PEMBINGKAIAN BERITA KASUS ANGGODO PADA MEDIA JAWAPOS DAN REPUBLIKA (STUDI ANALISIS FRAMING KASUS ANGGODO PADA MEDIA CETAK JAWA POS DAN REPUBLIKA).

(1)

PEMBINGKAIAN BERITA KASUS ANGGODO PADA MEDIA

JAWAPOS DAN REPUBLIKA

(Studi Analisis Framing kasus Anggodo pada Media Cetak Jawa Pos dan Republika)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP :UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh : Mashudi NPM. 0543010088

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

Pembingkaian Berita Kasus Anggodo Pada Media Jawapos Dan Republika (Studi Analisis Framing Kasus Anggodo Pada Media Cetak Jawa Pos dan Republika)

Disusun oleh :

Mashudi NPM. 0543010088

Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui Pembimbing Utama

Drs. Kusnarto, MSi NIP. 19580801 198402 1 001

Mengetahui, DEKAN

Dra. EC. Hj. Suparwati, MSi NIP. 030.175.349


(3)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada allah SWT, karena atas segala limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul PEMBINGKAIAN BERITA KASUS ANGGODO PADA MEDIA JAWA POS DAN REPUBLIKA. Tujuan proposal itu adalah sebagai pemenuhan syarat untuk meraih gelar sarjana sosial pada Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasuonal Surabaya.

Selama melakukan penulisan skripsi ini, tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu penulis, dari dimulainya pencarian data hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Allah SWT, atas berkah kesehatan baik secara fisik maupun mental yang telah diberikan-Nya.

2. Bapak Drs. Kusnarto, MSi selaku pembimbing penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan, bimbingan, dan dukungannya.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi 4. Bapak Drs. Syaiffudin zuhri, Msi, selaku Sekretaris Program Ilmu Komunikasi 5. Para dosen ilmu komunikasi untuk segala ilmu dan pengalaman yang sudah

dibagi

6. ORang tua penulis. Terima kasih sudah memberikan dorongan dan semangat baik secara moril maupun materiil.


(4)

7. teman-teman ku mas reki (thanks uda Bantu skripsiku), tio, ugi, pay, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutin.

8. dan semua pihak yang telah bersedia membantu penulis selama menyelesaikan proposal ini, serta pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari begitu banyak kekurangan yang masih harus dibenahi. Akhir kata, penulis mengharap saran dan kritik yang menbangun untuk skripsi ini. Terima kasih.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………... …….. i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ………... ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2Perumusan Masalah ………. 12

1.3Tujuan Penelitian ………. 13

1.4Manfaat Penelitian ……… 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………. 15

2.1 Media Dan Kontruksi Realitas ……… 15

2.2 Ideologi Media ……….. 17

2.3 Berita Sebagai Hasil Kontruksi Realitas ……… 18

2.4 Kriteria Umum Berita ……… 20

2.5 Model Hierarchy Of Influence ……… 24

2.6 Analisis Framing ……… 26

2.7 Perangkat Framing Zhongdang pan dan Kosicki ……… 28

2.8 Kerangka Berpikir ………... 36


(6)

3.1 Metode Penelitian ……….. 39

3.2 Definisi Operasional ………. 40

3.2.1 Pembebasan Anggodo Dalam Kasus Kpk Vs Polri ………… 40

3.2.2 Berita Di Media Jawa Pos Dan Republika ………. 41

3.3 Subyek Dan Obyek Penelitian ……….. 41

3.4 Unit Analisis ………. 41

3.5 Populasi dan Korpus ……… 42

3.6 Tehnik Pengumpulan Data ……… 43

3.7 Tehnik Analisis Data ………. 43

3.8 Langkah-Langkah Analisis Framing ………. 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 50

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ……… 50

4.1.1 surat kabar Jawa Pos ……… 50

4.2.1 Gambaran Umum Republika ……….. 60

4.3 Hasil dan Pembahasan ……… 67

4.3.1 Analisis Data Berita Republika ………. 67

4.3.1.3 Analisis Data Berita Jawa Pos………. 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 88

5.1 Kesimpulan ……… 88

5.2 Saran ………. 89

DAFTAR PUSTAKA ……… 90


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Format Umum Pemberitaan Jawa Pos……… 58

Tabel 2. Format Umum Pemberitaan Republika ……… 66

Tabel 3. Frame Republika pada tanggal 4 November 2009 ……… 70

Tabel 4. Frame Republika pada tanggal 5 November 2009 ……… 73

Tabel 5. Frame Jawa Pos pada tanggal 4 November 2009 ………. 77

Tabel 6. Frame Jawa Pos pada tanggal 5 November 2009 ………. 81


(8)

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN Gambar 1. “Herarchy Of Influence” Shoemaker dan Rees 26 Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir Pan dan Kosicki 38


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Berita Jawa Pos: “TPF periksa Anggodo” ………. 91 Lampiran 2. Berita Jawa Pos : “ Anggodo dilepas lewat belakang” ………... 92 Lampiran 3. Berita Jawa Pos : “Anggodo bikin buyung naik pitam” ………. 93 Lampiran 4. Berita Republika : “ Tim periksa Anggodo, Susno.

Ritonga dan Wisnu ……….. 94 Lampiran 5. Berita Republika : “ Anggodo bebas, Tim 8 ancam mundur” ………. 95


(10)

ABSRAKSI

MASHUDI. 0543010088. PEMBINGKAIAN BERITA KASUS ANGGODO PADA MEDIA JAWAPOS DAN REPUBLIKA (STUDI ANALISIS FRAMING KASUS ANGGODO PADA MEDIA CETAK JAWA POS DAN REPUBLIKA)

Dari tujuan dan sikap media dalam melihat suatu peristiwa, media cetak tidak lepas dari perspektif yang dibangun dalam memuat berita. Begitu pula dalam pemberitaan kasus Anggodo, ingin diketahui bagaimana membingkai peristiwa tersebut dalam pemberitaan di media cetak Jawa Pos dan Republika. Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana kemampuan kedua media ini dalam membangun sebuah realitas. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Pembingkaian berita kasus Anggodo pada media Jawa Pos dan Republika”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pembingkaian berita tentang kasus Anggodo pada media Jawa Pos dan Republika.

Kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah media dan kontruksi realitas, berita sebagai hasil konstruksi realitas, ideologi institusi media, kriteria umum berita, analisis framing, perangkat framing Pan dan Kosicki, dan kerangka berpikir.

Penelitian ini diteliti menggunakan teknik analisis framing dengan metode penelitian kualitatif. Analisis framing yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, dimana dalam analisis ini terdiri dari beberapa unsur yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris. Unit analisis dalam penelitian ini kalimat dan kata yang dimuat dalam teks berita kasus Anggodo pada media Jawa Pos dan Republika

Hasil dan analisis data menunjukkan bahwa dalam berita tentang kasus Anggodo menggunakan berbagai struktur analisis framing yakni struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris. Surat kabar Republika memberitakan bahwa dalam proses pemeriksaan Anggodo oleh polri, Anggodo dibebaskan karena tidak ada cukup bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka. Sedangkan surat kabar Jawa Pos memberitakan dari desakan TPF untuk tetap menahan Anggodo, karena ada bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam berita tentang kasus Anggodo pada media Jawa Pos dan Republika memiliki perspektif yang berbeda. Media Jawa Pos membingkai berita dari desakan TPF untuk tetap menahan Anggodo, karena ada bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka, sedangkan media Republika membingkai berita bahwa dalam proses pemeriksaan Anggodo oleh polri, Anggodo dibebaskan karena tidak ada cukup bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka

Kata kunci : framing, berita tentang kasus Anggodo di media Jawa Pos dan Republika.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Peran media massa dalam kehidupan sosial kerap dipandang secara berbeda-beda, namun tidak ada yang menyangkal atas perannya yang signifikan dalam masyarakat modern. Menurut Mc. Quail, dalam bukunya Mass Communication Theoris (2000:16), menyebutkan bahwa peran media massa sebagai windows on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak “melihat” apa yang terjadi diluar sana. Selain itu, media massa sebagai “filter” atau “gate keeper” yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media massa senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content lain berdasarkan standar para pengelolanya. Khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian. Disini, pentingnya peran media massa sebagai realitas simbolik yang dianggap mempresentasikan realitas objektif sosial dan berpengaruh pada realitas sosial dan berpengaruh pada realitas subjektif yang ada pada perilaku interaksi sosial.

Media massa mempunyai kekuatan yang signifikan dalam mempengaruhi khalayak, salah satunya karena media massa memiliki fungsi sebagai kontrol sosial bagi masyarakat. Fungsi kontrol sosial yang dimiliki oleh media massa mempunyai kebebasan yang bertanggung jawab dalam menyampaikan serta menyebarkan informasi mengenai kebijakan pemerintah kepada setiap khalayak atau masyarakatnya. Tidak ada kejadian sekecil apapun yang tidak diberitakan oleh media massa, sehingga semua kejadian dalam


(12)

suatu Negara dipastikan dapat mempengaruhi tingkah laku atau pola pikir masyarakat yang tinggal di Negara tersebut. Oleh karena itu, sebagai institusi yang bergerak pada bidang informasi, dapat disebut sebagai salah satu “urat nadi pemerintah” walaupun demikian, kebebasan dan tanggung jawab yang dimuat oleh media massa juga harus dilandaskan etika profesi dan hukum yang berlaku di Negara yang bersangkutan.

