62
BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA PERBUATAN MENJUAL
TANAH WAKAF PADA MAHKAMAH AGUNG Analisa Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara :995 KPdt2002
A. Posisi Kasus dan Permasalahan
1. Duduk Perkara
Pada tahun 1935 dibangun sebuah gedung yang dinamakan Madrasah Arabiyah Islamiyah yang merupakan bagian dari tanah wakaf yang diwakafkan
oleh Syekh Abdullah Salmin Bahadjadj selaku wakif dan pendiri gedung tersebut. Luas tanah yang diwakafkan oleh Syekh Abudllah semula adalah 1640 m2,
sedangkan luas tanah sekaligus gedung madrasah adalah 820 m2 sisanya dibangun Masjid.
Namun pada tahun 1951 ketika Syekh Abdullah pulang ke Irak, tanah wakaf masjid tersebut dijual oleh Syekh Oemar yakni adik kandung Syekh
Abdullah Wakif. Sehingga tanah wakaf yang semula 1640 m2 setelah dijual tersisa 830 m2. Pada tahun 1935 sampai dengan 1956 pengurus Madrasah
Arabiyah Islamiyah tetap menjalankan tujuan wakaf yakni diselenggarakannya pendidikan, namun karna keuangan Madrasah tidak mencukupi dan keadaan
ekonomi pengurus juga kurang maka kegiatan pendidikan Madrasah menjadi tersendat-sendat.
Dengan melihat keadaan Madrasah tersebut, Syekh Oemar menyesal atas perbuatan yang telah menjual tanah wakaf milik kakaknya yang semula masjid.
dengan penyesalan tersebut pada Tahun 1956 Syekh Oemar membuat Surat wasiat dengan Akta No.9 Tahun 1956 kepada ahli warisnya yang bertujuan untuk
mendirikan yayasan, salah satunya adalah untuk membiayai kegiatan Madarasah Arabiyah Islamiyah.
Pada tahun 1963, Yayasan tersebut berdiri dan sebagai ketuanya adalah Syekh Oemar. Namun dengan berdirinya yayasan tersebut, dengan maksud dan
tujuan membiyayai kegiatan Madrasah tetap tidak direalisasikan sampai Syekh Oemar meninggal. Keadaan semakin memburuk ketika Syekh Ali anak Syekh
Oemar menjadi ketua Yayasan Syekh Oemar bin Salmin Bahadjadj, dimana Madrasah semakin diabaikan dan dengan melawan hukum pada tahun 1997 tanpa
diteliti terlebih dahulu tanah wakaf tersebut atas permohonan Syekh Ali Oemar Salmin Bahadjadj diterbitkan Sertifikat HGB oleh Kepala Pertanahan Kotamadya
Medan dan dengan sengaja tanah wakaf tersebut dialihkan oleh Syekh Ali dalam bentuk Akta Jual-Beli. Alasan tersebut dilakukan oleh Syekh Ali karena Madrasah
adalah bagian dari yayasan atau harta kekayaan milik yayasan, tanpa memperhatikan adanya surat wasiat tujuan didirikannya yayasan oleh Syekh
Oemar Salmin Bahadjadj. 2.
Amar Putusan Mahkamah Agung
Diputuskan pada rapat permusyawaratan Mahkamah Agung Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi, yaitu:Yayasan Syekh Oemar Bin
Salmin Bahdjadj, Ir. Ali Oemar Salmin Bahdjadj, Every, Lim Sun San alias Halim Tjipta Sanjaya, Oei Giok Leng, dan Go Tiong Tjho. Diwajibkan Para Pemohon
Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 200.000,00 dua atus ribu rupiah
B. Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara : 995
KPdt2002.
1. Analasis Kasus Perspektif Hukum Islam
Menurut hukum Islam, terjadi beberapa perbedaan pendapat Ijtihad Ulama mengenai perbuatan menjual tanah harta wakaf. Dalam kaitannya dengan
pendapat ulama terutama imam madzhab Fiqh sebagian ada yang melarangnya dan adapula yang memperbolehkannya dengan adanya unsur hati-hati dalam
melakukan praktik tesebut. Para ulama di kalangan Syafi ‟iyyah ulama
bermazhab Syafi‟i dan Malikiyah ulama bermazhab Maliki terkesan sangat
berhati-hati, bahkan mereka cenderung melarang praktik tersebut. Karena dasar wakaf itu sendiri bersifat abadi, sehingga kondisi apapun benda wakaf tersebut
harus dibiarkan sedemikian rupa. Dasar yang digunakan oleh mereka adalah hadits
Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, di mana dikatakan bahwa benda wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.
Berbeda halnya para ulama di kalangan Hanafiyah ulama bermazhab Hanafi dan Hanbaliyah ulama bermazhab Hanbali, yang terkesan
mempermudah izin melakukan praktik tersebut. Mereka berpendapat, jika kita melarang perubahan status wakaf, sementara ada alasan kuat untuk itu, maka kita
termasuk orang-orang yang menyia-nyiakan wakaf, sehingga
asset
wakaf menjadi rusak dan tidak bisa dimanfaatkan lagi. Dasar yang mereka gunakan adalah
tindakan sahabat Umar bin Khatab ra yang memindahkan Masjid Kufah yang lama dijadikan pasar bagi para penjual kurma. Ini adalah penggantian tanah
masjid, adapun penggantian bangunannya dengan bangunan lain, maka sahabat Umar dan Utsman pernah membangun Masjid Nabawi tanpa mengikuti kontruksi
pertama dan melakukan tambahan serta perluasan.
1
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam, penjualan tanah wakaf dilarang pasal 225 Buku III. Penyimpangan dari ketentuan dimaksud hanya dapat
dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis Dari kepala Kantor Urusan Agama berdasarkan saran dari
Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:
2
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh
wakif; b.
Karena kepentingan umum.
Dalam kaitannya kegiatan wakaf di Indonesia, lebih dominan pengaturannya ke pendapat Imam Hanafi dan Hanbali terhadap diperbolehkannya
penjualan tanah wakaf, karena Indonesia merupakan Negara berkembang yang sewaktu waktu bisa terjadi istibdal Masjid atau keharusan penjualan harta tanah
wakaf Karena disebabkan Rencana Umum Tata Ruang RUTR ataupun untuk kepentingan umum lainnya dengan memperhatikan kondisi dan maslahat.
1
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf.
Penerjemah Ahrul Sani Faturrahman, dkk KMPC Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN Press, 2004, h.380-381.
2
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h.95.