perkembangannya di Jawa di propagandakan melalui alat-alat komunikasi tradisional seperti seni musik, seni tari, seni pertunjukan dan bentuk seni lainnya.
Pada dasarnya proses sintesis atau dialaog yang terjadi antara doktrin agama dengan prouduk-produk kebudayaan seperti seni akan menghasilkan dua
kemungkinan, pertama asimilasi budaya kedua konfrontasi sebagai bentuk penolakan. Dalam hal ini gambang kromong dan tari ronggeng blantek merupakan
sintesa dari bertemunya nilai-nilai Islam dengan produk kesenian lokal yang bisa diterima sebagai satu bentuk kesenian baru, kesenian yang saat ini lekat dengan
masyarakat Betawi. Musik gambang kromong milik masyarakat Betawi lahir atas bertemunya
berbagai instrumen musik yang datang dibawa oleh bebagai bangsa lain yang saat itu ada di Jakarta. Rebab yang berasal dari Cina, bonan dari Thai, kendang dari
Sunda, gambang dari Jawa, serta terompet dari Belanda, telah bercampur dan menhasilkan satu seni musik yang meskipun masih terdengar nada-nada asal
instrumen tersebut, akan tetapi telah menjadi satu seni milik masyarakat Betawi yang tidak ada di tempat lain, begitu halnya pun dengan tari ronggeng blantek.
48
Dengan demikian hubungan Islam dengan kesenian gambang kromong dan tari ronggeng blantek adalah hasil dialog Islam sebagai agama terhadap kesenian
lokal sebagai ekspresi kebudayaan mereka. Karena nilai-nilai Islam tidak harus dilihat dan dimaknai secara normatif dan bergaya Arab yang kering, namun Islam
dimaknai dan diwujudkan dalam bentuk lain yang mempengaruhi sistem dan budaya di tempat dimana Islam itu masuk.
48
Umar Kayam, Seni Tradisi Masyarakat, Seni Esni No.3, Jakarta: Sinar Harapan, 1981, h.65.
68
BAB III ETNIS BETAWI DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU
BABAKAN
A. Sejarah Etnis Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Bila kita berbicara Jakarta, maka kaitannya adalah masyarakat Betawi. Jakarta dan Betawi seperti dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan karena
masyarakat Betawi dianggap sebagai penduduk asli Jakarta. Selama ini telah banyak hasil kajian tentang latar belakang lahirnya etnis Betawi, dan hasil kajian
itu menyimpulkan bahwa masyarakat Betawi adalah hasil proses asimilasi dari unsur-unsur berbagai budaya dari kelompok-kelompok etnis tertentu yang hadir di
Jakarta. Sejak Jakarta masih berfungsi sebagai salah satu pelabuhan di Nusantara bernama Sunda Kelapa, yang kemudian berubah menjadi Jayakarta pada tahun
1527, kemudian pada zaman Belanda menjadi nama Batavia, dan sampai saat ini kita kenal dengan nama Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
1
Sejarah lahir dan terbentuknya masyarakat Betawi merupakan proses asimilasi dari beberapa kelompok etnis, dengan kata lain masyarakat Betawi
adalah hasil bercampurnya kelompok-kelompok multietnis yang pernah tinggal dan menetap lama di Jakarta, baik kelompok etnis lokal maupun asing. Hal ini
berdasarkan pernyatan berikut: “the Betawi are the indigeneous people of Jakarta in Indonesia. It is believed that they are a multiethnic community made up of both
1
Junus Melalatoa dalam kata pengantar Identitas dan Otoritas : Rekontruksi Tradisi Betawi, penulis Yasmine Zaki Shahab, Depok : Laboratorium Antropologi FISIP UI, 2004
local ethnicties such as Sundannese and Javanesse, and foreign ethnicties such as Arab and Chinese”
.
2
Sejak bernama Sunda Kelapa sampai saat ini Jakarta memang telah menjadi tempat melebur atau tempat bertemunya berbagai kelompok dengan berbagai
unsur budaya yang pada akhirnya melahirkan etnis Betawi, melahirkan budaya Betawi yang memiliki ciri berbeda dengan etnis lain.
3
Benar adanya bahwa kelompok-kelompok pembentuk etnis Betawi berasal dari luar Batavia, tetapi orang Betawi adalah para migran yang terbentuk di
Batavia sehingga Batavia adalah tempat asal etnis Betawi. Ini artinya orang Betawi lahir dan terbentuk di Batavia, merupakan kelompok baru dengan identitas
baru yang berbeda dengan identitas kelompok migran lain yang menetap dan tinggal di Jakarta sekitar seratus tahun lalu.
4
Sehingga orang Betawi adalah
penduduk asli Jakarta.
Dalam buku yang berjudul Islam dan Masyarakat Betawi, Abdul Azis menjelaskan bahwa proses pembentukan etnis Betawi dimulai pada awal abad ke
19 pada masa pemerintahan Belanda, dimana Betawi merujuk pada nama Batavia. Kemudian berkembang menjadi etnis Betawi sendiri melalui beberapa faktor di
antaranya, adanya tekanan kekuasaan dan perlakuan sosial dari pemerintah
Belanda, penguasaan wilayah dan penetrasi kebudayaan.
2
Yulia Nurlianai, On Traditional Architecture and Modernization in Betawi Settlements Jakarta, International Association for the Study of Traditional Environments IASTE, Desember
2002, h. 39 http:www.jstor.orgstable41757955
diakses 07012014 , 01:29
4
Yasmine Zaki Shahab, Latar Belakang Studi Betawi, Depok : Laboratorium Antropologi, FISIP UI, 2004, h.5
Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya komunitas etnik secara universal. Pertama, adanya kesadaran diri sendiri atau self
conciousness.
5
Kesadaran sendiri ini membutuhkan peran seorang pemimpin khingship atau kelompok terdidik yang mampu menyuarakan dan menegaskan
eksistensi mereka sebagai kelompok dengan identitasnya sendiri. Selain itu dibutuhkan momentum atau waktu yang tepat bagi mereka untuk mengenalkan
identitas kelompoknya. Kedua, adanya bentrok atau perlawanan fisik. Umumnya perlawanan ini adalah akibat dari tekanan penguasa dan perlakuan sosial yang
merugikan mereka, secara sadar kelompok etnis ini akan bersama-sama menggalang kebersamaan, menegaskan kekhasan dan perbedaan mereka dengan
komunitas lain di luar mereka.
6
Faktor-faktor itu juga berlaku atas terbentuknya
etnis Betawi di Jakarta.
Beralih ke Perkampungan Setu Babakan, berbicara sejarah etnis masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, mereka adalah kesatuan
dari sejarah panjang terbentuknya etnis Betawi di Jakarta. Faktor pembentuk etnis Betawi di Jakarta sama dengan faktor pembentuk etnis Betawi di Perkampungan
Budaya Betawi Setu Babakan. Faktor pembentuk identitas itu adalah: kesamaan wilayah geografis, kesamaan adat istiadat, ciri khusus atau kekhasan, mitos, asal
usul, bahasa dan agama.
7
Hadirnya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan saat ini, adalah jawaban dari semakin terdesaknya kebudayaan dan masyarakat Betawi karena
5
Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: LP3S, 1998, h. 33
6
Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, h. 35
7
Anthony D Smith, The Ethnic Revival, Cambridge: Cambridge University Press, 1982, h. 64-65