Masyarakat mengharapkan bahwa media massa dapat menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya dan dapat menjadi salah satu sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan baik yang bersifat moral, politik dan sosial. Maka tidak salah lagi jika ada pernyataan yang menyebutkan bahwa media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (Mc Quail,1994:3)

. Secara teoritis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Pada praktiknya apa yang disebut sebagai kebenaran ini ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan survival media itu sendiri, baik dalam pengertian bisnis maupun politis. Dalam kaitan ini kerap terjadi bahwa meminjam ungkapan budi susanto (1992 : 62) “kebenaran milik perusahaan” menjadi penentu atau acuan untuk kebenaran-kebenaran lainnya. Atas kebenaran milik perusahaan itulah realitas yang ditampilkan oleh media bukan sekedar realitas tertunda, namun juga realitas tersunting. Di belakang realitas tersunting ini terdapat pemilihan atas fakta atau informasi yang dianggap penting dan yang dianggap tidak penting, serta dianggap penting namun demi kepentingan survival menjadi tidak perlu disebarluaskan.


(13)

Media bukan cuma menentukan realitas macam apa yang akan mengemuka, namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk dalam realitas itu. Dalam hal ini, media menjadi sebuah kontrol yang bukan lagi semata-mata sebagaimana dicita-citakan, yaitu “…control, kritik dalam koreksi pada setiap bentuk kekuasaan agar kekuasaan selalu bermanfaaat…”(Leksono,1998:24) tetapi kontrol yang mampu mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan keyakinan-keyakinan masyarakat itu sendiri (Sobur,2003:114)

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita (Sobur,2001:163).

Ketika produksi media massa sampai kepada masyarakat susungguhnya merupakan hasil “rekontruksi realita”. Bahwa peristiwa yang disaksikan ataupun dialami reporter dan juru kamera diproses melalui editing dan readiting, penyuntingan dan penyuntingan lagi, baik reporter dan juru kamera maupun editor dan redaktur ataupun pemimpin redaksi. Suatu proses yang cukup unik meskipun berlangsung dengan cepat. Ini yang disebut sebagai proses rekontruksi atau realita (Pareno,2005:4)..

Tidak setiap peristiwa dapat dijadikan berita, hanya berita yang menjadi ukuran – ukuran tertentu saja yang layak dan bisa disebut sebagai berita, nilai berita tersebut menyediakan standart dan ukuran bagi wartawan sebagai kriteria dalam praktik kerja jurnalis. Sebuah peristiwa yang tidak mempunyai unsur nilai berita atau setidaknya nilai beritanya tidak besar akan dibuang.


(14)

Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks yang menyortir (memilah-milah) dan menentukan peristiwa dan tema-tema tertentu dalam satu kategori tertentu.. Peristiwa harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut memenuhi kriteria nilai berita, nilai-nilai berita menentukan bukan hanya peristiwa apa saja yang akan diberitakan, melainkan juga bagaimana peristiwa tersebut dikemas

Untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagaimana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut (Eriyanto, 2005:224).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan kajian analisis framing. Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruktionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukan realitas yang natural, akan tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma kontruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikontruksi, dengan cara apa kontruksi itu dibentuk. (Eriyanto,2005:27). Analisis framing merupakan salah satu model analisis alternatif yang bisa mengungkapkan rahasia di balik perbedaan. Bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis framing membongkar bagaimana realitas dibingkai oleh media, akan dapat diketahui siapa mengendalikan siapa, mana lawan mana kawan, siapa


(15)

si penindas dan siapa si tertindas, tindakan politik mana yang konstitusional dan yang inkonstitutional, kebijakan publik mana yang harus didukung dan tidak boleh didukung, dsb (Eriyanto, 2005:XV)

Dalam analisis framing tidak lepas dari tokoh-tokohnya antara lain murray Edelman, Robert N.entman, William gamson, dan yang terakhir zhongdang pan dan Gerald M. kosicki. (Eriyanto, 2005:XIV).

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh media ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang dan perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, hendak dibawa kemana berita tersebut, mengkontruksi tentang realitas suatu peristiwa.

Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu dan fakta tertentu yang diberitakan oleh media. Fakta ini ditampilkan apa adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksi sumber berita, memanipulasi pernyataan dan mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu interpretasi menjadi lebih menyolok (noticeable) daripada interpretasi yang lain (Sobur, 2006: 165).

Hal ini sejalan dengan pendapat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang melihat framing sebagai cara mengetahui bagaimana suatu media mengemas berita dan mengkontruksi realitas melalui pemakaian strategi kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Karena berita dilihat terdiri dari berbagai symbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang dipakai yang akan


(16)

dikontruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain ada pesan atau stimuli yang bersifat obyektif, sebaliknya berita dilihat sebagai seperangkat kode yang membutuhkan interpretasi makna. Teks berita tidak hadir begitu saja sebaliknya teks berita dilihat sebagai teks yang dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks (Eriyanto, 2002:251) serta terdapat empat perangkat framing, pertama, struktur sintaksis yaitu bagaimana wartawan menyusun peristiwa, opini kedalam bentuk susunan umum berita. Kedua, struktur skrip yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menceritakan peristiwa kedalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yaitu bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa kedalam proposisi dan kalimat. Keempat, struktur retoris yaitu bagaimana wartawan menekankan arti tertentu kedalam berita. (Eriyanto,2001:254-256). Karena alasan itulah peneliti menggunakan perangkat framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Alasan peneliti menggunakan perangkat framing model Pan dan Kosicki, karena model ini memuat bagaimana wartawan mengkontruksi dan memproses peristiwa kasus Anggodo baik dari segi sosial maupun dari segi pemakaian kalimat, lead maupun perangkat lain untuk mengungkapkan fakta serta pemaknaan sehingga dapat dimengerti oleh pembaca. Sehingga nantinya dapat dengan jelas mengetahui maksud yang tersembunyi dalam pembingkaian berita yang dilakukan oleh surat kabar Jawa pos dan Republika dalam membingkai berita tentang kasus Anggodo

Dalam membingkai atau mengkontruksi suatu realitas, antara media cetak satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Seperti halnya pada harian Jawa pos dan Republika, kedua harian ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi suatu isu dan


(17)

menulis berita mengenai kasus Anggodo.. Jawa pos menuliskan berita sebanyak 4 kali yaitu pada 4 s.d 7 November 2009, sedangkan Republika juga memberitakan sebanyak 4 kali .pada 4 s.d 7 November 2009.

Latar belakang permasalahan ini adalah pertama berasal dari diperdengarkannya rekaman pembicaraan yang disadap oleh KPK di mahkamah konstitusi. Dalam transkrip rekaman tersebut diperdengarkan bagaimana Anggodo melakukan pembicaraan dengan para pejabat tinggi polri dan kejagung seperti susno duadji (kabareskrip mabes polri) dan mantan jaksa agung muda intelejen AH Ritonga dan juga adanya pembicaraan yang melibatkan orang nomer 1 RI yaitu presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam rekaman tersebut terlihat jelas bahwa bagaimana Anggodo melakukan rekayasa untuk mengkriminalisasikan mantan anggota kpk bibit dan chandra.

Dari awal mula peristiwa tersebut akhirnya media berlomba-lomba untuk memberitakan peristiwa tersebut tidak terkecuali Jawa pos dan Republika.

Pada 4 November 2009, Republika menulis berita berjudul “tim periksa Anggodo, Susno, Ritonga, dan Wisnu”. Dalam berita tersebut Republika memberitakan tentang pemeriksaan Anggodo di mabes polri, Anggodo diperiksa terkait dengan kebenaran rekaman. Masih perlu dilakukan verifikasi terhadap kebenaran dari isi rekaman pembicaraan. Ujar Buyung Nasution ketua TPF (tim pencari fakta).

Adapun kutipan ketua TPF Buyung Nasution adalah sebagai berikut :

“…tim, kata buyung akan memverifikasi kebenaran rekaman dan isi pembicaraan “apakah itu benar, apakah itu betul suara mereka. Banyak hal yang perlu disimak”


(18)

. Menurut menteri hukum dan HAM, Patrialis Akbar, Dari pemutaran rekaman tersebut bisa dijadikan barang bukti awal bagi polisi untuk melakukan penyelidikan dan perlu dilakukan klarifikasi lebih lanjut kepada beberapa pihak

Adapun kutipan pembicaraan Patrialis Akbar adalah sebagai berikut :

“ …pemutaran barang bukti ini bisa dijadikan barang bukti awal penyelidikan polisi. Dia juga menyatakan perlu klarifikasi lebih lanjut kepada beberapa pihak.”

Sedangkan Pada 5 November 2009 Republika memuat judul “Anggodo bebas, tim 8 ancam mundur”. Dalam berita tersebut dituliskan bahwa pembebasan Anggodo akan merusak kepercayaan publik, dengan pembebasan Anggodo akan menambah kecurigaan bahwa ada permainan antara Anggodo dengan kepolisian. Kata buyung. Sedangkan menurut kepala divisi humas mabes polri, irjen Nanan Sukarna, mengatakan polri wajib melepaskan Anggodo jika dalam pemeriksaaan 1 x 24 jam tidak ditemukan alat bukti cukup untuk menjeratnya sebagai tersangka. “bukan berarti kepolisian bersama Anggodo, “kilahnya.

Dalam pemberitaannya polisi mempunyai alasan bahwa penyidik belum menemukan alat bukti yang bisa menjadikan Anggodo sebagai tersangka. Polisi mempunyai 6 alasan untuk tidak melakukan penahanan, salah satunya adalah polisi belum menemukan alat bukti yang bisa menjadikan Anggodo sebagai tersangka dan mabes polri akan menyelidiki keaslian rekaman dugaan kriminalisasi KPK yang di putar di MK (mahkamah konstitusi).


(19)

Sedangkan pada pemberitaan Jawa pos 4 November 2009 memuat judul “TPF periksa Anggodo”. Dalam berita tersebut dituliskan pemanggilan TPF (tim pencari fakta ) ini adalah untuk melakukan pemeriksaan terhadap Anggodo terkait kasus dugaan suap terhadap polisi di mabes polri. Buyung juga mengatakan “mengapa orang yang sangat dominan perannya tidak ditahan. Dalam hal ini buyung menginginkan bahwa Anggodo harus segera ditangkap. Karena sudah terlihat jelas dalam transkrip rekaman bahwa Anggodo ingin melakukan upaya untuk melakukan kriminalisasi KPK tidak ditahan.

