Penerimaan Kesenian Gambang Kromong dan Ronggeng Blantek di

Berbicara penerimaan masyarakat Betawi muslim terhadap gambang kromong pada dasarnya adalah sama dengan proses diterimanya Gambang Kromong oleh masyarakat Betawi secara keseluruhan. Persamaan ini berdasarkan pada pengintegrasian nilai-nilai Islam dalam penampilan Gambang Kromong yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sekitar tahun 70-an. Setelah proses itu, sudah tidak ada lagi unsur-unsur dalam penampilan Gambang Kromong yang dianggap vulgar dan bertentangan dengan Islam sebagai marwah budaya Betawi. 45 Mengenai diterimanya gambang kromong oleh masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, berikut adalah adalah hasil wawancara penulis dengan salah satu tokoh ulama lokal di Setu Babakan : ”bagi kami masyarakat Setu Babakan orang Betawi itu ya muslim, dan Betawi itu Islam. Jadi semua aturan dalam kehidupan harus kita sesuaikan dengan nilai dan ajaran islam, termasuk dalam kesenian kita. Lalu, kenapa kita masyarakat Setu Babakan mau menerima gambang kromong sebagai bentuk kesenian musik Betawi, sebabnya karena di dalam gambang kromong tidak ada unsur yang bertentangan dengan nilai Islam. Gambang Kromong yang tampil di Setu Babakan ini menurut saya sudah sesuai dengan marwah kita, tidak ada prosesi ngibing, tidak ada pembicaraan vulgar, dan saya lihat para pemain musik dan penyanyi dalam penampilannya berpakaian sopan. Anggap saja baju koko dan peci hitam yang dipakai para pemain musik sebagai salah satu simbol dari pengakuan kita sebagai muslim. 46 Saat ini masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan telah menerima Gambang Kromong yang dalam penampilannya tidak ada penari erotis, alkohol maupun judi. Pengintegrasian penampilan gambang kromong dengan nilai-nilai Islam telah menjadi dasar dari diterima dan diakuinya musik ini sebagai kesenian Betawi. 45 Yasmine Z Shahab, Rekacipta Tradisi Sebagai Strategi Keseragaman dalam Keberagaman, Depok : Laboratorium Antropologi FISP UI, cetakan pertama, 2004, h.131. 46 Wawancara dengan H Gumin Has S.Pd, salah satu tokoh agama di Perkampungan Budaya betawi Setu Babakan. Wawancara tanggal 10 Agustus 2014 pukul 19:30. Beralih pada penerimaan masyarakat Betawi di Perkampungan Budaaya Betawi Setu Babakan terhadap tari ronggeng blantek. Salah satu faktor utama penyebab mudah diterimanya tari Ronggeng Blantek sebagai budaya Betawi Betawi karena penampilan tari Ronggeng Blantek hasil kreasi Wiwiek Widiyastuti dibantu para seniman tari Betawi beserta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, telah sesuai dengan nilai-nilai budaya Betawi, sopan dalam gerak lagi busana, dan berpedoman dengan ajaran Islam sebagai identitas budaya masayarakat Betawi. 47 Mengenai proses penerimaan tari Ronggeng Blantek oleh masyarakat Betawi muslim di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, dijelaskan oleh bapak Sibroh Malisi, ketua kordinator pemasaran dan kesenian Setu Babakan: “Kita sekarang ini dapat sama-sama menyaksikan pertunjukkan tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Setu Babakan, bahkan di berbagai acara masyarakat Betawi, dan di beberapa acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini seluruh masyarakat Betawi muslim bahkan masyarakat non- Betawi telah menerima tari Ronggeng Blantek ini sebagai tari Betawi. Penerimaan tari Ronggeng Blantek bagi kami masyarakat Setu Babakan serta masyarakat Betawi pada umumnya, karena Ronggeng Blantek dalam penampilannya berada pada koridor dan pedoman budaya Betawi. Tidak ada komposisi gerak dan busana yang vulgar dalam setiap pertunjukannya”. 48 Selanjutnya penjelasan mengenai penerimaan tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, berdasarkan penjelasan para staf pengelola, seniman maupun ulama lokal setempat. Ternyata benar bahwa di dalam komposisi musik, gerak dan busana tari Ronggeng Blantek telah sesuai dengan nilai Islam. 47 Hasil wawancara dengan Ibu wiwiek widiyastuti, 11 Mei 2014. 