemitro
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa
timbal kontra prestasi, yang langsung dapat menunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Rochmat Soemitro
menjelaskan bahwa unsur “dapat dipaksakan” artinya bahwa bila utang pajak tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan
menggunakan kekerasan seperti dengan mengeluarkan Surat Paksa dan melakukan penyitaan bahkan bisa dengan melakukan penyanderaan.
Sedangkan terhadap pembayaran pajak tersebut tidak dapat ditunjukan jasa timbal balik tertentu seperti halnya dengan retribusi.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang melekat pada ciri-ciri pajak, yaitu:
1. Sifatnya dapat dipaksakan.
2. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
3. Pemungutan pajak dapat dilakukan oleh negara baik pemerintah
pusatdaerah. 4.
Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik. 5.
Tidak ada kontra prestasi imbalan yang langsung dirasakan oleh si pembayar pajak.
6. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah bagi kepentingan masyarakat umum. Secara umum pemahaman terhadap etika dapat diartikan sebagai suatu refleksi dari
11
suatu kumpulan kepercayaan yang terdapat dalam diri individu tentang benar dan salah. Sedangkan pengertian secara kontekstual, pemahaman
2. Pengertian Etika