utama. Ketiga, berita meninggalnya Soeharto unsur yang menarik minat dan penting bagi kepentingan umum. Dan keempat, berita meninggalnya Soeharto
merupakan berita informasi dan tidak semua informasi adalah berita, karena berhubungan dengan nilai-nilai berita.
3. Syarat-syarat Berita
Menurut Harahap, ada beberapa syarat dalam suatu berita yaitu sebagai berikut:
49
a. Akurat, singkat, padat, jelas dan sesuai dengan kenyataan.
b. Tepat waktu dan actual.
c. Objektif, sama dengan fakta yang sebenarnya, tanpa opini dari penulis yang
dibuat-buat. d.
Menarik, apa yang disajikan terdiri dari kata-kata dan kalimat yang khas, segar dan enak dibaca.
e. Baru belum diberitakan sebelumnya atau merupakan ulangan “baru”. Ini
sangat penting yang bisa menarik perhatian. Demikianlah beberapa kriteria mengenai pemilihan atau penetapan suatu
peristiwa yang dapat diangkat menjadi berita. Berita meninggalnya Soeharto dapat dijadikan tolak ukur sebagai sesuatu yang pantas di tulis menjadi berita untuk
disiarkan kepada khalayak. Dengan memperhatikan hal itu, berarti sebagian dari persyaratan suatu berita yang baik sudah terpenuhi.
49
Sr. Maria Assumpta Rumanti OSF, “Dasar-dasar Public Relation: teori dan praktik”, Jakarta: Grasindo 2002, h. 130
Struktur berita, khususnya berita langsung straight news, pada umumnya mengacu pada struktur piramida terbalik yakni memulai penulisan berita dengan
mengemukakan fakta yang dianggap penting, kemudian diikuti bagian-bagian yang dianggap agak penting, kurang penting dan seterusnya. Struktur berita
selengkapnya: a.
Judul head b.
Date line yaitu tempat atau waktu berita itu diperoleh dan disusun. c.
Teras berita yaitu bagian berita yang terletak dibagian pertama. d.
Isi berita.
D. Analisis Framing dalam pendekatan wacana media
1. Konsep Framing
Analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak
dibawa kemana berita tersebut. Karenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate,
objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan. Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi
dan representasi realitas. Menurut Panuju, analisis framing adalah analisis untuk membongkar ideologi di balik penulisan informasi.
Analisis framing berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk
pemahaman terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajari media, analisis bingkai menunjukkan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasa berita
mempengaruhi aspek-aspek yang lain. Secara sederhana, Analisis framing mencoba untuk membangun sebuah
komunikasi dan menyampaikan kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisis framing, bagaimanakah suatu
pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.
50
Pada dasarnya analisis framing merupakan versi baru dari pendekatan wacana, khususnya menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing pertama
kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955
51
. Awalnya, frame dipakai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan
politik, kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh
Goffman pada tahun 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku yang membimbing individu dalam membaca realitas.
Analisis framing adalah salah satu metode analisa media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Framing secara sederhana adalah membingkai
sebuah peristiwa. Sobur mengatakan bahwa analisis framing digunakan untuk
50
Jumroni dan Suhaimi, “Metode-metode Penelitian Komunikasi”, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, cet.ke-1, h.92
51
Agus Sudibyo, “Citra Bung Karno: Analisis Berita Pers Orde Baru”, Yogyakarta: Bigraf Publishing 1999, h. 23
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita
52
. Cara pandang dan perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan
dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita tersebut. Framing adalah metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu
realitas tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan
istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya, dengan kata lain bagaimana realitas dibingkai,
dikonstruksi dan dimaknai oleh media
53
. Framing juga dapat dimaknai sebagai tindakan penyeleksi aspek-aspek realitas yang tergambar dalam teks
komunikasinya dan membuatnya lebih menonjol dari aspek-aspek yang lain, sambil memperkenalkan definisi problem tertentu, interpretasi kausal, dan
rekomendasi penanganan terhadap masalah yang dibicarakan. Proses framing berkaitan dengan strategi pengelolaan dan penyajian
informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu wacana berita bagaimana
dipengaruhi oleh proses produksi berita dimana terlibat unsur-unsur redaksional seperti reporter, redaktur dan lain-lain. Dengan kata lain, framing merupakan
bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak media pada posisi strategis.
52
Rachmat Kriyanto, “Teknik Praktik: Riset Komunikasi”, Jakarta: Kencana, 2006, cet. ke-1, h. 253
53
Ibid,
Ada hal penting dalam framing, ketika sesuatu diletakkan dalam frame, maka bagian yang terbuang ada bagian yang terlihat. Kita bisa menghadirkan
analogi ketika kita memfoto suatu pemandangan, maka yang masuk dalam foto itu hanya bagian yang berada dalam “frame”, bagian lain terbuang.
Analisis framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa yang lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak terlibat
berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sedang yang lain tidak?
Mengapa fakta tertentu ditonjolkan sedang yang lain tidak? Mengapa menampilkan sumber X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang
diwawancarai?
54
Jadi, analisis framing ini merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas peristiwa, individu, kelompok dan lain-lain yang dilakukan media.
Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang artinya realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan
media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna,
lebih diperhatikan, dan dianggap penting serta lebih mengena dalam pikiran khalayak.
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideology media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati
strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih
54
Ibid,
bermakna, lebih menarik, lebih berarti dan lebih di ingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektif. Dengan kata lain, framing adalah
pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang
atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang di tonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita
tersebut
55
. Oleh karena itu, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau
tak terelakkan
56
. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan
package yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gagasan ide-ide
yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi mekna peristiwa- peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.
Menurut Erving
Goffman, konsep
analisis framing
memelihara kelangsungan
kebiasaan kita
mengklasifikasi, mengorganisasi
dan menginterpretasi serta aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk
memahaminya
57
. Skemata interpretasi itu disebut frames, yamg memungkinkan individu dapat melokalisasi merasakan, mengidentifikasi dan memberi label
terhadap peristiwa-peristiwa informasi. Demikian juga Gatlin mengidentifikasikan
55
Nugroho, Eriyanto, dan Frans Sudiarsis, “Politik Media Mengemas Berita”, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999, h. 21
56
Teguh Imawan, “Media Surabaya Mengaburkan Makna: Kasus Pemilihan Walikota”, Pantau, Edisi 09, 2000, h. 66
57
Hotman Siaahan, “Pers Yang Gamang: Studi Pemberitaan Jajak Pendapat Timor- timur”,
Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2001, h. 76
frame sebagai seleksi, penegasan dan eksklusi yang ketat. Ia menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi wacana berita dengan mengatakan
frame memungkinkan para jurnalis memprosessejumlah besar informasi secara cepat dan rutin, sekaligus mengemas informasi demi penyiaran yang efisien
kepada khalayak. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar yakni seleksi isu dan
penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas
58
. Kedua factor ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan
dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkan, di buangnya. Dibalik semuanya pengambilan
keputusan mengenai isu mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideology para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita.
Konsep framing dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication teks. Analisis
framing dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang didesak oleh transfer atau komunikasi informasi dari sebuah lokasi
seperti pidato, ucapan atau ungkapan, news report, atau novel. Framing, menurutnya secara esensial meliputi penyeleksian dan penonjolan. Membuat
frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan
sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan merekomendasikan penangannya.
58
Eriyanto, “Kekuasaan Otoriter: Dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hagemoni”, Yogyakarta: Insist dan Pustaka Pelajar, 2000, h. 94
GJ. Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan
dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan
dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.
2. Efek Framing