Pada 5 November 2009 Jawa pos memuat judul “ Anggodo dilepas lewat belakang” dalam berita tersebut dituliskan bahwa dengan dibebaskannya Anggodo akan menimbulkan kecurigaan di masyarakat bahwa ada permainan antara Anggodo dengan kepolisian, dan masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap polri. Menurut kadivhumas mabes polri inspektur jenderal Nanan Soekarna, polisi masih belum menemukan alat bukti yang cukup. Sedangkan menurut Bambang Wijojanto, pengacara Bibit-Chandra kesalahan Anggodo dalam kasus tersebut sangat mencolok. Yang paling gamblang dia bisa menghubungi menyidik dan petinggi kejaksaan agar proyeknya menjebloskan pimpinan kpk ke bui berhasil. “seharusnya tidak ada imunitas terhadap perilaku semacam itu”. Menurut M.P. Pangarimbuan, pengacara kpk yang lain menambahkan rekaman yang telah diputar dalam sidang MK itu bisa digunakan sebagai bukti awal permulaan yang cukup untuk memproses Anggodo. Rekaman itu adalah fakta hukum yang sah dan bisa digunakan sebagai bukti. Pembebasan Anggodo akan memicu reaksi keras dari publik, koordinator bidang hukum dan monitoring peradilan ICW illian Deta Arta Sari mengecam pembebasan


(20)

tersebut, dia menilai penanganan itu sangat mencederai masyarakat. sebenarnya, dalam rekaman sudah sangat jelas, Ini menunjukkan seolah polisi tidak serius.

Republika edisi 4 s.d 7 November 2009 Dalam kasus Anggodo pemberitaan yang dimunculkan oleh Republika adalah dari proses pemeriksaan Anggodo. Dalam proses pemeriksaan oleh polisi Anggodo dibebaskan karena polisi belum menemukan bukti yang cukup untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka.

Sedangkan Jawa pos edisi 4 s.d 7 November 2009 dalam pemberitaan yang dibangun adalah tentang desakan TPF untuk tetap menahan Anggodo.. seperti pernyataan Adnan Buyung, bahwa jika Anggodo dibebaskan akan menimbulkan kecurigaan bahwa ada kerjasama antara polisi dengan Anggodo. kutipan buyung sebagai berikut :

“akan timbul kecurigaan, berarti betul ada permainan anggodo dengan kepolisian. Kok diistimewakan? Sakti betul dia”

Selain itu juga adanya kekawatiran Adnan Buyung terhadap reaksi masyarakat jika anggodo dibebaskan. Berikut kutipan Adnan Buyung :

“ tim delapan bersikap bahwa Anggodo harus tetap diperiksa. Selain itu, untuk efektifitas, dia harus ditahan. Adnan buyung menghawatirkan dampaknya jika Anggodo dilepas. “sangat riskan dan bahaya. Masyarakat bisa marah.”ungkapnya”

. Beranjak dari perbedaan pemberitaan yang dibangun oleh kedua media tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti kasus Anggodo Pada harian surat kabar Republika dan Jawa pos.

Alasan pemilihan berita karena berita tentang Anggodo ini menjadi headline baik di media cetak maupun di media elektronik. Dan juga adanya perbedaan pemberitaan antara kedua media tersebut.


(21)

Perbedaan surat kabar Republika dan Jawa pos dalam mengkontruksi atau membingkai berita dikarenakan adanya perbedaan cara pandang wartawan dari masing-masing media dalam mempersepsi suatu peristiwa. Perbedaan dari cara kedua harian tersebut mengemas berita disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan visi misi dan ideologi dari masing-masing media tersebut.

Salah satu sarana yang dipakai oleh media massa dalam mengkontruksi realitas, adalah menggunakan bahasa sebagai bahan baku guna memproduksi berita. Akan tetapi bagi madia massa, bahasa bukan sekedar alat komunikasi untuk menyampaikan fakta, namun juga menentukan gambaran atau citra tertentu yang hendak ditanamkan kepada publik.. Isi media pada hakikatnya adalah hasil kontruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasar. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat mempresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut (Sobur, 2001:88-89). Hasil kontruksi realitas selalu melibatkan pandangan, ideology dan nilai-nilai dari wartawan dan media. Bagaimana realitas itu dipahami dan dimaknai kelompok atau individu tertentu (Eriyanto,2001:13).

Alasan pemilihan pemilihan media jawa pos dan republika adalah karena hanya kedua media ini yang mempunyai perbedaan dalam mengkontruksi isu tentang pembebasan Anggodo dalam kasus kpk vs polri dibandingkan dengan media cetak yang lainnya.. Selain itu juga dari pembahasan isi berita yang dimuat oleh media cetak Jawa pos dan surat kabar Republika lebih lengkap daripada media yang lainnya


(22)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah :

“Bagaimana surat kabar Jawa pos dan Republika dalam membingkai kasus Anggodo pada media Jawa pos dan Republika”

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

“untuk mengetahui pembingkaian berita tentang kasus Anggodo pada media Jawa pos dan Republika”

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. manfaat teoritis

manfaat teoritis yang diperoleh adalah untuk menambah kajian dalam bidang komunikasi terutama menggunakan metode kualitatif pada umumnya dan analisis framing pada khususnya. Dengan melakukan penelititan ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang bagaimna media massa dalam membingkai realitas sosial mengenai kasus pembebasan Anggodo setelah pemeriksaan oleh polisi dalam kasus kpk vs polri pada media Jawa pos dan Republika


(23)

2. secara praktis

hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran mahasiswa, terutama surat kabar Jawa pos dan Republika khususnya dalam hal membingkai atau mengkontruksi suatu realitas.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Media dan Kontruksi Realitas

Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah saluran yang bebas, ia juga subyek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihaknya media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan actor dan peristiwa, lewat bahasa, dan pemberitaan pula. Media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khalaak harus melihat dan memahami peristiwa dalam kacamata tertentu. (Eriyanto,2005 :23).

Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkontruksi berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikontruksi (contructed reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tidak lebih dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita (Tuchman dalam Sobur, 2001:88).

Isi media pada hakikatnya adalah hasil kontruksi realitas dengan menggunakan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai alat mempresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang


(25)

sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang dikontruksinya (Sobur, 2001:88).

Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun pada hakikatnya adalah usaha mengkontruksikan realitas. Begitu pula dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan usaha-usaha mengkontruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya kedalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news), karangan khas (feature), atau gabungan keduanya (news feature). Dengan demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikontruksikan (contructed reality) (Sobur,2001:88).

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk kontruksi realias yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan, menurut Haman dalam Sobur (2001:90) bahasa bukan cuma mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.

Dalam kontruksi realitas bahasa dikatakan sebagai unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media (Sobur, 2001:91).


(26)

2.2 Ideologi Media

Konsep ideologi dalam sebuah intitusi media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah atau isi pemberitaan yang akan disampaikan kepada pembaca. Hal ini disebabkan karena teks, percakapan dan laiinya dalah bentuk dan praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. (Eriyanto, 2005:13).

Ideologi Republika adalah menginformasikan nilai-nilai islam

Visi dan misi republika

visi dari Republika adalah menjadikan perusahaan media cetak terpadu berskala nasional serta dikelola secara professional islami, sehingga berpengaruh pada proses pencerdasan bangsa, pengembangan kebudayaan, serta peningkatan keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia baru. Sajian yang bervisi diusahakan untuk ditampilkan sekaligus kadang gagal atau justru melenceng dari yang semestinya.

misi dari Republika

1. mencerdaskan bangsa melalui pendalaman wawasan yang berbasis komunitas melalui pemberitaan yang akura, actual, terpercaya, edukasi serta label keadilan dan kebenaran

2. meningkatkan dan menguatkan prestasi dan dedikasi individu menjadi sebuah team, sebagai kunci untuk perkembangan perusahaan dan peningkatan kesejahteraan


(27)

visi dan misi jawa pos adalah mempertahankan dan mengembangkan perusahaan bisnis dengan melaksanakan fungsi pers.

Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan dari fakta lain, walaupun hal itu merugikan pihak lain. Menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjolkan dari pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan kepada pihak tertentu.

2.3 Berita Sebagai Hasil Kontruksi Realitas

Pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa disini adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan yang pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa (Birowo, 2004:168).

Peristiwa-peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi criteria kelayakan informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk dijadikan

berita akan diangkat oleh media massa kemudian ditampilkan kepada khalayak (Eriyanto, 2005:26).

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses kontruksi. Proses kontruksi atas suatu realitas ini dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaaan (Eriyanto,2005:3).


(28)

Berita merupakan hasil kontruksi social dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari instansi media, tempat dimana wartawan tersebut bekerja, bagaimana realitas tersebut dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai (Birowo, 2004:176).

Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh masing-masing media (Sobur,2001:vi) hal ini terkait dengan visi, misi dan ideologi yang dipakai oleh masing-masing media. Sehingga kadakala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada siapa (jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan, atau kelompok tertentu). Keberpihakan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral dan nilai-nilai. Aspek-aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian dari integral dan tidak terpisah dalam membentuk dan mengkonfirmasi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada di masayarakat.

2.4 Kriteria Umum Nilai Berita

kriteria umum nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat digunakan wartawan untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita memilih mana yang lebih baik. Dengan criteria tersebut, wartawan dapat dengan mudah cepat mendeteksi peristiwa mana yang harus diliput dan diabaikan, memilih peristiwa mana yang terpenting dan terbaik untuk dimuat, disiarkan melalui medianya kepada khalayak (Sumandiria, 2005:80).


