Posisi Kasus dan Permasalahan
tindakan sahabat Umar bin Khatab ra yang memindahkan Masjid Kufah yang lama dijadikan pasar bagi para penjual kurma. Ini adalah penggantian tanah
masjid, adapun penggantian bangunannya dengan bangunan lain, maka sahabat Umar dan Utsman pernah membangun Masjid Nabawi tanpa mengikuti kontruksi
pertama dan melakukan tambahan serta perluasan.
1
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam, penjualan tanah wakaf dilarang pasal 225 Buku III. Penyimpangan dari ketentuan dimaksud hanya dapat
dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis Dari kepala Kantor Urusan Agama berdasarkan saran dari
Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:
2
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh
wakif; b.
Karena kepentingan umum.
Dalam kaitannya kegiatan wakaf di Indonesia, lebih dominan pengaturannya ke pendapat Imam Hanafi dan Hanbali terhadap diperbolehkannya
penjualan tanah wakaf, karena Indonesia merupakan Negara berkembang yang sewaktu waktu bisa terjadi istibdal Masjid atau keharusan penjualan harta tanah
wakaf Karena disebabkan Rencana Umum Tata Ruang RUTR ataupun untuk kepentingan umum lainnya dengan memperhatikan kondisi dan maslahat.
1
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf.
Penerjemah Ahrul Sani Faturrahman, dkk KMPC Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN Press, 2004, h.380-381.
2
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h.95.
Pendapat ini sangatlah bermanfaat bagi kegiatan perwakafan di Indonesia, karena dengan menjual tanah wakaf yang telah hilang fungsinya dapat dilakukan dengan
menjualnya dan dibelikan lagi dengan tanah wakaf yang baru dengan nilai minimal sama dengan tanah wakaf yang semula sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Namun dalam kaitannya dengan kasus yang di analisis, penjualan tanah
wakaf yang dilakukan oleh tergugat yakni Syekh Ali Umar Salmin Bahadjadj selaku ketua Yayasan Syekh Oemar Bin Salmin Bahdjadj adalah melanggar
hukum, alasannya karena perbuatan tergugat adalah melawan hukum dengan keadaan sehat dan berakal tergugat melakukan penjualan tanah wakaf dengan akta
jual-beli tanah serta melakukan permohonan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama Yayasan tergugat I kepada Kepala Pertanahan Kotamadya
Medan. Kegiatan jual-beli tanah wakaf dalam kasus tersebut melanggar peraturan
Undang-undang wakaf karena tergugat tidak memperhatikan prosedur yang berlaku. Eksepsi tergugat tidak mengakui kalau bahwasannya madrasah Arabiyah
Islamiyah adalah wakaf dari Syekh Abdullah dan menganggap menganggap Madrasah merupakan harta yayasan, hal tersebut adalah keliru.
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan, Majelis Hakim menyatakan menolak gugatan penggugat seluruhnya, hal ini disebabkan karena Penggugat
tidak membuktikan secara pasti tanah wakaf tersebut adalah wakaf sari Syekh Abdullah Salmin Bahadjadj dalam pembuktiannya. Kemudian ketika di
Pengadilan Tinggi, Majelis hakim menolak eksepsi dari Tergugat I sampai dengan Tergugat X, yang khususnya Tergugat I dan II tidak memperhatikan adanya surat
wasiat yang dibuat oleh Syekh Oemar Salmin Bahdjadj orang tua tergugat II, bahwasannya di buatnya Yayasan adalah untuk membiayai kegiatan Pendidikan di
tanah wakaf. Dalam hal Mahkamah Agung memberikan putusan adalah benar yaitu salah satunya adalah menguatkan adanya Surat Wasiat No.9 tangal 4 April
1956 yang mana Syekh Oemar dalam membuat wasiat adalah cakap dalam hukum serta berakal. Karena wasiat itu merupakan perjanjian sepihak, maka haruslah
wasiat itu dibuat oleh seorang sudah cakap bertindak hukum KHI Pasal 194 ayat 1, sebab wasiat yang dibuat seorang yang gila atau rusak akalnya sedang mabuk
adalah batal.
3
2. Analisis Kasus Perspektif Hukum Positif
Dalam analisis penulis, menurut hukum Islam mengenai kasus penjualan tanah wakaf Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara :995 KPdt2002 adalah
perbuatan melawan hukum dan membenarkan Putusan Mahkmah Agung atas perkara tersebut, demikian pula menurut hukum positif penjualan tanah wakaf
yang dilakukan oleh tergugat adalah melawan hukum. Dengan adanya persamaan akibat hukum yang penulis analisis ini baik hukum Islam maupun hukum positif
adalah membuktikan bahwasannya Undang-Undang Wakaf adalah berasal dari Kodifikasi Hukum Islam yang mana dalam hal pengaturannya Undang-Undang
3
Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan Jakarta: Kementrian Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Tinggi Islam,
2012, h.94.