48 Wawancara dengan Sibroh Malisi selaku pengelola dan Koordinator kesenian dan pemasaran perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tanggal 22 Juli 2014. Berikut hasil wawancara penulis dengan salah satu ulama lokal Perkampungan Setu Babakan H. Gumin Has S.Pd : “Tari Ronggeng Blantek di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan telah sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagai marwah budaya Betawi, dengan berpakaian, bergerak dan berpenampilan sopan. Busana dengan lengan panjang dalam tari Ronggeng Blantek telah menunjukkan konsistensi seniman tari di Sanggar Seni Setu Babakan untuk menjadikan setu babakan sebagai kawasan konservasi budaya yang religius.” 49 Selanjutnya pernyataan lain tentang penerimaan ronggeng blantek oleh masyarakat Betawi di Perkampungan Setu Babakan: “ yang dikatakan tetap berpegang dengan marwah budaya Betawi yaitu Islam, memang tidak harus secara kontekstual menunjukkan simbol Islam di dalamnya. Bagi kami pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, dalam komposisi tari Ronggeng Blantek tidak ada hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kami sebagai pengelola juga telah memberi peringatan kepada setiap seniman yang tampil di Setu Babakan ini untuk memperhatikan apa yang menjadi semboyan bagi Perkampungan Setu Babakan, yakni menjadi kawasan konservasi budaya yang religius” . 50 Pada dasarnya aksi penolakan masyarakat Betawi terhadap gambang kromong dan ronggeng blantek pada fase adalah ketika adanya ketidaksesuaian antara seni sebagai ekspresi kebudayaan mereka dengan Islam yang telah melekat sebagai identitas mereka. Dengan kata lain pertentangan masyarakat akan terjadi bila ada satu atau beberapa unsur dalam seni atau budaya yang bertentangan dengan identitas mereka, apalagi jika karakter ini merupakan identitas serta kebanggan dari kelompok masyarakat tersebut. 51 Karakter terpenting dalam hal ini adalah agama sistem kepercayaan. Jadi penerimaan masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan terhadap Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek merupakan 49 Wawancara dengan salah satu tokoh Islam di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Bapak H. Gumin Has SPd, beliau juga pengurus Majid Raya Baitul Makmur, masjid dengan seni dekorasi Betawi yang letaknya dekat dengan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, tanggal 7 Agustus 2014. 50 Wawancara dengan Sibroh Malisi, 7 Agustus 2014. 51 Yasmne Z Shahab, Rekacipta Tradisi Sebagai Strategi Keseragaman dalam Keragaman, h. 133. proses integrasi nilai-nilai Islam yang menjadi pedoman mereka dalam menjalani kehidupan di segala bidang, apapun itu tak terkecuali pada bidang seni dan budaya. 89

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Nilai agama merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia sebagai mahluk sosial, tidak terkecuali peran Islam dalam tata kehidupan masyarakat Betawi. Nilai-nilai agama telah membentuk sistem sosial dan budaya mereka, sehingga agama dalam hal ini Islam telah menjadi pedoman dasar yang membentuk cara pandang, pola fikir, tingkah laku serta faktor pembentuk sistem sosial dalam masyarakat Betawi. Proses islamisasi Betawi yang terjadi bersamaan dengan proses terbentuknya etnis Betawi, memang telah menjadikan Islam sebagai simpul pengikat bagi seluruh masyarakat Betawi yang tersebar bukan hanya di wilayah administrasi DKI Jakarta saja. Etnis Betawi tersebar di hampir seluruh wilayah di Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor. Tidak terkecuali pada masyarakat Betawi di Perkampungan Setu Babakan. Dipadukannya kesenian Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dengan Islam didasari pada identifikasi yang kuat masyarakat Betawi terhadap nilai-nilai Islam dalam setiap lini kehidupan mereka, tidak terkecuali dalam urusan seni sebagai salah satu produk kebudayaan. Hal demikian sejalan dengan konsistensi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan untuk menjadi kawasan konservasi budaya yang religius. Islam telah menjadi filter bagi masyarakat Betawi untuk menerima berbagai hal baru yang masuk dalam kehidupan mereka. Nilai Islam juga yang menjadi alasan bagi etnis Betawi untuk mau menerima kesenian tari Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong. Nilai-nilai moral dan kesopanan yang diajarkan Islam yang menjadi satu kesatuan dalam penampilan seni musik Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blanteklah, yang pada