(29)

Kriteria umum nilai berita menurut Brian S. Books. George Kennedy, Darly R. Moen dan Don Ranly dalam news reporting and editing (1980,6-17) adalah :

1. Keluarbiasaan (unsuaalness)

berita adalah yang luar biasa. Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu peristiwa biasa tetapi berita adalah peristiwa yang luar biasa. Semakin besar suatu persitiwa, semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkan. Nilai berita peristiwa luar biasa paling tidak dapat dilihat dari lima aspek yaitu : lokasi peristiwa, waktu peristiwa, jumlah korban, daya kejut peristiwa dan dampak yang dihasilkan.

2. Kebaruan (newness)

berita adalah semua yang terbaru. Berita adalah apa saja yang disebut hasil karya terbaru, apa saja perubahan penting yang terjadi pada khalayak yang dianggap berarti adalah berita.

3. Akibat (impact)

berita adalah sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Dampak sebuah pemberitaan tergantung pada seberapa banyak khalayak yang terpengaruh, pemberitaan itu tergantung mengena khalayak atau tidak, atua sebaliknya efek berita itu menyentuh khalayaknya.


(30)

berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi, secara sederhana actual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Sesuai dengna definisi jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat dibutuhkan masyarakat. Aktualitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu : aktualisasi kalender, aktualisasi waktu, aktualisasi peristiwa.

5. Kedekatan (proximity)

kedekatan disini mengandung dua arti yaitu kedekatan geografis dan kedekatan psikologi. Kedekatan geografis adalah kedekatan yang menunjuk pada peristiwa yang terjadi di tempat tinggal kita. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengn domisili kita maka semakin tertarik kita untuk mengikutinya. Sedangkan kedekatan psikologi adalah kedekatan yang lebih banyak ditentukan oleh tingkat ketertarikan pikiran, perasaan atau kejiwaan seseorang dengan suatu obyek peristiwa atau berita.

6. Informasi (information)

tidak setiap informasi memiliki nilai berita, setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk dimuat. Hanya informasi yang bermanfaat bagi khalayak yang layak untuk dimuat. Informasi yang banyak memberikan manfaatlah yang layak untuk mendapatkan perhatian.


(31)

berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau syarat dengan dimensi pertentangan. Konflik merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis.

8. Orang penting (public figure, news maker)

berita tentang orang-orang penting, orang ternama, pesohor, selebritis, public figure, orang-orang tersebut dimanapun selalu membuat berita, janganlah ucapan dan tingkah lakuknya, namanya aja sudah menjadi berita.

9. Kejutan (surprising)

nilai berita dari kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan dan tidak direncanakan. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan perbuatan manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam dan benda-benda mati. Semuanya bisa mengundang dan menciptakan informasi serta tindakan yang mengejutkan.

10.Ketertarikan manusiawi (human interest)

human interest banyak mengaduk-ngaduk perasaan daripada mengandung pemikiran. Aspek kejiwaan, emosi, empati diutamakan dalam nilai berita ini. Hanya karena naluri, nurani dan sesuatu hati kita merasa terusik, maka peristiwa tersebut mendapat nilai berita. Apa saja yang dinilai mengandung minat insani, menimbulkan


(32)

ketertarikan manusiawi, mengembangkan hasrat dan naluri ingin tahu merupakan unsur human interest yang tinggi.

11.Seks (sex)

seks adalah berita, sepanjang sejarah peradaban manusia, sesuatu yang berkaitan dengan perempuan, hubungan antara pria dan wanita pasti menarik menjadi sumber berita.

2.5 Model Hierarchy Of Influence

Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media Pamela shoemaker dan tephen D Reese (Sobur,2002:138) membuat model “Hierancy Of Influence” Shoemaker dan Reese,

1. pengaruh individu-individu pekerja media, diantaranya adalah kharakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional.

2. pengaruh rutinitas media, apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggat (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan temoat (space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam media yang dihasilkan.


(33)

3. pengaruh operasional, salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materil, tujuan-tujuan dari media akan berpengaruh pada isi yang dihasilkan.

4. pengaruh dari luar organisasi media, lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relation dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers.

5. pengaruh idiologi merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh, ideology disini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohensif yang mempersatukan di dalam masyarakat (Sobur,2002:138).

Gambar 1 “Herarchy Of Influence” Shoemaker dan Rees

Tingkat organisasi Tingkat ideologi

Tingkat ekstramedia

Tingkat rutinitas media

Tingkat individual


(34)

Sumber : Shoemaker dan Reese dalam Sobur (2002 : 138)

2.6 Analisis Framing

Gagasan ide mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh beterson tahun 1955 (Sudibyo dalam Sobur,2001:161). Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori-kategori standart untuk mengapresiasi realita. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh goffman (1974) yang mengandalkan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strip of behaviour) yang membimbing individu dalam wacana realitas (Sobur, 2001:162). Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi wartawan. Sehingga berbagai hal yang terjadi sebagai factor dan orang, didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian disajikan untuk khalayak.

G.J Adiitjobdro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja. Dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo dalam Sobur,2001:165).

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Makna jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, actor, kelompok, atau apa sajalah) dibingkai oleh media (Eriyanto, 2005:3).


(35)

Dalam ranah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau aktivitas komunikasi yang ada. Perspektif komunikasi framing dipakai untuk membedakan cara-cara atau ideology media saat mengkontruksi fakta. Karena itu konsep framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu-isu yang lain.

Sehingga jelas berdasarkan Gillin dalam Eriyanto dengan framing jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan pada khalayak (Eriyanto,2005:69).

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas social dipahami, dimaknai dan dikontruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimana peristiwa dan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan dan memproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya (Eriyanto,2005:vi).

2.7 Perangkat Framing Zhongdang pan dan Kosicki

Analisis framing yang akan digunakan dalam penelitian ini memakai model yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki. melalui tulisan mereka : “framing analysis an approach to news discourse”. Pan dan Kosicki tahun 1993


(36)

mengoperasionalkan empat dimensi structural teks berita sebagai perangkat framing : sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita – kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalma teks.

Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat bagian struktur besar. Pertama, struktur sintaksis, kedua, struktur skrip, ketiga, struktur tematik, keempat, struktur retoris (Sobur,2001:175-176).

1. Sintaksis

a. Headline

Headline merupakan aspek sintaksis dari berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi menunjukkan kecenderungan berita. Pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai daripada bagian berita, headline mempunyai framing yang kuat (Eriyanto,2004:257).

Posisi judul dinaggap penting karena sekilas kalau pembaca membuka atau melihat media massa, maka yang terbaca judulnya dahulu. Judul berita (headline) pada dasarnya mempunyai tiga fungsi (anwar dalam sobur, 2001:77), yaitu mengiklankan cerita atau berita, meringkaskan atau mengikhtisarkan cerita dan


(37)

memperbagus halaman. Dalam judul berita tidak diijinkan mencantumkan sesuatu yang bersifat pendapat atau opini. (Sobur,2001:76-77).

b. Lead

lead yang baik pada umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberikan (Eriyanto, 2004:258). Lead adalah intisari berita yang mempunyai tiga fungsi, yakni : (1) menjawab rumus 5W+1H (what,who,when,where,why,how), (2) menekankan news feature of story dengan menempatkan pada posisi awal, dan (3) memberikan identifikasi cepat tentang orang, tempat dan kejadian yang dibutuhkan bagi pemahaman cepat berita itu (Sobur,2001:77).

c. latar informasi

ketika menulis biasanya dikemukakan latar belakang atau peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, dimana komunikator dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, bergantung pada kepentingan mereka (Sobur,2001:79). Latar umumnya ditampilkan diawal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Karena itu latar membantu menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa (Eriyanto,2004:258).


(38)

pengutipan sumber berita dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun obyektifitas-prinsip keseimbangan dan tidak memihak (Eriyanto, 2004:259). Ini juga merupakan bagian berita yang menekankan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu.

2. Skrip

Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana media mengisahkan atau menceritakan peristiwa dalam bentuk berita. Pola pengorganisasian peristiwa dapat dilihat dari hadirnya komponen-komponen atau unsur kelengkapan berita yang sejalan dengan kaidah-kaidah jurnalistik yaitu bentuk 5W+1H. penerapan penulisan berita yang disusun sebagai suatu cerita dengan strategi cara bercerita tertentu, dilakukan institusi media, dalam hal ini oleh wartawan tidak lain untuk menarik perhatian pembaca. Segi cara bercerita dan unsure kelengkapan berita dapat menjadi penanda framing yang penting dan ingin ditampilkan. Skrip merupakan salah satu strategi wartawan dalam mengkontruksi berita dan skrip memberi tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana yang kemudian menjadi strategi untuk menyembunyikan informasi penting.

Bentuk umum dari struktur skirp adalah pola 5W+1H yaitu what, who, when, where, why, and how.

1. What : peristiwa apa yang sedang terjadi?

2. Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut?


(39)

4. Where : dimana peristiwa itu terjadi?

5. Why : mengapa peristiwa itu terjadi?

6. How : bagaimana terjadinya peristiwa itu?

3. Tematik

Struktur tematik berhubugan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih kecil. Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini, antara lain :

a. Detail

elemen detail berhubungan dengan control informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau cetra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau tidka perlu disampaikan) kalau hal ini merugikan kedudukannya. Detail berhubungan dengan apakah sisi informasi tertentu diuraikan secara panjang atau tidak. (Sobur,2001:79).

b. Maksud kalimat, hubungan

elemen maksud kalimat melihat apakah teks itu disampaikan secara eksplisit atau tidak, apakah fakta disajikan secara telanjang ataukan tidak. Umumnya, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sebaliknya


(40)

informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implicit dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah kepada public hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator (Sobur,2001:79).

c. Nominalisasi antar kalimat

dengan melakukan nominalisasi dapat memberikan sugesti kepada khalayak adanya generalisasi. Hal ini berhubungan dengan pernyataan apakah komunikator memandang obyek sebagai sesuatu yang tunggal berdiri sendiri ataukan sebagai suatu kelompok (Sobur,2001:81).

d. Koherensi

koherensi adalah pertalian antar kata, proposisi atau kalimat, dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Pertama, koherensi sebab-akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Proposisi disebabkan akibat umurnya ditandai dengan kata hubung “sebab” atau “karena”. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat sati dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Koherensi ditandai dengan pemakaian kata hubung “dan” atau “lalu”. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari proposisi atau kalimat lain. Koherensi pembeda ditandai dengan kata hubung “dibandingkan” atau “sedangkan” (Eriyanto,2004:263).


(41)

berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subyek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang yang menjadi subyek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif, seseorang menjadi obyek dari pernyataannya (Sobur,2001:81).

f. Kata Ganti

elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imakinatif. Pengulangan kata yang sama tanpa suatu tujuan yang jelas akan menimbulkan rasa yang kurang enak. Pengulangan hanya diperkenankan kalau kata itu dipentingkan atau mendapat penekanan (Sobur,2001:82).

4. Retoris

Struktur retoris berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu. Dengan kata lain, struktur retoris melihat pemakaian pilihan kata,idiom, grafik, gambar, yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu. Ada beberapa elemen struktur retoris, antara lain :

a. Leksikon

pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai tidak semata-mata hanya karena kebetulan. Tetapi secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta


(42)

atau realitas. Pemakaian kata-lata tersebut seringkali diiringi dengan penggunaan label-label tertentu (Eriyanto, 2004:264).

b. Grafis

dalam teks berita, grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf cetak tebal, huruf miring, huruf besar, pemakaian garis bawah, pemberian warna, foto, pemakaian caption, rester, grafik, gambar, table atau efek lain untuk mendukung arti penting suatu pesan (Eriyanto,2004:266)

c. Metafora

Di dalam suatu teks berita, seorang komunikator tidak hanya menyampaikan pesan pokok. Tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksud sebagai ornament atau bumbu dati suatu teks. Tetapi, pemakaian metafora tertentu boleh jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan berpikir, alas an pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada public (Sobur,2001:84).

d. Pengandaian

pengandaian adalah strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Elemen pengandaian merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Pengandaian hadir dengan memberi pernyataan yang dipandang terpercaya dan karenanya tidak perlu dipertanyakan (Sobur,2001:79).


(43)

2.8 Kerangka Berpikir

Pembentukan realitas adalah suatu kerja perusahaan media lewat seorang wartawan yang dalam kenyataannya realitas tersebut tidak langsung tersedia dengan sebuah kemasan sesuai. Hal ini terjadi karena wartawan dengan ideology dari perusahaan media tempat mereka bekerja itulah yang telah membentuk suatu berita itu dengan cara mengurutkan, membuat teratur, menjadi mudah untuk dipahami dengan memilih actor-aktor dan sumber-sumber yang diwawancarainya, sehingga dapat dikonsumsi oleh khalayak.

Setiap media mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam melihat suatu peristiwa. Itu akan membuat realitas bentukan media dalam rupa berita yang dihasilkan juga akan berbeda. Demikian halnya pemberitaan Jawa pos dan Republika mengenai pembebasan Anggodo dalam kasus kpk vs polri itu selama bulan November 2009.

Pemberitaan pada dua media tersebut cenderung berbeda, kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi berita pada khalayak dapat diketahui dari pelapisan yang melingkupi institusi media. Shoemaker dan Stephen D. Reese yang dikutip dalam Sobur (2002:138) memuat model “hierarchy of influence” sebagai model yang mempengaruhi produk berita atas pelapisan institusi media.

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebuah analisis framing dengan menggunakan model Pan dan Kosicki, dimana model ini terbagi menjadi empat struktur penting yaitu : sintaksis, skrip, tematik. Dan retoris. Yang mana dipakai untuk mengetahui realitas yang dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas dapat dipahami, dimaknai dan dikontruksi (dirangka bangun) dengan suatu bentukan dan


(44)

pemaknaan tertentu, sehingga elemen tersebut menandakan sebuah peristiwa berlangsung.

Adapun kerangka berpikir dari pemaparan di atas, dapat digambarkan pada skema berikut ini:

Gambar 3

Skema Kerangka Berpikir Pan and Kosicki Konstruksi berita oleh wartawan

berita tentang pelepasan Anggodo dalam kasus KPK vs POLRI

media massa, Jawa pos dan republika


(45)

BAB III

Metode penelitian

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik analisis framing. Analisis ini mencoba melihat bagaimana media mengkontruksi realitas, bagaimana realitas atau peristiwa itu dikontruksi oleh media, dan bagaimana media membingkai peristiwa tersebut.

Analisis framing sendiri adalah analisis yang memusat perhatian pada bagaimana media mengemas dan membingkai berita. Proses itu umumya dilakukan dengan memilih peristiwa tertentu untuk diberitakan dan menekankan aspek tertentu dari peristiwa lewat bantuan kata, aksentuasi, kalimat, gambar, dan perangkat lainnya (Eriyanto : 2002 : pengantar penulis).

Dengan analisis framing, dapat digunakan untuk melihat siapa mengendalikan siapa dalam struktur kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dan dirugikan, siapa penindas dan si tertindas, tindakan politik mana yang harus didukung dan tidak boleh didukung dan sebagainya (Eriyanto, 2002 : XV)

Pada penelitian ini akan dijelaskan bagaimana cara media membingkai atau mengkontruksi berita-berita mengenai kasus Anggodo pada media Jawa pos dan Republika. Penulisan berita terdiri dari bagaimana cara wartawan dalam menyusun dan menekankan fakta dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang tidak menggunakan statistik atau angka tertentu hasil dari penelitian kualitatif ini tidak


(46)

dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan berlaku umum) atau angka tertentu atau mersifat universal (Arkoun dalam Rukmana, 2003:29).

Metode framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Zhongdang pan dan Gerald M. Kosicki. menganalisis bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih yang ada dalam berita isu tentang kasus Anggodo pada media Jawa pos dan Republika.

3.2 Definisi Operasional 3.2.1 kasus Anggodo

Berita tentang kasus Anggodo ini adalah mengenai tentang proses pemeriksaan Anggodo. Penelitian tentang pembingkaian berita kasus Anggodo ini dianalisis menggunakan perangkat Zhongdang Pan dan Gerald. M. Kosicki. Perangkat framing dari pan dan kosicki ini dibagi menjadi 4 struktur besar, yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

3.2.2 Berita di media Jawa pos dan Republika

Adalah suatu peristiwa atau kejadian yang ditulis oleh wartawan Jawa pos dan Republika untuk disajikan dan disebarkan oleh khalayak (viewer). Dalam penelitian ini adalah tentang kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika. framing yang akan diteliti adalah tentang alasan kenapa Angodo tidak ditahan pada media Jawa pos dan Republika.


(47)

Subyek dalam penelitian ini adalah surat kabar harian Jawa pos dan surat kabar harian Republika. Sedangkan yang menjadi obyek penelitian adalah berita tentang kasus Anggodo setelah pada media Jawa pos dan Republika.

3.4 Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit analisis reference, yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat dan kata yang dimuat dalam teks berita kasus Anggodo setelah pada media Jawa pos dan Republika.

Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan ungkapan narasumber untuk mengungkapkan pemaknaan terhadap perspektif pemberitaan Jawa pos dan Republika dalam melihat suatu peristiwa/realitas yang dalam hal ini adalah berita mengenai pembebasan Anggodo dalam kasus kpk vs polri

3.5 Populasi dan Korpus

Populasi dalam penelitian ini adalah berita tentang kasus Anggodo pada media Jawa pos dan Republika. Populasi yang diperoleh dalam pemberitaan ini di media Jawa pos dan Republika adalah 8 berita.

Korpus atau sampel adalah himpunan terbatas atau “berbatas” dari unsur yang memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama dan karena itu dapat dianalisis sebagai keseluruhan (Arkoun dalam Rukmana,2004:10). Korpus dalam penelitian ini adalah berita-berita tentang pembebasan Anggodo dalam kasus kpk vs polri pada surat kabar harian Jawa pos dan surat kabar harian Republika.


(48)

Korpus yang diperoleh dari surat kabar harian Jawa pos diperoleh 3 berita, yaitu : 1. 04 November 2009

“ TPF periksa Anggodo” 2. 05 November 2009

“Anggodo dilepas lewat belakang” 3. 06 November 2009

“ Anggodo bikin buyung naik pitam”

Sedangkan korpus yang diperoleh pada surat kabar harian Republika diperoleh 2 berita, yaitu :

1. 04 November 2009

“ tim periksa Anggodo, susno, ritonga, dan wisnu” 2. 05 November 2009

“Anggodo bebas, tim 8 ancam mundur”

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data-data peneliti tentang kasus Anggodo pada media Jawa pos dan Republika. di dapat dari pengumpulan secara langsung dari medianya dengan mengidentifikasi isi berita, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis framing, lebih tepatnya menggunakan model analisis Zhongdang pan dan Gerald M. Kosicki. yang bertujuan untuk mengetahui cara pandang atau frame yang digunakan kedua media tersebut dalam mengemas berita tentang kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika.


(49)

3.7Teknik analisis data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menjadikannya temuan bagi orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing. Analisis framing ini merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh suatu media dalam menyeleksi isu dan menuliskan berita. Fakta mana yang akan ditonjolkan atau dihilangkan serta hendak dibawa kemana arah berita tersebut. Karenanya berita menjadi manipulatif dan bertujuan untuk mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu legitimate, objektif, alamiah, wajar atau tidak terelakkan (Sobur, 2001 : 162)

Analisis framing yang dipilih adalah konsep Zhodang pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar. Yaitu : struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

3.8Langkah-Langkah Analisis Framing

Berita tentang pembebasan Anggodo dalam kasus kpk vs polri akan dianalisis dengan menggunakan perangkat framing milik Zhongdang pan dan Gerald M. Kosicki. Analisis berita – berita tersebut akan didasarkan pada empat bagian struktur besar, yaitu : struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.