akhirnya mempercepat proses penerimaan masyarakat betawi muslim terhadap dua kesenian ini di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Penerimaan masyarakat Betawi terhadap kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek didasari dengan penyesuaian dan pengaruh agama terhadap dua kesenian tersebut, sehingga dalam proses dan perkembangannya gambang kromong dan tari ronggeng blantek berjalan linear dengan nilai-nilai Islam. Islam sebagai identitas etnis telah menjadi kebanggan dan karekter hakiki pada masyarakat Betawi, dan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Betawi. Kebanggaan etnis Betawi terhadap identitas Islam inilah yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah DKI Jakarta saat itu, yang berinisiatif melakukan proses rekacipta tradisi Betawi pada kesenian musik Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek. Dalam prosesnya, semua pihak baik pemerintah daerah, para seniman, dan budayawan Betawi yang terlibat di dalamnya telah menyadari betul bahwa nilai Islam telah mengakar dalam budaya Betawi, maka mereka secara bersungguh- sungguh melakukan pembaharuan maupun menciptakan suatu kesenian baru yang dalam penampilannya tidak bertentangan dengan nilai dan ajaran Islam. Kasusnya terjadi pada dua kesenian asli Betawi yaitu tari Ronggeng Blantek dan Gambang Kromong. Ronggeng Blantek bukanlah hal baru bagi masyarakat Betawi, karena tarian ini merupakan bagian dari teater Lenong Betawi yang kemudian terpisah menjadi seni tari yang berdiri sendiri lepas dari rangkain lenong Betawi. Wiwiek Widiyastuti selaku pencipta tari Ronggeng Blantek menyadari betul bahwa dalam komposisi gerak serta penampilan dalam tari Ronggeng Blantek, harus berpedoman dengan nilai dan ajaran Islam. Sekalipun tidak ada simbol-simbol islam di dalamnya, namun komposisi gerak, busana dan penampilan yang sopan mampu dikatakan cukup dan memenuhi standar kesenian yang seiring sejalan dengan nilai Islam sebagai marwah budaya Betawi Sekarang ini Gambang kromong dapat diterima dan dengan bangga diakui sebagai salah satu musik tradisional masyarakat Betawi. Proses penerimaan masyarakat muslim Betawi terhadap gambang kromong ini didasari atas prakarsa pemerintah daerah dan kelompok masyarakat Betawi sendri dalam merekacipta atau menghapus adegan mabuk, nyawer, judi, ngibing dan adegan lain yang tidak sesuai dengan nilai moral dan kesopanan masyarakat Betawi. Hasilnya saat ini gambang kromong dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Betawi sebagai kesenian musik yang dalam penampilannya sopan, membawakan lagu dengan lirik yang berisi pesan moral atau banyolan. Penerimaan masyarakat Betawi muslim khusunya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan terhadap seni musik gambang kromong dan tari ronggeng blantek didasari dengan pengintegrasian nilai-nilai Islam pada setiap kesenian Betawi. Gambang Kromong dan tari Ronggeng Blantek saat ini telah diterima dan diakui sebagai kesenian asli masyarakat Betawi, ketika unsur-unsur dalam dua kesenian tersebut mampu berjalan beriringan sesuai dengan nilai moral dan nilai kesopanan yang diajarkan Islam. Dengan demikian penerimaan masyarakat Betawi terhadap gambang kromong dan ronggeng blantek adalah saat semua unsur yang dianggap bertentangan dengan Islam pada keduanya telah dihilangkan. Maka bertemunya nilai-nilai Islam dengan kesenian lokal pada akhirnya berhasil menjadikan gambang kromong dan tari ronggeng blantek sebagai kesenian masyarakat Betawi yang identik dengan Muslim.

B. SARAN

Saran penulis agar eksistensi Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan tetap dijaga dan dipertahankan oleh seluruh masyarakat Betawi, terutama peran dan keterlibatan generasi muda demi menjaga kesinambungan tradisi dan seni Betawi untuk bisa bertahan dan berkembang mengikuti perkembangan zaman. Penulis menaruh harapan besar pada Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan untuk tetap memegang kuat komitmennya sebagai kawasan konservasi budaya yang religius, karena kebanggaan masyarakat Betawi untuk tetap mempertahankan nilai-nilai Islam dalam seni dan budayanya, adalah suatu hal menarik. Semoga karya tulis ini bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat, amin.