(50)

dalam wacana berita sintaksis berhubungan dengan bagaimana Jawa pos dan Republika dalam menyusun berita tentang kasus Anggodo dalam susunan bentuk umum pemberitaan. Adapun fungsi dari struktur sintaksis dapat menjadi petunjuk yang berguna, tentang bagaimana wartawan Jawa pos dan Republika dalam memaknai berita tentang kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika. hendak dibawa kemana berita tersebut.

Unit yang diamati antara lain : a. Headline

Headline tentang berita kasus Anggodo pada media Jawa pos dan Republika, inti pemberitaan yang ditulis dengan huruf berukuran besar dan mencolok guna menarik khalayak dan pembacanya.

b. Lead

Menunjukkan sudut pandang atau perspektif tertentu sebagai aspek yang terpenting di surat kabar Jawa pos dan Republika dalam memberitakan kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika

Latar informasi

Latar belakang atas berita pembebasan Anggodo merupakan bagian berita yang dapat membantu menyelidiki semantic (arti kata) yang ingin ditampilkan, cara mempengaruhi, memberi kesan sebagai pembenaran bahwa pendapat Jawa pos dan Republika dalam memaknai peristiwa kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika.


(51)

Pengutipan ini dilakukan terhadap orang-orang yang berhubungan dengan peristiwa kasus Anggodo. Dengan tujuan untuk membangun objektivitas, prinsip keseimbangan, dan tidak memihak agar khalayak memahami bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, tetapi pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu.

2. Skrip

Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana Jawa pos dan Republika mengisahkan atau merencanakan peristiwa kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika dalam bentuk berita berguna untuk mengetahui bagaimana penerapan penulisan peristiwa sebagai suatu cerita dengan strategi cara bercerita tertentu yang dilakukan oleh wartawan Jawa pos dan Republika. Segi bercerita dan unsur kelengkapan berita dapat menjadi penanda framing yang penting dan ingin ditampilkan, memberi tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana yang disembunyikan.

Bentuk umum dari struktur skrip adalah pola 5W + 1H, antara lain : What : peristiwa apa yang sedang terjadi?

Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut? When : kapan peristiwa itu terjadi?

Where : dimana peristiwa itu terjadi? Why : mengapa peristiwa itu terjadi? How : bagaimana peristiwa itu terjadi? 3. Tematik


(52)

berhubungan dengan bagaimana Jawa pos dan Republika mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk secara keseluruhan. Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini. Antara lain :

a. Detail

Kontrol informasi yang ditampilkan Jawa pos dan Republika dimana informasi yang menguntungkan akan diuraikan secara detail, lengkap bila perlu disertakan data-data yang mendukung dan sebaliknya bila informasi tersebut merugikan

b. Maksud kalimat, hubungan kalimat

Informasi kasus Anggodo yang menguntungkan Jawa pos dan Republika akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersebunyi.

c. Nominalisasi antar kalimat

Perspektif Jawa pos dan Republika dalam memandang suatu obyek sebagai suatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok.

d. Koherensi

Pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat dalam pemberitaan peristiwa kasus Anggodo oleh Jawa pos dan Republika. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan.


(53)

e. Bentuk kalimat

Kebenaran tata bahasa yang digunakan Jawa pos dan Republika dalam menulis berita kasus Anggodo.. karena bentuk kalimat bukan hanya menyangkut permasalahan teknis kebenaran tata bahasa, namun menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

f. Kata ganti

Alat yang digunakan Jawa pos dan Republika untuk menunjukkan dumana posisi seseorang dalam wacana.

4. Retoris

Bagaimana pilihan kata yang dipakai oleh Jawa pos dan Republika untuk menekankan arti yang ditonjolkan ke dalam berita kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika.. Ada beberapa elemen struktur retoris, antara lain:

a. Leksikon

pemilihan dan pemakaian kata-kata yang dipakai Jawa pos dan Republika . secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan kedua media tersebut terhadap fakta atau realitas kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika.

b. Grafis

untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (berarti dianggap penting) Jawa pos dan Republika dalam pemberitaan kasus Anggodo. umumnya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berbeda, dibandingkan dengan tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, ukuran huruf, gambar, grafik, foto, dan elemen


(54)

grafis yang lain secara tidak langsung dapat memanipulasi pendapat idiologis yang muncul.

c. Metafora

Kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksud sebagai ornamen atau bumbu pemberitaan Jawa pos dan Republika. Pemakaian metafora tertentu bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti suatu tekas. Metafora tertentu dipakai komunikator secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenaran atas pendapat atau gagasan dalam pemberitaan kasus Anggodo pada media Jawapos dan Republika.

d. Pengandaian

Upaya wartawan Jawa pos dan Republika untuk mendukung makna suatu teks, apakah menguatkan atau menentang suatu pendapat dengan memberi pertanyataan yang dapat dipercaya kebenarannya.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Surat Kabar Jawa Pos

Surat kabar Jawa Pos diterbitkan pertama kali tanggal 1 juli 1949 dengan nama Java Post, oleh PT. Java Post Concern Ltd. Surat kabar yang berlokasi di jalan kembang jepun 166-169 surabaya, didirikan oleh The Cung Sen alias Soesono Tedjo, seorang WNI keturunan, kelahiran bangka. Pada saat itu Jawa dikenal dengan harian melayu-tionghoa dengn pemimpin redaksi pertama Got Tjing Hok. Hingga tahun 1951 pemimpin redaksi diganti oleh Thio Oen Sik.

The Chung Sen dikenal sebagai raja Koran karena memiliki tiga (3) buah surat kabar yang diterbitkan dengan tiga bahasa yang berbeda. Surat kabar yang berbahasa Indonesia bernama Java Post, surat kabar berbahasa tionghoa Hung Chiau Shin Wan dan berbahasa belanda bernama DE Vrije Pers. Surat kabar De Vrija Pers dibeli oleh PT. Java Post pada tahun 1954, awalnya dimiliki oleh Vit Ger Es Maatschappij de Vrije Pers. Akan tetapi pada tahun 1962 surat kabar ini dilarang beredar dikarenakan saat peristiwa trikora untuk merebut kembali irian barat dari tangan belanda. Sebagai penggantinya diterbitkan surat kabar berbahasa inggris dengan nama Indonesia Daily News.

Pada tahun 1965 Hou Chin Shin Wan dilarang terbit karena adanya peristiwa G30/s/PKI. Hal ini dialami oleh surat kabar Indonesia Dail News yang pada tahun 1981 tidak beredar lagi dikarenakan minimnya iklan yang masuk. Maka sejak tahun 1981


(56)

hanya Java Post yang beredar dalam kondisi yang memprihatinkan karena oplah yang sangat minim hanya 10.000 eksemplar, Java Post memiliki cirri utama yaitu terbit pagi hari dengan menampilkan berita-berita utama. Terbitan Java Post di cetak percetakan Agil, JL Kyai masmansur Surabaya, dengan oplah 10.000 eksemplar sejak 1 April 1954, Java Post dicetak dipercetakan De Vrije Pers, JL.Kaliasin 52 Surabaya, dari tahun- ketahun jumlah oplah Java Post mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 1954-1964 oplah sebesar 10.000 eksemplar.

Pada tahun 1958 Java Post berganti berubah menjadi Jawa Pos berganti ejaan menjadi Djava Post dan pada tahun 1961 nama Djava Post berubah menjadi Jawa pos. pada tahun 1971-1981 Jawa pos semakin membaik dan upah meningkat, akan tetapi pada tahun 1982 oplah Jawa pos mengalami penurunan oplah menjadi 6700 eksemplar dengan jumlah pendistribusian 2000 eksemplar pada kota Surabaya, malang beredar hanya 350 eksemplar dan sisanya beberapa kota di jawa timur. Penurunan jumlah oplah tersebut dikarenakan system management yang diterapkan semakin kacau. Terlebih lagi teknologi cetak juga kian sulit diikuti kemajuannya. Hal ini menyebabkan The Cuang Sen sebagai pemilik perusahaan menerima tawaran untuk menjual mayoritas saham perusahaan PT Graviti Pers (penerbit TEMPO) pada tanggal 1 april 1982. dengan pertimbangan bahwa pak the (panggilan untuk The Cung Sen), sudah tidak mungkin mengembangkan Jawa pos serta tidak mungkin Jawa pos mati maka pak the memilih TEMPO karena TEMPO belum memiliki surat kabar. Dengan pertimbangan seperti itu pak the ingin perkembangan Jawa pos tidak terhambat dan semakin terpuruk, pak the ingin Jawa Pos terus maju dan berkembang.


(57)

Melihat adanya yang terjadi PT. Java Pos Concern Ltd, maka direktur utama PT. Greviti PErs, Bapak Eric Samola, S.H menugaskan bapak Dahlan Iskan untuk membenahi PT Java Post Concern Ltd, dengan melakukan perbaikan. Pada april 1982 pengelolaan Jawa pos diserahkan pada Dahlan Iskan yang pada saat itu menjabat sebagai pimpinan umum dan pimpinan redaksi Jawa pos. dalam waktu dua tahun oplah Jawa pos sudah mencapai 250.000 eksemplar. Padahal sebelumnya untuk meraih 100.000 saja rasa tidak mungkin. Sejak saat itu perkembangan harian Jawa Pos semakin menakjubkan dan menjadi surat kabar terbesar di Surabaya. Pada tahun 1999 oplahnya menjadi 320.000 eksemplar.

Pada 29 mei 1985 sesuai dengan akta Notaris Liem Shin Hwa, SH no. 8 pasal 4 menyatakan PT Java Post concetn Ltd diganti dengan nama Jawa Pos dan sesuai dengan MENPEN No.1/per/menpen 84 mengenai SIUP, khususnya pemilik saham maka 20 % dari saham harus dimiliki karyawan untuk menciptakan rasa saling memiliki.

Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan, Jawa Pos tidak berubah secara esensial isi pemberitaannya. Surat kabar Jawa Pos tentang perkembangannya sebagai surat kabar yang meyajikan berita-berita umum ini meliputi peristiwa-peristiwa penting nasional yang merupakan peristiwa ekonomi,politik, hukum sosial budaya, pemerintahan, olahraga,hiburan dan sebagainya. Selain itu juga berita-berita lainnya seputar peristiwa yang terjadi di daerah jawa timur.

Melejitnya oplah Jawa Pos ini, tak lepas dari perjuangan dan kepeloporan Jawa Pos merubah budaya masyarakat Surabaya pada khususnya dan Jawa Timur umumnya. Pada waktu itu budaya masyarakat Surabaya membaca Koran adalah sore hari, ketika Jawa Pos mempelopori terbitnya pada pagi hari, banyak orang yang menertawai “Koran


(58)

kok pagi,” banyak diantaranya menolak kehadiran, banyak agen dan loper Koran yang tidak mau menjual Jawa Pos. management Jawa Pos kemudian memutar otak, kalau tidak ada loper Koran dan agen, lewat apa Koran ini dipasarkan? Akhirnya ditemukan cara lain yaitu istri-istri atau keluarga wartawan diminta menjadi agen atau loper Koran. Cara ini ditempuh dengan banyak tujuan, sebab kendala utamanya adalah dipemasaran. Kedua menambah income keluarga wartawan. Waktu itu gaji wartawan masih kecil. Dengan cara ini, keluarga wartawan ada tambahan pendapatan. Yang ketiga memberikan kebanggaan kepada keluarga istri atau keluarga wartawan ini menjadi agen-agen besar Koran Jawa Pos. perjuangan dan pelopor ini ternyata membuahkan hasil termasuk perubahan mendasar keredaksian.

Jawa Pos sanggup mengalahkan tiras penerbit-penerbit lain yang berada di Surabaya sejak lama dan bahkan mendominasi pasar Surabaya seperti Surabaya Post. Banyak strategi yang dilakukan Jawa Pos untuk mencapai kondisi seperti ini, diantaranya dengan melakukan beberapa hal-hal baru untuk pertama kalinya di indonesia seperti terbit hari libur nasional dan moneter terjadi di Indonesia.

Satu hal yang membuat kelompok Jawa Pos menjadi sebuah kelompok media yang sangat besar yaitu dengan adanya JJPN (Jawa Pos news networking). JJPN ini dibentuk sebagai salah satu sarana untuk menampung berita dari seluruh daerah di Indonesia dan untuk keperluan sumber berita berbagai media cetak yang berada di satu daerah di luar Surabaya tidak perlu di lay out di Surabaya melainkan langsung dikerjakan dikota yang bersangkutan dan hasil dikirim je JPNN untuk diambil oleh redaksi yang berada di Surabaya, saat ini media online sedang berkembang, Jawa Pos tidak mau


(59)

ketingalan untuk ikut berpartisipasi dengan memberikan fasilitas Jawa Pos yang bisa di akses melalui internet dengan alamat situs.

Dalam waktu singkat Jawa Pos mampu menembus oplah 100.000 yang dianggap penting. Jawa Pos ingin berambisi menembus oplah 1.000.000, maka berbagai cara/upaya dilakukan baik dari redaksi, pemasaran atau lainnya. Akan tetapi hal itu masih sulit dilakukan oleh Jawa Pos yang masih bertahap pada oplah 400.000. managemen lantas memutar otak agar sumber daya dan sumber dana yang dimiliki tetap optimal, lantas munculah ide untuk ekpansi, yakni dengan membuat Koran daerah-daerah di Indonesia. Ide tersebut muncul dari Dahlan Iskan usai studi di Amerika. Berdasarkan studi di Amerika dan Negara maju lainnya setiap kota mempunyai satu Koran. Dari kencataan itu maka Dahlan Iskan berasumsi bahwa kota-kota besar seperti di Indonesia bisa didirikan satu Koran. Untuk mewujudkan hal ini maka dikirim orang-orang terbaik Jawa Pos untuk mendirikan Koran di berbagai daerah di Indonesia. Berbagai usaha dilakukan oleh Jawa Pos antara lain dengan cara menghidupkan usaha Koran yang akan gulung tikar atau tinggal SIUPP nya saja. Ada yang kerja sama dan banyak diantara yang didirikan Jawa Pos.

Melihat perkembangan Jawa Pos yang berhasil di suatu kota, maka Jawa Pos membuka di kota lain. Dan pada april 2001, anak perusahaan Jawa Pos sudah mencapai 90 group. Koran-koran yang dulu menjadi anak-anak perusahaan Jawa Pos sekarang telah mendirikan Koran-koran, majalah atau tabloid yag menjadi cucu Jawa Pos.

Berbagai media cetak yang dikelola oleh Jawa Pos di berbagai daerah di Indonesia, diantaranya Suara Indonesia yang telah berganti nama menjadi Radar Surabaya, Riau Pos, Harian Rakyat Merdeka, Cendrawasih Pos, Harian Sumatra


(60)

Ekspress, Harian Bangsa, Suara Nusa, Memorandum, Dharma, Nyata, Manutung, Akcaya, Fajar, Bhirawa, Mercusuara, Komputek, agrobis, Liberti, Mentari, Oposisi, Gugat, Posmo, Amanat, Demokrat, Harian Duta Masyarakat Baru, Idependent dan masih banyak lagi. Kerja sama dengan berbagai media cetak maupun sumber daya manusia. Jawa Pos group hampir di setiap Propinsi di Indonesia kecuali di Aceh dan NTT.

4.1.2 Kebijakan Redaksional Jawa Pos

Dalam menulis berita, Jawa Pos harus terlebih dahulu melewati penyeleksian dengan melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan, pemuat berita tergantung pada bobot berita tersebut, secara tidak langsung bahwa berita yang besar atau mendapat perhatian masyarakat banyak dan sedang menjadi isu pembicaraan masyarakat akan mendapat porsi yang lebih banyak untuk dimuat dan diulas dari berbagai aspek oleh Jawa Pos. hal ini dilakukan Jawa Pos untuk memenuhi keingintahuan masyarakat akan informasi-informasi yang dibutuhkan, Jawa Pos mempunyai keinginan untuk memberikan kepuasan informasi kepada masyarakat. Untuk itu pada halaman Jawa Pos menyajikan satu tema dengan berbagai ulasan dati berbagai aspek sudut pandang.

Dibanding keredaksian, kepeloporan Jawa Pos adalah membuat berita berdasarkan dengan cara judul-judul berita pada Jawa Pos dimuat dalam ukuran besar menjadi empat atau lima kolom bahkan memenuhi seluruh kolom. Pemberitaan Jawa Pos pun berangel-angel sehingga pembaca mendapatkan informasi yang dalam dengan berbagai perspektif. Tidak kalah radikalnya Jawa Pos mempelopori penulisan feature yang berisi berita-berita unik dan human interest.

Menurut Jawa Pos dibutuhkan kemampuan untuk menyajikan fakta yang sama sekaligus mengaduk-aduk emosi pembaca, semua itu tergantung cara reporter dalam


(61)

mencari berita, menentukan sumber berita yang tepat sesuai dengan kriteria seperti kredibilitas, kompleksitas nara sumber serta kemampuan menulisnya dan kesanggupan menyeleksi, mengedit berita yang layak muat. Megitulah proses sebuah berita dalam sebuah intuisi Jawa Pos. selain itu Jawa Pos juga mengalami perubahan dalam halaman yang lainnya di Jawa Pos kini diberi judul lagi, yang dimaksudkan untuk memudahkan pembaca mencari sambungan berita. Hal ini merupakan kebijakan dari layout Jawa Pos.

Pemuatan halaman metropolis disebabkan sebagian besar pasar Jawa Pos ada di kota Surabaya. Metropolis adalah berita-berita kota Surabaya yang tempat kejadiannya di Surabaya. Metropolis juga memuat berita-berita yang sedang berkembang di masyarakat Surabaya. Yang dimaksud dengan berita Surabaya oleh Jawa Pos adalah berita yang tempat kejadiannya di kota Surabaya. Namun jika bahasanya terlalu menasional, naka berita tersebut bukan termasuk berita yang masuk dalam metropolis.

Pengaruh berita Surabaya bagi Jawa Pos sangat besar sekali, dalam mengejar berita, terdapat kerjasama antara wartawan dan redaktiur berita. Bisa jadi sari berita diliput karena pemerintah redaktus atau inisiatif wartawan sendiri yang menganggap bahwa peristiwa tersebut memang layak dimuat. Cara memandang berita yang dilakukan Jawa Pos adalah dengan menempatkan wartawan di pos masing-masing. Ada yang di pos kriminal, pos pemda, pos hankam dan lain-lain. Pemberitaan Jawa Pos berkenaan dengan peristiwa sangatlah fleksibel, baik bersifat mendadak. Dalam memperkuat fakta pemberitaannya disertakan pula berbagai narasumber, pendapat pakar yang terkait dengan cara investigasi langsung. Setiap hari Jawa Pos ada rapat perencanaan yang selalu menentukan apa yang diberikan besok atau tentang kelanjutan berita sebelumnya.


(62)

Tabel 4.1

Format Umum Pemberitaan Jawa Pos koran 1

(berita)

dari halaman 1-16

Halaman 1-3 Memuat berita-berita utama yang bernilai berita tinggi dan menyangkut kepentingan ansional ditambah kolom feature Halaman 5-7 Memuat jati diri, opini, surat pembaca, dan pojok, iklan kolom Halaman 8-9 Memuat berita yang terjadi di manca Negara dalam rubric

“internasional”

Halaman 9-10 Berita-berita ekonomi dan bisnis

Halaman 11-13 Memuat berita-berita yang terjadi di nusantara dan kriminal Halaman 14 Memuat mengenai pembahasan khusus suatu peristiwa dalam

rubrik “show selebritis”

Halaman 15 Memuat sambungan berita-berita dari halaman satu

Halaman 16-18 berita-berita, foto tokoh berbagai peristiwa baik nasional maupun internasional

Koran II (Olahraga)

Dari halaman 19-28


(63)

dan internasional

Halaman 21-23 Memuat berbagai iklan komersial (iklan jitu) yang memuat secara rutin, terutama hari sabtu. Berita tersebut antara lain mengenai lowongan pekerjaan, jual beli kendaraan, rumah dan aneka kebutuhan lainnya

Halaman 24-28 Halaman yang memuat tentang berita-berita mengenai peristiwa olahraga yang terjadi di dalam ruang hukum dan kriminalitas Koran bagian III mulai halaman 29-40

Halaman 29-30 Memuat metropolis mengenai bermacam liputan peristiwa seputar sidoarjo dan gresik

Halaman 31-32 berisi tentang berita mengenai parpol, kriminalitas, hukum di daerah Surabaya

Halaman 33 mengulas mengenai evera reen life begins aT 50. cerita-cerita seseorang tempo dulu

Halaman 34 Bersi detektif

Halaman 35 Mengulas mengenai otomotif mobil

Halaman 36-37 Metropolis mengulas berita wilayah Surabaya Halaman 38 Metropolis, mengupas tentang berita sidoarjo-gresik Halaman 39 Memuat mengenai sambungan dari halaman 29


(1)

pernyataan nanan yang menyatakan bahwa Anggodo dibebaskan karena tidak ada cukup bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka.

mengkriminalisasikan KPK dan desakan TPF terhadap polri untuk tetap menahan Anggodo, karena ada bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka.

Retoris Unsur retoris dalam pemberitaan Republika pada tanggal 4 dan 5 November 2009 adalah menggunakan elemen grafis yaitu gambar atau foto dan leksikon yaitu pernyataan yang diberi huruf tebal atau miring.

Unsur retoris dalam pemberitaan Jawa pos pada tanggal 4,5 dan 6 November adalah menggunakan elemen grafis yaitu gambar atau foto dan leksikon yaitu pernyataan yang diberi huruf tebal atau miring.

Dilihat dari perbedaan frame pada tabel diatas, dapat dilihat Republika membingkai berita bahwa polri membebaskan Anggodo karena dalam pemeriksaan tidak ditemukan cukup bukti untuk menjadikan anggodo sebagai tersangka. Ini dapat dilihat dari unsur sintaksis yang menyatakan bahwa TPF melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terlibat dalam transkrip rekaman. Dalam pemeriksaan Anggodo oleh polri, Anggodo dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka, unsur skirp yaitu Anggodo dibebaskan oleh polri pada tanggal 5 November 2009 di Jakarta. polri membebaskan Anggodo karena tidak ada cukup bukti yang cukup untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka, unsur tematik yang menggunakan koherensi penjelas seperti pernyataan Kadiv humas mabes polri, Irjen Nanan Sukarna yaitu “polri wajib melepaskan Anggodo jika dalam pemeriksaan 1x24 jam tidak ditemukan alat bukti untuk menjerat Anggodo sebagai tersangka” dan dari unsur retoris yaitu unsur grafis dan leksikon yang menampilkan gambar atau foto dan pernyataan yang diberi huruf tebal atau miring.

.Sedangkan Jawapos membingkai berita dari desakan TPF untuk tetap menahan Anggodo, karena ada bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka. Ini dapat


(2)

dilihat dari unsur sintaksis yaitu TPF memeriksa Anggodo terkait adanya transkrip rekaman yang diduga untuk mengkriminalisasikan KPK. TPF mendesak kepada polri untuk tetap menahan Anggodo karena ada bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka, unsur skrip yaitu Pada tanggal 5 November 2009 di jakarta, TPF mendesak polri untuk tetap menahan Anggodo karena ada bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka, unsur tematik yang menggunakan elemen pembeda Yaitu Adanya pernyataan dari Nanan yang mengatakan bahwa Anggodo dibebaskan oleh polri karena tidak ada cukup bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka, yang kemudian disanggah oleh Bambang Widjojanko dan Luhut M.P Pangarimbun yang mengatakan bahwa ada bukti untuk menahan dan menjadikan Anggodo sebagai tersangka, dan unsur retoris yaitu menggunakan unsur grafis dan leksikon yang menampilkan gambar atau foto dan


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data yang telah ditampillkan pada bab empat yakni hasil dan pembahasan penelitian analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, tentang peristiwa pembebasan Anggodo setelah pemeriksaaan oleh polisi dalam kasus kpk vs polri pada surat kabar Jawa Pos dan Republika, dapat ditarik kesimpulan bahwa :

dalam pemberitaan antara dua media ini Republika dan Jawa Pos dalam memberitakan suatu realitas khususnya mengenai berita kasus Anggodo, seorang wartawan dalam membingkai suatu realitas dalam mengkontruksi memiliki cara pandang yang berbeda. Dapat dilihat dari dua pemberitaan ini antara dua media terdapat berita yang sama yaitu mengenai kasus, tapi dalam proses mengkontruksi berita memiliki cara pandang yang berbeda, seperti yang dijelaskan Republika bahwa polri membebaskan Anggodo karena dalam pemeriksaan tidak ditemukan cukup bukti untuk menjadikan anggodo sebagai tersangka. sedangkan surat kabar Jawa Pos menjelaskan terhadap desakan TPF untuk tetap menahan Anggodo, karena ada bukti untuk menjadikan Anggodo sebagai tersangka.


(4)

5.2 Saran

Dari kesimpulan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa masing-masing media Republika dan Jawa Pos memiliki perspektif tersendiri dalam mengkontruksi suatu realitas seputar peristiwa pembebasan Anggodo. Dengan adanya wacana tersebut peneliti mempunyai saran :

1. Dalam penelitian framing ini hendaknya bisa melihat pemberitaan dua media dengan memberitakan hal yang sama akan tetapi dapat melihat isu yang ingin ditonjolkan dari sisi yang berbeda dalam mengkontruksi suatu realitas. Karena dalam mengkontruksi suatu realitas seorang wartawan mempunyai perspektif tersendiri dalam membingkai suatu realitas.

2. dalam penelitian framing hendaknya fokus dalam paradigma framing yaitu paradigma kontruktivis, yang menyatakan bahwa sesungguhnya realitas itu tidak ada, yang ada hanya bentukan dari manusia atau wartawan itu sendiri.

3. penelitian framing ini bukan meneliti mengenai berita-berita yang ditampilkan oleh media, akan tetapi meneliti bagaimana suatu media dalam mengkontruksi suatu realitas yang ingin ditonjolkan oleh suatu media.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Birowo, M. Antonius, 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta : Gitanyali Eriyanto, 2002. Analisis Framing, Jogjakarta: PT. Lukis Pelangi Aksara

Eriyanto, 2005, Analisis Framing, Kontruksi, Ideologi Dan Politik Media, Yogyakarta :LKIS

Mc Quail, Dennis, 1994. Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Erlangga

Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Sobur, Alex, 2002. Analisis Teks Media, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex, 2001. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Siahaan, Hotman M. 2001. Pers Yang Gamang, Jakarta: LSPS, ISAI

Sumandiria, As Haris, 2005, Jurnalistik Indonesia Berita dan Feature Pandaan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung : Simbiosa


(6)

Non Buku :

Harian Surat Kabar Jawa Pos :

- Harian Surat Kabar Jawa Pos tanggal 4 November 2009 - Harian Surat Kabar Jawa pos tanggal 5 November 2009 - Harian Surat Kabar Jawa pos tanggal 6 November 2009 Harian Surat Kabar Republika :

- Harian Surat Kabar Republika tanggal 4 November 2009 - Harian Surat Kabar Republika tanggal 5 November 2009 - Harian Surat Kabar Republika tanggal 6 November 2009 - Harian Surat Kabar Republika tanggal 7 November 2009


Dokumen yang terkait

KONSTRUKSI MEDIA CETAK ATAS BERITA RENCANA KENAIKAN GAJI PRESIDEN (Analisis Framing pada Harian Media Indonesia dan Republika edisi 22-28 Januari 2011)

0 14 55

Konstruksi Pemberitaan Media Massa " Kasus Skandal Bank Century " ( Analisis Framing Surat Kabar Jawa Pos dan Republika Edisi 9 Desember 2009 - 20 Desember 2009 )

1 5 74

KONSTRUKSI MEDIA MASSA DALAM PEMBERITAAN BOM SOLO (Analisis Framing Berita Harian Jawa Pos dan Republika Edisi 26-29 September 2011)

0 2 43

Analisis framing pemberitaan kasus gayus tambunan di Republika dan Media Indonesia periode November 2010

0 19 141

Pro kontra undang-undang pornografi di media cetak : analisis framing terhadap pemberitaan media Indonesia dan republika

0 6 101

Konstruksi Media Cetak Atas Berita Meninggalnya Soeharto : Analisis Framing Pada Koran Republika

0 5 100

PEMBINGKAIAN BERITA MEDIA ONLINE (Analisis Framing Dugaan Kasus Perkosaan Oleh Sitok Srengenge di Tempo Pembingkaian Berita Media Online (Analisis Framing Dugaan Kasus Perkosaan Oleh Sitok Srengenge di Tempo Online dan Republika Online Periode November-D

0 3 15

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA Pembingkaian Berita Media Online (Analisis Framing Dugaan Kasus Perkosaan Oleh Sitok Srengenge di Tempo Online dan Republika Online Periode November-Desember 2013).

0 2 14

ANALISIS FRAMING PERISITIWA TERROR DI JALAN MH. THAMRIN, JAKARTA PADA MEDIA ONLINE : STUDI DESKRIPSTIF PADA MEDIA JAWAPOS.COM DAN REPUBLIKA.CO.ID.

0 1 104

PEMBINGKAIAN BERITA KASUS ANGGODO PADA MEDIA JAWAPOS DAN REPUBLIKA (STUDI ANALISIS FRAMING KASUS ANGGODO PADA MEDIA CETAK JAWA POS DAN REPUBLIKA)

0 0 23